UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
PENDAHULUAN
Potensi sumber daya perikanan laut Indonesia, baik penangkapan maupun budi daya
sangat besar. Di mana yang akan datang, potensi perikana budi daya sangat prospektif untuk
dikembangkan. Ini karena kegiatan perikanan tangkap tidak dapat diekspansi secara
optimum, bahkan berlebihan. Dengan demikian, biota laut non-ikan merupakan komoditas
potensial dan prospektif yang dapat dikembangkan melalui kegiatan budi daya untuk
peningkatan pendapatan masyarakat, terutama nelayan dan petani ikan, menyediakan
lapangan kerja, dan pemasukan devisa daerah dan negara.
Selama ini masyarakat mengenal kepiting sebagai hewan yang suka membuat lubang,
terutama dipematang kolam, sehingga sering menyebabkan kerusakan. Kepiting juga
dianggap sebagai salah satu hama ikan maupun udang yang sangat dibenci oleh petani.
Pandangan tersebut secara berangsur-angsur mulai berubah, bahkan kini kepiting sudah
menjadi salh satu makanan favorit yang banyak dicari konsumen, baik oleh kalangan
berkantong tebal di restoran besar maupun kaum ekonomi sedang di rumah makan hingga
pinggir jalan. Meskipun harga kepiting relatif tinggi, namun karena rasanya yang lezat
penggemar komuditas ini terus meningkat. Meskipun terbungkus oleh cangkang yang keras,
baguian yang dapat dimakan dari tubuh kepiting cukup besar, yaitu dapat mencapai 45
persen. Menurut para penggemarnay, daging kepiting memiliki rasa lebih segar dan gurih
dibandingkan dengan daging udang windu. Bakhan Kepiting bentina yang sedang bertelur
selalu menjadi incaran, sehingga harganya relatif lebih tinggi dibandingkan Kepiting jantan
atau Kepiting betina yang tidak bertelur.
Permintaan akan komoditas Kepiting yang terus meningkat, baik dipasaran dalam
maupun luar negeri, telah menjadikan organisme ini salah satu komuditas andalan untuk
ekspor mendampingi komoditas udang windu. Permintaan yang terus meningkat ini bukan
hanya disebabkan oleh raa dagingnya yang sangat gurih, tetapi juga disebbabkan oleh
kandungan gizinya yang cukup tinggi: setiap 100 gram daging Kepiting mengandung protein
sebesar 13,6 gram, lemak 3,8 gram, hidrat arang 14,1 gram dan air sebanyak 68,1 gram.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki garis panti terpanjang di dunia.
Dengan garis pantai yang panjang ini, Indonesia memiliki potensi Kepiting yang sangat
besar. Meskipun Kepiting bukan organise asing bagi masyarakat Indonesia, sebab mulai dari
anak kecil hingga orang tua umunya sudah mengenalnya, namun potensi nya yang demikian
besar diperairan pantai belum sepenuhnya dapat di manfaatkan, karena pengetahuan
mengenai organisme ini masih terbatas sehingga belum banyak masyarakat yang berminat
untuk mengelolanya. Masalah lain yang dapat dianggap penyebab rendahnya pemanfaatan
potensi Kepiting di Indonesia antara lain karena banyak Kepiting yang hidup di perairan kita
mempunyai sifat buas, kurang enak dimakan atau bahkan mengandung racun. Hingga saat ini
usaha pemeliharaan Kepiting hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, itupubn masih
dilakukan secara kecil-kecilan dengan menggunakan teknologi sederhana.
Untuk memanfaatkan potensi Kepiting yang ada, sebaiknya dilakukan berbagai cara
menggalakkan usaha pemeliharaan jenis-jenis Kepiting tertentu yang d apat diandalkan
sebagai komoditas eks[or. Penyebaran innformasi mengenai pengetahuan dan potensi
Kepiting melalui media masa dan buku-buku pengetahuan sangat membantu usaha
memasyarakatkan pemeliharaan Kepiting. Penemuan jenis-jenis Kepiting baru yang dapat
dipelihara merupakan langkah alternatif yang diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan
potensi yang ada.
Masalah utama yang sampai saat ini masih sangat dirasakann oleh petani dala
memelihara Kepiting adalah penyediaan benih dan pengetahuan mengenai teknik
pemeliharaan yang lebih modern. Pemeliharaan Kepiting yang sudah dilaksanakan selama ini
sangat sederhana, yaitu dengan memasukkan beberapa induk Kepiting kedalam kolam
pemeliharaan dan dibiarkan memijah sendiri, dan setelah 6 bulan dapat dipanen. Di Taiwan
ada beberapa etani yang secara sengaja hanya memasukan Kepiting bentina ke dalam kolam
peliharaannya dan beberapa waktu kemudian dilakukan pemanenan terhadap Kepiting yang
mengandung telur. Dalam makalah ini akan lebih ditekankan pada masalah budidaya
kepiting.
PEMBAHASAN
Kepiting bakau termasuk hewan dalam filum Arthropoda, kelas Crustacea, dan Ordo
Decapoda, yang sekerabat dengan rajungan. Crustacea merupakan hewan berkulit keras
sehingga pertumbuhannya dicirikan oleh proses ganti kulit (moulting). Decapoda ditandai
oleh adanya 10 buah (5 pasang) kaki, pasangan kaki pertama disebut capit yang berperan
sbgai alat pemegang atau penangkap makanan, pasangan kaki kelima berbentuk seperti kipas
berfungsi sebagai kaki renang, dan pasangan kaki lainnya sebagai kaki jalan. Dari namanya,
kepiting bakau merupakan hewan yang khas dihutan bakau atau ekosistem mangrove.
Kepiting bakau juga ditemukan di daerah estuaria, perairan pantai berlumpur, dan tambak-
tambak air payau. Kepiting bakau dan seluruh suku Portunidae adalah hewan yang selalu
berada di habitat berair karena alat pernafasannya berupa insang. Diperkirakan kepiting
bakau memiliki tiga spesies yaitu :
1. Scylla oceanica: kepiting jenis ini warnanya agak kehijauan serta memiliki garis
coklat di hampir semua bagian tubuhnya, terkecuali di bagian perutnya. Ukurannya
lebih besar daripada Scylla serrata.
2. Scylla serrata: kepiting jenis ini memiliki ciri khas warna kemerah-merahan hingga
oranye. Scylla serrata dapat dibedakan dengan dua jenis lainnya berdasarkan
morfologi terutama bentuk duri baik pada karapas maupun pada bagian capitnya
serta warna dominan pada tubuhnya. Scylla serrata memiliki duri relatif pendek
dibandingkan dua spesies lainnya.
3. Scylla transquebarica: jenis yang terakhir ini warnanya kehijauan hingga
kehitaman dan terdapat sedikit garis coklat pada bagian kaki renangnya.
Ukurannya lebih besar daripada Scylla serrata.
Kepiting bakau tidak bisa melepas diri dari air. Kepiting bakau menjalani metamorfosa
sempurna, artinya bentuk larvanya sama sekali berlainan dengan bentuk dewasanya. Telur
krpiting bakau yang telah dibuahi akan menetas menjadi zoea, megalops, kepiting muda dan
akhirnya menjadi kepiting dewasa. Selama masa pertumbuhan, kepiting bakau menjadi
dewasa akan mengalami pergantian kulit pada zoea berlangsung relatif lebih cepat yaitu
sekitar 3-4 hari, sedangkan pada fase megalopa, proses dan interval pergantian kulit relatif
lama yaitu setiap 15 hari. Setiap pergantian kulit, tubuh kepiting akan bertambah besar sekita
1/3 kali ukuran semula, dan panjang kerapas 5-10 mm pada kepiting dewasa . Lebar kerapas
kepiting dewasa berumur 12 bulan adalah sekitar 17 cm dan berat sekitar 200 gram.
Jenis kelamin kepiting sangat mudah ditentukan, yaitu dengan mengamati alat
kelaminnya yang ada di bagian perut (dadanya). Pada bagian perut(dada) kepiting jantan
umumnya terdapat organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit dan agak meruncing di
bagian depan. Sedangkan organ kelamin kepiting betina berbentuk segitiga yang relatif lebar
dan di bagian depannya agak tumpul (lonjong).
Benih kepiting bakau dapat diperoleh dengan cara melakukan penangkapan di alam
(ekosistem mangrove) atau di balai pembenihan (hatchri). Benih kepiting bakau di alam
tersedia sepanjang tahun, sehingga upaya penangkapannya mudah dilakukan. Penebaran
Benih Kepiting Bakau pada lokasi penghasil kepiting tangkapan dari alam, pada musim benih
untuk budiadaya tradisional petani hanya mengandalkan benih kepiting yang masuk secara
alami pada saat pasang surut air. Setelah beberapa bulan mulai dilakukan panen selektif
dengan memungut kepiting yang berukuran siap jual. Dapat juga kepiting yang sudah
mencapai ukuran tersebut dilepas kembali ke dalam petak pembesaran untuk memperoleh
ukuran atau kegemukan yang lebih besar. Pada budidaya polikultur dengan ikan bandeng,
ukuran benih kepiting dengan berat 20-50 gram dapat ditebar dengan kepadatan 1000-2000
ekor/Ha, dan ikan bandeng gelondongan yang berukuran berat 2-5 gram ditebar dengan
kepadatan 2000-3000 ekor/Ha. Pada budidaya sistem monokultur benih kepiting dengan
ukuran seperti tersebut diatas ditebar dengan kepadatan 5000-15000 ekor/Ha.
Budidaya kepiting bakau dapat dilakukan di tambak dan di ekosistem mangrove. Untuk
budi daya kepiting bakau di ekosistem mangrove, wadah yang digunakan berupa hampang,
keramba, atau jaring apung. Budidaya kepiting dilakukan dengan tujuan menghasilkan
kepiting konsumsi. Kegiatan budidaya dikenal dengan kegiatan pembesaran dan
pengemukan. Selain pembesaran dan pengemukan, kini dikenal produksi kepiting lunak atau
kepiting soka.
Pembesaran
Pembesaran kepiting bakau adalah usaha umum yang telah dilakukan oleh
petani/nelayan kepiting. Usaha ini dilakukan dengan menangkap kepiting bakau di
alam dan selanjutnya membesarkannya. Benih yang ditebar bervariasi ukurannya,
tergantung yang diperoleh. Pembesaran dapat dilakukan di tambak, keramba,
hampang, atau jaring apung. Bila tambak telah diisi air dan ketinggiannya mencapai 40
cm, maka penebaran benih sudah bisa dilakukan. Untuk pemeliharaan monokultur
yaitu pemeliharaan di mana dalam satu kolam hanya ada satu spesies saja yang
dipelihara. Pada metode monokultur , ukuran kolam pemeliharaan kepiting sebaiknya
jangan terlalu besar, agar tidak menimbulkan kesulitan dalam pengelolaannya.
Umumnya kolam besar dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing mempunyai
ukuran 350 meter persegi. Pada titik pertemuan ke empat kolam tersebut dibuat bak
semen berukuran 1-2 meter persegi yang berfungsi sebagai saluran pemasukan dan
pembagi air ke kolam pemeliharaan. Jika air masuk ke bak semen ini dan mengalir ke
kolam-kolam sekelilingnya, maka kepiting biasanya akan segera berkerumun di bak
tersebut sehingga dapat mempermudah pengambilan pada saat panen. Pakan diberikan
sebanyak 3-6 bobot biomass, namun perlu dilakukan pengamatan secara berkala
terhadap jumlah makanan yang dimakan oleh kepiting untuk menentuka dosis yang
tepat. Pakan yang diberikan setiap hari sebanyak 2 kali, yaitu pada pagi hari dan sore
hari. Pakan yang diberikan berupa potongan ikan, isi perut ikan, siput atau sisa pakan
lainnya. Jika memnginginkan kepiting selalu bertelur di kola, sehingga dapat dilakukan
pemanenan secara selektif, maka sebaiknya perbandingan antara benih jantan dan
betina yang ditebarkan berkisar 1:20.
Penggemukan
Kegiatan pemberian pakan meliputi (1) memilih jenis pakan yang sesuai dengan
kebutuhan, (2) cara pemberian pakan, (3) dosis pakan, (4) teknik sampling. Jenis pakan untuk
budidaya kepiting adalah pakan alami seperti bentos dan cacing, untuk pakan buatan
diberikan ikan rucah (pellet). Khususnya untuk pakan ikan rucah, daging kerang dan
hancuran daging siput dilakukan dengan cara memberikan ikan setengah kering dengan kadar
air berkisar 30 – 40 %. Jumlah pakan diberikan disesuaikan dengan kebutuhan, dapat dilihat
dari sisa pakan yang tidak termakan. Jika pakan dimakan seluruhnya, maka pemberian pakan
selanjutnya sebaiknya ditambah.
Apabila perlakuan terhadap kepiting selama masa pemeliharaan kurang baik, seperti :
mutu air kurang diperhatikan, makanan tidak mencukupi maka pada saat kepiting tersebut
mencapai kondisi biologis matang telur akan berusaha meloloskan diri, dengan jalan
memanjat dinding/pagar atau dengan cara membuat lubang pada pematang. Untuk
menghindari hal tersebut, maka konstruksi pematang dan pintu air perlu diperhatikan
secermat mungkin.
Pada pematang dapat dipasang pagar kere bambu atau dari waring, hal ini akan
mnegurangi kemungkinan lolosnya kepiting. Pemasangan pagar kere bambu atau waring
pematang yang kokoh (lebar 2-4 meter) dilakukan diatas pematang bagian pinggir dengan
ketinggian sekitar 60 cm. Pada tambak yang pematangnya tidak kokoh, pemasangan pagar
dilakukan pada kaki dasar pematang dengan tinggi minimal 1 meter.
Daerah penangkapan yang umum dijadikan tempat untuk meletakan wadong adalah di
sekitar akar-akar pohon mangrove atau di tempat yang diperkirakan akan dilalui kepiting.
Kedalaman perairan antara 40 - 50 cm pada waktu surut.
Setelah jangka waktu beberapa bulan, proses seleksi kepiting untuk pemanenan bisa
dilakukan dengan memilih kepiting dengan ukuran siap jual. Selain dipungut, kepiting bisa
juga dilepas kembali dalam kolam pembesaran guna mendapatkan kegemukan atau ukuran
lebih besar. Setelah dilakukan pemungutan keputung siap jual, langkah selanjutnya adalah
mengikat kepiting dalam keranjang. Ada cara-cara yang perlu diperhatikan untuk mengikat
kepiting agar tidak merusak fisiknya:
- Pengikatan dilakukan pada seluruh kaki dan kedua capitnya,
- Ikat capitnya menggunakan satu tali saja,
- Ikat masing-masing capit menggunakan tali terpisah,
- Tali pengikat yang digunakan bisa berupa tali rafia maupun jenis lainnya yang
sekiranya cukup kuat.
Kepiting bakau/lunak adalah kepiting yang dipanen setelah moultig. Bila kepiting
terlambat dipanen, maka kulit mereka segera mengeras kembali dan hal ini menyebabkan
kualitas menurun. Karenanya, dalam budidaya kepiting lunak pengontrolan dilakukan secara
rutin yaitu setiap 3 jam dalam sehari semalam. Dalam hal ini kegiatan panen dilakukan
kurang lebih 1 jam setelah molting atau pada fase post molt yaitu saat setelah berganti kulit.
Pada saat ini kulit baru masi lunak dan lentur (elastis) kepeting dipanen pada fase intermolt
maka kepiting akan mengeras dan kualitas kepiting lunak akan menurun dan itu bisa
menyebabkan kepiting lunak yang diproduksi ditolak oleh eksportir (Fujaya, 2012).
Panen dilakukan dengan cara selektif dimana kepiting yang sudah mengalami proses
ganti kulit (molting)
a. Setiap crab box dicek baik pada siang hari maupun pada malam hari dengan
menggunakan senter dengan posisi jongkok atau atau duduk di atas titian dengan
mengayung-ngayungkan kaki atau tanagan pada rangkaian rakit dan juga bisa
menggunakan ganco.
b. Kepiting yang telah mengalami ganti kulit diangkat dan ditempatkan pada baskom yang
berisikan air tawar.
c. Selanjutnya kepiting direndam dalam air tawar selama kurang lebih 15 menit
d. Kepiting yang telah direndam, ditempatkan pada basket yang beralaskan kain basah.
e. Setelah basket penuh kepiting cangkang lunak ditutupi kembali dengan kain basah dan
dibiarkan selama kurang lebih 24 jam.
Setelah kepiting dipanen kemudian dilakukan perendaman dalam air tawar kurang lebih
1 jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar garam yang menyerap kedalam tubuh
kepiting lunak setelah moulting serta untuk membilas berbagai kontaminan pada tubuh
kepiting. Setelah kepiting dipanen kemudian dilakukan perendaman dalam air tawar kurang
lebih 1 jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar garam yang menyerap kedalam tubuh
kepiting lunak setelah moulting serta untuk membilas berbagai kontaminan pada tubuh
kepiting.
KESIMPULAN
Afrianto Eddy dan Eri Liviawaty, 1992, Pemeliharaan Kepiting, Kanisius, Yogyakarta
Ghufran M, 2011, Budidaya 22 Komoditas Laut Untuk Konsumsi Lokal Dan Ekspor, Andi,
Yogyakata
18 Maret 2014
Maret 2014
http://koncrengtok.blogspot.com/2009/04/budidaya-kepiting-bakau-scylla-serrata.html,
http;//Media%20Penyuluhan%20Perikanan%20Pati%20CARA%20MENANGKAP