Anda di halaman 1dari 12

MENJADI SEORANG WAJIB PAJAK YANG BIJAK

DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Disusun oleh Kelompok 11:

Anastasia Fiorell Olga Pramesthi AC215B 232020137


Teophila Caitlin Grace Vicente Fanggidae AC215B 232020151
Satiti Widjiadha AC215B 232020156
Pramesti Avinda Putri AC215B 232020159
Delsi Enjelina AC215B 232020163

Dosen Pembimbing:
Samuel Martono, SE., MM.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................................3
BAB I
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................................6
BAB II
2.1 Fenomena..........................................................................................................................7
2.2 Analisis dan Pembahasan................................................................................................8
BAB III
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................11
3.2 Saran..............................................................................................................................11
Daftar Pustaka..........................................................................................................................12

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur, kami haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Menjadi Seorang Wajib Pajak yang Bijak di Tengah
Pandemi Covid-19” dapat disusun dengan baik sampai selesai. Kami sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman pembaca. Kami
juga berharap lebih jau lagi agar makalah ini dapat dipraktekkan oleh pembaca dalam
kehidupan sehari-hari.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. untuk itu,
hanya ucapan terimakasih yang dapat kami sampaikan kepada:
1. Bapak Samuel Martono, SE., MM. selaku Pembimbing dan Dosen Hukum Pajak
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah berkontribusi dan
memberikan sumbanan pikiran dalam penulisan makalah ini.
Kami sadar makalah ini sangat jauh dari sempurna karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu, kami menerima saran dan masukan yang
membangun dari semua pihak yang membaca, demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan
digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang
membayar pajak, tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena
pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak
merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk mendanai pembangunan di
pusat dan daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai anggaran
kesehatan, pendidikan, dan kegiatan produktif lain. Pemungutan pajak dapat
dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1, pengertian
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan
dari kewajiban negara dan peran serta masyarakat mengumpulkan dana untuk
membiayai negara dan pembangunan nasional. Pajak yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan penambahan pelayanan publik,
mengalokasikan pajak tidak hanya untuk rakyat pembayar pajak juga untuk
kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar pajak.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib Pajak sangat penting peranannya dalam pencapaian tujuan Direktorat
Jenderal Pajak dalam mencapai visinya yaitu menjadi institusi penghimpun
penerimaan negara yang terbaik demi menjamin kedaulatan dan kemandirian
negara. Undang-undang tentang perpajakan dengan jelas mencantumkan kewajiban
para wajib pajak membayar pajak, jika tidak memenuhi kewajiban tersebut maka
sanksi yang dikenakan jelas.
Namun dengan adanya Pandemi Covid-19, yang mulai menyebar sejak awal
2020, seiring perjalanan waktu menimbulkan dampak besar pada kondisi kesehatan
dan sosial ekonomi masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Krisis
kesehatan yang pada akhirnya berdampak pada krisis ekonomi. Pemerintah
memerlukan dana besar untuk meningkatkan fasilitas kesehatan dan membantu
ekonomi masyarakat agar tidak semakin terpuruk. Angka defisit menunjukkan
kesehatan keuangan suatu negara. Semakin besar angkanya berarti semakin tinggi
pula utangnya.
Menurut Mankiw (2000), kebijakan fiskal yang optimal di sebagian besar
negara membutuhkan kondisi defisit atau surplus anggaran. Ini terkait dengan tiga
fungsi fiskal sebagai alat  stabilisasi, tax smoothing dan redistribusi
intergenerasi. Tax smoothing atau kebijakan pemotongan pajak diambil untuk
menggairahkan perekonomian dan meningkatkan daya beli masyarakat. Untuk

4
meningkatkan produktivitas, tarif pajak biasanya akan ditekan pada tingkat rendah
untuk mengurangi biaya sosial pajak. Beberapa kebijakan fiskal yang dijalankan
pemerintah untuk mendorong stabilitas perekonomian di tengah krisis pandemik di
antaranya adalah dengan pemberian insentif fiskal kepada para pelaku kegiatan
ekonomi dengan menerbitkan peraturan yang memudahkan masyarakat untuk
menjalankan kegiatan usahanya baik berupa insentif pajak maupun relaksasi dalam
pelaporannya.
Pemberian stimulus pajak yang di antaranya diwujudkan dalam bentuk
pemberian fasilitas pajak ditanggung pemerintah, restitusi dipercepat untuk
pengembalian sampai dengan Rp5 miliar, pembebasan dan/atau keringanan bea
masuk, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 hingga 30%, serta penggunaan tarif
baru PPh untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tentu saja merupakan pilihan
berat bagi pemerintah yang sedang membutuhkan sumber pembiayaan untuk
mengatasi dampak krisis Covid-19. Hal ini dikarenakan pemberian berbagai fasilitas
kepada berbagai sektor usaha tersebut di sisi lain akan menambah beban
pembiayaan bagi pemerintah.
Pemerintah tentu saja telah memperhitungkan untuk memilih langkah efektif
terkait dengan kebijakan perpajakan agar masyarakat tetap dapat bertahan dari sisi
ekonomi dalam kondisi disrupsi krisis Covid-19. Dalam hal ini stabilitas ekonomi
sangat diperlukan dalam kondisi krisis dan kebijakan perpajakan yang tepat
diharapkan dapat membantu pemulihan kondisi perekonomian. Kebijakan pajak
merupakan bagian dari kebijakan ekonomi, sehingga secara teori dapat diasumsikan
bahwa pembuat kebijakan akan merespon bahwa pengurangan beban pajak atau
penundaan pembayaran pajak akan membantu masyarakat dalam menghadapi
masalah likuiditas yang mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi. Dengan
pengurangan beban pajak diharapkan masyarakat dapat meningkatkan produktivitas
usahanya sehingga roda perekonomian dapat tetap berjalan dan stabilitas ekonomi
dapat tercapai.
Berdasarkan paparan diatas maka kami tertarik dengan judul ini.

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kemauan wajib pajak


dalam membayar pajak?
2. Apakah pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh
terhadap kemauan wajib pajak dalam membayar pajak?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk menganalisis pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kemauan dalam


membayar pajak.
2. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan
perpajakan terhadap kemauan wajib pajak dalam membayar pajak. untuk
mengetahui pentingnya pajak di masa pandemi.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Penulisan makalah ini memberikan bukti tentang pengaruh kemauan membayar


pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas
2. Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan
sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis maupun penelitian selanjutnya
dalam rangka mengembangkan pemahaman tentang peraturan perpajakan.

6
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Fenomena
Menurut data real time dari The GISAID Global Initiative on Sharing All
Influenza Data (by Johns Hopkins CSSE), setidaknya 69 negara terus berjuang
melawan ancaman virus corona. Dari 69 negara tersebut, nama Indonesia masuk ke
dalam negara yang terjangkit virus corona.Virus ini telah membuat dampak yg
sangat besar dalam Negeri ini seperti dalam dunia politik, sosial, khususnya dunia
perekonomian Indonesia. Sampai 11 April 2020 lebih dari 1,5 juta karyawan putus
kerja atau pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan. Di mana 1,2 juta
pekerja itu berasal dari sektor formal, 265.000 dari sektor informal.
Hal tersebut menunjukkan semakin parahnya pandemi Covid-19 di
Indonesia. Penerimaan pajak hingga akhir November 2020 mencapai Rp925,34
triliun. Jumlah tersebut turun 18,5 persen dibandingkan pencapaian tahun 2019
yang mencapai Rp1.136,13 triliun karena terbatasnya aktivitas ekonomi. Dampak
pandemi Covid-19 yang kemudian menyebabkan pencapaian penerimaan pajak
hingga November 2020 itu mencapai 77,2 persen terhadap target sesuai Perpes 72
Tahun 2020 mencapai Rp1.198,8 triliun.

7
2.2 Analisis dan Pembahasan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara tidak langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi kemakmuran rakyat (www.pajak.go.id). Pajak berperan langsung untuk
pembangunan negara. Rakyat yang membayar pajak, tidak akan merasakan manfaat
dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum,
bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana
pemerintah untuk mendanai pembangunan di pusat dan daerah, seperti membangun
fasilitas umum, membiayai anggaran kesehatan, pendidikan, dan kegiatan produktif
lain. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban negara dan peran
serta masyarakat mengumpulkan dana untuk membiayai negara dan pembangunan
nasional. Pajak yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui
perbaikan dan penambahan pelayanan publik, mengalokasikan pajak tidak hanya
untuk rakyat pembayar pajak juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib
membayar pajak.
Namun, ditengah pandemi sekarang ini, pajak berkontribusi besar terhadap
kelangsungan hidup rakyat. Pajak menyokong perekonomian negara. Pajak yang
terkumpul menjadi dana yang disalurkan langsung dari pemerintah untuk rakyat
dan lembaga kesehatan untuk merawat pasien Covid-19. Berkaitan dengan adanya
pandemi covid-19, banyak sekali masyarakat Indonesia yang kehilangan
pekerjaannya, bisnis-bisnis menengah kebawah bangkrut bahkan bisnis-bisnis
menengah ke atas berada diambang bangkrut. Sehingga, fenomena ini akan
berdampak pada feedback yang seharusnya diberikan pajak. Akan sulit mengelola
dana yang tidak sebanyak sebelumnya dan dana tersebut harus difokuskan pada
prioritas-prioritas saat ini.
Mengalokasikan dana pajak untuk pembangunan dianggap tidak prioritas
karena kebanyakan masyarakat Indonesia melakukan daring atau work from home.
Dengan kesulitan-kesulitan yang dialami saat pandemi ini, masyarakat harus sadar
betul dengan pentingnya membayar pajak. Jika tidak membayar pajak, wajib pajak
akan menyulitkan diri sendiri, masyarakat lain, dan pemerintah. Pemerintah tentu
saja telah memperhitungkan untuk memilih langkah efektif terkait dengan kebijakan
perpajakan agar masyarakat tetap dapat bertahan dari sisi ekonomi dalam kondisi
disrupsi krisis Covid-19. Dalam hal ini stabilitas ekonomi sangat diperlukan dalam
kondisi krisis dan kebijakan perpajakan yang tepat diharapkan dapat membantu
pemulihan kondisi perekonomian.
Kebijakan pajak merupakan bagian dari kebijakan ekonomi, sehingga secara
teori dapat diasumsikan bahwa pembuat kebijakan akan merespon bahwa
pengurangan beban pajak atau penundaan pembayaran pajak akan membantu
masyarakat dalam menghadapi masalah likuiditas yang mengakibatkan penurunan
kegiatan ekonomi. Dengan pengurangan beban pajak diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan produktivitas usahanya sehingga roda perekonomian dapat tetap
berjalan dan stabilitas ekonomi dapat tercapai.
Pandemi virus corona atau Covid-19 memberikan dampak yang besar
terhadap perekonomian global, termasuk pula sektor perpajakan. Seberapa lama
pandemi ini berlangsung dan seberapa dalam dampaknya bagi aktivitas sosial dan

8
ekonomi, yang menentukan masa depan sektor perpajakan di Indonesia. Sebagai
akibatnya, penerimaan dari pajak akan berkurang, dan adanya perlambatan
pertumbuhan ekonomi secara nasional, penurunan penerimaan negara, dan
peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya
pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional,
dengan focus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety
net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat
yang terdampak.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil kebijakan dan
langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan
stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan
dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), untuk
memperkuat berbagai lembaga dalam sektor keuangan. Sektor perekonomian sangat
mengkhawatikan, ditengah-tengah dampak wabah corona. Sehingga pada bulan
bulan Maret dan April menjadi sangat penting bagi perpajakan di Indonesia.
Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kententuan Umum dan
Perpajakan, batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan wajib pajak Orang Pribadi, adalah akhir bulan ketiga tahun pajak
berikutnya, dan untuk wajib pajak Badan yaitu akhir bulan keempat tahun pajak
berikutnya. Namun, bagaimana si wajib pajak mampu membayar pajak di tengah
ketidakstabilan ekonomi selama pandemi.
Saat ini, pemerintah sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk
penanggulanan virus covid-19 yang bisa didapatkan dari sektor pajak. Namun, di
sisi lain kondisi perekonomian sedang lumpuh, sehingga sangat tidak bijaksana
apabila negara masih harus membebani masyarakat untuk membayar pajak. Oleh
karena dampak yang ditimbulkan virus covid-19 sangat besar, pemerintah
mengeluarkan sejumlah kebijakan fiskal yang salah satunya yaitu pemberian
insentif pajak.
Insentif pajak saat ini, lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan
membantu menggerakan roda perekonomian Indonesia. Akhirnya pada bulan Maret
2020, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2020 dan PMK
23/PMK03/2020 memberikan insentif pajak pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21,
yaitu objek pajaknya pegawai, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yakni objek
pajaknya atas impor, pajak penghasilan pasal 25 angsuran pajak dan pajak
pertambahan nilai (PPN) dalam hal mempercepat pengembalian (restitusi) PPN
lebih bayar. Peraturan tersebut mulai berlaku 1 April 2020.
Hampir semua orang ingin berada didalam rumah agar aman dari penularan
Covid-19. Industri pariwisata mengalami penurunan, seperti biro perjalanan,
perhotelan, dan restoran di tempat wisata. Adanya Perpu No. 1, adanya penurunan
tarif pajak yaitu tarif Pajak Penghasilan Badan yang semula 25%, menjadi 22%
untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022.
Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public)
dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih
rendah dari tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh wajib pajak Badan Go Public
sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.

9
Dengan adanya penurunan tarif, maka akan dilakukan penelitian untuk menguji
pengaruh insentif pajak dan tarif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak selama
masa pendemi ini.
Namun, meski penerimaan pajak tumbuh negatif namun dalam sektor
penerimaan perpajakan, kepabeanan dan cukai mampu tumbuh positif yang
dikontribusikan oleh cukai hasil tembakau.kepabeanan dan cukai hingga akhir
November 2020 mencapai Rp183,5 triliun atau tumbuh 4,1 persen jika
dibandingkan periode sama tahun sebelumnya mencapai Rp176,2 triliun.Realisasi
penerimaan cukai mencapai Rp151,1 triliun atau tumbuh 8,4 persen dibandingkan
tahun sebelumnya mencapai Rp139,5 triliun.Sementara itu, dari penerimaan
kepabeanan, bea keluar mencatat pertumbuhan positif seiring kinerja ekspor yang
membaik yakni mencapai Rp3,3 triliun atau tumbuh 3,9 persen dibandingkan
pencapaian tahun lalu mencapai Rp3,2 triliun.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang sudah kami jelaskan disini kami dapat
menyimpulkan yaitu:
Pandemi Covid-19, yang mulai menyebar sejak awal 2020, dapat
menimbulkan dampak besar pada kondisi kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat
di banyak negara, termasuk Indonesia. Sehingga perekonomian negara Pajak
berperan langsung untuk pembangunan negara. Namun, ditengah pandemi sekarang
ini, pajak berkontribusi besar terhadap kelangsungan hidup rakyat. Pajak
menyokong perekonomian negara. Pajak yang terkumpul menjadi dana yang
disalurkan langsung dari pemerintah untuk rakyat dan lembaga kesehatan untuk
merawat pasien Covid-19. Dengan kesulitan-kesulitan yang dialami saat pandemi
ini, masyarakat harus sadar betul dengan pentingnya membayar pajak. Jika tidak
membayar pajak, wajib pajak akan menyulitkan diri sendiri, masyarakat lain, dan
pemerintah.

3.2 Saran
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah ini kami meminta
kritik yang membangun dari pembaca, serta Bapak dan Ibu Dosen.

11
DAFTAR PUSTAKA

Lathifa, D. (2020, April 7). Insentif Pajak dalam Menghadapi Pandemik Virus Corona.
Diambil kembali dari OnlinePajak: https://www.online-pajak.com/st/seputar-
efaktur-ppn/kebijakan-insentif-pajak
PajakOnline, R. (2020, Desember 21). Dampak Pandemi, Penerimaan Pajak Turun
18,5 Persen. Diambil kembali dari Pajak Online:
https://www.pajakonline.com/dampak-pandemi-penerimaan-pajak-turun-185-
persen/
Saeroji, O. (2020). Menakar Kadar Kepatuhan Wajib Pajak. Diambil kembali dari
Kementrian Keuangan Direktorat Jendral Pajak:
https://www.pajak.go.id/id/artikel/menakar-kadar-kepatuhan-wajib-pajak
Ulya, F. N. (2021, Februari 23). Kompas.com. Diambil kembali dari Penerimaan Pajak
Minus 15,3 Persen di Januari 2021, Ini Sebabnya:
https://money.kompas.com/read/2021/02/23/161955726/penerimaan-pajak-
minus-153-persen-di-januari-2021-ini-sebabnya?page=all
Wibisono, A. (2017). Kementrian Keuangan Direktorat Jendral Pajak. Diambil
kembali dari Makna Penting Wajib Pajak bagi Direktorat Jenderal Pajak :
https://www.pajak.go.id/id/artikel/makna-penting-wajib-pajak-bagi-direktorat-
jenderal-pajak

12

Anda mungkin juga menyukai