Anda di halaman 1dari 25

Materi Tindak

Pidana Di Bidang
Pekerjaan

PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH


Membuka Akses Pendidikan Tinggi bagi Semua
Making Higher Education Open to All
TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN

Satrio Putro Wihanto


S.H.,M.H.,C.L.A

HKUM 4311/ 3 SKS


KEGIATAN BELAJAR 1
 Jenis Kejahatan Di Bidang Perpajakan
 Tentang Hukum Pajak, Arti, Tugas Dan Gunanya
 Pajak
 Tindak Pidana Perpajakan Sebagai Tindak Pidana Ekonomi
 Jenis-Jenis Kejahatan Perpajakan Menurut Undang-Undang Perpajakan

KEGIATAN BELAJAR 2
 Kejahatan oleh Pegawai Pajak, Wajib Pajak, Pejabat Pajak dan kejahatan oleh
Pihak Lain
 Kejahatan oleh Pegawai Pajak
 Sanksi Pidana Dalam Ruang Lingkup Perpajakan
 Kejahatan Oleh Wajib Pajak
 Kejahatan Oleh Pejabat Pajak
 Sanksi Pidana
 Hukuman Pidana
Tindak suatu perbuatan yang
melanggar peraturan
Pidana perundang-undangan
pajak yang menimbulkan
Pajak ? kerugian keuangan
negara dimana pelakunya
diancam dengan
hukuman pidana.
Tentang Hukum Pajak, Arti, Tugas Dan Gunanya

Hukum Pajak, yang juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat
dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum
publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-
orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak
(selanjutnya disebut wajib pajak)
Hukum pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum
pidana dengan acara pidananya.
Tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian adalaha tindak
pidana perpajakan, karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan
pengeluaran yang mempunyai dampak pada kondisi perekonomian secara
umum.
TUGAS HUKUM PAJAK

Tugas hukum pajak secara umum yang menjadi kewajiban bagi hukum pajak
adalah sebagai berikut :
1. Memahami kondisi masyarakat yang bisa dihubungkan dengan pengenaan
atas pajak
2. Menyusun rumus kedalam peraturan hukum
3. Menafsirkan peraturan hukum
4. Mengatur semua ketentuan hukum pidana
5. Mengatur semua ketentuan administrasi
6. Mengatur semua ketentuan tentang peradilan administratif dan peradilan
pajak
FUNGSI HUKUM PAJAK

Fungsi atau Kegunaan dari Hukum Pajak berhubungan dengan fungsi dari suatu
negara. Beberapa fungsi dari suatu negara antara lain seperti :
1. Berusaha Memakmurkan dan mensejahterakan rakyat - Negara yang berhasil
adalah negara yang dapat membuat rakyat atau masyaraktnya merasa bahagia
secara umum baik dari sudut pandang ekonomi ataupun sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban - dalam menciptakan suatu kondisi lingkungan yang
bersuasana kondusif serta damai dibutuhkan pemeliharaan atas ketertiban umum
yang mendapat dukungan secara penuh oleh rakyat
3. Pertahanan dan keamanan - Sebuah negara harus dapat memberikan rasa aman
dan menjaga dari berbagai macam gangguan ataupun ancaman yang berasal dari
luar ataupun dari dalam negeri sendiri
4. Menegakkan keadilan - Negara menyusun lembaga peradilan yang digunakan
sebagai wadah bagi warga negara untuk meminta keadilan diseluruh aspek /
bidang
DEFINISI PAJAK

Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga


kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan
kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara yang dicantumkan di dalam Pembukaan UUD 1945
pada alinea keempat yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial.” Negara memerlukan dana untuk
mewujudkan tujuan tersebut, sehingga diperlukan dana yang tentunya didapat dari rakyat itu sendiri
melalui pemungutan pajak.
Kemudian dalam Pasal 23A UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Dengan kata lain,
pajak harus berlandaskan undang-undang, berarti pemungutan pajak tersebut telah mendapat persetujuan
dari rakyat melalui perwakilannya di DPR yang biasa disebut “berdasarkan yuridis”. Asas ini telah
memberikan jaminan hukum yang tegas akan hak Negara dalam memungut pajak.
Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi mengenai “pajak” ini baru diatur dalam UU
KUP No. 28 Tahun 2007. Dalam UU KUP sebelumnya, tidak pernah diterangkan secara lugas mengenai
pengertian “pajak” sebagai kontribusi wajib kepada Negara.
Ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut, yaitu:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
2. Sifatnya dapat dipaksakan;
3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar
pajak;
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah;
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi
kepentingan masyrakat umum.
Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan dapat dijelaskan dimana uang yang
dikumpulkan dari pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan
serta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Supaya ada kepastian dalam proses
pengumpulannya dan berjalannya pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat
pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk
undang-undang. Unsur pemaksaan disini berarti apabila Wajib Pajak tidak mau
membayar pajak, pemerintah dapat melakukan upaya paksa dengan mengeluarkan suatu
surat paksa agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya.
Sumber Hukum Pidana Pajak
1. UU Perpajakan
 UU No.6/1983 jo. UU No.16/2000 ttg KUP: Psl 38, 39, 40, 41,
41A, 41B, 43
 UU No.12/1985 jo. UU No.12/1994 ttg PBB: Psl 24 & 25
 UU No.13/1985 ttg Bea Meterai: Psl 13 & 14
 UU No.10/1995 ttg Kepabeanan: Psl 102 - 111
 UU No.11/1995 ttg Cukai: Psl 50 – 51
 UU No.18/1997 jo. UU No.34/2000 ttg PDRD: Psl 37 – 40

2. KUHP Psl 103, 253


3. KUHAP
 Psl 42 ay (1) UU PDRD
 Psl 44 ay (1) UU KUP
Tindak Pidana Perpajakan Sebagai Tindak Pidana Ekonomi

• Tindak pidana pajak itu sendiri adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggarhukum pajak atau
undang-undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannyatersebut dapat dipertanggung
jawabkan oleh undang-undang pajak yang telahdinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang
dapat dihukum.
• Untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana perpajakan, perlu dilakukan pemeriksaan
pajak, yaitu untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data atau keterangan lainnya untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh PNS di
lingkungan Ditjen Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas,
wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan.
• Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam
rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak. Tujuan lainnya
adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
• Dalam pemeriksaan tindak pidana perpajakan terdapat pemeriksaan bukti permulaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
perpajakan
Subyek Hukum Tindak Pidana Pajak

Orang, badan, atau siapa yang dapat


dipertanggungjawabkan atas pelanggaran
hukum pidana pajak dan terhadapnya
dapat dijatuhi hukuman pidana

 Wajib Pajak/Penanggung Pajak


 Bukan Wajib Pajak/Penanggung Pajak
Istilah-istilah
upaya-upaya perlawanan dari WP baik secara pasif
maupun aktif tidak melaporkan dan tidak membayar
Tax Offenses pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
Undang-undang, baik dilakukan sendiri oleh WP
maupun bekerjasama dengan orang lain, termasuk
kolusi dengan oknum aparat pajak

pengelakan pajak secara sengaja melalui pelaporan


Tax Fraud SPT yang isinya tidak benar, memberikan dokumen-
dokumen yang palsu, dan pada umumnya diancam
dengan hukum pidana

13
Lanjutan…

Istilah ini digunakan untuk pengelakan pajak atau


Tax Evasion penghindaran pajak dengan cara yang
bertentangan dengan Undang-undang Perpajakan
sehingga diancam dengan sanksi baik secara
administratif, maupun hukuman pidana

penghindaran pajak melalui pemanfaatan celah


Tax Avoidance ketidak lengkapan peraturan perundang-undangan
pajak (Loopholes) sehingga dianggap tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku

14
JENIS KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN
 Bertindak diluar kewenangan;
 Melakukan Pemerasan dan Pengancaman;
 Penyalahgunaan kekuasaan;
 Tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya;
 Tidak menyampaikan surat pemberitahuan;
 Pemalsuan Surat Pemberitahuan;
 Menyalahgunakan nomor pokok wajib pajak;
 Menolak untuk diperiksa;
 Tidak menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan di Indonesia;
 Menyalahgunakan pengukuhan pengusaha kena pajak;
 Tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut;
 Dan lain-lain.
Salah satu tugas pegawai pajak yang terkait dengan
kementriannya, khususnya Direktorat Jenderal Pajak adalah
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam pelaksanaan tugas itu, pegawai pajak tidak boleh
melakukan kejahatan yang mengarah kepada perbuatan
melanggar hukum pajak
Pasal 36 A ayat (1) UUKUP dapat dipahami bahwa
terjadinya kejahatan menghitung atau menetapkan pajak tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
keempat jenis kejahatan dibidang perpajakan
sebagaimana ditentukan pada Pasal 36A UUKUP memiliki
sanksi pidana yang berbeda-beda. Perbedaan itu didasarkan
pada subtansi kejahatan terhadap kerugian yang dialami oleh
negara dan bahkan kerugian wajib pajak yang memerlukan
perlindungan hukum dalam melaksanakan kewajibannya.
Kejahatan Dilakukan oleh Pegawai Pajak

Kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pegawai pajak diatur pada
Pasal 36A UUKUP. Dalam Pasal 36A UUKUP tersebut terdiri dari 4 (empat) jenis
kejahatan sebagai berikut :
1. Menghitung atau menetapkan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Bertindak diluar kewenangannya.
3. Melakukan pemerasan dan pengancaman.
4. Penyalahgunaan kekuasaan.
 “Sanksi terhadap kejahatan menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan
ketentuan UU perpajakan berdasarkan Pasal 36A ayat (1) UUKUP adalah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sanksi terhadap kejahatan ini, pelakunya dapat dikenakan
sanksi pidana maupun sanksi disiplin PNS tetapi penjatuhannya tidak boleh bersamaan.
 Kemudian mengenai kejahatan bertindak diluar kewenangan, pegawai pajak dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya yang terdapat dalam Pasal
36A ayat (2) UUKUP. Dalam hal pegawai pajak melakukan tindak pidana, maka wajib pajak
dapat mengadukan tindak pidana tersebut kepada unit internal kementrian negara.
 Sementara itu, sanksi pidana terhadap kejahatan melakukan pemerasan dan pengancaman
menurut Pasal 36A ayat (3) UUKUP diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 368 KUHP yang sanksinya berupa pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
 Kemudian kejahatan menyalahgunakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A
ayat (4) UUKUP dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UUPTPK yang
sanksi pidananya berupa pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Landasan hukum mengenai kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan
oleh wajib pajak adalah mengacu pada Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal
41A, Pasal 41B, dan Pasal 41C UUKUP.

“Pasal 38 UUKUP, yaitu setiap orang yang karena kealpaannya:”


1. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
2. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
“Pasal 39 UUKUP, yaitu setiap orang yang dengan sengaja:”

1. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
2. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak;
3. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
4. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
5. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
6. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau
tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
7. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku, catatan, atau dokumen lain;
8. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara
program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
9. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
KETENTUAN PIDAN DALAM UU No 6 Tahun 1983 TENTANG
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

 Pasal 38 (Kealpaan Menyampaikan SPT Isinya Tidak


Benar, Barang Siapa Karena Kealpaannya
 Pasal 39 (Kesengajaan Menyampaikan SPT isinya
Tidak Benar
 Pasal 40 (Tindak Pidana Pajak Daluwarsa 10 Tahun)
 Pasal 41 (Kewajiban Pejabat Merahasiakan Masalah
Perpajakan
 Pasal 42 (Tindak Pidana Pajak Bisa Pelanggaran atau
Kejahatan)
 Pasal 43 (Perluasan Tanggungjawab terhadap
Wakil,Kuasa atau Pegawai)
Bukan Wajib Pajak / Penanggung
Pajak
a. Pejabat Pajak  Ps. 34 & 41 UU KUP, Ps. 36
& 40 UU PDRD
b. Pihak Ketiga  Ps 41A UU KUP
c. Penyertaan Tindak Pidana Pajak  Ps. 43
ay (1) UU KUP

22
Wajib Pajak /
Penanggung Pajak
a. Orang Pribadi sebagai Individu  Ps. 1 Huruf a UU
KUP & Ps1 ay (2) UU PDRD
b. Seseorang sebagai pengurus dari suatu badan hukum
perdata atau badan lainnya  Ps. 1 huruf a dan Ps 37
ay (2) UU PDRD
c. Badan hukum perdata atau badan hukum lainnya 
Ps. 108 ay (4) UU No.10/1995

23
Kejahatan Dilakukan oleh Wajib Pajak
1. Tidak Mendaftarkan Diri atau Melaporkan Usahanya;
2. Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan;
3. Pemalsuan Surat Pemberitahuan;
4. Menyalahgunakan Nomor Pokok Wajib Pajak;
5. Menggunakan Tanpa Hak Nomor Pokok Wajib Pajak;
6. Menyalahgunakan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
7. Menggunakan Tanpa Hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
8. Menolak untuk Diperiksa;
9. Pemalsuan Pembukuan, Pencatatan, atau Dokumen Lain;
10. Tidak Menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan di Indonesia, Tidak Memperlihatkan
atau Tidak Meminjamkan Buku, Catatan, atau Dokumen Lain;
11. Tidak Menyimpan Buku, Catatan, atau Dokumen yang Menjadi Dasar Pembukuan atau
Pencatatan;
12. Tidak Menyetor Pajak yang telah Dipotong atau Dipungut;
13. Menerbitkan dan/atau Menggunakan Faktur Pajak, Bukti Pemungutan Pajak, Bukti
Pemotongan Pajak dan/atau Bukti Setoran Pajak;
14. Menerbitkan Faktur Pajak tetapi Belum Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
15. Tidak Memberi Keterangan atau Bukti;
16. Menghalangi atau Mempersulit Penyidikan;
17. Tidak Memenuhi Kewajiban Memberikan Data atau Infomasi;
18. Tidak Terpenuhi Kewajiban Pejabat dan Pihak Lain;
19. Tidak Memberikan Data dan Informasi Perpajakan
Jenis Hukuman Pidana Pajak
Pidana pokok berupa:
a. Pidana penjara;
b. Pidana kurungan;
c. Pidana denda;
d. Pidana tambahan, berupa:
 Pencabutan hak-hak tertentu;
 Perampasan barang-barang tertentu;
 Pengumuman putusan hakim

25

Anda mungkin juga menyukai