Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KESADARAN DAN KEPATUHAN KEWAJIBAN PERPAJKAN


MATA KULIAH : Hukum Pajak

DOSEN : Gusliana HB, SH, M.Hum

OLEH:

Tania Enjelina Parhusip (1909110721)

Syahron Fernando Hosea (1909110644)

Tiffani Ramalia ( 1909110714 )

KELAS C

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKUTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2021
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN.................................................................................................. 3

Latar Belakang .................................................................................................. 3

Rumusan masalah ................................................................................................ 5

Tujuan ................................................................................................................ 6

BAB II ..................................................................................................................... 7

PENJELASAN ........................................................................................................ 7

2 1. Tax Compliance (Kepatuhan Pajak) .................................................... 7

2 2. pentingnya kepatuhan kewajiban pajak ............................................ 10

2 3. Hambatan Pemungutan Pajak ............................................................ 12

2 4. Tax Amnesty dan Sunset policy .......................................................... 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19

Kesimpulan ........................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21


BAB I

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang sangat penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara.
Dalam hal ini Jones (2002) mengemukakan pajak sebagai …. A tax can be
defined simply as a payment to support the cost of government. A tax differ from
a fine or penalty imposed by a government because a tax is not intended to deter
or punish unacceptable behavior. On the other hand, taxes are compulsory, anyone
subject to a tax is not free to choose whether or not to pay. Berdasarkan pada
pemahaman tersebut pajak pada dasarnya merupakan sebuah proses transfer
pembayaran dari wajb pajak untuk mendukung pembiayaan dan pengeluaran
pemerintah dalam pembangunan. Melalui pajak akan dapat dilakukan optimalisasi
penerimaan negara yang bersumber dari kemampuan dalam negeri dalam
pembiayaan pembangunan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut pajak
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi
pembangunan nasional dewasa ini. Setiap tahun anggaran pemerintah senantiasa
berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan
yang dilaksanakan. Semakin besar penerimaan negara dari pajak, maka semakin
besar pula kemampuan keuangan negara dalam pembiayaan pembangunan.
Sebaliknya semakin kecil penerimaan negara dari pajak, maka semakin kecil pula
kemampuan negara dalam pembiayaan pembangunannya. Dalam hal ini
membayar pajak dapat dipahami sebagai kerelaan seseorang atas
pemanfaatan/kepemilikan terhadap obyek tertentu untuk memberikan imbal balik
dalam bentuk keuangan untuk diterimakan kepada negara sebagai fiskus. Dalam
pemanfaatan pajak tersebut, pajak dapat berfungsi sebagai regulerend budgetair
dan stabilitas. Ditinjau dari fungsi budgeter, pajak adalah alat untuk
mengumpulkan dana yang nantinya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah terutama pengeluaranpengeluaran rutin.
Pada umumnya pengeluaran-pengeluaran pemerintah mencakup pengeluaran-
pengeluaran rutin dan pengeluaran-pengeluaran pembangunan (public
investment). Sedangkan dilihat dari fungsinya sebagai pengatur (regulerend),
maka menurut Brotodihardjo (1993: 205) pajak digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi
mengatur ini banyak ditujukan kepada sektor swasta. Sedangkan fungsi stabilitas
mengandung arti bahwa pajak yang ada dapat menjamin stabilitas perekonomian
suatu negara. Berbeda dengan pemahaman pajak diatas maupun teori-teori pajak
lainnya, pengertian pajak dalam undang-undang perpajakan Indonesia secara
eksplisit memasukkan kata kemakmuran rakyat dalam definisinya. Hal ini sesuai
dengan makna dari pajak itu sendiri adalah untuk kemakmuran rakyat. Ini berarti
prinsip-prinsip pengenaan pajak yang adil, kepastian hukum dan ekonomis
mendapat tempat didalam kata kemakmuran atau kesejahteraan, dan ini
menandakan fungsi pajak lainnya yaitu fungsi mengatur sudah dimasukkan dalam
pengertian ini. Dengan demikian ( by definition) ada keterkaitan antara pajak
dengan kemakmuran masyarakat bahkan sudah dijamin dalam Undangundang,
dan karenanya seluruh tata kelola anggaran yang transparan dan efisien haruslah
menjadi prasyarat terlaksananya kemakmuran dimaksud. Sehingga melalui effek
multiplier anggaran yang berasal dari pajak dapat benarbenar menjadi kongkrit
dalam bentuk kesejahteraan dimaksud. Namun demikian di dalam praktek, pajak
tidak dengan sendirinya secara otomatis ( take for granted) dapat dipungut
sedemikian rupa dari masyarakat secara sukarela sehingga kemudian dapat
digunakan sebagai investasi yang mendorong kesejahteraan. Bagi sebagian besar
masyarakat, pajak masih dianggap sebagai sebuah ” beban” dan ”biaya” yang
harus ditanggung dalam kegiatan ekonominya. Perlu dipahami, pajak memang
mengurangi konsumsi seseorang sebagai akibat berkurangnya disposable income
sebesar pajak yang dipungut , namun untuk kepentingan masyarakat yang lebih
luas, pengenaan pajak tidak berarti mengurangi kesejahteraan seseorang (Cullis
and Jones 1992: 172). Pandangan ini perlu dipertahankan karena dengan adanya
pajak, transfer penghasilan dari masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih
akan mengalir kepada masyarakat yang kurang, sehingga peran pajak sebagai alat
pemerataan pembangunan dalam upaya menegakkan keadilan dapat terlaksana.
Walaupun pajak mengurangi konsumsi individu, namun pengenaan pajak diiringi
dengan pengeluaran atau pembelian pemerintah, ternyata melalui effek multiplier
dapat meningkatkan pendapatan nasional yang pada gilirannya meningkatkan
pendapatan per kapita masyarakat (Dornbusch and Fischer 1994: 80). Pengertian
ini tentu belum secara luas dimaknai secara benar oleh masyarakat sehingga
dalam praktek pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah menghadapi kendala
besar. Kesenjangan pemahaman tentang pajak di Indonesia masih sangat besar
terbukti masih sangat rendahnya tingkat kepatuhan pajak di Indonesia dibawah 50
%, dibanding negara-negara Asean yang sudah mencapai rata- rata 70% keatas.
Berdasarkan pemahaman inilah ternyata masalah besar dalam perpajakan adalah
terletak pada sejauh mana kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban
pajaknya sesuai perundang-undangan yang berlaku. Adalah benar banyak faktor
yang mempengaruhi penerimaan pajak antara lain faktor ekonomi makro,
efektifitas sistim perpajakan yang dilaksanakan, perdagangan, iklim dunia bisnis
dan usaha, namun sebagaimana dinyatakan oleh Trivedi and Lynn (2003), bahwa
kepastian adanya kepatuhan pajak ( tax compliance) yang tinggi adalah tujuan
utama yang sangat penting bagi pemerintah dalam upaya pendanaan untuk
membiayai pengeluaran publik dan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu kepatuhan pajak adalah faktor yang terpenting dari
seluruh faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. Kasadaran masyarakat yang
tinggi akan mendorong semakin banyak masyarakat memenuhi kewajibannya
untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, melaporkan dan membayar pajaknya
dengan benar sebagai wujud tanggung jawab berbangsa dan bernegara. Semakin
besar tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak maka penerimaan pajak akan
semakin meningkat, (James and Nobes 1997: 137). Kepatuhan pajak tersebut
mencerminkan tingkat kerelaan masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Tax Compliance ( kepatuhan Pajak)?
b. Apa pentingnya kepatuhan kewajiban pajak?
c. Apa - apa saja hambatan dalam pemungutan pajak
d. Perbedaan Tax amnesty dan sunset policy?

1. 3 Tujuan
a) Untuk mengetahui bagaimana penjelasan mengenai kepatuhan pajak.
b) Untuk mengetahui pentingnya kepatuhan kewajiban pajak.
c) Untuk mengetahui hambatan - hambatan dalam pemungutan pajak.
d) Untuk mengetahui perbedaan dari tax amnesty dan sunset policy.
BAB II

PENJELASAN
2 1. Tax Compliance (Kepatuhan Pajak)
Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang sangat penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara.
Dalam hal ini Jones (2002) mengemukakan pajak sebagai A tax can be defined
simply as a payment to support the cost of government. A tax differ from a fine or
penalty imposed by a government because a tax is not intended to deter or punish
unacceptable behavior. On the other hand, taxes are compulsory, anyone subject
to a tax is not free to choose whether or not to pay. Berdasarkan pada pemahaman
tersebut pajak pada dasarnya merupakan sebuah proses transfer pembayaran dari
wajb pajak untuk mendukung pembiayaan dan pengeluaran pemerintah dalam
pembangunan. Melalui pajak akan dapat dilakukan optimalisasi penerimaan
negara yang bersumber dari kemampuan dalam negeri dalam pembiayaan
pembangunan.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang sangat penting bagi pembangunan nasional dewasa ini.
Setiap tahun anggaran pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan
penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang dilaksanakan. Semakin
besar penerimaan negara dari pajak, maka semakin besar pula kemampuan
keuangan negara dalam pembiayaan pembangunan. Sebaliknya semakin kecil
penerimaan negara dari pajak, maka semakin kecil pula kemampuan negara dalam
pembiayaan pembangunannya.

Dalam hal ini membayar pajak dapat dipahami sebagai kerelaan seseorang atas
pemanfaatan/ kepemilikan terhadap obyek tertentu untuk memberikan imbal balik
dalam bentuk keuangan untuk diterimakan kepada negara sebagai fiskus. Dalam
pemanfaatan pajak tersebut, pajak dapat berfungsi sebagai regulerend budgetair
dan stabilitas. Ditinjau dari fungsi budgeter, pajak adalah alat untuk
mengumpulkan dana yang nantinya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaranpengeluaran pemerintah terutama pengeluaran- pengeluaran rutin.
Pada umumnya pengeluaranpengeluaran pemerintah mencakup pengeluaran-
pengeluaran rutin dan pengeluaranpengeluaran pembangunan (public investment).
Sedangkan dilihat dari fungsinya sebagai pengatur (regulerend), maka menurut
Brotodihardjo (1993: 205) pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini
banyak ditujukan kepada sektor swasta. Sedangkan fungsi stabilitas mengandung
arti bahwa pajak yang ada dapat menjamin stabilitas perekonomian suatu negara.

Berbeda dengan pemahaman pajak diatas maupun teori-teori pajak lainnya,


pengertian pajak dalam undang-undang perpajakan Indonesia secara eksplisit
memasukkan kata kemakmuran rakyat dalam definisinya. Hal ini sesuai dengan
makna dari pajak itu sendiri adalah untuk kemakmuran rakyat. Ini berarti prinsip-
prinsip pengenaan pajak yang adil, kepastian hukum dan ekonomis mendapat
tempat didalam kata kemakmuran atau kesejahteraan, dan ini menandakan fungsi
pajak lainnya yaitu fungsi mengatur sudah dimasukkan dalam pengertian ini.
Dengan demikian ( by definition) ada keterkaitan antara pajak dengan
kemakmuran masyarakat bahkan sudah dijamin dalam Undang- undang, dan
karenanya seluruh tata kelola anggaran yang transparan dan efisien haruslah
menjadi prasyarat terlaksananya kemakmuran dimaksud. Sehingga melalui effek
multiplier anggaran yang berasal dari pajak dapat benar- benar menjadi kongkrit
dalam bentuk kesejahteraan dimaksud. Namun demikian di dalam praktek, pajak
tidak dengan sendirinya secara otomatis ( take for granted) dapat dipungut
sedemikian rupa dari masyarakat secara sukarela sehingga kemudian dapat
digunakan sebagai investasi yang mendorong kesejahteraan.

Bagi sebagian besar masyarakat, pajak masih dianggap sebagai sebuah ” beban”
dan ”biaya” yang harus ditanggung dalam kegiatan ekonominya. Perlu dipahami,
pajak memang mengurangi konsumsi seseorang sebagai akibat berkurangnya
disposable income sebesar pajak yang dipungut , namun untuk kepentingan
masyarakat yang lebih luas, pengenaan pajak tidak berarti mengurangi
kesejahteraan seseorang (Cullis and Jones 1992: 172). Pandangan ini perlu
dipertahankan karena dengan adanya pajak, transfer penghasilan dari masyarakat
yang mempunyai penghasilan lebih akan mengalir kepada masyarakat yang
kurang, sehingga peran pajak sebagai alat pemerataan pembangunan dalam upaya
menegakkan keadilan dapat terlaksana. Walaupun pajak mengurangi konsumsi
individu, namun pengenaan pajak diiringi dengan pengeluaran atau pembelian
pemerintah, ternyata melalui effek multiplier dapat meningkatkan pendapatan
nasional yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat
(Dornbusch and Fischer 1994: 80).

Pengertian ini tentu belum secara luas dimaknai secara benar oleh masyarakat
sehingga dalam praktek pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah
menghadapi kendala besar. Kesenjangan pemahaman tentang pajak di Indonesia
masih sangat besar terbukti masih sangat rendahnya tingkat kepatuhan pajak di
Indonesia dibawah 50 %, dibanding negara-negara Asean yang sudah mencapai
rata- rata 70% keatas. Berdasarkan pemahaman inilah ternyata masalah besar
dalam perpajakan adalah terletak pada sejauh mana kesadaran masyarakat untuk
memenuhi kewajiban pajaknya sesuai perundangundangan yang berlaku. Adalah
benar banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak antara lain faktor
ekonomi makro, efektifitas sistim perpajakan yang dilaksanakan, perdagangan,
iklim dunia bisnis dan usaha, namun sebagaimana dinyatakan oleh Trivedi and
Lynn (2003), bahwa kepastian adanya kepatuhan pajak ( tax compliance) yang
tinggi adalah tujuan utama yang sangat penting bagi pemerintah dalam upaya
pendanaan untuk membiayai pengeluaran publik dan pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.1

Oleh karena itu kepatuhan pajak adalah faktor yang terpenting dari seluruh faktor
yang mempengaruhi penerimaan pajak. Kasadaran masyarakat yang tinggi akan
mendorong semakin banyak masyarakat memenuhi kewajibannya untuk
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, melaporkan dan membayar pajaknya

1
https://media.neliti.com/media/publications/220282-pentingnya-kepatuhan-pajak-dalam-
meningk.pdf
dengan benar sebagai wujud tanggung jawab berbangsa dan bernegara. Semakin
besar tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak maka penerimaan pajak akan
semakin meningkat, (James and Nobes 1997: 137). Kepatuhan pajak tersebut
mencerminkan tingkat kerelaan masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2 2. pentingnya kepatuhan kewajiban pajak


Kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi otoritas pajak di
seluruh dunia. Upaya peningkatan kepatuhan pajak juga telah sejak lama menjadi
perhatian otoritas pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan, pelayanan pada Wajib Pajak,
penegakan hukum perpajakan,pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Ketidakpatuhan
terhadap pajak melibatkan Wajib Pajak dan aparat pajak, sehingga dengan
demikian dapat terjadi kongkalikong antara Wajib Pajak dan aparat pajak.
Kurangnya kesadaran akan kepatuhan pajak baik bagi Wajib Pajak maupun aparat
pajak, akan berimbas pada penurunan pendapatan sektor pajak dan berkurangnya
pendapatan bagi Negara. Kepatuhan pajak sendiri dapat didefinisikan sebagai
kemauan wajib pajak untuk tunduk terhadap regulasi perpajakan di suatu negara
(Andreoni, et.al., 1998).

Pada beberapa negara, misalkan pada Amerika Serikat, Australia dan Kanada,
kepatuhan pajak pada umumnya mengacu pada kemampuan dan kemauan wajib
pajak untuk tunduk terhadap regulasi perpajakan, melaporkan penghasilan dengan
benar, serta membayar pajak secara benar dan tepat waktu. Sementara itu,
merujuk pada IBFD International Tax Glossary, kepatuhan pajak (tax compliance)
adalah tindakan prosedural dan administratif yang diperlukan untuk memenuhi
kewajiban wajib pajak berdasarkan aturan pajak yang berlaku. Pada umumnya,
kepatuhan pajak dapat dibagi menjadi dua. 2

1) kepatuhan secara administratif atau secara formal, yang mencakup sejauh


mana wajib pajak patuh terhadap persyaratan prosedural dan administrasi
2
https://www.coursehero.com/file/p6o31q5/B-Pentingnya-Kepatuhan-Kewajiban-Perpajakan-
Masalah-kepatuhan-Wajib-Pajak/
pajak, termasuk mengenai syarat pelaporan serta waktu untuk
menyampaikan dan membayar pajak. K
2) kepatuhan secara teknis atau materiel, yang mengacu pada perhitungan
jumlah beban pajak secara benar (OECD, 2001). Kepatuhan pajak materiel
juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi ketentuan materiel perpajakan, yaitu sesuai isi dan jiwa
undang-undang perpajakan. Kepatuhan dapat diidentifikasi berdasarkan
pada kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan wajib
pajak untuk melaporkan surat pemberitahuan (SPT) secara benar, lengkap
dan jelas, serta kepatuhan dalam pembayaran piutang perpajakan.
3) indikator kepatuhan pajak ini pula yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sebagai dasar untuk menganalisis risiko kepatuhan
wajib pajak. Berdasarkan hasil analisis ini DJP kemudian menyusun peta
kepatuhan guna membuat skema pilihan perlakuan (treatment) untuk wajib
pajak berdasarkan perilaku kepatuhan wajib pajak dan kapasitas sumber
daya yang dimiliki. Selain itu, selama empat dekade terakhir telah banyak
dilakukan penelitian tentang kepatuhan pajak baik secara teoritis maupun
empiris.

Berdasarkan penelitian ini, secara umum terdapat beberapa faktor yang


memengaruhi perilaku wajib pajak yang dapat diklasifikasikan menjadi lima
kategori: 3

 Upaya pencegahan (deterrence), misalnya intensitas pemeriksaan pajak,


risiko terdeteksi, serta tingkat sanksi yang dikenakan. Hal ini berangkat
dari konsep bahwa risiko terdeteksi maupun sanksi dapat mengubah
perilaku kepatuhan pajak.
 Norma atau nilai yang berlaku, baik norma yang dipegang oleh pribadi
maupun norma sosial.

3
https://news.ddtc.co.id/apa-itu-kepatuhan-pajak-19757
 Kesempatan, baik untuk patuh (terkait dengan biaya kepatuhan yang
rendah, maupun aturan yang sederhana dan tidak kompleks) atau tidak
patuh (terkait dengan kesempatan untuk menggelapkan pajak).
 Keadilan (fairness) yang terkait dengan hasil ataupun prosedur, serta
kepercayaan baik terhadap pemerintah (otoritas pajak) maupun terhadap
wajib pajak lainnya.
 Faktor ekonomi, yang mencakup segala faktor yang berhubungan dengan
kondisi ekonomi secara umum, kondisi usaha ataupun industri, serta nilai
pajak yang harus dibayar.

2 3. Hambatan Pemungutan Pajak


Terlepas dari kesadaran kewargaan dan solideritas nasional, juga terlepas dari
pengertiannya tenyang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian terbesar
diantara rakyat tidak akan pernah meresapkewajibannya membayar pajak
sedemikian rupa, sehingga memenuhinya tanpa merasa terpaksa. Bahkan bila ada
kemungkinan sedikit saja, maka pada umumnya mereka cenderung untuk
meloloskan diri dari setiap pajak.4 Hal ini ternyata terjadi di setiap negara dan
sepanjang masa. Dalam hal inilah bentuk hambatan dalam pemungutan pajak
berupa perlawanan, yaitu :

1. Perlawanan pasif

Perlawanan yang dilakukan berupa keengganan wajib pajak membayar pajak.


Keengganan ini dipicu oleh beberapa alasan, misalnya perkembangan intelektual
dan moral wajib pajak. Kurangnya edukasi terkait pajak membuat masyarakat
kurang menyadari arti pentingnya membayar pajak, sehingga mereka enggan
membayar pajak.5 Demikian pula pengelolaan pajak, maraknya korupsi,
penegakan hukum yang lemah memberikan perkembangan kurang baik bagi

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN/Drs._M._Halimi%2C_M.Pd
/HO_4_PAJAK.docx
5
https://roboguru.ruangguru.com/question/sebutkan-hambatan-dalam-pemungutan-pajak-
_QU-QRFP0HXS
pertumbuhan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Masyarakat enggan
(pasif) membayar pajak, beberapa penyebab petjadinya keengganan tersebut,
antara lain :

 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.


 Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat wajib
pajak.
 Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya.
2. Perlawanan aktif

Perlawanan ini memiliki dua bentuk yang disebut tax avoidance dan tax evasion.
Tax avoidance digunakan untuk menyebut upaya-upaya menghindari pajak tanpa
melanggar hukum. Tax evasion merupakan upaya menghindari pajak dengan cara-
cara melanggar hukum atau ilegal. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak. Bentuknya antara lain dapat berupa :

 Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar


undang-undang.
 Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).

2 4. Tax Amnesty dan Sunset policy


A. Tax Amnesty (pengampunan pajak)
a) Pengertian

merupakan penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara


mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Dengan demikian, wajib
pajak hanya perlu mengungkap harta dan membayar tebusan pajak sebagai
pajak pengampunan atas harta yang selama ini tidak pernah dilaporkan.
6
Jadi, Tax Amnesty adalah sarana bagi pemerintah untuk meningkatkan

6
https://konsultanku.co.id/blog/tax-amnesty-jilid-ii--tujuan--tarif--dan-contoh-penerapannya
pendapatan dari pajak serta kepatuhan wajib pajak. Tax Amnesty tak hanya
diterapkan di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain seperti Australia,
Belgia, Kanada, Jerman, Yunani, Italia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan,
Spanyol, dan Amerika Serikat.

b) Tujuan

Tax Amnesty sendiri pada dasarnya bertujuan untuk menarik “uang” dari
para wajib pajak yang menyimpan kekayaannya secara rahasia di negara-
negara bebas pajak. Dengan menyimpan kekayaannya di negara-negara
bebas pajak, maka para wajib pajak pun bisa menghindar dari kewajiban
pajaknya. Maka, hilang pula potensi pemasukan negara dari pajak. Untuk
menyiasatinya, pemerintah menerapkan program Tax Amnesty dengan
harapan agar para wajib pajak yang menyimpan kekayaannya di luar negeri
jadi mau mengalihkan simpanannya ke dalam negeri. Dengan demikian,
pemasukan negara dari pajak dapat meningkat. Dengan demikian,
pemasukan negara dari pajak dapat meningkat. Peningkatan penerimaan
pajak ini juga akan berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan
negara.

c) Subjek Pengampunan Pajak ( Tax Amnesty)

Berikut adalah daftar pihak-pihak yang dapat memanfaatkan kebijakan


pengampunan pajak, yaitu : 7

1. WP Orang Pribadi;
2. WP Badan;
3. WP yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengan
(UMKM); dan
4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi WP51.
Kebijakan Tax Amnesty juga dimanfaatkan oleh golongan yang luas. antara
lain WP (WP) yang belum terdaftar, WP yang belum menyampaikan Surat

7
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5220/130200477.pdf?sequence
Pemberitahuan (SPT), WP yang belum membayar pajak, WP yang belum
melaporkan penghasilan atau kurang melaporkan penghasilannya, termasuk
WP yang dalam penyampaian SPT-nya terdapat kesalahan. Dalam Pasal 3
UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, disebutkan bahwa WP
yang tidak dapat mengikuti kebijakan Pengampunan Pajak adalah WP yang
sedang :

1.Dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan


lengkap oleh Kejaksaan 2.Dalam proses peradilan ; atau
3.Menjalani hukuman pidana Atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

d) Objek Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)


Objek pengampunan pajak meliputi pengampunan atas kewajiban
perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak yang berakhir pada jangka
waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 bagi yang belum
sepenuhnya atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh WP. Kewajiban
perpajakan yang dimaksud adalah kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Batang Mewah
(PPnBM). Pengampunan pajak di ajukan ke kantor Pelayanan Pajak tempaj
WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri keuangan
dengan membawa Surat Pernyataan Harta.
B. Sunset Policy
Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa
bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Direktorat Jenderal Pajak, 2007) dalam Rantung dan Adi (2009).
8
Adapun Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai
berikut Pasal 37A Ayat 1 berbunyi Wajib Pajak yang menyampaikan
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum tahun
pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi
lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 tahun setelah

8
https://library.ui.ac.id/detail?id=116676&lokasi=lokal
berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 37A Ayat 2 berbunyi Wajib
Pajak orang pribadi yang sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 tahun setelah berlakunya
UndangUndang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang
tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau
keterangan yang menyatakan bahwa Syarat Pemberitahuan yang disampaikan
Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar. Sunset Policy
merupakan tax amnesty dengan tingkat yang paling rendah.
Tax amnesty adalah peluang dalam periode tertentu bagi wajib pajak untuk
membetulkan laporan pajaknya dan membayar jumlah tertentu demi
mendapatkan pengampunan berkaitan dengan kewajiban pajaknya (termasuk
bunga dan sanksi administrasi) di masa lalu atau masa tersebut dengan
jaminan bebas dari tuntutan pidana. Suryarini dan Anwar (2010) menyatakan
bahwa Sunset policy hanya memberikan penghapusan atau pengurangan
sanksi administrasi. Sedangkan pokok utang pajaknya tetap harus dilunasi.
Pidana fiskal juga otomatis gugur jika wajib pajak melunasi pokok utang
pajak yang belum dilaporkan atau belum dibayarkan untuk tahun-tahun pajak
yang mendapat fasilitas sunset policy. Pemberian fasilitas ini juga dibatasi
selama satu tahun sejak undang-undang ini diberlakukan.9
Penerapan sunset policy di Indonesia sebagai suatu bentuk pengampunan
pajak merupakan pengalaman yang benar-benar baru bagi dunia perpajakan di
Indonesia. Penerapan kebijakan pengampunan pajak umumnya ditempuh
sebagai langkah terakhir untuk meningkatkan penerimaan pajak karena
apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik dalam pelaksanaannya,
kebijakan pengampunan pajak malah dapat menjadi kontraproduktif dengan
turunnya tingkat kepatuhan pajak. Menilik potensi manfaat dan kendala yang

9
http://eprints.ums.ac.id/26017/2/BAB_I.pdf
ada dalam kebijakan pengampunan pajak, penelitian ini berupaya untuk
mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pemilihan
bentuk kebijakan dan penerapan sunset policy sebagai salah satu bentuk
pengampunan pajak di Indonesia.
Sanksi Perpajakan terkait Program Sunset Policy:10
 Bentuk Pelanggaran : Tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP (tidak memiliki NPWP). Sanksi : (Pasal 39) Sanksi
Administrasi : Denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar; Sanksi pidana: Pidana penjara
paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun.
 Bentuk Pelanggaran : Penyampaian SPT melewati jangka waktu yang
ditentukan. Sanksi : (Pasal 7) Sanksi administrasi : Denda sebesar Rp
1.000.000 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;
Denda sebesar Rp 100.000 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi.
 Bentuk Pelanggaran : Sudah menyampai Bentuk Pelanggaran : Sudah
menyampaikan SPT tepat waktu, namun ada kesalahan, dan
membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak
menjadi lebih besar. Sanksi : (Pasal 8) Bunga 2% per bulan atas
jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung sejak saat penyampaian
Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran.
 Bentuk Pelanggaran : Salah mengisi SPT, namun dengan kesadaran
sendiri mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT. (Sudah
dilakukan pemeriksaan namun belum diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak) Sanksi : (Pasal 8) Kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang
dibayar
 Bentuk pelanggaran ; Melakukan suatu ketidakbenaran pajak, namun
dengan kesadaran sendiri mengungkapan ketidakbenaran tersebut dan

10
http://eprints.undip.ac.id/29742/1/JURNAL_MONIC.pdf
melunasi kurang bayar pajak (Sudah dilakukan pemeriksaan tetapi
belum dilakukan penyidikan). Sanksi : Denda sebesar 150% dari
jumlah pajak yang kurang dibayar .
 Bentuk pelanggaran :Kurang bayar pajak (Pembayaran dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan). Sanksi :
(Pasal 9) Bunga sebesar 2% per bulan dihitung mulai dari berakhirnya
batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan
pembayaran dilakukan.
Setelah masa pengampunan pajak berakhir, pemerintah akan melakukan
penegakan hukum pajak (law tax enforcement) secara intensif.
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sunset
Policy memiliki dua substansi penting, yaitu penghapusan sanksi
administrasi dalam masa berlakunya program dan penegasan sanksi-sanksi
perpajakan setelah berakhirnya masa program. Kedua substansi tersebut
diharapkan dapat mendorong kemauan membayar pajak.
BAB III

PENUTUP

3. 1. Kesimpulan
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Kesadaran wajib pajak tentang perpajakan berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak bumi dan bangunan.Hal ini berarti sikap sukarela
masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi wajib pajak, sikap tertib
peraturan,pemahaman tentang pajak,tidak menunggak pembayaran, dan
kepercayaan penuh terhadap aparat pajak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
Tidak harus menjadi ahli perpajakan masyarakat hanya harus mengetahui dahulu
hal mendasar tentang pajak, mengetahui cara membayar pajak, cara menghitung
pajak, sanksi pajak,dll.Ini berarti semakin tinggi kesadaran wajib pajak maka
tingkat kepatuhannya masyarakat Kabupaten Sukoharjo juga semakin tinggi.
2. Sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak bumi
dan bangunan. Penerapan sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
perundangundangan perpajakan akan dituruti, ditaati, dan patuhi wajib pajak atau
dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat agar wajib pajak tidak
melanggar norma perpajakan. Hal ini berarti semakin tinggi sanksi pajak maka
tingkat kepatuhannya semakin meningkat.
3. Pemahaman perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
bumi dan bangunan. Pemahaman perpajakan adalah kemampuan atau seorang
wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak
berdasarkan undang- undang yang akan mereka bayar maupun manfaat pajak
yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Hal ini berarti semakin tinggi
pengetahuan perpajakan maka tingkat kepatuhannya juga semakin meningkat. 4.
Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak bumi
dan bangunan. Pelayanan yang diberikan aparat pajak terhadap wajib pajak PBB
diantaranya dalam menentukan PBB, penetapan SPPT telah adil sesuai dengan
yang seharusnya, aparat pajak memperhatikan terhadap keberatan terhadap
pengenaan pajaknya, memberikan penyuluhan kepada wajib pajak di bidang
perpajakan khususnya PBB dan kemudahan dalam pembayaran PBB. Hal ini
berarti semakin baik pelayanan maka tingkat kepatuhannya juga semakin
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Juniriadi. 2008. Analisis Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Di
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2003-2007. Tesis Program Pasca Sarjana MM
FE-Universitas Bandar Lampung: http://www.find-pdf.com/cari-pajak.html.

Riyadi,Bagus. 2007.Pengaruh Faktor Tax Payer Terhadap Keberhasilan


Penerimaan Pajak Hotel(Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Pungut Hotel di
Surakarta). Skripsi FE-UNS : Tidak dipublikasikan.
Payamta, Aryani dan Rahmawati. 1994. Analisis Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban PBB.
Penelitian Berkelompok Dana BRK Tahun 1994/1995.FE-UNS.

WEB:
https://media.neliti.com/media/publications/220282-pentingnya-kepatuhan-pajak-
dalam-meningk.pdf

http://eprints.ums.ac.id/26017/2/BAB_I.pdf

http://eprints.undip.ac.id/29742/1/JURNAL_MONIC.pdf

https://library.ui.ac.id/detail?id=116676&lokasi=lokal

https://konsultanku.co.id/blog/tax-amnesty-jilid-ii--tujuan--tarif--dan-contoh-
penerapannya

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN/Drs.
_M._Halimi%2C_M.Pd/HO_4_PAJAK.docx

https://roboguru.ruangguru.com/question/sebutkan-hambatan-dalam-pemungutan-
pajak-_QU-QRFP0HXS

Anda mungkin juga menyukai