Oleh :
Bilqis
(C91215110)
Kelas HK A
Dosen Pengampu :
Suprapto, SH., MH., M.Psi.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat, hidayah dan inayah Allah SWT saya dapat
merampungkan makalah ini. Walaupun banyak hal yang harus ditempuh sebelumnya, namun
hasil akhirnya sudah membanggakan saya secara pribadi. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa agama islam. Shalawat
dan salam juga semoga tercurahkan kepada sahabat dan kerabat yang telah membantu
perjuangan penyebaran agama islam.
Pada kesempatan ini sesuai dengan tugas yang diberikan, maka saya membuat dan
menyusun makalah yang berisikan tentang TINDAK PIDANA PERPAJAKAN.
Dalam proses membuat dan menyusun ada kiranya terdapat kesalahan, baik dalam
teknik hal penulisan, penyampaian materi, ataupun dalam hal isi. Semuanya tak lebih dari
proses belajar bersama menuju sesuatu yang baik ke depannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan mungkin juga dapat diperbaiki oleh penyaji berikutnya.
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang.....................................................................................................................1
2.
Rumusan Masalah................................................................................................................2
3.
Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Tindak Pidana Perpajakan......................................................................3
2. Jenis-jenis Tindak Pidana Perpajakan......................................................................4
3. Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan.....................................................................9
4. Sanksi Pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan...................................................12
5. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan...............................................19
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................................................22
2. Saran......................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani adalah iuran kepada negara
yang terutang oleh wajib pajak berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat
prestasi secara langsung. Dengan demikian pajak merupakan kewajiban warga negara
yang harus dibayarkan kepada negara. Negara mempunyai tugas menyelenggarakan
pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat dan untuk itu memerlukan biaya. Biaya
ini diperoleh dari masyarakat melalui pemungutan pajak, artinya pajak merupakan
kewajiban warga negara untuk membiayai rumah tangga negara.
Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu segala sesuatu harus
berdasarkan pada hukum. Sejalan dengan hal ini dalam hal perpajakan, harus ada
hukum yang mengatur jalanya perpajakan di Indonesia. Hukum pajak adalah
himpunan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dan wajib
pajak, tentang siapa; dalam hal apa dikenai pajak; timbulnya kewajiban pajak; cara
pemungutanya serta penagihannya.
Pada masa sekarang ini negara Republik Indonesia sedang giat-giatnya dalam
melaksanakan pembangunan untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sebagai negara yang sedang
berkembang yang masih dalam tahap pembangunan, maka agar pembangunan
berjalan dengan lancar dibutuhkan pembiayaan yang cukup besar dan pengelolaan
dana yang efisien. Dana itu dapat diperoleh dari sektor perpajakan atau dengan kata
lain dari pajak yang dibayar oleh seluruh wajib pajak, dengan demikian dapat
diketahui bahwa pembangunan yang ada di negara kita adalah dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat.
Dalam praktek perpajakan, sering terjadi kesalahan-kesalahan atau tindakan
yang merugikan kepentingan umum, baik itu yang dilakukan oleh pegawai
perpajakan, wajib pajak, kuasa wajib pajak dan yang lainnya. Berangkat dari hal ini,
penyusun akan membahas tindak pidana perpajakan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tindak pidana perpajakan?
2. Apa jenis-jenis tindak pidana perpajakan?
3. Bagaimana penyidikan tindak pidana perpajakan?
4. Bagaimana sanksi pidana dalam tindak pidana perpajakan?
5. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tindak pidana perpajakan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis tindak pidana perpajakan.
3. Untuk mengetahui penyidikan tindak pidana perpajakan.
4. Untuk mengetahui sanksi pidana dalam tindak pidana perpajakan.
5. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan
BAB II
PEMBAHASAN
Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas, wewenang,
dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan
kepada wajib pajak. Tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam pemeriksaan tindak pidana perpajakan terdapat pemeriksaan bukti
permulaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana perpajakan.
Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh Kanwil Ditjen Pajak atau
Direktorat Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan bukti
permulaan dapat diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.
Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan
dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana
perpajakan yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang, pembuatan laporan
sumir apabila wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya, pembuatan
laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana perpajakan.2
2 Ibid, h. 73
3 Bambang Waluyo, Tindak Pidana Perpajakan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), h. 57
4
Penghindaran
khususnya
pajak
badan
yang
dalam
dilakukan
bentuk
tax
oleh
wajib
avoidance,
pajak,
memang
praktek-praktek
yang
berhubungan
dengan
tax
avoidance lebih kepada pemanfaatan lubang-lubang atau celahcelah atau bisa juga kekosongan-kekosongan dalam undangundang perpajakan. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral
Pajak tidak bisa berbuat apa-apa melakukan penuntutan secara
hukum, meskipun praktek tax avoidance ini akan mempengaruhi
penerimaan negara dari sektor pajak. Praktek tax avoidance ini
sebenarnya suatu dilema bagi pemerintah, karena wajib pajak
melakukan pengurangan jumlah pajak yang harus dibayar, tetapi
dilakukan
dengan
tidak
bertentangan
dengan
ketentuan-
sekalipun
kadang-kadang
dengan
jelas
2) Pindah Lokasi. Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang
tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak
semudah itu dilakukan oleh wajib pajak. Mereka harus memikirkan
tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar yang
menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang
akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh.
Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang
baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru.
Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih rendah.
Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk
memilih tempat atau lokasi usaha/domisilinya.
3) Penghindaran Pajak Secara Yuridis. Perbuatan dengan cara sedemikian
rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak.
Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak
jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis. Contoh:
......Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura).
Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan
sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama
dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi
uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam
bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan
sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah (loophole)
yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar
oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal
disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang
semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang
paling sedikit namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak
menyalahi ketentuan yang berlaku.4
2. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema
memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan
(illegal), misalnya:
a. Tidak melaporkan sebagian penjualan,
b. Memperbesar biaya dengan cara fiktif,
c. Memungut pajak tetapi tidak menyetor.5
Penyebab Penggelapan Pajak. Menurut Siti Kurnia Rahayu yang menyebabkan
terjadinya tax evasion yaitu :
a. Kondisi lingkungan. Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak
terpisahkan dari manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu saling
bergantung satu sama lain. Hampir tidak ditemukan manusia di dunia ini yang
hidupnya hanya bergantung pada diri sendiri tanpa memperdulikan keberadaan
orang lain, begitu juga dalam dunia perpajakan, manusia akan melihat
lingkungan sekitar yang seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka
saling mengamati terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi
lingkungannya baik (taat aturan), masing-masing individu akan termotivasi
untuk mematuhi peraturan perpajakan dengan membayar pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Sebaliknya jika lingkungan sekitar kerap melanggar
peraturan. Masyarakat menjadi saling meniru untuk tidak mematuhi peraturan
karena dengan membayar pajak, mereka merasa rugi telah membayarnya
sementara yang lain tidak.
b. Pelayanan fiskus yang mengecewakan. Pelayanan aparat pemungut pajak
terhadap masyarakat cukup menentukan dalam pengambilan keputusan wajib
pajak untuk membayar pajak. Hal tersebut disebabkan oleh perasaan wajib
pajak yang merasa dirinya telah memberikan kontribusi pada negara dengan
membayar pajak. Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan wajib
4 Bambang Waluyo, Pemeriksaan dan Peradilan diBidang Perpajakan, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1991), h. 35
5 Ibid, h. 38
7
1. Tindak pidana perpajakan residivis sebelum lewat satu tahun sejak selesainya
menjalankan pidana penjara,
2. Mencoba mengajukan permohonan restitusi atau kompensasi pajak dengan
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP,
3. Wakil, kuasa, dan pegawai dari wajib pajak (PKP) termasuk mereka yang
menyuruh melakukan, akuntan public, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan wajib
pajak yang diperiksa yang melakukan tindakan melawan hukum,
4. Siapa saja yang sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan.7
C. Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan serangkaian tindakan
yang dilakukan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
Sebelum dilakukan penyidikan dalam tindak pidana perpajakan, maka terlebih
dahulu dilakukan proses pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan. Hal ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti
Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Peraturan tersebut menjelaskan
bahwa Bukti Permulaan sebagai keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa
keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat
bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang
dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara.8
Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilaksanakan berdasarkan hasil analisis data,
informasi,
laporan,
pengaduan,
laporan
kegiatan
intelijen,
pengembangan
dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak maupun satu jenis pajak. Pemeriksaan
bukti permulaan dilakukan oleh kantor wilayah atau Direktorat Intelijen dan
Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan. Setelah itu berdasarkan
hasil pemeriksaan bukti permulaan maka dapat diketahui tindak lanjut yang akan
dilakukan.
Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak memiliki kewenangan dalam mengusut dan melakukan penyidikan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal
tersebut dijelaskan dalam ketentuan Pasal 44 Undang-undang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan yang isinya menjelaskan sebagai berikut:
1. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang
perpajakan.
2. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas,
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan,
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan,
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan,
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan
bukti tersebut,
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan,
10
UU Perpajakan
Pidana Penjara 6 bulan-6 tahun).
Pidana kurungan (3 bulan-1 tahun).
Denda (1-2 kali jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang
dibayar).
a. Pidana Penjara (6 bulan-2 tahun).
Denda (2-4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
Percobaan b.
kompensasi).
a.
Pidana Penjara (1-3 tahun).
Pembantuan
b.
Denda (75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)).
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A,
berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau
Penyertaan
Daluarsa
Delik Kealpaan Oleh Wajib Pajak. Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau,
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.14
2. Delik Kesengajaan Oleh Wajib Pajak:
a. Dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda
paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang bayar setiap orang yang dengan sengaja sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara:
1) tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau NPPKP,
2) menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP,
3) tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.
4) menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap,
5) menolak untuk dilakukan pemeriksaan,
6) memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya,
7) tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lain,
15 Ibid, h. 145
15
denda
paling
banyak
empat
ribu
lima
ratus
rupiah.
Tindak pidana ini berdasarkan UU No. 3 tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001
dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi.
c. Pasal 419 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun,
seorang pejabat:
1) Yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah
atau janji itu diberikan untuk menggerakkan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya.
2) Orang yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan
sebagai akibat atau oleh karena sipenerima telah melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Pasal ini
termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan
UU No. 3 Tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
3) Pasal 421 KUHP. Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan
memaksa
seseoarang
untuk
melakukan,
tidak
melakukan
atau
c)
sesuai
dengan
aturan-aturan
yang
bersangkutan,
telah
perlu
dilakukan
adalah
dengan
melakukan
pendekatan
sistem
dengan
sarana
hukum
pidana
berarti
mengadakan
pemilihan
untuk pencapaian hasil perundangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi
syarat keadilan dan daya guna.Salah satu upaya menanggulangi kejahatan dengan
menggunakan sarana hukum termasuk hukum pidana merupakan bidang kebijakan
penegakan hukum yang bertujuan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat. Upaya
penanggulangan kejahatan pada hekekatnya merupakan bagian integral dari upaya
16 Shopar Lumbantoruan, Akuntansi Pajak, (Jakarta : Gramedia Widiasarana
Indonesia1996), h. 99-109
18
pidana
perpajakan
laundering (pencucian
uang)
dengan
menerapkan
didasarkan
bahwa
rezim
anti money
pentingnya
pajak
bagi
pajak.
Penanggulangan
tindak
perpajakan
dan akses
negatif
pada
melawan
syarat
untuk
pengenaan
dapat dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan
pidana karena penjatuhan pidana memerlukan adanya syarat bahwa orang yang
melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).
Hal ini tentunya mengambarkan bahwa perbuatan melawan hukum
berhubungan dengan kesalahan sebagai syarat penjatuhan pidana dalam rangka
meminta pertanggungjawaban pelaku sesuai dengan asas geen straf zonder schuld di
dalam faham hukum pidana, untuk menentukan kesalahan sebagai dasar penjatuhan
pidana tentunya didasarkan kepada perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan
hukum atau bersifat melawan hukum.
Selanjutnya
pendekatan
menyangkut
penanggulangan
tindak
pidana
perpajakan melalui rezim anti money laundering didasarkan modus opzet pelaku
dengan maksud untuk meminimalkan risiko terdeteksi biasanya para pelaku
penggelapan pajak berusaha menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul "hasil
kejahatan" (proceeds of crime) dengan melakukan tindak kejahatan lanjutannya yaitu
praktik pencucian uang, agar dapat memaksimalkan utilitas ekspektasi pendapatan
dari penggelapan pajak tersebut. Untuk itu diperlukan prinsip-prinsip transaksi
keuangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Transaksi keuangan
yang menjadi unsur pencucian uang adalah transaksi keuangan mencurigakan dan
transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang belum dilaporkan dan mendapat
persetujuan dari Kepala PPATK.18
Definisi Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah (Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun
2010):
1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan
pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan,
2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib
dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini,
3. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan
Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana,
18 Ibid, h. 179
20
4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak
Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Tindak Pidana Perpajakan
Definisi Tindak pidana di bidang perpajakan lainnya adalah suatu
perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang
menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan
hukuman pidana.
2. Jenis-jenis Tindak Pidana Perpajakan
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) adalah Suatu skema transaksi yang
ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan (pemanfaatkan
celah hukum),
b. Penggelapan Pajak(Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu
skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan
perpajakan (illegal),
21
administrasi
pun sangat
ramai.
Juga
dalam
peraturanperaturan
pajak
tindak
ringan,
Cara
kealpaannya;
tidak
menyampaikan
atau
menyampaikan
pemberitahuan;
tidak
lengkap,
atau
melampirkan
menimbulkan
kerugian
pada
24
b) Tindak
Pidana Kejahatan.
Jika
pelanggaran
Pelanggaran
pidananya
berat
memang
karena
jauh
ancaman
lebih
berat
untuk
palaku
kejahatan ini
adalah
denda
setinggi-tingginya
empat
kali
residive)
ancaman
pidana
penjara
paling
lama
2 ( dua ) apabila
pidana
penjara
yang
dijatuhkan.
iii)
Setiap
percobaan
orang
untuk
yang
melakukan
melakukan
tindak
yang
dimohonkan
dan
atau
Pasal
41
Pejabat
tentang
yang
memenuhi
sebagaimna
Sanksi
karena
Bagi
Pejabat.
kealpaannya
kewajiban
merahasiakan
dimaksud
dalam
pasal
tidak
hal
34,
Rp.
4.000.000,-
empat
juta
menyebabkan
tidak
dipenuhinya
Pasal
undang
ini
wajib
memberi
orang
yang
dengan
sengaja
pidana
26
di
bidang
perpajakan
kriminalisasi
sebagai
usaha-usaha
yang
rasional
untuk
27
DAFTAR PUSTAKA
Shopar, 1996,
Akuntansi
Pajak,
Jakarta
Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Soemitro, Rochmat, 1992, Asas dan Dasar Perpajakan, Bandung: Eresco.
Suandy, Erly, 2002, Hukum Pajak, Yogyakarta: Salemba Empat.
Sutedi, Adrian, 2013, Hukum Pajak, Jakarta: Sinar Grafika.
Waluyo, Bambang, 1991, Pemeriksaan dan Peradilan diBidang Perpajakan,
Jakarta: Sinar Grafika,
Waluyo, Bambang, 1994, Tindak Pidana Perpajakan, Jakarta: Pradnya
Paramita.
28