Anda di halaman 1dari 16

PENGANTAR PERPAJAKAN

MAKALAH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu : Gina Sakinah S.E.Sy.,M.E


Oleh : Kelompok 1
Anggota :
Sri Mustika Khoerunnisa 1229230239
Syahrul Fadila 1229230241
Zalfa Shabrina 1229230254

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
KOTA BANDUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-
Nya kepada penulis, sehingga kami penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan, dengan judul “Pengantar Perpajakan”.

Kami penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat membantu
dalam penulisan makalah ini, yang dengan ikhlas dan tulus telah memberikan ide, saran serta
kritiksehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Kami penuis menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Dikarenakan terbatasnya pengalaman kami serta pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan segala bentuk saran bahkan kritik yang dapat
membangun kami dari semua pihak. Kami penulis sangat berharap adanya makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca mengenai pengantar perpajakan.

Bandung, 7 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
3.1 Pengertian Perpajakan.......................................................................................................3
3.2 Hambatan Pemungutan Pajak...........................................................................................4
3.3 Asas-asas Pemungutan Pajak............................................................................................4
3.4 Tarif Pajak.........................................................................................................................6
3.5 Kedudukan Hukum Pajak.................................................................................................8
BAB III..........................................................................................................................................11
PENUTUP.....................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi dan kompleksitas ekonomi saat ini, perpajakan menjadi unsur
krusial dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Memahami konsep perpajakan
menjadi landasan penting bagi setiap individu, terutama dalam konteks kepatuhan wajib
pajak. Namun, perlu disadari bahwa sistem perpajakan tidak selalu berjalan lancar,
melainkan dihadapkan pada sejumlah hambatan yang dapat mempengaruhi efisiensi dan
keadilan pajak.
Kompleksitas aturan perpajakan seringkali menjadi batasan bagi pemahaman
masyarakat umum, memunculkan kesulitan dalam mematuhi kewajiban pajak dengan
benar. Hambatan pemungutan pajak tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga
mencakup resistensi dari wajib pajak, ketidakmampuan sistem kontrol, serta tantangan
dalam menanggulangi perlawanan aktif terhadap petugas pajak.
Dalam upaya membangun sistem perpajakan yang adil dan efektif, asas-asas
pemungutan pajak seperti keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan menjadi dasar
utama. Namun, ketidakjelasan dalam penerapan asas-asas tersebut dapat menciptakan
ketidakpastian bagi wajib pajak, menghambat tingkat kepatuhan, dan memunculkan
konflik interpretasi antara otoritas pajak dan masyarakat. Penetapan tarif pajak yang
seimbang menjadi faktor kunci dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan
kepatuhan wajib pajak. Tarif yang tidak proporsional atau terlalu tinggi dapat mendorong
praktik penghindaran atau bahkan evasi pajak, mengancam stabilitas penerimaan negara.
Kedudukan hukum pajak, termasuk hak dan kewajiban wajib pajak, serta peran
otoritas pajak, turut menentukan keberhasilan sistem perpajakan. Namun, kejelasan
mengenai kedudukan hukum tersebut masih menjadi permasalahan yang perlu dicermati,
karena dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.
Dengan memahami latar belakang masalah ini, diharapkan makalah ini dapat
memberikan gambaran holistik tentang tantangan dan kompleksitas dalam dunia
perpajakan.

1
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diperoleh beberapa rumusan masalah,
diantaranya yaitu:
1. Apa pengertian perpajakan?
2. Apa saja hambatan pemungutan pajak?
3. Apa saja asas-asas pemungutan pajak?
4. Jelaskan mengenai tarif pajak!
5. Apa saja kedudukan hukum pajak?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas dapat diperoleh beberapa tujuan penelitian, diantaranya
yaitu:
1. Untuk mengetahui apa pengertian perpajakan
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan pemungutan pajak
3. Untuk mengetahui apa saja asas-asas pemungutan pajak
4. Untuk mengetahui mengenai tarif pajak
5. Untuk mengetahui apa saja kedudukan hukum pajak

2
BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Perpajakan

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki peran
penting dalam menopang pembiayaan pembangunan dan menggambarkan kemandirian
ekonomi. Guna memenuhi tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia serta
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Demi tercapainya tujuan tersebut diperlukan dana yang besar yang
bersumber dari sumber daya alam dan sumber daya manusia. Seiring perkembangan
jaman, sumber daya alam dan sumber daya manusia semakin berkurang. maka dari itu
pajak merupakan pilihan utama.
Menurut KBBI, Pajak ialah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus
dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah
sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya. Perlu
diketahui bahwa sejak pajak dianggap sebagai sumber pendapatan utama bagi suatu
negara, banyak pakar ekonomi telah menyampaikan pandangannya tentang apa itu pajak.
Beberapa pandangan tersebut telah diuraikan oleh R. Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam
bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum Pajak.
1. Leroy Beaulieu, seorang sarjana dari Perancis, dalam bukunya yang berjudul Traite
de la Science des Finances, 1906 mengemukakan: "Pajak adalah bantuan, baik secara
langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau
dari barang, untuk menutup belanja pemerintah."
2. Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919), mendefinisikan pajak sebagai
bantuan uang secara insidental atau secara periodik (tanpa kontra-prestasinya) yang
dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara) untuk memperoleh pendapatan
ketika terjadi suatu tathestand (sasaran pemajakan) karena undang-undang telah
menimbulkan utang pajak.
3. Definisi pajak menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets dalam bukunya de Economische
Betekenis der Belastingen, 1951 adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra-prestasi,
yang dapat ditunjukkan dalam kasus yang bersifat individual; maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul "Pajak
Berdasarkan Asas Gotong Royong", Universitas Padjadjaran, Bandung, 1964,
menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut

3
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Jadi pada intinya, dapat disimpulkan dari berbagai pandangan ahli ekonomi,
termasuk Beaulieu, Deutsche Reichs Abgaben Ordnung, Prof. Dr. Smeets, dan Dr.
Soemahamidjaja, pajak dapat didefinisikan sebagai kewajiban pembayaran uang atau
barang kepada pemerintah yang dipaksakan oleh kekuasaan publik kepada penduduk atau
pemilik barang. Tujuannya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah tanpa
kontra-prestasi yang spesifik, dengan norma-norma hukum sebagai landasan. Pajak
berperan sebagai sumbangan wajib dalam rangka mencapai kesejahteraan umum dan
menutup belanja pemerintah.

3.2 Hambatan Pemungutan Pajak

Dalam proses pemungutan pajak, terdapat sejumlah tantangan yang dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat Wajib Pajak mulai enggan membayar pajak, yang bisa disebabkan oleh:
a. Peningkatan pemahaman (intelektual) dan nilai moral individu.
b. Kerumitan sistem perpajakan yang sulit dipahami.
c. Ketidakmampuan sistem kontrol untuk dilaksanakan secara efektif.

2. Perlawanan Aktif
Merupakan tindakan langsung terhadap petugas pajak untuk menghindari pembayaran
pajak. Perlawanan aktif dibagi menjadi dua jenis:
a. Tax Avoidance, yaitu usaha untuk meringankan beban pajak tanpa melanggar
undang-undang. Contohnya, menghindari pembelian produk untuk menghindari
PPN.
b. Tax Evasion, yaitu upaya untuk mengurangi beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang. Contohnya, melakukan manipulasi dalam laporan keuangan.

3.3 Asas-asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak adalah asas yang merujuk pada prinsip-prinsip atau
pedoman dasar yang menjadi landasan bagi pemerintah dalam menetapkan dan
mengumpulkan pajak kepada wajib pajak. Asas ini menyampaikan arah dan panduan bagi
penyelenggara sistem perpajakan pada suatu negara. Untuk mencapai target dalam proses
pemungutan pajak, beberapa pakar telah menyampaikan pandangan mereka mengenai

4
prinsip-prinsip pemungutan pajak, seperti; Adam Smith, Seligman, W.J. Langen, dan
Adolf Wagner.
a. Adam Smith menyatakan dalam karyanya "Wealth of Nations" bahwa untuk
menjadikan peraturan pajak adil, harus memenuhi empat syarat sesuai dengan asas
pemungutan pajak.
1) Equality memiliki makna, bahwa situasi yang setara atau individu yang berada
dalam kondisi yang serupa seharusnya dikenakan pajak dengan jumlah yang
sama. Equality atau kesetaraan dalam perpajakan disebut juga non-
discrimination, oleh karena itu warga negara asing dan warga negara Indonesia
yang memiliki situasi serupa akan mendapatkan perlakuan yang setara dan
dikenakan pajak dengan besaran yang sama.
2) Certainty atau ketentuan hukum merupakan tujuan utama dari setiap peraturan
hukum. Pajak yang dikenakan pada seseorang harus bersifat jelas, tegas, dan tidak
mengandung makna ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan secara
berbeda. Dalam konteks ini, aspek kepastian hukum yang sangat penting
mencakup ketentuan mengenai subjek, obyek, besaran pajak yang dikenakan, dan
juga waktu pembayarannya yang harus ditetapkan dengan tegas.
3) Convenience of payment, pemungutan pajak harus dilakukan pada waktu yang
sesuai, yaitu saat wajib pajak memiliki dana atau menerima penghasilan. Tidak
semua wajib pajak memiliki kenyamanan yang sama dalam hal pembayaran
pajak. Sebagai contoh, karyawan, buruh, dan pegawai cenderung lebih mudah
membayar pajak saat menerima gaji, upah, atau honorarium. Sebaliknya, seorang
petani akan lebih mudah diminta untuk membayar pajak setelah menjual hasil
panennya. Begitu pula, seseorang yang menerima dividen atau bunga akan lebih
mudah membayar pajak saat menerima dividen atau bunga tersebut.
Semua pemungutan tersebut bertujuan untuk mempermudah wajib pajak, karena
mereka dapat dengan mudah melunasi pajak saat memiliki dana. Meskipun
demikian, terdapat manfaat tambahan yang tidak dijelaskan, yaitu pemerintah
dapat memperoleh pendapatan pajak dari tahun tersebut selama tahun berjalan,
tanpa harus menunggu hingga tahun pajak sebelumnya.
4) Economics of collection, terkait dengan biaya pengumpulan, biaya pengumpulan
seharusnya proporsional dan tidak signifikan dibandingkan dengan jumlah pajak
yang terkumpul. Jelasnya, tidak bermakna untuk memberlakukan pajak tambahan
jika sebagian besar hasilnya akan digunakan untuk biaya pengumpulan, sehingga
hanya sebagian kecil yang akan berkontribusi ke dalam keuangan negara.

b. Menurut Seligman, terdapat empat asas utama dalam pemungutan pajak, yaitu:
1) Asas kemampuan (Ability to pay), pajak harus diterapkan berdasarkan
kemampuan ekonomi individu atau entitas, sehingga orang dengan kemampuan
ekonomi lebih tinggi diharapkan membayar jumlah pajak yang lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih
rendah.
2) Asas kemanfaatan (Benefit Principle), pemungutan pajak seharusnya sejalan
dengan manfaat yang diterima oleh individu atau entitas dari pengeluaran
pemerintah. Orang atau kelompok yang mendapatkan manfaat yang lebih besar

5
dari layanan publik diharapkan memberikan kontribusi pajak yang lebih besar
pula.
3) Asas keadilan (Equity), pemungutan pajak seharusnya adil dan tidak
memberatkan kelompok atau individu tertentu secara berlebihan. Prinsip ini
menyoroti pentingnya distribusi beban pajak yang merata dan tanpa diskriminasi.
4) Asas Kesederhanaan (Simplicity), sistem pajak sebaiknya simpel dan dapat
dimengerti oleh wajib pajak. Kekompleksan yang berlebihan dalam sistem pajak
dapat menyulitkan pelaksanaan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

c. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:


1) Asas daya pikul, Jumlah pajak yang dikenakan seharusnya tergantung pada
besarnya pendapatan yang dimiliki oleh wajib pajak. Apabila penghasilan
semakin tinggi, maka jumlah pajak yang harus dibayarkan juga akan semakin
tinggi.
2) Asas manfaat, pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah seharusnya dialokasikan
untuk kegiatan-kegiatan yang menguntungkan masyarakat secara umum.
3) Asas kesejahteraan, pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk.
4) Asas kesamaan, wajib pajak yang berada dalam situasi serupa harus dikenakan
pajak dengan besaran yang setara atau diperlakukan secara sama.
5) Asas beban yang sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan seminimal
mungkin jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak, sehingga tidak
memberatkan wajib pajak.

d. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:


1) Asas politik finansial, pajak yang dikenakan oleh negara seharusnya memiliki
jumlah yang mencukupi untuk membiayai atau mendukung seluruh kegiatan
negara.
2) Asas ekonomi, pemilihan obyek pajak harus dilakukan dengan tepat, contohnya
dengan mengenakan pajak pada pendapatan atau pada barang-barang mewah.
3) Asas keadilan, merupakan pemungutan pajak yang berlaku secara universal tanpa
adanya diskriminasi, di mana kondisi yang serupa akan diperlakukan dengan cara
yang sama.
4) Asas administrasi, berhubungan dengan ketetapan terkait perpajakan (kapan dan
di mana pembayaran pajak dilakukan), fleksibilitas dalam pengumpulan (cara
pembayaran), dan jumlah biaya pajak.
5) Asas yuridis, prinsip-prinsip atau norma-norma hukum yang menjadi dasar bagi
suatu sistem hukum. Asas ini menegaskan bahwa pengenaan pajak harus
didasarkan pada undang-undang, yang berarti bahwa proses pemungutan pajak
harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat melalui perwakilan rakyat.

3.4 Tarif Pajak

Besaran pajak ditetapkan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan dalam peraturan
perpajakan. Umumnya, terdapat empat jenis tarif perpajakan, yaitu:

6
1. Tarif Proporsional
Istilah lain untuk tarif ini adalah Tarif Sebanding atau Tarif Sepadan, yang
mencakup tarif dalam bentuk persentase tetap dari jumlah pajak yang dikenakan.
Semakin tinggi besaran pajak yang dikenakan, semakin besar pula beban pajak yang
harus dibayarkan.
Sebagai contoh, sabun kemasan merek S yang berharga jual Rp20.000 merupakan
Barang Kena Pajak (objek Pajak Pertambahan Nilai) yang dikenakan tarif 10%,
sehingga PPN yang terutang adalah Rp20.000 x 10% = Rp2.000, Jika kemudian harga
jual dinaikkan menjadi Rp25.000, maka PPN yang terutang adalah Rp25.000 x 10% =
Rp2.500. Dapat dilihat bahwa ketika harga jual naik maka beban pajak juga ikut naik.

2. Tarif Progresif
Tarif ini merupakan persentase yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
pajak yang dikenakan. Terdapat tiga jenis tarif progresif berdasarkan tingkat kenaikan
persentasenya:
- Tarif Progresif Progresif: kenaikan persentasenya semakin besar.
- Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentasenya tetap.
- Tarif Progresif Degresif: kenaikan persentasenya semakin kecil.

Contoh dari tarif progresif tetap dan tarif progresif degresif dapat ditemukan
dalamTarif Pajak Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 17 Tahun
2000 yang terakhir diubah oleh UU Nomor 36 Tahun 2008).

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1. Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
2. Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 15%
3. Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 25%
4. Di atas Rp500.000.000,00 30%

Dari tabel yang disajikan, terlihat bahwa kenaikan persentase tarif pada lapisan 1
hingga 2 dan 3 cenderung stabil, menunjukkan sifat tarif progresif tetap. Sementara
itu, dari lapisan 2 hingga 3 dan 4, terjadi penurunan kenaikan persentase yang
mencerminkan sifat tarif progresif degresif.

Contoh dari tarif progresif progresif dapat ditemukan dalam Tarif Pajak Pasal 17
Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 17 Tahun 2000) yang berlaku untuk
wajib pajak badan.

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1. Sampai dengan Rp50.000.000,00 10%

7
2. Rp50.000.000,00 s.d. Rp100.000.000,00 8%
3. Di atas Rp100.000.000,00 5%

3. Tarif Degresif
Tarif ini merupakan persentase yang menurun seiring dengan peningkatan jumlah
pajak yang dikenakan, sehingga bertentangan dengan sifat tarif pajak progresif.
4. Tarif Tetap
Tarif ini merupakan jumlah yang konstan atau tetap untuk setiap jumlah pajak yang
dikenakan. Contohnya adalah semua dokumen yang diwajibkan untuk memiliki
meterai dengan nilai nominal di atas Rp1.000.000,00 akan dikenai Bea Materai
sebesar Rp6.000,00.

3.5 Kedudukan Hukum Pajak

Menurut prof. Dr.Rachmat Soemitro, SH., hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu
hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Hukum perdata ini terdiri atas
hukum perorangan, hukum keluarga, hukum warisan, dan hukum harta kekayaan.
Sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah
dengan rakyatnya. Hukum ini terdiri atas, hukum tata negara, hukum tata usaha (hukum
adminitratif), hukum pajak, hukum pidana, dengan demikian kedudukan hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik .
Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis
Derogat Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada
peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan
khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini
peraturan khusus adalah hukum pajak. Sedangkan peraturan umum adalah hukum publik
atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya. Hukum pajak menganut paham imperatif,
yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya dalam hal mengajuan keberatan,
sebelum ada keputusan dari direktur Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima,
maka wajib pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham
aportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.
Pengertian hukum pajak menurut Rochmat Soemitro adalah suatu kumpulan
peraturan yang mengatur antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak. Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan mengenai siapa saja wajib
pajak (subjek) dan apa kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-hak
pemerintah, objek-objek apa saja yang dikenakan pajak, cara penagihan, cara pengajuan
keberatan-keberatan, dan sebagainya. Hukum pajak dalam buku Bohari Pengantar hukum

8
pajak, Raja Grafindo Persada Jakarta,1995 adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan
yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak. Beberapa hal yang diatur dalam hukum pajak Siapa yang menjadi
subjek pajak dan wajib pajak yaitu, objek apa saja yang menjadi objek pajak, kewajiban
pajak terhadap pemerintah, timbul dan hapusnya utang pajak, cara penagihan pajak, cara
mengajukan keberatan dan banding
Santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa hukum pajak juga disebut hukum fiskal
adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada rakyat melalui kas
Negara. Istilah pajak sering disamakan dengan istilah fiskal, yang berasal dari bahasa
latin fiscal yang berarti kantong uang atau keranjang uang. Istilah fiskal yang dimaksud
sekarang adalah kas negara sedangkan fiscus disamakan dengan pihak yang mengurus
penerimaan negara atau disebut juga administrasi pajak.
Ada 2 macam hukum pajak, yaitu:
1. Hukum Pajak Material
Hukum pajak materil yakni memuat norma-norma yang menerangkan tentang
keadaan, perbuatan, sebagaimana dalam UU No7 Tahun 1983 yang telah diubah
dengan UU No7 Tahun 1991, UU No 10 Tahun 1994, UU No17 Tahun 2000, dan
terakhir dengan UU No36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan , dan UU No8
Tahun 1983, sebagaiman telah diubah dengan UU No18 Tahun 2000, dan terakhir UU
No42 Tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjjualan atas barang
mewah, hanya dimuat ketentuan-ketentuan hukum pajak material mengenai, peristiwa
hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak),
berapa besar pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu yang timbul dan
hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Contoh Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formil yakni memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum
materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak material). Setelah
reformasi perpajakan tahun 1983, ketentuan hukum pajak formal dimuat dalam
undang-undang tersendiri, yaitu undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000,dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, memuat mengenai:
1. Surat Pemberitahuan (SPT), yang terdiri atasSPT sama maupun tahunan
2. Surat Setoran Pajak (SSP)
3. Surat Ketetapan Pajak (SKP). Yang terdiri atas SKP kurang bayar, SKP kurang
bayar tambahan, SKP lebih bayar, dan SKP nihil.
4. Surat Tagihan
5. Pembukaan dan Pemeriksaan
6. Penyidikan
7. Surat Paksa

9
8. Keberatan dan Banding
9. Sanksi administratif, sanksi pidana dan lain-lain.
Dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam undang-undang pengadilan pajak
memuat;

1. Sengketa Pajak
2. Banding dan gugatan
3. Susunan Pengadilan Pajak
4. Hukum acara
5. Pembuktian
6. Pelaksanaan putusan, dan lain-lain.
Dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam undang-undang penagihan pajak
dengan surat paksa memuat;

1. Penagihan pajak
2. Juru sita pajak
3. Penagihan seketika dan sekaligus
4. Surat paksa
5. Penyitaan
6. Lelang
7. Pencegahan dan penyanderaan
8. Gugatan, dan lain-lain.
Ketentuan hukum formal selanjutnya dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan yang
dikeluarkan dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, keputusan
menteri keuangan, keputusan direktur jenderal pajak, dan surat edaran dirjen pajak.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari berbagai pandangan ahli ekonomi, pajak dapat didefinisikan sebagai kewajiban
pembayaran uang atau barang kepada pemerintah yang dipaksakan oleh kekuasaan publik
kepada penduduk atau pemilik barang. Tujuannya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah tanpa kontra-prestasi yang spesifik, dengan norma-norma hukum sebagai
landasan. Pajak berperan sebagai sumbangan wajib dalam rangka mencapai kesejahteraan
umum dan menutup belanja pemerintah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alexander Thian, M. (2021). Hukum Pajak. Yogyakarta: Andi Offset.


Ayza, B. (2017). Hukum Pajak Indonesia. Jakarta: Kencana.
Ch, A. T. (2005). Perpajakan Indonesia. Gramedia.
Dr. Suparnyo, S. M. (2012). Hukum Pajak (Suatu Sketsa Asas). Semarang: Pustaka Magister.
Drs. Safri Nurmantu, M. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
Isroah, M. (Yogyakarta,2013). Perpajakan.
Jamaludin M.SE, M. (2011). Pengantar Perpajakan. Makasar: Alauddin Press.
Juli Ratnawati, R. I. (Desember 2015). Dasar-Dasar Perpajakan. Yogyakarta: Deepublish.
MURANDIKA, M. F. (2014). ANALISIS KEBIJAKAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL
ATAS RUMAH KOS. Jurnal e-Perpajakan.
Purwono, H. (2010). Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Erlangga.

12
13

Anda mungkin juga menyukai