Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpah Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dalam bentuk yang sangat sederhana.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran PKWU. Kami mohon maaf apabila
ketika dibaca pekerjaan kami ini banyak kesalahan baik pemakaian kata, penyusunan kalimat,
menjelaskan, menguraikan isi atau data yang kurang lengkap karena kami baru belajar, kritik
dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan pekerjaan kami dimasa yang akan datang.
Semoga tugas sederhana ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami, umumnya bagi pembaca
semoga Allah memberkahi pekerjaan kami.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................

Daftar isi...................................................................................

BAB 1 : PENDAHULUAN.........................................................

1.1 Latar Belakang.............................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................

1.3 Tujuan ........................................................

BAB 2 : PEMBAHASAN...........................................................

2.1 Kepiting Bakau............................................

2.2 Morfologi.....................................................

2.3 Pertumbuhan dan perkembangan..............

2.4 Kontruksi tambak.........................................

2.5 Teknik Budidaya..........................................

2.6 Pemeliharaan..............................................

2.7 Panen dan Pasca Panen...........................

BAB 3 : PENUTUP...................................................................

3.1 Kesimpulan..................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................

BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perairan Indonesia memiliki karakteristik fauna tropis yang banyak. Di perairan Indonesia
terdapat sekitar 2500 spesies ikan, dan sebanyak 75% produksi ikan Indonesia yaitu berasal dari
hasil penangkapan, serta sisanya merupakan hasil dari kegiatan budidaya. Lebih dari 90%
penangkapan ikan di perairan darat (sungai, danau, dan lain-lain) berada di daerah Kalimantan,
Sumatera, dan Sulawesi. Kemajuan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju dan
beberapa negara berkembang menimbulkan pola konsumsi baru disertai dengan perubahan
struktur komposisi makanan. Perlu juga diketahui, perkembangan baru menunjukkan konsumsi
ikan lebih cenderung dilakukan pada jenis ikan laut ekonomis tinggi, meskipun harus membayar
dengan harga mahal sekalipun. Jenis-jenis ikan ekonomis tinggi termasuk di dalamnya
kelompok krustasean yaitu kepiting. Kepiting merupakan salah satu jenis komoditas perikanan
yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama yang
matang gonad atau sudah bertelur, dewasa, dan gemuk. Keberadaan spesies ini sudah banyak
dibudidayakan di tambak, dan benih kepiting diambil dari alam, seperti yang sudah dilakukan
pembudidaya di Karawang, Jawa Barat. Budidaya kepiting bakau yang telah dikenal oleh
masyarakat adalah kegiatan pembesaran benih menjadi ukuran konsumsi, penggemukan,
produksi kepiting cangkang lunak, dan produksi kepiting bertelur. Kepiting bakau ditangkap dari
perairan estuaria dan saluran petak tambak. Kepiting bakau lebih suka hidup di perairan
yangrelatif dangkal dengan dasar berlumpur. Daerah yang cocok untuk lokasi budidaya kepiting
ialah tambak yang dasarnya berlumpur. Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai
komersil, kulitnya pun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering
sebagai sumber chitin, chitosan, dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri
sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang
peranan penting sebagai antivirus dan anti bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk
meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan
pengawet makanan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kepiting Bakau?


2. Apa yang dimaksud Morfologi Kepiting Bakau ?

3. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan?

4. Bagaimana kontruksi tambak ?

5. Bagaimana teknik budidaya ?

6. Bagaimana pemeliharaan Kepiting bakau?

7. Bagaimana cara panen dan pasca panen Kepiting bakau?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Kepiting Bakau

2. Untuk mengetahui Morfologi kepiting bakau

3. Untuk Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kepiting bakau

4. Untuk mengetahui kontruksi Tambak

5. Untuk Mengetahui Teknik budidaya

6. Untuk Mengetahui Pemeliharaan Kepiting Bakau

7. Untuk Mengetahui Panen dan pasca Panen

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Kepiting Bakau

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial
untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan payau yang banyak
ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat disenangi oleh masyarakat mengingat
rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi sejajar dengan crustacea yang lain seperti udang
yang banyak diminati baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Gunarto
(2015), kepiting bakau hidup dikawasan mangrove, estuari dan laut. Kepiting bakau juga
menyukai dasar perairan berlumpur dan secara umum tersebar di seluruh perairan Indonesia.
Kepiting bakau tergolong hewan omnivora dan kanibal, serta bersifat nokturnal. Begitu banyak
hasil laut dan air tawar yang merupakan komoditas andalan suatu daerah bahkan suatu negara
seperti, ikan, kerang, udang, lobster dan kepiting. Khusus untuk kepiting sangat jarang
masyarakat kita yang membudidayakan kepiting secara khusus, padahal jika dikelola dan
dikembangkan secara terpadu, maka kepiting ini sangat menjanjikan. Potensi pasar yang cukup
besar memberi peluang bagi pengembangan budidaya kepiting bakau secara lebih serius dan
komersial. Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara keseluruhan masih mengandalkan
tangkapan dari alam, sehingga kesinambungan produksinya tidak dapat dipertahankan. Saat ini
budidaya kepiting bakau ini tidak harus di laut dan di daerah bakau, namun dapat juga dan
telah berhasil dibenihkan pada bak-bak terkontrol dan dapat diproduksi di hatchery ikan laut
maupun udang windu. Kepiting bakau atau yang lebih dikenal dengan kepiting lumpur
merupakan salah satu sumber daya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi bila dikembangkan dan dibudidayakan. Pembudidayaan atau pemanfaatan secara
komersil dari komoditas ini semakin meningkatkan baik untuk dikonsumsi dalam negeri
maupun untuk diekspor.

2.2. Morfologi

Kepiting bakau (Scylla sp) memiliki ukuran lebar karapan lebih besar dari pada ukuran panjang
tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara sepasang matanya terdapat enam
buah duri dan di samping kanan dan kirinya masing-masing terdapat sembilan buah duri.
Kepiting bakau jantan mempunyai sepasang capit yang dapat mencapai panjang hampir dua kali
lebih pendek. Selain itu, kepiting bakau juga mempunyai 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki
renang. Kepiting bakau berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdomen bagian bawah
berbentuk segitiga meruncing, sedangkan pada kepiting bakau betina melebar. Menurut
Moosaet al .(1985) dalam Kana(2002), Genus Scylla termasuk dalam sub-famili Portunidae
dengan ciri-ciri sebagai berikut: “Panjang pasangan kaki jalan lebih pendek dari pada capit,
pasang kaki terahkir berbentuk dayung. Krapas berbentuk lebar, dilengkapi dengan 3-9 buah
gigi anterolateral.Ruas dasar dari sungut (antena) biasanya lebar, sudut anteroexternal kerap
kaliberlobi, flagel kadang-kadang berada diorbit mata”.

2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan terbaik kepiting bakau dapat mencapai ukuran lebih dari 200
mm yang dipengaruhi oleh wilayah dan musim yang sedang berlangsung pada saat itu. Pada
dasarnya kepiting bakau merupakan jenis hewan yang habitatnya berada di air sehingga alat
pernapasannya berupa insang. Menurut Sudradjat (2015), kepiting bakau muda
bermetamorfosa menjadi kepiting bakau dewasa dengan mengalami proses ganti kulit
sebanyak 17-20 kali tergantung kondisi lingkungan dan pakanya. Pada saat pergantian kulit
tersebut tubuh kepiting bakau akan mengalami pembesaran sebanyak 1/3 kali ukuran
sebelumnya. Tiap fase hidup kepiting bakau memiliki rentang waktu yang berbeda dalamproses
penggantian kulit. Fase zoo membutuhkan waktu 3-4 hari untuk proses penggantian kulit,
sedangkan fase mezalaa membutuhkan waktu lebih lama yaitu 15 hari. Laju pertumbuhan
terbaik kepiting bakau ada pada salinitas 10-15 ppt. Kepiting mulai memijah pada umur 12
bulan. Pada saat akan melakukan pemijahan, kepiting bakau akan mengalami migrasi (beruaya)
ke laut lepas, lalu bersama anak-anaknya akan kembali keperairan bakau untuk berlindung,
membesarkan diri, dan mencari makan.Dalam sekali perkawinan kepiting bakau dapat tiga kali
memijah. Pelepasan telur terjadi selama ½ jam, proses penetasan berlangsung selama tiga hari.
Proses perkembangan telur berlangsung selama 30 hari. Jenis kelamin kepiting sangat mudah
ditentukan, yaitu dengan mangamati alat kelaminnya yang ada dibawah perut (dadanya). Organ
kelamin kepiting betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan dibagian depannya agak
tumpul (lonjong). Sedangkan alat kelamin jantan terdiri dari sebuah testis berwarna putih dan
terletak di bawah sinus paricardii

2.4 Kontruksi Tambak


Tambak kepiting harus mempunyai konstruksi yang berorientasi pada faktor lingkungan yang
mendukung kehidupan dan pertumbuhan secara normal, sehingga efisiensi pemanfaatan lahan
dan waktu saat pemeliharaan. Secara prinsip, bangunan tambak harus kuat & kedap air. Untuk
mencegah agar kepiting tidak melarikan diri dari petak pemeliharaan dan mencegah masuknya
hama dari luar dibuat karamba bambu atau kurungan. Setiap unit kurungan dibangun dengan
ukuran 2 m x 1 m x 0,2 m hingga membentuk kare yang ditancapkan. Karamba dipasang pada
30 cm ± saluran tambak dengan kedalaman air

2.5 Teknik Budidaya

Persiapan Tambak Pengolahan tanah dasar ditujukan memperbaiki mutu/kualitas tanah untuk
meningkatkan daya dukung lahan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembalikan, penjemuran,
pencucian dan pengapuran. Pembalikan tanah bertujuan untuk mempercepat proses
penguraian bahan organik dan gas-gas beracun, yang dilakukan dengan mencangkul/membajak
dengan kedalaman ± 20 – 30 cm. Penjemuran bertujuan untuk mereduksi bahan organik dan
gas-gas beracun yang dilakukan dengan sinar matahari hingga warna tanah coklat alami. Lama
penjemuran selama 5 – 7 hari. Pengapuran bertujuan memperbaiki dan menstabilkan pH tanah
hingga kisaran normal (pH 7 – 8). Jenis kapur yang digunakan harus sesuai dengan jenis tanah
dasar setempat.

2.6 Pemeliharaan

a. Pemilihan dan Penebaran Benih

Benih yang digunakan berukuran berat 30 – 50 gr/ekor atau lebar cangkang (karapas) 3 -4 cm.
Ciri-ciri benih yang baik adalah : Anggota tubuh yang lengkap, Menunjukkan tingkah laku untuk
menghindar atau melawan bila akandipegang, Warna cerah hijau kecoklatan atau coklat
kemerahan. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dengan padat tebar
rasio perbandingan jantan dan betina 1 : 1 berkisar antara 1-2ek/m2. Untuk menjamin benih
bebas dari parasit sebaiknya direndam dengan desinfektan (formalin 200 ppm selama 30
menit). Kemudian benih disebar merata dengan cara melepas ikatan satu per satu.

b. Pemberian Pakan

Kegiatan pemberian pakan meliputi : (1) memilih jenis pakan yang sesuaidengan kebutuhan, (2)
cara pemberian pakan, (3) dosis pakan, (4) teknik sampling. Jenis pakan untuk budidaya
kepiting adalah pakan alami seperti bentos dan cacing, untuk pakan buatan dapat diberikan
ikan rucah atau pellet. Khususnya untuk pakan ikan rucah, daging kerang dan hancuran daging
siput dilakukan dengan cara memberikan ikan setengah kering dengan kadar air berkisar 30 –
40 %. Jumlah pakan diberikan disesuaikan dengan kebutuhan, dapat dilihat dari sisa pakan yang
tidak termakan. Jika pakan dimakan seluruhnya, maka pemberian pakan selanjutnya sebaiknya
ditambah.

c. Pengendalian hama dan penyakit

Tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan cara pergantian air yang cukup, pengapuran
secara rutin dan penyaringan air pasok dan pemberian feed aditive (vit. C 2-4 gr/kg pakan,
bawang putih 15 – 20 gr/kg pakan secara periodik. Penggunaan obat-obatan kimia (pabrik)
merupakan alternatif paling akhir jika dengan cara pencegahan tidak berhasil.

2.7 Panen dan Pasca Panen

Panen kepiting biasanya dilakukan setelah masa pemeliharaan mencapai 4-5 bulan, dengan
ukuran 3-4 ekor/kg. Cara panen kepiting dari kurungan bambu dengan menggunakan seser atau
rakkang. Pasca panen dengan mengikat kaki dan capit kepiting dengan tali secara individu.
Produk hasil panen ditempatkan di wadah yang berlobang-lobang dengan dialasi pelepah
pisang yang dibasahi air laut guna mempertahankan tingkat kelembaban, selanjutnya kepiting
dapat dipasarkan langsung ke pengumpul dalam keadaan hidup. Sebagai komoditas ekspor
kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran dalam maupun luar negeri, namun
tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat kegemukan). Penggemukan kepiting dapat
dilakukan terhadap kepiting bakau jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan
kosong/kurus. Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu yang cukup
pendek yaitu 10 - 20 hari. Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi dengan demikian
dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Gunarto (2015), kepiting bakau hidup di kawasan mangrove, estuari dan laut. Kepiting
bakau juga menyukai dasar perairan berlumpur dan secara umum tersebar di seluruh perairan
Indonesia. Kepitingbakau tergolong hewan omnivora dan kanibal, serta bersifat nokturnal.
Kepiting merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan
karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama yang matang gonad atau sudah bertelur,
dewasa, dan gemuk. Keberadaan spesies ini sudah banyak dibudidayakan di tambak, dan benih
kepiting diambil dari alam, seperti yang sudah dilakukan pembudidaya di Karawang, Jawa Barat.
Budidaya kepiting bakau yang telah dikenal oleh masyarakat adalah kegiatan pembesaran benih
menjadi ukuran konsumsi, penggemukan, produksi kepiting cangkang lunak, dan produksi
kepiting bertelur.

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, R. 2013. Cara Budidaya Kepiting Tanjung pinang.Ghufran, M danKordi K. 2010.


( diakses pada tanggal 9 mei 2023, Pukul 13: 25 WITA)

57.Kanna,I. 2002.Budi Daya Kepiting Bakau Pembenihan dan Pembesaran( diakses pada tanggal
9 mei 2023, Pukul 15: 40 WITA)

Anda mungkin juga menyukai