HUKUM PAJAK
Disusun Oleh :
Kelompok I
3. Widiani 301211010064
4. Asseri 301211010030
5. Frendinata
Tugas ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pajak. Dan penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muhsin, S.H, M.H. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Hukum Pajak.
Penulis menyadari makalah ini banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam hal
pengetikkan maupun keseluruhan isinya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan
dan wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi
pembaca.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................4
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................15
3.2 Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang mendasar untuk mendapatkan undang-undang yang sesuai dengan kondisi sosial dan
ekonomi. Undang-undang perpajakan tersebut telah berlaku lebih dari 30 (tiga puluh) tahun
dan untuk mengantisipasi perkembangan sosial dan ekonomi, telah dilakukan beberapa kali
perubahan. Kebijakan perpajakan tidak dapat terlepas dari permasalahan atau perkembangan
di bidang sosial dan ekonomi. Kebijakan perpajakan dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatnya pendapatan negara yang digunakan untuk
pembangunan dan penyelenggaraan kepentingan umum juga dapat mencegah semakin
melebarnya kesenjangan sosial. Tujuan tersebut antara lain tercermin dalam berbagai
kebijakan tarif pajak, kebijakan obyek yang dikenakan pajak dan dikecualikan, dan berbagai
kebijakan lainnya.
Selain itu, kebijakan pajak harus dapat mengakomodasi seluruh kegiatan perekonomian,
termasuk bagaimana menghitung- menyetor-melaporkan pajak yang terutang untuk jenis
usaha yang berbeda-beda. Perlakuan pajak terhadap usaha perbankan berbeda dengan
perlakuan pajak terhadap usaha pertambangan, dan berbeda pula dengan perlakuan pajak
terhadap industri pertanian, begitu pula perlakuan pajak yang berbeda untuk jenis usaha yang
lain. Perlakuan pajak terhadap usaha pertambangan juga berbeda- beda antara jenis tambang
yang satu dengan jenis tambang yang lain. Kebijakan perpajakan juga harus dapat
mengakomodasi perkembangan ekonomi dunia yang berdampak pada peraturan
peundangundangan perpajakan.
Beberapa undang-undang perpajakan, seperti UU PPh dan UU PPN, menganut sistem
“self assessment” dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar
pajak yang terutang, serta menyampaikan laporan tentang penghitungan dan pembayaran
pajak melalui Surat Pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, pendapatan negara di awal tahun 2023 masih
mencatat kinerja yang stabil. Meski dibayangi ancaman pelemahan ekspor serta tren
melandainya harga komoditas, penerimaan diharapkan terus terjaga sepanjang tahun untuk
meredam kelanjutan dampak guncangan perekonomian dunia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada Januari 2023 tumbuh
48,6 persen secara tahunan (year on year), yaitu sebesar Rp 162,23 triliun atau mencapai 9,44
persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Secara rinci, kinerja pajak di awal tahun ini paling banyak ditopang oleh Pajak
Penghasilan (PPh) nonmigas yang mencapai Rp 78,29 triliun atau tumbuh 28,03 persen secara
tahunan. Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
2
(PPnBM) sebesar Rp 74,64 triliun atau tumbuh 93,86 persen secara tahunan. Adapun Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp 1,29 triliun atau tumbuh
118,72 persen secara tahunan. Sementara kinerja PPh migas tercatat menurun 10,09 persen
secara tahunan, yakni sebesar Rp 8,03 triliun, akibat menurunnya harga komoditas.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu pada
pasal 11 ayat (3), pendapatan negara Indonesia terdiri atas penerimaan perpajakan,
penerimaan negara bukan pajak, dan hibah.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri atas pajak dalam negeri
dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara
yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan
atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan,
cukai, dan pajak lainnya. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara
yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan yang diterima oleh
negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), pendapatan Badan Layanan Umum (BLU), serta penerimaan
negara bukan pajak lainnya. Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki
peran yang cukup penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN
Negara Indonesia walaupun sangat mudah terpengaruh oleh perkembangan berbagai faktor
eksternal.
1
Ibnu Syamsi, Dasar-Dasar Kebijakan Keuangan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlmn
85
2
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011, hlm. 1
4
Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan
pemerintah. Di negara-negara yang sudah sangat maju pajak adalah sumber utama dari
pembelanjaan pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai
administrasi pemerintahan dan sebagian lainnya adalah untuk membiayai kegiatan-kegiatan
pembangunan. Membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan
dan kesehatan rakyat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata, dan membiayai
berbagai jenis infrastruktur yang penting yang akan dibiayai pemerintah. Perbelanjaan-
perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi
tingkat kegiatan ekonomi negara.3
a. Pendapatan pajak.
Pendapatan pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang diatur
dalam undang-undang tanpa balas jasa secara langsung.Pendapatan negara berasal dari pajak.
Secara garis besar berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan kepada dua
golongan yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung. Pajak langsung berarti jenis pungutan
pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak. Setiap
individu yang bekerja dan perusahaan yang menjalankan kegiatan dan memperoleh
keuntungan wajib membayar pajak. Sedangkan, Pajak tak langsung adalah pajak yang
bebannya dapat dipindah- pindahkan kepada pihak lain. Diantara jenis pajak tak langsung
yang penting adalah pajak impor dan pajak penjualan. Pendapatan pajak berasal dari pajak
pusat dan pajak daerah:
3
Jakarta,2012Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Rajawali Pers, ,
hlm. 168
5
pelaksaan pemungutannya negara diwakili oleh aparatur negara yang telah ditunjuk negara
yakni dirjen pajak yang berada dalam naungan kementrian keuangan Republik Indonesia.
Yang termasuk pajak pusat antara lain:
6
sumber daya tersebut. Pajak ini diatur oleh peraturan perundang-undangan di setiap
negara, dan tarif serta mekanisme pengenaannya dapat berbeda-beda tergantung pada
kebijakan pemerintah setempat.
e) Bea Materai
Bea Materai adalah jenis pajak yang dikenakan atas sejumlah dokumen yang
memerlukan legalisasi atau pengesahan tertentu. Bea materai merupakan pajak yang
bersifat fiskal, yang dikenakan untuk mendapatkan pendapatan bagi negara.
Bea materai dikenakan pada berbagai jenis dokumen, seperti surat-surat perjanjian,
akta, kwitansi, surat-surat berharga, tanda terima, surat-surat kuasa, serta
dokumendokumen lain yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan di negara
tersebut.
f) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi jual beli atau peralihan hak
lainnya. BPHTB merupakan pajak yang berlaku di Indonesia dan diatur oleh peraturan
perundang-undangan di negara ini.
BPHTB dikenakan pada setiap transaksi perolehan hak atas tanah dan bangunan,
termasuk dalam proses jual beli, waris, hibah, pemberian hak sewa, atau peralihan hak
lainnya. Pajak ini dihitung berdasarkan nilai transaksi atau nilai pasar dari tanah dan
bangunan yang diperoleh.
g) Bea Masuk
Bea Masuk, yang juga dikenal sebagai bea cukai atau tarif impor, adalah pajak atau
tarif yang dikenakan oleh pemerintah suatu negara terhadap barang-barang yang
diimpor dari luar negeri. Bea masuk merupakan salah satu jenis pajak yang digunakan
oleh pemerintah untuk mengendalikan perdagangan internasional, melindungi industri
dalam negeri, dan mengumpulkan pendapatan bagi negara.
Bea masuk diatur dan dikelola oleh otoritas bea cukai atau lembaga terkait di negara
masing-masing. Pada saat barang impor tiba di pelabuhan atau pintu masuk negara,
pemilik barang atau importir wajib melaporkan barang dan membayar bea masuk yang
ditetapkan sebelum barang tersebut dapat dilepas masuk ke dalam negeri.
h) Cukai tembakau dan Ethil Alkohol beserta hasil olahannya
Cukai Tembakau dan Ethil Alkohol adalah jenis cukai yang dikenakan pada
produkproduk yang terkait dengan tembakau dan alkohol, termasuk etil alkohol
7
(etanol) dan produk-produk hasil olahannya. Cukai ini bertujuan untuk mengendalikan
konsumsi tembakau dan alkohol, melindungi kesehatan masyarakat, serta sebagai
sumber pendapatan bagi negara.
5. Pajak Rokok
Pajak rokok adalah adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah
8
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah
fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait Tainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan
jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat,
perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial
memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, dan atau dinikmati oleh umum.
4
Muda Markus, Perpajakan Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 3
9
b. Pendapatan non pajak
Pendapatan non pajak adalah pendapatan negara selain dari pajak. Pendapatan non pajak
berasal dari:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, (antara lain
penerimaan jasa giro, sisa anggaran pembangunan, sisa anggaran rutin)
2. Penerimaan dari pemanfaatansumber daya alam (segala kekayaan alam yang terdapat
diatas, permukaandan di dalam bumi yang dikuasai negara, antara lain royalti di
bidang pertambangan)
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan (antara lain
dividen atau bagian laba pemerintah dari BUMN, dana pembangunan semesta, dan
hasil penjualan saham pemerintah dalam BUMN)
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah (antara lain
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan, pemberian hak
paten, merek, hak cipta, pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan
negara yang tidak dipisahkan)
5. Penerimaan berdasarakan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi (antara lain lelang barang rampasan negara dan denda)
6. Penerimaan yang berupa hibah yang merupakan hak pemerintah (adalah penerimaan
negara berupa bantuanhibah dan atau sumbangan dari dalam dan luar negri baik swasta
maupun pemerintah yang menjadi hak pemerintah, kecuali hibah dalam bentuk natura
yang secara langsung untuk mengatasi keadaan darurat seperti bencana alam atau
wabah penyakit yang tidak dicatat dalam APBN)
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri. 5
1. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya (wajib pajak). Contohnya
pajak penghasilan PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak orang pribadi. Pengenaan PPh
5
Ibid., hlm 493
10
untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (status perkawinan,
banyaknya anak dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi wajib pajak tersebut selanjutnya
digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa
benda,keadaan, perbuatan atau peristiwa yang engakibatan timbulnya kewajiban membayar
pajak,tanpa memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat tinggal. Contoh Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) serta Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB). 6
Tata Cara pemungutan pajak terdiri dari stelsel pajak,asas pemungutan pajak, dan
sistem pemungutan pajak.
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu :
a. Stelsel Nyata(Riil). Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek
yang sesungguhnya terjadi (untuh PPh maka objeknya adalah penghasilan). Oleh karena itu,
pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua
penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui. Kelebihan stelsel nyata
adalah perhitungan pajak didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih
akurat dan realistis. Kekurangan stelsel nyata adalah pajak baru yang diketahui pada akhir
periode, sehingga:
1) Wajib Pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada akhir tahun
sementara pada waktu tersebut belum tentu tersedia jumlah kas yang memadai; dan 2) Semua
wajib pajak akan membayar pajak pada akhir tahun sehingga jumlah uang beredar secara
makro akan terpengaruh.
b. Stelsel anggapan (fiktif). Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan
pada suatu anggapan yang diatur oleh undang- undang, sebagai contoh, pengahsilan pajak
yang terhutang pada suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan sebelumnya, sehingga
6
http://eprints.polsri.ac.id/4828/3/BAB%20II.pdf hlmn 9
11
pajak yang terhutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang terutang tahun
sebelumnya. Dengan stelsel ini, berarti besarnya pajak yang terutang pada tahun berjalan
sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal tahun ytang bersangkutan.
Kelebihan stelsel fiktif adalah pajak dapat dibayarkan selama tahun berjalan, tanpa
harus menunggu sampai akhir suatu tahun, misalnya pembayaran pajak dilakukan pada saat
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tinggi atau mungkin ndapat diangsur dalam tahun
berjalan. Kekurangan adalah p-ajak yang dibayar tidak berdasar pada keadaan yang
sesungguhnya sehingga penentuan pajak menjadi tidak akurat.
c. Stelsel Campuran. Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada
kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada wal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasar
keadaan yang sesungguhnya. Jika besarnya pajak berdasar keadaan sesungguhnya lebih besar
daripada besarnya pajak menurut anggapan, Wajib Pajak harus membayar kekurangan
tersebut. Sebaliknya, jika besarnya pajak sesungguhnya lebih kecil daripada besarnya pajak
menurut anggapan, kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi) ataupun
dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya, setelah diperhitungkan dengan utang pajak
yang lain.
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilanyahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang
yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang
diperolehnya. c. Asas Kebangsaan
12
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negaraa. Misalnya, pajak asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan
berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia.
13
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pajak yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk
memotong serta memungut pajak, menyetor, dan mempertanggung jawabkan melalui sarana
perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak
tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk. 7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendapatan negara adalah jumlah dana yang diperoleh oleh pemerintah dari berbagai
sumber untuk membiayai kegiatan dan program pemerintah serta memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pendapatan negara sangat penting dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintah,
termasuk penyediaan layanan publik, pembangunan infrastruktur, kesejahteraan sosial, serta
pemenuhan kebutuhan dan perlindungan masyarakat.
7
Ibid hlmn 11-1
14
Sumber-sumber pendapatan negara merupakan beragam sumber yang digunakan oleh
pemerintah untuk membiayai kegiatan dan program pemerintahan serta memenuhi kebutuhan
masyarakat. Beberapa kesimpulan tentang sumber-sumber pendapatan negara dapat diambil
sebagai berikut:
1.Pajak adalah sumber pendapatan utama bagi negara. Pajak dikenakan pada pendapatan
individu, perusahaan, barang dan jasa, properti, serta transaksi keuangan. Pajak memiliki
peran penting dalam mengumpulkan dana bagi negara untuk membiayai berbagai kebutuhan
dan layanan publik.
2. Cukai merupakan jenis pajak khusus yang dikenakan pada barang-barang tertentu seperti
alkohol, tembakau, minuman beralkohol, dan bahan bakar minyak. Cukai memberikan
kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, sekaligus berperan dalam pengendalian
konsumsi dan perlindungan masyarakat.
3. Pendapatan dari sumber daya alam adalah sumber pendapatan yang diperoleh negara
melalui eksploitasi sumber daya alam seperti minyak, gas, batu bara, dan logam. Pendapatan
ini berasal dari royalti, dividen, atau pembagian hasil produksi yang dilakukan oleh
perusahaan yang mengelola sumber daya alam tersebut.
4.Pendapatan dari investasi dan kekayaan negara meliputi pendapatan dari investasi
pemerintah, kepemilikan saham dalam perusahaan, kepemilikan aset negara seperti tanah dan
bangunan, serta pendapatan dari lelang dan hak penggunaan aset negara.
5.Pendapatan lainnya seperti pendapatan dari bunga dan pinjaman, denda dan sanksi,
pendapatan dari lelang dan penjualan aset, serta bantuan dan hibah dari negara lain juga dapat
menjadi sumber pendapatan bagi negara.
3.2 Saran
15
2. Promosi Investasi: Mendorong investasi dalam sektor yang berpotensi menghasilkan
pendapatan tinggi. Menyediakan insentif dan kemudahan bagi investor untuk
menanamkan modal di negara tersebut. Membangun iklim investasi yang kondusif dan
stabilitas kebijakan yang jangka panjang.
3. Peningkatan Ekspor: Mendorong pertumbuhan ekspor dengan mengembangkan
komoditas unggulan dan meningkatkan daya saing produk domestik. Memberikan
dukungan kepada pelaku usaha dalam hal pemasaran, promosi, dan pemenuhan standar
internasional. Memperkuat kerja sama perdagangan dengan mitra internasional.
4. Diversifikasi Sumber Pendapatan: Mengembangkan sumber-sumber pendapatan selain
pajak. Misalnya, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam, memperoleh
pendapatan dari royalti atau dividen, serta memperluas sektor ekonomi yang potensial
seperti pariwisata, industri kreatif, atau teknologi informasi.
5. Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi: Meningkatkan penegakan hukum
terhadap korupsi dan penyalahgunaan keuangan negara. Memperkuat lembaga
antikorupsi dan sistem pengawasan. Meningkatkan transparansi dalam penggunaan
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Syamsi, Dasar-Dasar Kebijakan Keuangan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1994.
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta,2012.
16