Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM PAJAK

(PENAGIHAN PAJAK)

Dosen Pengampu: Hisma Kahman, SH., MH.

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK I:

 MUHAMMAD ABDI NUR  MUHAJAR

 MUH.WIAN ADIYATMA  DANDI PRAYOGA

 MUTIARA SELVYNA PUTRI  YUSRIL ISWAN

 AMANDA ADES INRIYANI  GAYUS

 RISMA  RUSLI

 ARSILIANI S.  BERON KAROBA

 A.PUTRI MATYA TIKA  AHMAD SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDI DJEMMA PALOPO

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmatnya dan karunianya

kami dapat meyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah Ini

adalah ( Penagihan Pajak)

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen

mata kuliah Hukum Konstitusi yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah

ini.

Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang

sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran

yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada

khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Palopo, 05 Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................5
C. TUJUAN.....................................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................................6
A. Pengertian Penagihan Pajak......................................................................................................6
B. Dasar Hukum Penagihan Pajak................................................................................................6
C. Dasar Penagihan Pajak..............................................................................................................7
D. Jatuh Tempo Ketetapan.............................................................................................................7
E. Tindakan Penagihan Pajak........................................................................................................8
F. PENAGIHAN PAJAK............................................................................................................10
G. PENGGOLONGAN DAN SISTEM PAJAK.......................................................................12
H. LANGKAH-LANGKAH DALAM TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK.......................14
I. Prosedur Penagihan pajak dengan surat paksa......................................................................17
BAB III............................................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................................19
KESIMPULAN........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan, sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip
kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengn
iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan
kewajibannya dalam melaksanakan peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Peran serta
masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan
perpajakan sangat diharapkan. Namun dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan
pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Perkembangan jumlah
tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan
jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun
demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat. Terhadap tunggakan
pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum
yang memaksa. Keputusan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam
peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kewajiban pajak sangat perlu mendapat perhatian. Sebagaimana dikemukakan di
atas di dalam sistem self assessment yang berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang
dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud law enforcement. Untuk
meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib pajak. Tindakan
penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan Undang-Undang No. 19
Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Dengan UndangUndang Penagihan
Pajak yang demikian itu diharapkan dapat memberikan penekanan yang lebih pada
keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara.
Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah
pihak yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, adil serasi dan selaras dalam wujud tata
aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.

Negara memberi tanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk bertindak sebagai
law enforcement agent, yaitu tindak penegakan hukum yang meliputi pemeriksaan, penyidikan,
dan penagihan. Ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk
meningkatkan penerimaan pajak selain setoran pembayaran pajak secara sukarela. Pemerintah
melakukan pembaharuan yang menyangkut kebijakan perpajakan, adminstrasi perpajakan, dan
undangundang perpajakan yang saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai target
penerimaan pajak secara optimal.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apakah dasar hukum penagihan pajak?
2. Apakah yang menjadi dasar penagihan pajak?
3. Kapankah jatuh tempo ketetapan?
4. Bagaimanakah penentuan jatuh tempo pelunasan?
5. Bagaimana dalam menjalankan penagihan pajak?
6. Bagaimana penggolongan dan sistem penggolongan penagihan pajak?
7. Bagaimana langkah-langkah dalam tindakan penagihan pajak?
8. Bagaimana prosedur penagihan pajak dengan surat paksa?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk memahami apakah dasar hukum penagihan pajak
2. Untuk memahami apakah yang menjadi dasar penagihan pajak
3. Untuk memahami kapankah jatuh tempo ketetapan
4. Untuk memahami bagaimanakah penentuan jatuh tempo pelunasan
5. Untuk memahami tentang penagihan pajak
6. Untuk mengetahui penggolongan dan sistem penagihan pajak?
7. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam tindakan penagihan pajak
8. Untuk mengetahui prosedur penagihan pajak dengan surat paksa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 ayat 1 angka 9 disebutkan bahwa Penagihan
Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau rnemperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Menurut Moeljo Hadi dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Penagihan Pajak” yang
dituliskan oleh AR Nadhiastuti dalam Jurnal, yang dimaksdud Penagihan Pajak adalah:
“Serangkaian tindakan aparatur Direktorat Jendral Pajak berhubung Wajib Pajak melunasi baik
sebagaian atau seluruh kewajiban perpajakan menurut Undang- Undang yang berlaku.

Sedangkan menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya “Pengantar Singkat Hukum Pajak”
yang dituliskan oleh AR Nadhiastuti dalam Jurnal, yang dimaksud Penagihan Pajak adalah:”
Perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jendal Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi
ketentuan Undang-Undang Perpajakan khususnya mengenai pembayaran pajak.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah disampaikan oleh beberapa penulis, maka


dapat diambil kesimpulan, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Direktorat Jendral Pajak yang berkaittan dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak yang
disebabkan karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Peprpajakan baik yang berhubungan
dengan melunasi sebagian atau seluruh kewajiban Perpajakan menurut Undang-Undang yang
berlaku.

B. Dasar Hukum Penagihan Pajak

Dalam hal yang berkaitan dengan Penagihan Pajak yang menjadi Dasar Hukum
Penagihan Pajak yaitu:

1. Undang- Undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penaguhan Pajak dengan Surat Paksa)
2. Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah melalui perubahan keempat
dengan Undang- Undnag No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Peprajakan
3. PMK No.24/PMK.03/2008
C. Dasar Penagihan Pajak

Dalan tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, yang
menjadikan Dasar Penagihan Pajak yang telah dijelaskan dalam Undnag-Undang Nomor 16
Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 18 ayat 1, yaitu:

1. Surat Tagihan Pajak (STP);


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
3. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
4. Surat Keputusan Pembetulan;
5. Surat Keputusan Keberatan;
6. Putusan Banding;
7. Putusan Peninjauan Kembali

Dari berbagai Dasar Penagihan Pajak tersebut akan digunakan untuk melakukan tindakan
Penagihan Pajak kepada Wajib Pajak yang memiliki Utang Pajak, yaitu pajak yang masih
harus dibayar termasuk dengan sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan yang
telah disebutkan dalam Surat yang menjadi dasar dalam penagihan pajak yang disebutkan
didalam Undang- Undang yang berkaitan dan berlaku.

D. Jatuh Tempo Ketetapan

Penagihan Pajak dalam hal menerbitkan surat ketetapan memiliki ketentuan terkait
dengan Jatuh Tempo Ketetapan yang diatur dalam PMK No.24/PMK.03/2008 Pasal 5, yaitu:

1) Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
2) Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

PMK No.24 Tahun 2008 mengatur lebih jelas terkait dengan jatuh tempo ketetapan selain
itu juga diatur tentang penentuan jatuh tempo pelunasan. Penentuan Jatuh Tempo Pelunasan
disebutkan dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 yang menjelaskan bahwa Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), jangka waktu pelunasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Keberatan. Pada ayat 2 dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam hal Wajib Pajak
mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau pada
ayat (1), tertangguh sampai dengan 1(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

E. Tindakan Penagihan Pajak

Dalam tindakan penerbitan Surat Ketetapan termasuk dalam Penagihan Pajak pasif
dikarenakan tidak dilakukan penagihan pajak secara langsung/ aksi nyata oleh seksi
penagihan Direktorat Jendral Pajak. Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
diterbitkannya Surat Ketetapan pembayaran belum dilunasi, akan dilakukan tindakan
penagihan pajak aktif dimana seksi penagihan akan melakukan tindakan nyata penagihan
kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang merupakan tindak lanjut dari penagihan
pasif.

Dari pernyataan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Surat Teguran
a) Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan WP tidak mengajukan
keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah
lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan;
b) Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan WP mengajukan permohonan
banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada
WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan
banding;
c) Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan mengajukan permohonan
banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada
WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan
pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding;
d) Dalam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan;
e) Dalam hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah
tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan
Untuk Hadir oleh WP, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari
sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut; dan
f) Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan dan/atau Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB,
SKBKBT, STB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo
pelunasan. Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos
atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
2. Surat Paksa Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat Teguran
tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan
dibebani biaya penagihan pajak dengan Surat Paksa sebesar Rp50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat
Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak.
3. Surat Sita Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan
oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan,
dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah).
4. Lelang Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan
penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang
melalui media massa. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali
dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Penjualan secara lelang melalui
Kantor Lelang Negara terhadap barang yang disita, dilaksanakan paling singkat 14
(empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Dalam hal biaya penagihan paksa dan
biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya
iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
Catatan Barang dengan nilai paling banyak Rp.20.000.000,- tidak harus diumumkan
melalui media massa.
F. PENAGIHAN PAJAK

Untuk lebih memahami tentang Penagihan Pajak, silahkan disimak penjelasan seputar
Penagihan Pajak berikut ini.

Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding
atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang
sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah,
yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu dilaksanakan penagihan
pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dikecualikan dari penagihan seketika dan sekaligus dilakukan apabila:

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat


untuk itu;
2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia;
3. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang
dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
4. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
5. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-
tanda kepailitan.

Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas
barang-barang milik Penanggung Pajak. Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok
pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

1. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
2. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
3. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator,
atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta
Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur
lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak
tersebut.

Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut:

1. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu
5 (lima) tahun dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
2. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran
maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan
diberikan.

Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali.

Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:

1. diterbitkan Surat Paksa;


2. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
3. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan; atau
4. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

G. PENGGOLONGAN DAN SISTEM PAJAK

Penggolongan Pajak dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu menurut sifatnya,
sasarannya/objeknya, dan lembaga pemungutannya.

a) Menurut Sifatnya Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua, yaitu:
1) Pajak Langsung Adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara
berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya pajak penghasilan.
2) Pajak Tidak Langsung Adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada
orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa
tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai.
b) Menurut Sasarannya/Objeknya Menurut sasarannya, jenis-jenis pajak dapat dibagi dua,
yaitu:
1) Pajak Subjektif Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan
subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul, apakah dapat
dikenakan pajak atau tidak, misalnya pajak penghasilan.
2) Pajak Objektif Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan/melihat objeknya, baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa
yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui
objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek
yang telah diketahui, misalnya Pajak Pertambahan Nilai.

c) Menurut Lembaga Pemungutannya Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak dapat


dibagi dua, yaitu:
1) Jenis Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat Adalah jenis pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen
Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak. Hasil pemungutan pajak pusat
dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapat
dan Belanja Negara (APBN).
2) Jenis Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah Adalah jenis pajak yang dipungut
oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh
Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Hasil dari pemungutan pajak daerah
dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD)

Sistem Pemungutan Pajak Sistem Pemungutan Pajak dapat dibagi menjadi 4 (empat)
macam, yaitu Official Assessment System, Semiself Assessment System, Self Assessment
System, dan With Holding System.

1) Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. Dengan sistem ini, masyarakat
(Wajib Pajak) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu Ketetapan Pajak oleh
Fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan
pajak.
2) Semiself Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang pada Fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang
yang terutang. Dalam sistem ini setiap awal tahun pajak, Wajib Pajak menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan yang merupakan angsuran bagi Wajib
Pajak yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak Fiskus
menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan
oleh Wajib Pajak.
3) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. Dalam sistem ini Wajib
Pajak yang aktif sedangkan Fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak
yang terutang seseorang, kecuali Wajib Pajak melanggar ketentuan yang berlaku.
4) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak
ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada
Fiskus. Pada sistem ini Fiskus dan Wajib Pajak tidak aktif. Fiskus hanya bertugas
mengawasi saja pelaksanaan pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Di Indonesia dari keempat pemungutan pajak di atas, pelaksanaan Official Assessment


System telah berakhir pada tahun 1967, yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 8
Tahun 1967 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan
1944, Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925 dengan Tata Cara MPS dan MPO. Dalam
Official Assessment System Fiskus mengeluarkan ”Surat Ketetapan Sementara” pada awal
tahun, yang kemudian dikeluarkan lagi ”Surat Ketetapan Pajak Rampung” pada akhir tahun
pajak untuk menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya terutang. Tahun 1968 sampai
dengan 1983, sistem perpajakan masih menggunakan sistem Semiself Assessment dan
Witholding dengan tata cara yang disebut MPS dan MPO. Barulah tahun 1984 ditetapkan sistem
Self Assessment secara penuh dalam sistem pemungutan pajak Indonesia, yaitu dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) yang mulai berjalan
pada 1 Januari 1984.

H. LANGKAH-LANGKAH DALAM TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK

Dalam melaksanakan ketentuan penagihan pajak, juru sita pajak sebagai penagih pajak perlu
melaksanakan serangkaian tindakan penagihan ini demi kelancaran penagihan pajak terhadap
penanggung pajak.

Merujuk Pasal 4 PMK 189/2020, langkah-langkah dalam tindakan penagihan pajak sebagai
berikut:

1. Menerbitkan Surat Teguran

Surat teguran atau surat peringatan merupakan surat yang diterbitkan pejabat (pihak yang
berwenang menerbitkan surat teguran dan surat lain sesuai dengan ketentuan penagihan pajak).

Surat ini diterbitkan apabila dalam waktu 7 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran utang
pajak, dalam hal penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.

Tujuan diterbitkannya surat teguran adalah untuk memberi peringatan kepada penanggung pajak
agar segera melunasi utang pajak sehingga tidak perlu dilakukan penagihan secara paksa.

2. Memberitahukan Surat Paksa

Surat Paksa merupakan surat yang diterbitkan apabila setelah lewat 21 hari terhitung sejak
tanggal surat teguran disampaikan, penanggung pajak belum melunasi utang pajak.
Surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak
kepada penanggung pajak.

3. Melaksanakan Penyitaan

Penyitaan ini atas barang atau aset sesuai dengan surat sita yang telah diterbitkan pejabat yang
berwenang.

Surat sita merupakan surat yang diterbitkan apabila setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak tanggal
surat paksa diterbitkan, penanggung pajak belum membayar dan melunasi kewajiban utang
pajak.

Tindakan Penyitaan tidak ditujukan untuk menjual barang milik penanggung pajak, melainkan
hanya digunakan sebagai jaminan agar penanggung pajak melunasi utang pajak.

Dengan demikian, penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi utang pajak
sampai dengan dilakukannya penyitaan.

4. Melakukan Pengumuman Lelang

Pengumuman lelang ini untuk barang sitaan yang dilakukan penjualan secara lelang.

Pelelangan dilakukan apabila dalam waktu 14 hari setelah dilakukan penyitaan, penanggung
pajak belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Dalam hal penanggung pajak belum membayar biaya atas penagihan paksa dan pelaksanaan
penyitaan, maka biaya tersebut akan digabungkan dengan biaya iklan pelelangan dalam surat
kabar dan biaya pada saat pelelangan.

Pelelangan dilakukan melalui kantor lelang negara oleh pejabat yang melakukan penjualan
barang sitaan tersebut.

5. Menggunakan, Menjual, dan/atau Memindahbukukan Barang Sitaan

Penggunaan, penjualan dan/atau pemindahbukuan barang sitaan ini untuk jenis barang sitaan
yang dikecualikan dari penjualan secara lelang.

Jika setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan terhadap barang sitaan
yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang, penanggung pajak belum melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat segera menggunakan, menjual, dan/atau
memindahbukukan barang sitaan.

6. Mengusulkan Pencegahan

Pejabat dapat mengusulkan pencegahan jika telah dilakukan upaya penjualan barang sitaan
secara lelang atau penggunaan, penjualan, dan/atau pemindahbukuan barang sitaan yang
dikecualikan dari penjualan secara lelang.

Pengusulan pencegahan dapat dilakukan setelah tanggal surat paksa diberitahukan tanpa
didahului penerbitan surat perintah melaksanaan penyitaan, pelaksanaan penyitaan, atau
penjualan barang sitaan, dalam hal:

 Objek Sita tidak dapat ditemukan


 Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan
 Berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
 Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk
lainnya
 Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit

7. Melaksanakan Penyanderaan

Penyanderaan dilakukan apabila pencegahan terhadap penanggung pajak telah dilakukan dalam
jangka waktu paling cepat 30 hari sebelum berakhirnya masa pencegahan atau berakhirnya masa
perpanjangan pencegahan.

Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan, dalam hal:

 Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan


 Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk
lainnya
 Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.

8. Menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh
juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran.

 Seketika artinya penagihan pajak dilakukan pada saat itu juga tanpa menunggu jatuh
tempo.
 Sekaligus artinya penagihan pajak meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak,
masa pajak, dan tahun pajak.

Surat perintah penagihan sektika dan sekaligus dapat diterbitkan:

 Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran


 Tanpa didahului Surat Teguran
 Sebelum jangka waktu 21 hari sejak Surat teguran disampaikan
 Sebelum penerbitan Surat Paksa
Juru sita melaksanakan penagihan atas utang pajak sebelum surat tagihan pajak atau surat
ketetapan pajak yang diterbitkan jatuh tempo.

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak dapat ditagih.

Apabila saat ditagih seketika dan sekaligus penanggung pajak belum membayar, maka juru sita
pajak akan menunggu pembayaran dan pelunasan sampai dengan jatuh tempo.

Dikecualikan dari penagihan seketika dan sekaligus apabila:

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat


untuk itu
2. Penanggung Pajak memindahtangankan Barang yang dimiliki atau yang dikuasai untuk
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di
Indonesia
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan,
dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya
4. Badan akan dibubarkan oleh negara
5. Terdapat tanda-tanda kepailitan

I. Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Merujuk Pasal 13 PMK No. 189/2020, ketentuan penagihan pajak dengan surat pajak
adalah:

1) Surat Paksa paling sedikti harus memuat: Nama WP dan/atau penanggung pajak, dasar
penagihan pajak, besarnya utang pajak, dan perintah untuk membayar
2) Jurusita pajak memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan penyerahan salinan
Surat Paksa pada penanggung pajak
3) Pemberitahuan surat paksa dengan cara membacakan isi surat paksa oleh jurusita pajak
4) Isi pemberitahuan surat paksa tersebut dituangkan dalam berita acara pemberitahuan
5) Berita acara pemberitahuan Surat Paksa paling sedikit memuat: hari dan tanggal
pemberitahuan, nama jurusita pajak, nama penerima surat paksa, tempat pemberitahuan
surat paksa, dan ditandatangani oleh jurusita serta pihak yang menerima surat paksa
6) Jika surat pemberitahuan surat paksa tidak dapat langsung diberikan pada yang
bersangkutan, surat paksa dapat disampaikan melalui pemerintah daerah setempat
7) Jika penanggung jawab tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempata
kedudukannya, penyampaian surat paksa ditempelkan pada papan pengumuman di kantor
pejabat yang menerbitkan, melalui media massa, atau cara lain

8) Apabila penanggung jawab menolak menerima pemberitahuan surat paksa, jurusita pajak
tetap meninggalkan surat tersebut dan mencatatnya dalam berita acara bahwa
penanggung pajak menolak menerima dan surat paksa dianggap telah diberitahukan.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, apabila penagihan utang pajak sudah lewat dalam
waktu jatuh tempo, maka akan dilakukan:

1. Diterbitkannya Surat Paksa;


2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan; atau
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penagihan Pajak merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktoral Jendral
Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Penagihan pajak dilakukan untuk melaksanakan amanat Undang- Undang
Perpajakan dimana telah disebutkan dalam Undang-undang Nomo 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakn bahwa setiap Wajib pajak berkewajiban untuk
melaporkan dan membayar pajak kepada negara. Berdasarkan hal tersebut, apabila Wajib Pajak
tidak membayar sebagian atau seluruhnya utang pajak dan biaya penagihan termasuk juga sanksi
administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan maka akan dilakukan penagihan pajak.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan


Surat Paksa dan beberapa tokoh, penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak terhadap Wajib Pajak yang memiliki utang pajak sesuai
dengan yang diatur dalam Undang-undang perpajakan. Serangkaian tindakan penagihan pajak
dilakukan dengan cara menegur atau rnemperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Untuk hal-hal yang berkaitan
dengan tata cara pelaksanaan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor
24/PMK.03/2008.
DAFTAR PUSTAKA

Nadhiastutie, AR. 2010. “Evaluasi Efektifitas Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah Periode 2008-2009”. uajy.ac.id. 05 DESEMBER
2022

Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang
Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah dilakukan perubahan keempat dengan
Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/Pmk.03/2010 Tentang Perubahan


Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/Pmk.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai