Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Diajukan Untuk Tugas Perpajakan I Program Studi Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi

Universitas Widyatama

“NOMOR POKOK WAJIB PAJAK”

KELAS G
Disusun oleh:
Kelompok 3
Nathania Ester Rivanty (0116101079)
Karnika Widyawati (0116101085)
Lalas Sulastri (0116101333)
Cristina Manopo (0116101321)
Ronaldo Ravana Hakeem (0116101102)
Basaria Simarmata (0116101346)

Dosen : Citra Mariana, S.Pd., M.Ak.

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA


Terakreditasi ( Accredited ) “A”
BANDUNG 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat dan karunianya serta taufik dan
hidayah-nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah perpajakan 1 yang berisi dan
membahas tentang “Nomor Pokok Wajib Pajak”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
tentang perpajakan di indonesia. Kami juga menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, karena semua makhluk di dunia ini tidak ada yang sempurna
kecuali penciptanya Allah SWT. Oleh karena itu, kami berharap kritik serta saran yang bersifat
membangun untuk lebih baik lagi.

Dalam penyusunan laporan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Semoga laporan
makalah ini dapat memberikan informasi dan dapat dipahami oleh pembacanya serta dapat memenuhi
tugas mata kuliah perpajakan 1. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan
dari kami. Sekian yang dapat kami paparkan dan terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandung, 25 Februari 2018

Penyusun

Kelompok 3

1|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. Error! Bookmark not defined.
I.1 Latar Belakang ...................................................................................Error! Bookmark not defined.
I.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 3
I.3 Tujuan .................................................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
2.1 Pengertian PBB dan BPHTB ........................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Subjek dan Objek dari PBB dan BPHTB .....................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Tarif PBB dan BPHTB ................................................................................................................... 10
2.4 Tata Cara Pembayaran PBB dan BPH...........................................Error! Bookmark not defined. 2
2.5 Tata Cara Pembayaran PBB dan BPH...........................................Error! Bookmark not defined. 3
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 20
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................................................. 20
3.2 SARAN............................................................................................................................................... 20
KATA PENUTUP ..................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 22

2|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pajak merupakan salah satu instrumen yang paling penting dalam menentukan pendapatan
suatu negara. Mengingat peranan pajak yang sangat penting bagi suatu negara maka pemerintah
mewajibkan bahwa setiap orang dikenai pajak, sehingga terdapat peraturan yang telah ditetapkan
pemerintah tentang pajak.
Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek pajak dalam pajak
bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan memperoleh manfaat atas bumi, memiliki atau menguasai manfaat atas bangunan. Dengan
demikian , subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak bumi dan bangunan.
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.
Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun 1994, Ke tiga : UU No.
17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak Pengahasilan No. 32 tahun 2008.
Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun 2007.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena
adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan
yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan
pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar
per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan PBB dan BPHTB ?
2. Apa saja yang menjadi subjek dan objek PBB dan BPHTB ?
3. Bagaimana pemberlakuan tarif PBB dan BPHTB di Indonesia ?
4. Bagaimana cara menghitung PBB dan BPHTB ?

3|Page
1.3 Tujuan

1. Memahami pengertian dari PBB dan BPHTB ?


2. Mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan objek PBB dan BPHTB ?
3. Memahami tarif PBB dan BPHTB di Indonesia ?
4. Memahami cara menghitung PBB dan BPHTB ?

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian PBB dan BPHTB


2.1.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah merupakan pajak yang bersifat objektif yang
artinya bahwa besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh keadaan objeknya yaitu bumi (tanah)
dan/atau bangunan. Kondisi dan keadaan dari subjek pajaknya (siapa yang menjadi penanggung
atau pembayar PBB) tidak ikut dalam menentukan besarnya pajak terutang.
2.1.2 Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama
dengan Pajak Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan.

2. 2 Subjek dan Objek dari PBB dan BPHTB


2.2.1 Subjek PBB
Subjek pajak pbb adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memilki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak
atas objek pajak (bangunan) menjadi wajib pajak menurut undang-undang pajak bumi dan
bangunan.
Dalam hal bumi dan/atau bangunan,tidak dihuni sendiri atau disewakan atau dikuasakan
kepada orang lain, maka penghuni atau penyewa atau penguasa tersebut disebut sebagai objek
pribadi atau badan memperoleh manfaat atas bangunan dan/atau bumi tersebut. Dan orang wajib
pajak yang harus membayar PBB telah ditetapkan oleh Dirjen pajak sebagai mana yang telah
tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang (sppt) Subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata :
1. Mempunyai suatu hak atas bumi
2. Memperoleh manfaat atas bumi
3. Memiliki bangunan
4. Menguasai bangunan

5|Page
5. Memperoleh manfaat atas bangunan

Dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan secara jelas tentang Subyek Pajak :Subjek
Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.

 Subjek Pajak dalam negeri adalah:


 orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan;
 orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
 warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
 badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
 Subjek Pajak luar negeri adalah:
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak dan disini pun
terbagi menjadi dua yaitu :

 Wajib Pajak dalam negeri:


 dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan
dari luar Indonesia;
 berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;

6|Page
 wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
 Wajib Pajak luar negeri non-BUT:
 dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia;
 berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
 tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya
dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
2.2.2 Objek PBB

Objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
indonesia dan tubuh bumi yang ada dibawahnya contoh nya seperti sawah, ladang, tanah,
pekarangan, tambang dll. Yang dimaksud dengan Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan termasuk fasilitas lain yang
memberikan manfaat.
Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1. Bangunan yang digunakan untuk melayani kepentingan umum seperti tempat ibadah,
rumah sakit, gedung sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Kuburan, peninggalan purbakala, dan sejenisnya.
3. Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan
yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik.
5. Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2.2.3 Subjek Pajak BPHTB

Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
ayau bangunan. Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak
BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar.

2.2.4 Objek Pajak BPHTB

7|Page
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja)
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.
Perolehan hak pada dasarnya ada dua : yaitu pemindahan hak dan perolehan hak baru.
Pemindahan hak berarti sebelum memperoleh hak, hak atas tanah dan atau bangunan tersebut
sebelumnya sudah ada di “orang” lain. Karena perbuatan atau peristiwa tertentu, haknya berpindah
kepada subjek hukum A ke subjek hukum ke B. Sedangkan perolehan hak baru biasanya berasal
dari tanah negara kemudian diperoleh subjek pajak. Atau konversi hak, contohnya, dari hak adat
menjadi hak milik.
a. Pemindahan Hak karena :
1. jual beli.
2. Tukar-menukar.
3. hibah.
4. hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas
tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku
setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
5. waris.
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan
hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum
lainnya tersebut.
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama
atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang
hak bersama
8. penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang
sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya
peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak
yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut

8|Page
10. penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara
tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha
lainnya yang menggabung.
11. Peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara
mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung
tersebut.
12. pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva
kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang
lama.
13. hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau
bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.
b. Pemberian hak baru karena :
1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan
hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah :
1. Hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-
undangan yang berlaku.
3. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
4. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

9|Page
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang
tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
6. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan
peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau
bekerja sama dengan pihak ketiga.
d. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak
adanya perubahan nama.
5. Karena wakaf atau warisan.
6. Untuk digunakan kepentingan ibadah.

2. 3 Tarif PBB dan BPHTB


Tarif pajak yang dikenakan objek pajak adalah sebesar 0,5 %

Dasar Pengenaan Pajak :

1. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek ajak


2. Besarnya nilai jual objek pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh kepala kantor wilayah
direktorat jendral pajak atas nama mentri keuangan dengan mempertbangkan pendapat
gubernur /bupati /walikota daerah setempat.

10 | P a g e
3. Dasar penghitungan pajak adalah yang di tetapkan serendah rendahnya 20%.
4. Besar presentase ditetapkan dengan peaturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi
ekonomi nasional.
2.3.1 Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
1. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
2. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000
(tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan
pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar,
sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian
hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
adalah sebesar Rp. 300.000.000.
3. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak
(NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
4. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).
Rumus cara menghitung BPTHB yaitu :
5% x (NJOP – NPOPTKP)

 NJOP = Nilai Jual Objek Pajak


 NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Jika disebutkan sebelumnya bahwa untuk BPHTB dikenakan tarif 5%, maka UU BPHTB
(terbaru) yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi menurunkan angka tersebut menjadi maksimal
1%. Perhitungan BPHTB ini tentu akan menguntungkan dan mendorong percepatan pertumbuhan
ekonomi. Cara menghitung BPHTB yang baru ini tercantum di dalam Paket Kebijakan Ekonomi
XI dan diumumkan pada 29 Maret 2016 lalu. Hasil penerimaan Pajak BPHTB ini sebesar 64% nya
akan dikembalikan ke Kabupaten atau Kota, sedangkan 20% dari total biaya BPTHB dan tarif
BPHTB akan berbeda sesuai dengan objek pajaknya.

2.3.2 Perbedaan BPHTB dan PBB


BPHTB merupakan jenis pajak yang juga sangat penting, selain PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan). Perbedaan kedua jenis pajak ini terletak pada siapa yang menjadi subyek, apa yang

11 | P a g e
menjadi obyek, tarif, tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan, serta dasar hukum yang
mengatur keduanya. Jika tarif BPHTB yang lama sebesar 5% dan yang baru ditetapkan adalah
maksimal sebesar 1%, maka perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan serta tarif PBB adalah
sebesar 0.5%.

Sehingga rumus cara menghitung PBB adalah sebagai berikut:

0.5% x [persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)]

NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak adalah dasar dari perhitungan PBB.

2. 4 Tata Cara Pembayaran PBB dan BPHTB


2.4.1 Tata Cara Pembayaran PBB
Setelah wajib pajak menerima SPPT, SKP, STP dan KPP yang disampaikan dari
pemerintahan daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk
dalam SPPT yaitu Bank persepsi atau kantor pos.

Pembayaran manual :

1. Bank atau kantor pos yang tercantum pada SPPT.


2. Petugas pemungut PBB kelurahan atau desa yang ditunjuk resmi.

Pembayaran elektonik :

Pembayaran ini bisa dilakukan melalui bank seperti ATM,teller,dll. Seperti dibawah ini :

1. Melayani pembayaran PBB atas objek pajak di seluruh Indonesia.


2. Tidak terikat pada hari kerja dan jam operasional bank untuk pembayaran PBB.
3. Terhindar dari antrian di bank pada saat pembayaran.

Bank yang menyediakan fasilitas elektronik :

- Bank DKI untuk wilayah provinsi DKI Jakarta.


- Bank Jatim untuk wilayah provinsi Jatim
- Bank Bumiputera untuk seluruh Indonesia
- Bank Bukopin untuk seluruh Indonesia
- Bank nusantara parahyangan untuk seluruh Indonesia

12 | P a g e
- Internet Banking, Phone Plus, ATM, teller BNI untuk seluruh Indonesia
- Internet Banking, SMS banking, Phone Banking dan ATM Mandiri untuk seluruh Indonesia
2.4.2 Tata Cara Pembayaran BPHTB
PENETAPAN
Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut :
1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat
kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP
Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2%
per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).
2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka
Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang
Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah
kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan.

PENAGIHAN

Diatur dalam pasal 13, 14, 15 UU BPHTB maka apabila :

1. Pajak terutang tidak atau kurang bayar,


2. Dari pemeriksaan, SBB kurang bayar,
3. WP kena sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

maka DJP menerbitkan STB ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

2. 5 Cara Menghitung PBB dan BPHTB


2.5.1 Cara menghitung PBB
Rumus Nilai jual :
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP = assessment Value)

Nilai jual Kena Pajak adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak,
yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP. Dasar perhitungan pajak adalah NJKP yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setingg-tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

13 | P a g e
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002, besarnya NJKP adalah 20% dan 40%
dari NJOP.

 Sebesar 40% dari NJOP:


o Objek pajak perumahan, yang wajib Pajaknya Orang Pribadi dengan NJOP > Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
o Objek pajak Perkebunan, yang luas lahannya > 25 Ha yang dimiliki dikuasasi atau
dikelola oleh BUMN, Badan Usaha Swasta, maupun berdasarkan kerjasama
operasional (KSO) antara pemerintah dan swasta
o Objek pajak Kehutanan, termasuk areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pemegang HPH, HPHH dan IPK
o Objek Pajak Pertambangan
 Sebesar 20% dari NJOP
1. Objek Pajak lainnya, termasuk objek pajak perumahan dengan NJOP > Rp
1.000.000.000,00 yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan oleh PNS, Anggota ABRI dan
Pensiunan termasuk Janda atau Duda yang penghasilannya semata-mata dari
Gaji/Uang Pensiun.

Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan terutang : dapat dilakukan dengan rumus
perhitungan sebagai berikut :

PBB terutang = 0,5% [%NJKP x NJOP untuk perhitungan pajak]

 Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB


= 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP - NJOPTKP)
 jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP - NJOPTKP)
Formula perhitungan PBB dapat digambarkan sebagai berikut:
Nilai Jual Objek Pajak (Rp)

14 | P a g e
Tanah A
Bangunan B
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak (A + B) = C
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak D

Nilai Jual Objek Pajak untuk Perhitungan (C - D) = E


Pajak F
Nilai Jual Kena Pajak (20% atau 40%) x E G
PBB terutang : 0.5% x F

2.5.2 PBB Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

PBB Pedesaan dan Perkotaan terutang menurut keadaan objek pada tanggal 1 Januari dan
terutang di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak. Saat ini tarif PBB adalah tunggal, yaitu
0,5%. Saat dikelola oleh pemda, maka tarifnya paling tinggi 0,3% (sesuai dengan UU PDRD).
Dalam PBB Perdesaan dan Perkotaan tidak lagi ada penerapan NJKP, yang dalam UU PBB
menerapkan NJKP 20% atau 40% dari NJOP.

Saat PBB dikelola oleh pemda:

 NJKP (20% dan 40%) tidak digunakan/diberlakukan.


 Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah
Rp10.000.000,00 dan saat ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp12.000.000,00
(Rp24.000.000,00 mulai tahun 2012) untuk setiap Wajib Pajak. Nilai Jual objek pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Rumus perhitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) :

PBB-P2 = tarif x (NJOP-NJOPTKP)

Contoh :

Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :

15 | P a g e
2. Tanah seluas 800 m² dengan harga jual Rp300.000,00/m²
3. Bangunan seluas 400 m² dengan nilai jual Rp350.000,00/m²
4. Taman mewah
5. 200 m² dengan nilai jual Rp50.000,00/m²
6. Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan nilai jual
Rp1.750.000,00/m²
7. Presentase tarif PBB-P2 yang ditetapkan dengan Perda misalnya 0,2%
8. NJOPTKP ditetapkan Rp10.000.000,00

Besarnya pajak yang terutang adalah sebagai berikut;


 NJOP Bumi : 800 x Rp300.000,00 = Rp240.000.000,00
 NJOP Bagunan
o Rumah dan garasi : 400 x Rp350.000,00 = Rp140.000.000,00
o Taman : 200 x Rp50.000,00 = Rp 10.000.000,00
o Pagar : (120 x 1,5) x Rp175.000,00 = Rp 31.000.000,00 (+)
o Total NJOP Bangunan = Rp181.500.000,00
 Nilai Jual tanah dan bangunan (NJOP) = Rp421.500.000,00
 NJOPTKP = Rp 10.000.000,00 (-)
 Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp411.500.000,00
 Besarnya PBB yang terutang 0,2% x Rp411.500.000,00 = Rp 823.000,00
Keuntungan bagi pemerintah kabupaten/kota dengan pengelolaan PBB-P2 adalah penerimaan
dari PBB 100% akan masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Saat dikelola oleh Pemerintah Pusat
(DJP) pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8%
Rangkuman Perbedaan UU PBB dalam UU PDRD
Materi UU PBB UU PDRD

Subjek Orang atau badan yang secara nyata Tidak ada perubahan
mempunyai suatu hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki, menguasa

16 | P a g e
dan/atau memanfaatkan atas
bangunan
Tarif Tunggal 0,5% paling tinggi 0,3%

NJKP 20% s.d. 100% (PP 25 tahun 2002 Tidak ada


ditetapkan sebesar 20% atau 40%)
NJOPTKP Paling tinggi Rp12.000.000 per WP Paling rendah Rp10.000.000 per WP

PBB Terutang 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) 0,3% (maksimal) x (NJOP-


atau 0,5% x 40% x (NJOP- NJOPTKP)
NJOPTKP)

2.5.3 Cara menghitung BPHTB


Rumus :

BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP atau 5% x (NPOP -


NPOPTKP)

Ket :

NPOPKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)

NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak)

Contoh :

 Pada tanggal 1 Februari 2003, Bapak Sudirjo membeli sebidang tanah yang terletak di
Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000;
Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000; maka
BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah :
5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil
Atau dengan kata lain Bapa Sudirjo tidak terutang BPHTB.
 Pada tanggal 1 Maret 2003, Bapa Rahmat membeli sebuah rumah seluas 200 m² yang berada
di atas sebidang tanah hak milik seluas 500 m² di Kota Bogor dengan harga perolehan
sebesar Rp500.000.000; Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya

17 | P a g e
sebesar Rp600.000.000; (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar
Rp50.000.000; maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut
adalah :
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000
2.5.4 Pengenaan BPHTB karena Waris, Hibah, Wasiat, dan Pemberian hak pengelolaan.
Sesuai dengan bunyi Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena waris dan
hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat, yang mengatur
hal-hal sebagai berikut:

a) BPHTB terutan karena waris dan hibah wasiat sebesar: 50% dari yan seharusnya terutang;
b) Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kantor Pertanahan;
c) Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak;
d) Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah
NJOP PBB;
e) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :
1. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima
oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat
termasuk suami/istri; dan
2. Maksimum Rp60 juta untuk penerima hibah wasiat selain dari yang di atas.

1. Contoh pengenaan BPHTB karena Warisan

Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai
pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut
telah dikenakan pbb dengan NJOP sebesar Rp425 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk
daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah :

50% x 5% x (Rp425 juta - Rp250 juta) = Rp4.375.000

2. Contoh pengenaan BPHTB karena hibah wasiat

18 | P a g e
Sebuah Yayasan Yatim Piatu "Al-Attin" menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang
tanah seluas 1.000 m² dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp700 juta. Apabila
NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus
dibayar olehYayasan tersebut adalah :

50% x 5% x (Rp700 juta - Rp60 juta) = Rp16.000.000

3. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan

Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah


 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengurangan adalah
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi Kabupaten /
Kota, Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas;
 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang di atas;
 Saat terutang pajak yang sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan hak
pengelolaan;
 Dasar pengenaan (NPOP) adalah ilai Pasar;
 Bila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

Contoh:
 Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas 5 Ha
dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada
daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar
oleh Perum Perumnas adalah :
0% x 5% x (Rp3 milyar - Rp60 juta) = 0 (nihil)
 Sebuah perusahaan negara milik daerah (BUMD Perpakiran) menerima hak pengelolaan dari
pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu
penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan
SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1, 25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut
ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD
Perparkiran tersebut adalah :
50% x 5% x (Rp1, 25 milyar - Rp50 juta) = Rp30 jt

19 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan
atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan
oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar)
tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi atau
bangunan berdasarkan Udang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendan dalam arti besarnya pajak terutang terutang
ditentukan oleh kedaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Yang menjadi objek pajak adalah bumi adalah
permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, dll. Bangunnan adalah konstruksi tekhnik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan Yang termasuk pengertian
bangunan adalah Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplampesemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan komplek
bangunan tersebut, jalan tol ,kolam renang, paagar mewah.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang
pemindahan haknya dilakukan dengan akta.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut
perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

3.2. Saran
Sebagai warga Negara Indonesia wajib membayar pajak karena itu suatu kewajiban
sebagai warga Negara yang cinta dengan Negaranya.

20 | P a g e
KATA PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.
Kami banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang
mampu membangun kepada kami demi menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
berguna bagi kami pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
Terimakasih wassalamu’alaikum wr.wb

21 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

http://royanmakalah.blogspot.co.id/2013/01/pajak-bumi-dan-bangunan.html
http://ikadamayantiali.blogspot.co.id/2012/12/pajak-pbb-dan-bphtb.html
http://toniy97.blogspot.co.id/2016/11/perpajakan-pbb-bphtb_29.html

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai