Oleh :
Bilqis (C91215110)
Kelas HK A
Dosen Pengampu :
Suprapto# SH.# MH.# M.&si.
HUKUM
SURA&AYA
2()*
KATA PENGANTAR
+,-/. ¹4 23-/4 ¹4 ằ4 +67
Alhamdulillah berkat rahmat, hidayah dan inayah Allah SWT saya dapat
merampungkan makalah ini. Walaupun banyak hal yang harus ditempuh sebelumnya, namun
hasil akhirnya sudah membanggakan saya secara pribadi. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa agama islam. Shalawat
dan salam juga semoga tercurahkan kepada sahabat dan kerabat yang telah membantu
perjuangan penyebaran agama islam.
Pada kesempatan ini sesuai dengan tugas yang diberikan, maka saya membuat dan
menyusun makalah yang berisikan tentang “TINDAK PIDANA PERPAJAKAN”.
Dalam proses membuat dan menyusun ada kiranya terdapat kesalahan, baik dalam
teknik hal penulisan, penyampaian materi, ataupun dalam hal isi. Semuanya tak lebih dari
proses belajar bersama menuju sesuatu yang baik ke depannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan mungkin juga dapat diperbaiki oleh penyaji berikutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.................................................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah............................................................................................................................. 2
3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Tindak Pidana Perpajakan..............................................................................3
2. Saran.................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 28
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani adalah iuran kepada negara
yang terutang oleh wajib pajak berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat
prestasi secara langsung. Dengan demikian pajak merupakan kewajiban warga negara
yang harus dibayarkan kepada negara. Negara mempunyai tugas menyelenggarakan
pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat dan untuk itu memerlukan biaya. Biaya
ini diperoleh dari masyarakat melalui pemungutan pajak, artinya pajak merupakan
kewajiban warga negara untuk membiayai rumah tangga negara.
Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu segala sesuatu harus
berdasarkan pada hukum. Sejalan dengan hal ini dalam hal perpajakan, harus ada
pajak, tentang siapa; dalam hal apa dikenai pajak; timbulnya kewajiban pajak; cara
pemungutanya serta penagihannya.
Pada masa sekarang ini negara Republik Indonesia sedang giat-giatnya dalam
melaksanakan pembangunan untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sebagai negara yang sedang
berkembang yang masih dalam tahap pembangunan, maka agar pembangunan
berjalan dengan lancar dibutuhkan pembiayaan yang cukup besar dan pengelolaan
dana yang efisien. Dana itu dapat diperoleh dari sektor perpajakan atau dengan kata
lain dari pajak yang dibayar oleh seluruh wajib pajak, dengan demikian dapat
diketahui bahwa pembangunan yang ada di negara kita adalah dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi tindak pidana perpajakan secara jelas dapat dilihat pada penjelasan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Berikut kutipan lengkapnya:
3
91
4
Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas, wewenang,
dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan.
laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana perpajakan.2
2 Ibid, h. 73
3 Bambang Waluyo, Tindak Pidana Perpajakan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), h. 57
5
Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak,
khususnya badan dalam bentuk tax avoidance, memang
dimungkinkan atau dalam hal ini tidak bertentangan dengan
undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, karena
dianggap praktek-praktek yang berhubungan dengan tax
1) Menahan Diri. Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak
tindakan terpuji.
6
2) Pindah Lokasi. Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang
tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
4
‘paling sedikit' namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak
menyalahi ketentuan yang berlaku.4
2. Penggelapan Pajak (Tax Eνasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema
memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan
(illegal), misalnya:
7
pajak, mereka tentunya merasa telah diapresiasi oleh fiskus. Mereka
menganggap bahwa kontribusinya telah dihargai meskipun hanya sekedar
dengan pelayanan yang ramah saja. Tapi jika yang dilakukan tidak
menunjukkan penghormatan atas usaha wajib pajak, masyarakat merasa malas
untuk membayar pajak kembali.
Dilihat dari tingkatan kesalahan, maka tindak pidana perpajakan meliputi tindak
pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan. Tindak pidana lainnya adalah:
8
1. Tindak pidana perpajakan residivis sebelum lewat satu tahun sejak selesainya
menjalankan pidana penjara,
3. Wakil, kuasa, dan pegawai dari wajib pajak (PKP) termasuk mereka yang
menyuruh melakukan, akuntan public, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan wajib
pajak yang diperiksa yang melakukan tindakan melawan hukum,
itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
9
Aditama, 1998), h. 131-134
8 ;rly Suandy, Hukum Pajak, (Yogyakarta: Salemba ;mpat, 2002), h. 89
1
dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak maupun satu jenis pajak. Pemeriksaan
bukti permulaan dilakukan oleh kantor wilayah atau Direktorat Intelijen dan
Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan. Setelah itu berdasarkan
hasil pemeriksaan bukti permulaan maka dapat diketahui tindak lanjut yang akan
dilakukan.
perpajakan.
2. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan,
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan,
1
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa,
1
Selanjutnya Jaksa penuntut umum yang akan menentukan apakah masalahnya
sudah matang untuk diajukan ke pengadilan atau tidak dilanjutkan ke pengadilan.
Dalam proses penyidikan, di dalamnya mengandung dua hal yaitu pertama,
Penyidikan yang berakhir dengan diserahkannya hasil penyidikan ke pengadilan atau
untuk kepentingan penerimaan negara atas permintaan Menteri Keuangan, Kedua
1. Penyidik menghentikan penyidikan dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau
peristiwa tersebut bukan merupaan tindak pidana di bidang perpajakan, atau
penyidikan di hentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka
meninggal dunia. Hal ini diatur dalam Pasal 44A Undang — Undang KUP.
a. Melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan; dan,
pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.10
Salah satu bagian dari Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha
negara adalah Hukum Pajak. Tetapi di antara para ahli hukum berpendapat bahwa
Hukum Pajak merupakan ilmu yang berdiri sendiri sejajar dengan ilmu hukum yang
lain.11 Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa hukum pajak di samping
1
11 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, (Bandung: ;resco, 1992), h.
31
1
memiliki sanksi administrasi juga dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana
pelanggaran atau kejahatan pada umunya. Bahkan kejahatan pajak yang tergolong
korupsi merupakan ekstra ordinary crime (kejahatan yang luar biasa) yang
diperlukan penanganan khusus. Namun perlu diketahui, walaupun kejahatan pajak
dapat masuk ranah hukum pidana tetap ada perbedaan khusus sebagimana
pendapat
Van der Poel.12 Perbedaannya terdapat pada fakta bahwa hukum pajak sangat
membutuhkan detail-detailnya, walaupun dasar pikiran yang digunakan sama tetapi
sejarah pertumbuhannya berbeda. Menurut Van der Poel, setengah abad lalu
pelanggaran-pelanggaran pajak maupun penggelapan uang pajak dianggap hal
sepele, tetapi perkembangan hukum saat sekarang sesuai dengan teori dan filsafat,
tidak lagi membedakan “pencurian” terhadap kekayaan negara dan “pencurian”
terhadap kekayaan individu. Mengikuti perkembangan hukum pajak yang demikian
maka perlu pemrintah menetapkan peraturan pajak dengan mencantumkan sanksi-
sanksi tegas dan adil untuk menjamin kesejahteraan rakyat melalui pendapatan
negara.13
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan terdapat beberapa aspek pidana dalam perpajakan, yaitu :
kompensasi).
Pembantuan a. Pidana Penjara (1-3 tahun).
b. Denda (75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)).
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A,
berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau
Penyertaan pihaklainyangmenyuruhmelakukan,yangturutserta
melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan
1
12 R Santoso Brotodihardjo, Op.Cit, h. 24
13 Ibid.
1
masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Penjelasan :
Daluarsa ini untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, penuntut umum dan hakim.
Jangka waktu 10 tahun adalah untukmenyesuaikan dengan daluarsapenyimpanandokumen2perpajaka
dasar penghitungan jumlah pajak terutang selama sepuluh tahun.
Sanksi Pidana dalam bidang perpajakan dibagi dalam beberapa kategori yaitu,
1. Delik Kealpaan Oleh Wajib Pajak. “Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau,
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
dokumen lain,
14 Anang Mury Kurniawan, Op.Cit, h. 143
1
8) tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia; atau,
9) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
b. Setiap orang yang dengan sengaja:
1) Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang
tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau,
2) Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6
(enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.15
Tindak Pidana yang Dilakukan di Bidang Perpajakan yang Diancam dengan
Hukuman Pidana dalam KUHP:
1. Perbuatan penyuapan yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang lain, diancam
dengan hukuman pidana dalam Pasal 209 KUHP paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, yaitu
barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan
maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. (Perbuatan ini oleh UU
No. 3 Tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dimasukkan dalam kategori
1
15 Ibid, h. 145
1
membikin materai tersebut dengan menggunakan cap asli secara melawan
hukum.
4. Pemalsuan Surat, Pasal 263 KUHP. (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak perikatan atau
pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam, jika pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidana
penjara paling lama enam tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama,
barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-
oalh sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
5. Membuka Rahasia, Pasal 322 KUHP. (1) Barangsiapa dengan sengaja
membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya,
baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara
palinmg lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah. (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap orang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
6. Pemerasan dan Pengancaman, Pasal 368 KUHP. (1) Barangsiapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk
memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang itu atau orang lain atau supaya membuat utang maupun menghapuskan
piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan. (2)..............dan seterusnya.
7. Penggelapan, Pasal 372 KUHP. Barangsiapa dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
8. a. Kejahatan Jabatan, Pasal 4l7 KUHP. Seorang pejabat atau orang lainyang
diberi tugas menjalankan suatu jabatn umum terus menerus atau untuk
sementara waktu yang sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membikin tidak dapat dipakai barang-barangyang dipergunakan guna
meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang berwenang, akta-akta,
surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya atau
2
membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau
membikin tidak dapat dipakai barang-barangitu atau menolong sebagai
pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan. Tindak pidana ini berdasarkan UU No. 3
Tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dinyatakan sebagai tindak pidana
korupsi.
b. Pasal 4l8 KUHP. Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa hadiah atau janji itu diberikan
karena kekuasan atau wewenang yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan
dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Tindak pidana ini berdasarkan UU No. 3 tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001
dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi.
c. Pasal 4l3 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun,
seorang pejabat4
1) Yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah
atau janji itu diberikan untuk menggerakkan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya.
2) Orang yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan
sebagai akibat atau oleh karena sipenerima telah melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Pasal ini
termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan
UU No. 3 Tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
3) Pasal 42l KUHP. Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan
memaksa seseoarang untuk melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan.
4) Pasal 425 KUHP. Pemerasan oleh pejabat. Diancam karena melakukan
pemerasan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
a) Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas meminta,
menerima atau memotong pembayaran seolah-olah berutang
kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada kas umum,
padahal diketahuinya bahwa tidak demikian adanya.
b) Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan atau menyerahkan barang seolah-olah
2
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahuinya bahwa
tidak demikian halnya.
c) Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas seolah-olah
sesuai dengan aturan-aturan yang bersangkutan, telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya ada hak-hak pakai
Indonesia dengan merugikan yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut.
9. Pelanggaran Jabatan, Pasal 552 KUHP. Seorang pejabat yang berwenang
mengeluarkan salinan atau petikan putusan pengadilan, jika mengeluarkan
salinan atau petikan demikian itu, sebelum putusan ditandatangani sebagaimana
mestinya, diancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh
rupiah.
Dari semua ketentuan peraturan itu dapat disimpulkan bahwa
perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana adalah tindak
pidana :
problem sosial yang dinamakan kejahatan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana)
tetapi dapat juga dengan menggunakan sarana-sarana non penal. Penanggulangan
kejahatan dengan sarana hukum pidana berarti mengadakan pemilihan
untuk pencapaian hasil perundangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi
syarat keadilan dan daya guna.Salah satu upaya menanggulangi kejahatan dengan
menggunakan sarana hukum termasuk hukum pidana merupakan bidang kebijakan
penegakan hukum yang bertujuan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat. Upaya
penanggulangan kejahatan pada hekekatnya merupakan bagian integral dari upaya
2
dapat dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan
pidana karena penjatuhan pidana memerlukan adanya syarat bahwa orang yang
melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).
2010):
2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib
dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini,
18 Ibid, h. 179
2
4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak
Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Tindak Pidana Perpajakan
2
c. Tindak pidana perpajakan residivis sebelum lewat satu tahun sejak
selesainya menjalankan pidana penjara,
e. Wakil, kuasa, dan pegawai dari wajib pajak (PKP) termasuk mereka yang
menyuruh melakukan, akuntan public, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan
wajib pajak yang diperiksa yang melakukan tindakan melawan hukum,
yang dapat dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak maupun satu jenis
pajak.
2
penuntut umum yang akan menentukan apakah masalahnya sudah matang
untuk diajukan ke pengadilan atau tidak dilanjutkan ke pengadilan.
242 KUHP,
KUHP,
2
e) Pasal 241 KUHP ,
2
f) Pasal 425 KUHP.
2
terutang yang tidak atau kurang dibayar .
3
b) Tindak Pidana KeJahatan. Jika pelanggaran
merupakan kejahatan ringan maka kejahatan
dapat dipadankan sebagai pelanggaran yang
berat. Pelanggaran berat karena ancaman
pidananya memang jauh lebih berat
3
paling tinggi 4 ( empat ) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau
kompensasi yang dilakukan oleh Wajip
Pajak.
3
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 ( tiga ) tahun dan denda paling
banyak Rp. 10.000.000.
B. Saran
Perlunya aturan hukum yang jelas mengenai Tindak Pidana di
bidang perpajakan dan ketentuan itu dituangkan secara jelas pada
UU Perpajakan. Dan, perlunya peningkatan Sumber Daya Manusia
pada aparat penegak hukum sehingga vonis yang dijatuhkan bisa
memenuhi rasa keadilan masyarakat.
3
DAFTAR PUSTAKA
Paramita.