Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan kita nikmat
dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga kita dapat menyelesaikan makalah Hukum
Acara Perdata dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, yang telah memberikan syafaatnya
kepada kita semua.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “Derden Verzet”. Makalah ini
kami susun dengan maksimal dan dari berbagai referensi agar dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada bapak Muhammad Ulil
Abshor,. M.H.. yang telah membimbing dan memberikan ilmunya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Terlepas dari semua itu kami sadar bahwa makalah ini masih belum mencapai kata
sempurna, maka dari itu segala kritik dan saran kami harapkan dari pembaca agar nantinya
makalah ini selesai dengan baik. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks hukum pajak, tindak pidana pajk diartikan suatu peristiwa atau
tindakan melanggar hukum atau UU pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya
tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh UU pajak telah dinyatakan sebagai suatu
perbuatan pidana yang dapat dihukumkan. Dalam UU Perpajakan tidak dijelaskan apa yang
dimaksud dengan tindak pidana pajak. Sementara itu, definisi tindak pidana perpajakan
secara jelas dapat dilihat pada Pasal 33 ayat 3 UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal menyatakan sebgai berikut :Yang dimaksud dengan “tindak pidana
perpajakan”adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan
pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan,tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap atau melampirkan keterangan-keterangan yang tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan
lain yang diatur dalam UU yang mengatur perpajakan.
Mengantisipasi dan memberantas tindakan pelaku yang demikian, maka selain sanksi
tindak pidana di bidang perpajakan3 sebagaimana diatur dalam UU No.28 Tahun 2007, juga
diatur penegasan sanksi tersebut dalam UU PPTPPU dan menempatkan tindak pidana
perpajakan dengan memasukkannya ke dalam kelompok kejahatan (predicate crime)4 dalam
Pasal 2 ayat (1) UU PPTPPU.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Tindak Pidana Perpajakan ?
2. Bagaimanakah Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan?
3. Bagaimanakah Pengaturan Tindak Pidana Pajak dalam Undang-Undang Perpajakan
itu ?
4. bagaimana contoh Kasus Tindak Pidana Pajak ?
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami pengertian dari Tindak Pidana Perpajakan
2. Agar dapat memahami Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan
3. Agar dapat memahami Pengaturan Tindak Pidana Pajak dalam Undang-Undang
Perpajakan.
4. Agar dapat memahami contoh Kasus Tindak Pidana Pajak
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian tindak pidana sering kali disebut juga dengan istilah “delik”. Kata delik
berasal dari bahasa latin yaitu ‘delictum’dan dalam bahsa belanda disebut ‘delic’.
Sementara itu, dalam bahasa Indonesia delik diartikan sebagai perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Menurut
para pakar hukum, delik diartikan dengan: Prof. mulyatno, (perbuatan pidana), Mr.M.H.
Tirtaamidjaja(pelanggaran pidana),E.Utrecht(peristiwa pidana).
Menurut pakar hukum simon, delik diartikan sebagai suatu tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh undang-undang dan telah dinyakan
sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Dalam konteks hukum pajak, pengertian tindak pidana pajak mempunyai arti suatu
peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh
seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh undang- undang
pajak telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum. 1
Pajak merupakan pendapatan terpenting bagi negara dan karenanya aturan perpajakan
pun di atur begitu lengkapnya, baik sekarang maupun sejak zaman sebelum dilakukan Tax
Reform dimana ketentuan-ketentuan itu sudah diatur dalam KUHP pada pasal-pasal tertentu
karena sektor perpajakan diharap menyumbang finansial terbesar untuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun dalam realisasinya, terjadi pelanggaran
pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, aparat pajak maupun pihak ketiga yang akibatnya
dapat merugikan pendapatan dan keuangan negara.2
Dalam undang-undang perpajakan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan tindak
pidana pajak, namun dalam kepustakaan hukum disebutkan bahwa tindak pidana pajak
1
WirawanB.IlyasdanRichardBurton,HukumPajak:teori,analisis,danperkembangan,(Jakarta:Salemba
Empat),Hal185.
2
MokhamadKhoirulHuda,PenegakanHukumPidanaTerhadapTindakPidanadiBidangPerpajakan,2010,hal
14
(delict) adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuma pidana. Apabila
yang dilanggar berkaitan dengan undang-undang perpajakan disebut dengan tindak pidana
pajak dan pelakunya dapat dikenakanhukuman pidana. Pemberian sanksi pidana, termasuk
diatur dalam undang-undang pajak merupakan senjata terakhir atau ultimatum remedium
yang akan ditetapkan apabila sanksi administrasi dirasa belum cukup untuk mencapai tujuan
penegakan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. 3
Di Indonesia, sektor pajak merupakan sumber utama pendanaan negara, baik untuk
tujuan pembangunan, pertahanan maupun pelaksanaan administrasi pemerintahan. Melihat
begitu besarnya peranan penerimaan pajak bagi negara maka Undang-undang Perpajakan
beberapa kali mengalami perubahan untuk menyesuaikan perkembangan dalam bidang
perpajakan sehingga tindak pidana di bidang perpajakan dapat dikurangi dan diantisipasi.
Mengingat begitu pentingnya fungsi dan peran pajak tersebut bagi penyelenggaraan negara,
maka kejahatan di bidang perpajakan (tax crime) harus dapat dicegah dan diberantas.
Sejalan dengan itu, setiap pelaku kejahatan di bidang perpajakan harus dihukum dan
hasil kejahatannya harus disita oleh negara sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.4
Dalam UU perpajakan diatur adanya dua macam yang dapat diterapkan kepada wajib
pajak, apabila wajib pajak melanggar UU pajak, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Beberapa UU yang mencantumkan sanksi pidana :
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana diubah dengan UU No 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP
diatur dalam pasal 38 sampai dengan pasal 43).
2. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, senagaimana diubah
dengan UU No. 12 Tahun 1994 (diatur dalam pasal 24 dan pasal 25).
3. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (diatur dalam pasal 13 dan pasal 14).
4. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (diatur dalam
pasal 37 sampai dengan pasal 40).
Pada prinsipnya dapat dikualifikasikan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu tindak
pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan. Dalam ajaran hukum pidana, pelanggaran
sering disebut sebagai kejahatan yang ringan. Ancaman pidananya pun lebih ringan bila
3
WirawanB.IlyasdanRichardBurton,“HukumPajak:Teori,Analisis,danperkembangan”,(Jakarta:
SalembaEmpat),Hal185-186.
4
SusnoDuadji,“PenggelapanPajakKejahatanAsalPraktikPencucianUang”,2010,hal13
dibandingkan dengan tindak pidana kejahatan. Dalam pasal UU KUP, hukuman untuk tindak
pidana pelanggaran perpajakan adalah pidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda
paling tinggi 2 kali jumlah pajak terutang yang atau kurang dibayar. Bahkan, dalam
penjelasan pasal 38 disebutkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh wajib pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan
dikenakan sanksi administrasi. Dalam UU tindak pidana perpajakan yang terjadi karena
kealpaan wajib pajak tidak hanya diatur dalam pasal 38, tetapi juga diatur dalam dalam pasal
13A UU KUP No 28 Tahun 2007, untuk jelasnya penulis kutip kedua pasal tersebut. Pasal
13A menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang jarena kealpaannya tidak menyampaikan surat
pemberitahuan tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Selanjutnya untuk tindak pidana yang dikualifikasi sebagai tindak pidana kejahatan,
ancaman pidananya lebih berat dari tindak pidana pelanggaran, yaitu pidana penjara paling
5
Op.cit,hal.186-189
singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.6
Sanski pidana sebagai bentuk pembinaan wajib pajak, ditegaskan pada penjelasan
pasal 38 UU KUP, bahwa dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuh
kesadaran wajib pajak untuk mematuhi kejawiban perpajakan seperrti yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. 7Salah satu usaha penanggulanagan
kejahatan ialah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.
Sanksi pidana ini bersifat lebih tajam dibandingkan dengan sanksi dalam hukum perdata
maupun dalam hukum administrasi. Menurut Roeslan Saleh, pidana adalah reaksi atas delik
dan ini berujut suatu nestapayang sengaja ditimpakan negara pembuat delik itu. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Van Bemmelen yang menyatakan “ hukum pidana menentukan sanksi
terhadap pelanggaran peraturan larangan, sanksi itu dalam prinsipnya terdiri atas penambahan
penderitaan dengan sengaja.” Selanjutnya Roeslan Saleh menyatakan bahwa nestapa itu
bukanlah suatu tujuan yang terakhir dicita-citakan masyarakat.
Masalah yang muncul dalam pemberian pidana mempunyai dua rati penting, yaitu:
(1)Setiap orang yang dengan sengaja: tidak mendaftarkan diri, atau menyalah-
gunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau tidak
menyampaikan Surat Pemberitahu an; dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dan
6
p.cit,hal.187-191
7
Nurchalis,EfektifitasSanksiPidanaDalam Undang-UndangKetentuanUmum PerpajakanDalam
MenaggulangiPenghindaranPajakKorporasi,jurnalhukumdanperadilan,Volume7Nomor1,2018,Hal27
8
PetsGillies,CriminalLaw,(TheLawBookCompanyLimited,Sydney:1990),page13
atau Keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau, menolak untuk
dilakukan pemeriksaan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 29; dan memperlihatkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar; atau tidak menyelenggarakan pembukuan, atau pencatatan tidak memperlihat-
kan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipunggut sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling tinggi 4 (empat) kali dari jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang
bayar.
(2)Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipat 2 (dua) apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.9
(2)Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
9
Lamijan,ProblematikaPenegakanHukumPerpajakan(KajianTindakPidanaEkonomiBidangMafiaDan
KorupsiPerpajakan),jurnalpembaruanhukum,Volume1No.1,2014,hal46
Setiap orang yang menurut Pasal 35 undang-undang ini wajib memberi keterangan
atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti,
atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).Bertitik tolak
dari ketentuan dalam undang-undang perpajakan yang dipaparkan di depan dapat
disimpulkan bahwa perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana perpajakan adalah
tindak pidana: (a) yang dilakukan oleh wajib pajak; (b) yang dilakukan oleh pejabat
pajak (fiskus); dan (c) yang dilakukan oleh pihak ketiga, yang bukan wajib pajak dan
bukan pejabat pajak.10 Adapun untuk materi/substansi perbuatan yang diancam
dengan sanksi
10
0Lamijan,op,cit,hal.46-4
11
Lamijan,ibid,hal.47
Dalam sistem hukum positif dewasa diatur dalam pasal 38 huruf a dan b UU KUP,
dimana sseorang terpidana perpajakan diancam dengan pidan kurungan atau denda.
Sedangkan pidana penjara dan/ denda diatur dalam pasal 39 ayat (1) huruf I yang menentukan
“…. Setiap orang yang dengan sengaja…. Dipidana penjara dengan singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6( enam) tahun dan denda…” dan ayat 3 (tiga) yang menentukan
“….dipidana penjara paling singkat 6 ( enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling sedikit…” pasal 39 A huruf b menentukan “setiap orang dengan sengaja: menerbitkan
faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, dipidana dengan pidana
penjara paling sedikit dua (2) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun, serta denda paling
sedikit… dan paling banyak…”. Selanjutnya pasal 41 C ayat (1), (2), (3), dan (4) UU No. 28
Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No.6 tahun 1983 tentang KUP pada prinsipnya
mengatur tentang pidana kurungan atau denda.12
Ketentuan Pidana Pajak termasuk ketentuan penggunaan sanksi Pidana dalam hukum
administrasi sehingga UU KUP (UU No. 6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994
diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007, dengan
perubahan terakhir UU No. 16 Tahun 2009) yang digunakan oleh Majelis Hakim untuk
menghukum Pelaku Tindak Pidana Perpajakan di Pengadilan Umum, hanya ada pidana
pokok (Pasal 38-41B), meskipun pada mulanya, ada kualifikasi delik (kejahatan/pelanggaran)
dalam Pasal 42 tetapi Pasal 42 kemudian dihapus oleh Pasal 1 sub 34 UU No 9 Tahun 1994.
Walaupun UU KUP telah mengalami tuga kali perubahan, pola jenis sanksi pidananya tetap
tidak berubah dan tetap tidak ada ketentuan mengenai pertanggung jawaban pidana untuk
korporasi.
12
RomliAtmassasmita,KapitaSelektaHukumPidanadanKriminologi,Bandung:MandarMaju,1995,hal7
Saat ini sebagai dasar hukum atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan di
bidang perpajakan (UU KUP) diantaranya:
1. UUD 1945.
2.UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
3.UU No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
Salah satu kasus yang pernah muncul di media massa dan menimbulkan kerugian an
keuangan negara adalah kasus manipulasi faktur pajak fiktif. Kasus ini terjadi karena wajib
pajak terbukti menggunakan dokumen faktur pajak yang tidak benar atau palsu, seolah-olah
wajib pajak benar-benar telah menerbitkan faktur pajak sesuai transaksi yang sebenarnya.
Wajib pajak yang menerbitkan faktur pajak tapi tidak diikuti dengan adanya transaksi jual
beli barang yang sebenarnya adalah fiktif. Penerbit faktur pajak yang tidak diikuti dengan
transaksi jual-beli yang benar tentu saja akan merugikan negara dari sisi penerimaan pajak.
Pada kasus ini terdapat silang pendapat antara jaksa penuntut umum penasehat hukum
tersangka dalam hal penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Jaksa penuntut umum dan
tuntutannya menerapkan ketentuan undang-undang nomor 3 tahun 1971 itu tentang tindak
pidana korupsi kurang buka undang-undang ini telah mengalami perubahan dengan undang-
undang nomor 31 tahun 1999 dan diubah lagi terakhir dengan undang-undang nomor 20
tahun 2001). Sementara itu, penasehat hukum tersangka berpendapat bahwa untuk mengadili
persoalan manipulasi pajak agar menggunakan undang-undang nomor 9 tahun 1983 tentang
13
SurantaRamsesTariganSyafruddinKalo,RamsesNasution,Sunarmi,pencegahandanpemberantasan
tindakpidanaperpajakanmelaluipenerapanundang-undangnomor8Tahun2010tentangpencegahandan
pemberantasantindakpidanapencucianuang(USULawJournal,Vol.2,No.2,2014),hal125-127.
ketentuan umum dan tatacara perpajakan (undang-undang ini telah mengalami perubahan
terakhir dengan undang-undang nomor 16 tahun 2000 - UU KUP).
Adanya silang pendapat antara jaksa dengan penasehat hukum adalah wajar dalam
dunia peradilan dan kiranya perlu dikaji bersama. Penasehat hukum berpendapat sebaiknya
digunakan UU KUP sesuai dengan asas hukum lex specialis derogat lex generalis. Artinya,
penerapan untuk kasus perpajakan lebih tepat menggunakan UU KUP dan dapat
mengesampingkan undang-undang korupsi karena UU KUP telah mengatur secara khusus
dan jelaskan persoalan pajak termasuk sanksi yang dapat diterapkan. Pasal 39 ayat 1 huruf e
UU kup menyebutkan bahwa apabila seseorang dengan sengaja memperlihatkan pembukuan
pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar. Sementara itu, menurut undang-undang korupsi walaupun pelakunya telah
memenuhi unsur merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, ancaman
hukumannya bervariasi ada yang 1 tahun dan ada yang 7 tahun. 14
Gambaran umum mengenai tindak pidana pajak sebagaimana diatur dalam UU KUP
yang dikemukakan oleh Muhammad Djafar Saidi & Eka Merdekawati Djafaradalah sebagai
berikut;
14
op.cit,hal.214-217
d. Menyalahgunakan nomor pokok wajib pajak;
e. Menggunakan tanpa hak nomor pokok wajib pajak;
f. Menyalahgunakan pengukuhan pengusaha kena pajak;
g. Menggunakan tanpa hak pengukuhan pengusaha kena pajak;
h. Menolak untuk diperiksa;
i. Pemalsuan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain;
j. Tidak menyelenggarakan pembukuan, atau pencatatan di Indonesia;
k. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lain;
l. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan;
m. Tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut;
n. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak;
o. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak;
p. Tidak memberi keterangan atau bukti;
q. Menghalangi atau mempersulit penyidikan;
r. Tidak memenuhi kewajiban memberikan data atau informasi;
s. Tidak terpenuhi kewajiban pejabat dan pihak lain;
t. Tidak memberikan data dan informasi perpajakan;
u. Menyalahgunakan data dan informasi perpajakan.
2. Tindak pidana pajak yang dilakukan oleh Pegawai Pajak
a. Menghitung atau menetapkan pajak;
b. Bertindak di luar kewenangan;
c. Melakukan pemerasan dan pengancaman;
d. Penyalahgunaan kekuasaan.
3. Tindak pidana pajak yang dilakukan oleh Pejabat Pajak
a. Tidak menenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak;
b. Tidak dipenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak.
4. Tindak pidana pajak yang dilakukan oleh Pihak Ketiga
a. Menyuruh melakukan (Doenplegen);
b. Turut melakukan (Medeplegen);
c. Menganjurkan melakukan (Uitlokking);
d. Membantu melakukan (Medeplichtigheid).15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks hukum pajak, pengertian tindak pidana pajak mempunyai arti suatu
peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh
seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh undang- undang
pajak telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Ketentuan Pidana Pajak termasuk ketentuan penggunaan sanksi Pidana dalam hukum
administrasi sehingga UU KUP (UU No. 6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994
diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007, dengan
perubahan terakhir UU No. 16 Tahun 2009) yang digunakan oleh Majelis Hakim untuk
menghukum Pelaku Tindak Pidana Perpajakan di Pengadilan Umum, hanya ada pidana
pokok (Pasal 38-41B), meskipun pada mulanya, ada kualifikasi delik (kejahatan/pelanggaran)
dalam Pasal 42 tetapi Pasal 42 kemudian dihapus oleh Pasal 1 sub 34 UU No 9 Tahun 1994.
Walaupun UU KUP telah mengalami tuga kali perubahan, pola jenis sanksi pidananya tetap
tidak berubah dan tetap tidak ada ketentuan mengenai pertanggung jawaban pidana untuk
korporasi.
B. Saran
Politik hukum pidana tentang sanksi pidana tindak pidana perpajakan seharusnya
berorientasi pada pengembalian pendapatan pada penerimaan negara, melalui tahap aplikasi
dalam proses pidana. Selama ini, sanksi pidana di bidang perpajakan hanya
mengutamakan sanksi pidana penjara dan kurungan khusus terhadap pelaku oleh Wajib Pajak
adalah rumusan sanksi pidana yang tetap merugikan pendapatan negara. Demi menjaga
pendapatan negara, maka rumusan pidana denda terhadap pelaku tindak pidan perpajakan
oleh wajib pajak menjadi sanksi utama (premium remedium), sedangkan pidana penjara
dirumuskan sebagai sanksi yang bersifatsenjata pamungkas (Ultimatum Remedium).
15
MuhammadDjafarSaidi,TindakPidanaKorupsiDiBidangperpajakan,jurnalHukumdanPeradilan,Volume
2Nomor1maret2013,hal37
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Mokhamad Khoirul. 2010. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana di
BidangPerpajakan
Kalo , Suranta Ramses Tarigan Syafruddin.2014. dkk. pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana perpajakan melalui penerapan undang-undang nomor 8 Tahun 2010 tentang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,USU Law Journal, Vol.2,No.2