Anda di halaman 1dari 25

Universitas Indonesia

Makalah Penelitian Lapangan Kenakalan Anak 2016 Kelas B


Balai Pemasyarakatan dan Anak Delinkuensi

Disusun Oleh Kelompok 5:

Fahmi Fathurrahman (Moderator 2) - 1206220642


Gemala Sajidah (Sekretaris) - 1606887711
Laurensia (Ketua Kelompok) - 1606915740
Riezaldo Aulia (Moderator 1) - 1606915721
Theresia Widhiastuti N. (Auditor) - 1606834434
Yadrenka Fatima N. (Editor) - 1606888475

Tahun 2017/2018
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Daftar Pustaka
BAB I Permasalahan ..................................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2 Fokus dan Subfokus Penelitian ................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
BAB II Kajian Teoritik .............................................................................................................. 4
2.1 Deskripsi Teori ............................................................................................................ 4
2.1.1 Kenakalan Anak ...................................................................................................... 4
2.1.2 Narkotika ................................................................................................................. 4
2.1.3 Kaitan Kenakalan Anak dengan Narkotika ............................................................. 5
2.1.4 Balai Pemasyarakatan .............................................................................................. 5
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan..................................................................................... 6
BAB III Metodologi Penelitian ................................................................................................. 8
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................................... 8
3.2 Latar Penelitian ........................................................................................................... 8
3.3 Metode dan Prosedur Penelitian .................................................................................. 8
3.4 Data dan Sumber Data................................................................................................. 9
3.5 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data .................................................................... 9
BAB IV Hasil Penelitian ......................................................................................................... 11
BAB V Pembahasan Temuan Penelitian ................................................................................. 15
BAB VI Penutup ...................................................................................................................... 19
6.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 19
6.2 Rekomendasi .................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 20

i
ABSTRAK
Pergaulan anak masa kini dan kecanggihan teknologi anak membuat anak semakin rawan
terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik. Pergaulan tersebut mengantarkan anak ke
dalam narkoba. Penggunaan narkoba di kalangan anak sangat mengkhawatirkan dan marak
terjadi. Kasus kenakalan anak terutama dalam bidang narkoba yang kerap terjadi
mengantarkan anak ke dalam ranah hukum. Dengan adanya Balai Pemasyarakatan, perkara
hukum anak tersebut akan diusahakan untuk tidak sampai ke dalam persidangan. Balai
Pemasyarakatan juga berperan aktif untuk memulihkan kehidupan anak sehingga anak bisa
kembali hidup normal dan bertumbuh kembang dengan baik.
Kata kunci : Balai Pemasyarakan, Kenakalan Anak, Narkoba.
ABSTRACT
Association among children nowadays and high technology make children more vulnerable
to fall into the bad association. This association leads the child into the drug. Drug use among
children is very worrying and prevalent. Juvenile delinquencys cases in the field of drugs
that often deliver children into the realm of law. With the Correctional Center, the children's
lawsuit will be attempted not to reach the court. Correctional Center also plays an active role
to restore the children's life so that children return to normal life and grow well.
Keywords : Correctional Center, Drugs, Juvenile Delinquency.

ii
BAB I
Permasalahan

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1
disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tersebut. Definisi tersebut menujukkan bahwa
narkoba termasuk kedalam zat adiktif yang dapat menyebabkan kecanduan. Kecanduan dapat
menyebabkan terjadinya ketergantungan narkotika. Pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 pasal 1 ayat 14, dijelaskan bahwa Ketergantungan
Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan
apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala
fisik dan psikis yang khas (www.bnn.go.id, 2009).
Pada zaman sekarang, narkoba sudah menjadi barang yang mudah diperjualbelikan.
Permasalahan narkoba menjadi sesuatu yang susah untuk ditelusuri. Penggunaan narkoba
menjadi semakin banyak dalam lima tahun terakhir. Maraknya pengguna narkoba dibuktikan
dengan adanya pertambahan jumlah pecandu narkoba. Pertambahan pecandu narkoba
mengakibatkan permasalahan kasus narkoba menjadi salah satu persoalan yang besar di
Indonesia. Penyalahgunaan narkoba memberikan efek samping yang berbahaya, seperti
mengancam kelangsungan hidup, masa depan pengguna, dan masa depan bangsa. Sampai
saat ini tingkat peredaran narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada
daerah perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan (Amanda et.al.,
2017).
Seluruh provinsi di Indonesia, dalam tiga tahun terakhir, mengalami peningkatan
dalam jumlah kasus narkoba seperti di Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Utara. Namun, pada beberapa provinsi kasusnya juga menurun, hal ini terlihat pada Provinsi
Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara. Bila dibandingkan lima provinsi terbesar
(Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan)
(www.depkes.go.id, 2014). Penyebaran kasus narkoba di seluruh wilayah Indonesia
menyebabkan adanya kesusahan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

1
Narkoba ternyata tidak hanya digunakan oleh orang dewasa. Anak-anak pada saat ini
sudah mengenal narkoba dan menggunakannya. Efek samping narkoba lah yang menjadi
penyebab utama dari timbulnya rasa ketertarikan mereka untuk membelinya. Berdasarkan
data BNN (Badan Narkotika Nasional), jumlah pengguna narkoba di Indonesia tiap tahun
terus meningkat sehingga mengancam masa depan generasi muda. Tercatat pada tahun 2007,
81.702 pelajar di lingkungan SD, SMP dan SMA menggunakan narkoba. Data ini setiap
tahun terus meningkat (Kusmayarni, 2009). Pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
pada usia remaja 12-21 tahun ditaksir sekitar 14. 000 orang dari jumlah remaja di Indonesia
sekitar 70 juta orang (Kompas.com, 2013).
Penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di kalangan remaja dinilai
memprihatinkan. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) 2,2% dari total
populasi orang di Indonesia terjerat narkoba. Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat sekitar 500
ribu penduduk yang terlibat dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang tersebut.
Sedangkan, penggunaan narkoba di wilayah DKI Jakarta mencapai angka 7% dan merupakan
angka tertinggi dibandingkan dengan kota lain. Kota lain rata-rata hanya berada pada angka
2,2% pengguna dari jumlah penduduknya, selisih 4,8% dibandingkan dengan Jakarta
(Amanda et.al., 2017). Data tersebut menunjukkan adanya peran remaja dalam
penyalahgunaan narkoba.

1.2 Fokus dan Subfokus Penelitian


Penelitian ini difokuskan pada anak-anak yang saat ini berada di Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) Klas I Jakarta Selatan sebagai pemeberian pengetahuan mengenai
kondisi anak-anak yang terkena kasus narkoba. Dari fokus ini di bagi menjadi tiga sub fokus
penelitian yaitu:

1. Peranan yang dilakukan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan terhadap kondisi
anak-anak yang terkena kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika
2. Pengaruh peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan terhadap anak-anak
yang terlibat dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan
dalam menjalankan peranannya dalam menanganin kasus tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh anak dan solusi yang digunakan untuk mengatasi
kendala tersebut.

2
1.3 Rumusan Masalah
1. Berapa jumlah kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak yang
ditangani oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan dalam tiga tahun terakhir?
2. Apa peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan dalam menangani dan
membimbing kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak?
3. Bagaimana perkembangan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta
Selatan dalam mengurangi kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang di jelaskan di atas, maka tujuan dari penulisan
ini adalah:
1. Mengetahui jumlah kasus narkoba yang ditangani oleh Balai Pemasyarakatan Klas I
Jakarta Selatan dalam tiga tahun.
2. Mengetahui peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan dalam menangani
dan membimbing kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak.
3. Melihat perkembangan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta
Selatan dalam mengurangi kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
anak.

1.5 Kegunaan Penelitian


1. Bagi Balai Pemasyarakatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dalam meningkatkan pelayanannya dalam menangani kasus tindak
pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak.
2. Bagi penulis, seluruh kegiatan dan hasil penelitian diharapkan dapat
meningkatkan penguasaan keilmuan yang dipelajari selama mengikuti program
mata kuliah Kenakalan Anak pada Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia.
3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dan referensi dalam mengetahui kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika
oleh anak.

3
BAB II
Kajian Teoritik

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Kenakalan Anak


Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 3 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Banyak penelitian dan kajian ilmiah dengan latar belakang yang beragam mencoba untuk
memberi penjelasan terkait kenakalan anak. Kenakalan anak lebih cocok untuk dikaitkan
dengan pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak karena konsep kenakalan anak sendiri
muncul untuk mendeskripsikan tindakan yang salah tetapi tidak termasuk dalam hukum
yang berlaku. Bagi Shoemaker, definisi kenakalan melibatkan hal-hal berikut: (1)
pelanggaran yang dianggap sebagai kejahatan dalam kode hukum suatu komunitas atau
negara dan dilakukan oleh remaja di bawah usia mayoritas (biasanya 18); dan (2)
pelanggaran apa pun yang ada dalam kode remaja dan dilakukan oleh orang yang berusia di
bawah mayoritas (Shoemaker, 2009, hal 5).
Masa muda mungkin memiliki beberapa karakteristik hanya karena sifatnya usia atau
kelas, gaya hidup dan peluang mereka dibedakan dengan 'ras', gender dan beragam realitas
sosial, ekonomi dan budaya. Namun bagi Miles, masa muda bukanlah kategori yang tidak
berdiferensiasi stabil, namun salah satu keragaman, fleksibilitas, kemampuan beradaptasi dan
makna individual (Miles, 2000, hal 160). Dalam kaitannya kenakalan anak dengan pemakaian
narkoba, teman sebaya (peer) dan kelompok pertemanan (gang) sering dijadikan penyebab.
Kenakalan sendiri merupakan subkultur dari masyarakat. Beberapa penelitian telah
mengatakan bahwa banyak dari perilaku penyimpangan remaja terdiri dari geng-geng yang
melakukan kejahatan sebagai aktifitas sosial untuk memenuhi memenuhi kebutuhan remaja
dalam kesenangan dan kebersamaan (Sarnecki, 1983 dalam Bynum & Thompson, 2007:335).
Teori sosiologis budaya dan subkultur pemuda perlu ditinjau kembali dalam konteks sejarah
mereka, terutama model sosial 'perilaku menyimpang' yang diajukan melalui kriminologi
sebagai teori penjelasan perilaku pemakaian narkoba.

2.1.2 Narkotika
Menurut Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan

4
ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Narkotika
terbagi ke dalam tiga golongan. Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan (contohnya heroin dan kokain). Narkotika
golongan dua berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (contohnya morfin). Narkotika
golongan tiga narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat
untuk pengobatan dan penelitian, banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (contohnya codein).

2.1.3 Kaitan Kenakalan Anak dengan Narkotika


Mereka yang menyadari bahwa karena kegagalan mereka untuk sukses di sekolah,
prospek sosioekonomi mereka sangat buruk dan oleh karena itu mereka dapat dimotivasi
untuk terlibat dalam kenakalan. Dengan bergaul dengan kelompok nakal dan karena itu
memasuki subkultur kenakalan, mereka dapat melupakan tekanan ekonomi mereka selama
mereka terlibat dalam kelompok nakal remaja. Sosiolog John Hagan telah menunjukkan
bahwa perilaku nakal mendahului pekerjaan atau pengangguran yang buruk, sehingga anak
nakal biasanya tidak memperkirakan konsekuensi ekonomi kegagalan sekolah mereka atau
kenakalan mereka. Tekanan yang mendorong perilaku remaja bergantung pada isi perilaku
yang dipertimbangkan, sehingga minum alkohol dapat diproduksi dengan tekanan sebaya
sementara pada saat yang sama prestasi sekolah mungkin terkait dengan keinginan untuk
mendapatkan persetujuan di antara orang dewasa (Anderson et. Al, 1977).
Pengunaan alkohol dan rokok merupakan pintu menuju narkotika. Pemakaian
narkotika pada kehidupan anak kebanyakan dipelopori oleh kelompok teman sebaya.
Pemakaian narkoba dijadikan sebagai ajang untuk unjuk maskulinitas dan mata pencaharian
untuk perekonomian kegiatan kelompok. Kelompok teman sebaya yang nakal memiliki
banyak kegiatan yang membutuhkan uang, konsumsi dan pengedaran narkoba menjadi
jawaban atas kebutuhan mereka.

2.1.4 Balai Pemasyarakatan


Anak-anak yang terjerat hukum umumnya akan didampingi oleh Balai
Pemasyarakatan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 pasal 1 ayat 4 disebutkan

5
Balai Pemasyarakatan atau yang biasanya disebut BAPAS merupakan pranata untuk
melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Dalam Balai Pemasyarakatan itu sendiri,
anak-anak yang dibimbing terbagi dalam tiga kategori. Kategori pertama, anak pidana yaitu
anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan
Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Kategori kedua, anak negara
yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan
belas) tahun. Kategori ketiga, anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak
paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Seperti yang telah disebutkan, Balai Pemasyarakatan berfungsi untuk memberikan
bantuan agar anak-anak yang terjerat kasus hukum dapat kembali ke kondisi yang baik dan
siap terjun kembali ke masyarakat. Untuk menangani kasus narkoba pada anak-anak, Balai
Pemasyarakatan turut berperan serta dalam mendampingi dan membimbing anak-anak agar
rehabilitasi yang mereka jalani berhasil. Selain itu, Balai Pemasyarakatan juga berfungsi
untuk mengawasi anak-anak tersebut dalam masa tahanan dan setelah masa tahanan untuk
memastikan anak-anak tersebut bersih dari narkoba.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan


Studi menunjukkan bahwa remaja yang termasuk ke dalam kelompok besar akan
sering melakukan pelanggaran. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dari Wikstrom dan
Butterworth (2006) yang menemukan bahwa, ketika remaja menjadi peer-center, mereka
akan sering melakukan tindakan kriminal. Hal ini disebabkan karena menghabiskan waktu
bersama keluarga merupakan faktor yang dapat mencegah individu untuk melakukan hal
yang disukainya dan ketika memiliki sekelompok teman, individu akan menyukainya
(Steketee, 2012:241).
Bukti empiris dari sejumlah besar penelitian di Amerika menunjukkan penggunaan
ganja sedini mungkin demi memprediksi penyalahgunaan di kemudian hari (DeWit et al.
2000 ; Grant dan Dawson1997; Kosterman et al. 2000; Institut Nasional Penyalahgunaan
Alkohol dan Alkoholisme 1997). Bukti serupa telah ditemukan di studi Eropa, untuk alkohol
dan penggunaan ganja dan masalah penggunaan narkoba terkait (Anderson 2003 ; Kraus et
al.2000 ; Pitkanen et al. 2005 ). Studi juga menunjukkan bahwa penggunaan zat adiktif pada
remaja dikaitkan dengan perilaku bermasalah lainnya, seperti kenakalan dan

6
kekerasan(Junger-Tas et al. 2003 ; Verdurmen dkk. 2005), yang pada gilirannya, juga
predictor ketergantungan alkohol dan obat-obatan di masa depan. Beberapa penelitian
nasional (dan antarnasional) juga menunjukkan bahwa penggunaan zat terlarang pada remaja
memiliki korelasi dengan perilaku bermasalah lainnya, seperti kenakalan dan perilaku
berisiko, yangpada gilirannyaadalah prediktor ketergantungan alkohol dan obat
kemudian. Alkohol dan penggunaan narkoba, serta perilaku anti sosial, bisa dipengaruhi oleh
lemah atau rusaknya ikatan dengan masyarakat (Hirschi 1969 ; Sampson dan Laub 1993).
Data menunjukan penggunaan ganja memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku
penyimpangan dibandingkan dengan konsumsi narkoba atau jenis narkoba berat lainnya.
Hubungan atau korelasi yang kuat ini didukung oleh hasil penelitian lainnya seperti penelitian
Wikstorm dan Butterworth pada tahun 2006 yang menemukan bahwa penggunaan ganja lebih
berpengarub dibandingkan pengkonsumsian alkohol terhadap perilaku agresif. Dukungan
penelitian diperoleh juga dari Gott Fredson dan Hirschi yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara penggunaan ganja yang menghasilkan lemahnya kontrol diri sehingga dapat
memicu munculnya perilaku beresiko atau perilaku kejahatan (Steketee, 2012:134).

7
BAB III
Metodologi Penelitian

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian : Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan.


Lokasi Detail : Jalan Moh Kahfi 2, RT.2/RW.1, Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12630.
Waktu penelitian : Kamis, 30 November 2017 pukul 10.00 WIB.

3.2 Latar Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Balai Pemasyarakatan Klas 1 Jakarta Selatan yang terletak
di Jalan Moh Kahfi 2, RT.2/RW.1, Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Bapas Jakarta Selatan
mulai didirikan pada tanggal 7 Pebruari 1995 yang merupakan pemekaran dari Balai
Pemasyarakatan Jakarta Barat dan Selatan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman
Nomor: M.226.KP.04.04 tahun 1995. Bapas Selatan memiliki luas tanah 730 M2 dengan
status tanah SHM (Sertifikat Hak Milik), terdapat dua bangunanya itu Bangunan Kantor (704
M2) dan Rumah Negara (81 M2). Balai Pemasyarakatan ini menangani berbagai kasus
kenakalan anak, dan yang paling sering diterima oleh Balai Pemasyarakatan Jakarta Selatan
adalah kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak.

3.3 Metode dan Prosedur Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kuantitaif sederhana dengan menggunakan persentase, yaitu mencari Data Sekunder seperti
informasi maupun data statistik Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan dan data statistik
dari BNN sebagai penyongkong makalah kami. Untuk prosedur penelitian, tidak ada prosedur
penelitian khusus melalui Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan yang kami lakukan,
hal ini dikarenakan pihak Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan belum menyetujui
surat perizinan yang kami layangkan dari Kantor Wilayah, sehingga sumber data yang kami
inginkan dari pihak Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan tidak dapat kami terima.

8
3.4 Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data sekunder dan data primer. Data
sekunder yang digunakan berupa berupa informasi dan data pada situs ini dipublikasikan oleh
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementrian Hukum & HAM, data ini telah
disuplai langsung oleh Unit Pelaksana Teknis di lapangan; Sistem Database
Pemasyarakatan. serta data statistik dari BNN, Ringkasan Eksekutif Survei Badan
Narkotika Nasional 2016. Selain itu jurnal ilmiah yang meneliti tema yang terkait dengan
peran Balai Pemasyarakatan dalam Proses Pidana Anak dan kasus-kasus terkait narkotika
oleh pengguna dibawah umur (anak; berusia dibawah 18 tahun) juga menjadi acuan dalam
penelitian ini. Hasil dari penelitian jurnal ilmiah tersebut memudahkan dalam
membandingkan hasil penelitian para peneliti dengan kondisi yang ada di Balai
Pemasyarakatan Jakarta Sekalat saat ini.
Data primer yang kami dapat saat menyambangi langsung ke Balai Pemasyarakatan
Jakarta Selatan hanya fakta bahwa kasus narkotika anak merupakan kasus yang sering
ditangani Balai Pemasyarakatan Jakarta Selatan. Pernyataan ini di lontarkan langsung salah
satu pegawai Balai Pemasyarakatan Jakarta Selatan, Bapak Fahmi. Peneliti mengadakan
wawancara terhadap pihak Balai Pemasyarakatan Jakarta Selatan terkait dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini.

3.5 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang akan kami pilih ialah examining technic, yaitu teknik
pengumpulan data melalui pembuatan dan pemanfaatan catatan yang dapat berupa data arsip,
jurnal, audiotape/videotape, artifak, dan catatan lapangan. Tepatnya dengan memanfaatkan
catatan arsip, jurnal dan catatan lapangan, yakni data statistik Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan (Ditjen PAS), yaitu Sistem Database Pemasyarakatan serta data statistik
dari BNN, Ringkasan Eksekutif Survei Badan Narkotika Nasional 2016. Sedangkan untuk
prosedur pengumpulan data, kami mengumpulkan data berdasarkan studi dokumenter
(documentary study). Studi dokumenter sendiri merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,gambar
maupun elektronik. Dokumen yang telah kami peroleh kemudian akan dianalisis (diurai),
dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan
utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan
dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan.

9
3.7 Hambatan Penelitian
Sudah menjadi hal yang lazim apabila dalam setiap penelitian tentu mengalami
hambatan. Pun kami rasakan pula saat kami mengunjungi Balai Pemasyarakatan Klas I
Jakarta Selatan. Kami mendapat kendala mengenai perizinan dari Kepala Balai
Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan, Ibu Anis Joeliati. Hal ini dikarenakan beliau sedang
melakukan tugas ke luar kota dan, sehubungan dengan itu pula biasanya di akhir tahun,
seperti bulan-bulan sekarang ini. Kepala Balai Pemasyarakatan memang akan lebih sering
ditugaskan di luar kota. Maka dari itu, surat perizinan yang kami bawa dari Kantor Wilayah
pun tidak dapat langsung diproses oleh pihak Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan
karena prosedur penerimaan surat apapun harus diketahui oleh Kepala Balai Pemasyarakatan
Klas I Jakarta Selatan. Ahkirnya, tim kami pun dialihkan ke hari lain untuk kembali
melakukan penelitian dan wawancara dengan Kepala Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta
Selatan, yakni hari Rabu, 7 Desember 2017. Oleh karenanya, kami terlambat mendapatkan
informasi terkait data primer apapun yang terkait Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta
Selatan, sehingga menjadikan kami untuk terlambat pula dalam proses penyelesaian
makalahnya.

10
BAB IV
Hasil Penelitian

4.1 Gambaran Umum tentang Latar Penelitian


Mendalami penelitian ini, kelompok kami berkesempatan untuk melakukan penelitian
di Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan. Untuk menganalisis kasus-kasus
penyalahgunaan narkoba oleh remaja dalam laporan penelitian ini kami menggunakan data
primer yang diperoleh dari wawancara dengan Bapak Fredy Luturkey selaku selaku Kepala
Seksi BKD Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan serta ditambah dengan data
sekunder.
Sumber data sekunder yang kami pakai berasal website Sistem Database
Pemasyarakatan Ditjenlapas mengenai data klien BAPAS Klas I Jakarta Selatan tahun 2015
dan 2016 dan Ringkasan Eksekutif Survei Badan Narkotika Nasional yang bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tentang Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 18 Provinsi Tahun 2016.

4.2 Temuan Penelitian


4.2.1 Angka Kecendrungan Proporsi Penyalahgunaan Narkoba menurut Tingkat
Ketergantungan tahun 2006-2016.
Berdasarkan data dari laporan Ringkasan Eksekutif Survei Badan Narkotika
Nasional yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
tentang Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan
Mahasiswa di 18 Provinsi Tahun 2016, angka penyalahgunaan narkoba di kalangan
remaja cenderung bervariasi. Berikut merupakan grafik yang menunjukkan proporsi
penyalahgunaan narkoba menurut gender dan tingkat ketergantungan :

11
Sumber : Ringkasan Eksekutif Survei BNN tahun 2016.
Terlihat bahwa data kecendrungan penyalahgunaan narkoba pada
tahun 2016 tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi laki-laki
dan perempuan yang menyalahgunakan narkoba, dan kecendrungan remaja
yang teratur memakai narkoba (pecandu) juga terlihat menurun pada tahun
2016.

4.2.2 Data Klien Anak yang Ditangani Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan
2015-2017 perkasus.
Berikut merupakan data jumlah klien anak yang terlibat kasus narkoba dan
kriminal lainnya seperti kasus pembunuhan. pencurian dan kepemilikan atau
pemakaian senjata tajam yang ditangani oleh BAPAS Klas I Jakarta Selatan tahun
2015-2017. Data ini diberikan oleh Bapak Fredy Luturkey selaku Kepala Seksi
BKD Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan saat kami berkunjung ke
BAPAS Jakarta Selatan pada Rabu, 7 Desember 2017.

12
Jika dilakukan perhitungan sederhana maka total jumlah klien anak yang
ditangani BAPAS Jakarta Selatan dalam empat kasus tersebut berjumlah 148 klien
anak. Bisa kita lihat juga dari empat kasus yang ada pada data diatas, kasus
penyalahgunaan narkoba merupakan satu-satunya kasus yang stagnan angka
perkembangannya. Tiga kasus lainnya seperti sajam dan pencurian mengalami
penurunan yang siginifikan dalam rentang tahun 2015-2017 dan pada akhirnya
mencapai angka nol pada tahun 2017.

4.3 Data klien anak BAPAS Klas I Jakarta Selatan yang berhasil di diversi
Berdasarkan dari kesaksian Bapak Fredy Luturkey selaku Kepala Seksi BKD Balai
Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan mengenai proses perkara klien anak yang menjadi

13
klien mereka bahwa dari 148 total klien anak dari empat kasus diatas 83 perkara diantaranya
berhasil diselesaikan dengan metode diversi baik pada tingkat kepolisian maupun pengadilan
negeri.

4.4 Peranan BAPAS Klas I Jakarta Selatan Terhadap Anak yang Terlibat Kasus
Penyalahgunaan Narkoba.
Selisih data yang sangat jauh antara tahun 2015,2016 dengan 2017 bisa dikatakan
merupakan hasil dari peranan-peranan BAPAS yang telah dijalankan secara optimal dalam
penanganan klien khsusnya klien anak penyalahguna narkoba. Berikut adalah beberapa
peranan dalam bentuk kegiatan yang dilakukan oleh BAPAS Jakarta Selatan terhadap klien
anak narkoba1: Test Urien Dan Penyuluhan Kepribadian, Menjalin kerja sama dengan BNN,
Pendampingan pasca rehabilitasi

4.5 Hambatan BAPAS Klas I Jakarta Selatan dalam proses pendampingan,


pembimbingan dan pengawasan klien.
Berdasarkan wawancara kami dengan Bapak Fredy Luturkey ada beberapa hambatan
yang dialami oleh BAPAS Klas I Jakarta Selatan selama melakukkan proses pendampingan,
pembimbingan dan pengawasan klien. Berikut merupakan kendala-kendala tersebut :
1. Tidak inginnya klien untuk datang melapor ke BAPAS dikarenakan tidak
adanya dana transportasi yang mencukupi.
2. Kurangnya proses bimbingan pasca klien sudah menjalani vonis.
3. Sulitnya untuk mengawasi klien yang sudah berada di rumah.
4. Dalam hal pendampingan, banyak klien masih belum terbuka mengenai
masalah masalah apa yang sedang dialami oleh diri mereka dan juga
pendampingan yang dilakukan oleh PK masih belum maksimal.
Secara garis besar masalah yang paling dirasakan oleh BAPAS Klas I Jakarta Selatan
adalah permasalahan dana. Kurangnya dana operasional dari atas dan permasalahan sarana
prasarana.

1
http://www.kumham-jakarta.info/arsip-berita-upt/258-bapas-jaksel/1662-pembinaan-kepribadian-klien-
bapas-jakarta-selatan-pentingnya-pasca-rehabilitasi-bagi-klien-pengguna-narkotika

14
BAB V
Pembahasan Temuan Penelitian

5.1 Subfokus 1
Kasus anak penyalahguna narkoba termasuk satu kasus yang membutuhkan perhatian
lebih. Meskipun, secara umum, tidak boleh sama sekali bagi lembaga-lembaga binaan serta
penegak hukum manapun untuk menelantarkan, mengucilkan dan mempersulit proses hukum
yang dijalani seorang anak yang berhadapan dengan hukum. Pada konteks ini, kami
mengambil fokus anak yang berhadapan dengan hukum akibat narkoba. Kinerja dan peranan
nyata dari lembaga binaan yang akan kami analisis di sini pun berasal dari Balai
Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan, tempat di mana kelompok kami ditugaskan untuk
melangsungkan pengambilan data statistik serta wawancara. Namun, akibat keberadaan
kendala selama proses pengkoleksian data, sebagaimana yang telah dijelaskan pada
Hambatan Penelitian, kelompok kami pun terlambat mengumpulkan data primer terkait
peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan terhadap kasus anak korban narkoba
dalam hasil penelitian, maupun pembahasan temuan penelitian. Sehingga, kami lebih banyak
mengandalkan data sekunder berupa notulensi resmi dari website Kanwil Kemenkumham
DKI Jakarta yang memuat informasi umum terkait Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta
Selatan.
Merujuk pada website Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, tepatnya pada halaman
berjudul 18. Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan (2017), peranan Balai
Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan secara umum yakni:
1. Menyelenggarakan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), untuk:
a. Membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam
Perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar sidang
b. Membantu melengkapi data Warga Binaan Pemasyarakatan dalam pembinaan,
yang bersifat mencari pendekatan dan kontak antara Warga Binaan
Pemasyarakatan yang bersangkutan dengan masyarakat
c. Bahan pertimbangan bagi Kepala Balai Pemasyarakatan dalam rangka proses
asimilasi dapat tidaknya warga Binaan Pemasyarakatan menjalani proses asimilasi
atau Integrasi Sosial dengan baik.
2. Membimbing, membantu dan mengawasi Warga Binaan Pemasyarakatan yang
memperoleh Assimilasi ataupun Integrasi Sosial (Pembinaan Luar Lembaga), baik
cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyara dan cuti Menjelang Bebas

15
3. Membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan Putusan
Pengadilan dijatuhi Pidana Bersyarat, Pidana Pengawasan, Pidana Denda, diserahkan
kepada Negara dan harus mengikuti Wajib Latihan Kerja atau anak yang memperoleh
Assimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, maupun Cuti
Menjelang Bebas dari Lembaga Pemasyarakatan
4. Mengadakan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dan mengikuti Sidang
Tim Pengamat Pemasyarakatan di Lapas/Rutan, guna penentuan program Pembinaan
dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam:
a. Membuat Laporan dan dokumentasi secara berkala kepada Pejabat Atasan dan
kepada Instansi atau pihak yang berkepentingan
b. Meminimalkan penjatuhan pidana pada anak dengan jalan menyarankan dalam
Penelitian Kemasyarakatan, baik kepada Penyidik, Penuntut Umum.
Peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan yang kami dapatkan melalui
website Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta adalah benar dan sesuai ketika dicocokan
dengan hasil wawancara kami dengan Kepala Seksi BKD, Bapak Fredy Luturkey, pada hari
Rabu, 6 Desember 2017, pukul 9:01 WIB. Beliau menggarisbawahi peranan-peranan,
khususnya peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan terhadap kasus berklien anak
ke dalam empat peran penting, yakni: pembuatan litmas (penelitian masyarakat) selama
kurang lebih tiga hari, mendampingi klien anak, membimbing klien anak, dan mengawasi
klien anak. Semua peranan tersebut dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan, atas perintah
Kabapas, dimulai semenjak masa penyidikan (pra ajudikasi), masa peradilan (ajudikasi), dan
setelah peradilan (post ajudikasi).
Orang yang melaksanakan runtutan peranan di atas terhadap satu klien dikenal
sebagai Pembimbimg Kemasyarakatan (PK). Setiap anak yang berkonflik dengan hukum
memiliki Pembimbing Kemasyarakatannya masing-masing. Berdasarkan hasil kajian literatur
milik FISIP UNPAD karya Budiarti & Darwis (2017), Pembimbing Kemasyarakatan harus
mendampingi anak yang berkonflik dengan hukum sejak anak ditangkap oleh pihak
kepolisian agar mereka mengetahui hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum
diperhatikan atau tidak (Dubois, 2010: 302 dalam Budiarti & Darwis, 2017: 68). Hal lain
yang penting untuk dilakukan dalam penangan ABH adalah perlu melibatkan keluarga dari
anak yang berkonflik dengan hukummelalui bantuan BAPAS dan Pembimbing
Kemasyarakatanagar mereka ikut serta dalam proses hukum yang di jalani anak yang
berkonflik dengan hukum (Budiarti & Darwis, 2017: 68). Temuan dari jurnal tersebut pun
sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Pak Fredy kepada kami. Pak Fredy menambahkan,

16
jika Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan bekerja sama dengan BNN dalam
menangani perkara-perkara anak dengan narkoba. Baik dari penyidikan hingga rehabilitasi.
Selain itu, peranan lain yang wajib dikerahkan oleh Balai Pemasyarakatan dalam
perkara anak, menurut Pak Fredy, adalah mengupayakan diversi bagi anak yang diancam
dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; bukan pula melakukan pengulangan tindak
pidana. Diversi, merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU RI no. 11 Tahun 2012, adalah pengalihan
penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Merujuk pada, kesaksian Bapak Fredy Luturkey selaku Kepala Seksi BKD Balai
Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan mengenai proses perkara klien anak, dari 148 total
klien anak 83 perkara diantaranya berhasil diselesaikan dengan metode diversi baik pada
tingkat kepolisian maupun pengadilan negeri.
Kunci dari diversi sendiri adalah korban yang mau berdamai dan memaafkan pelaku
atas perkaranya. Hal ini berkaitan dengan upaya penekanan angka kenakalan remaja dan anak
dengan prinsip restitutif (memulihkan), seperti yang menjadi solusi dalam salah satu
pandangan kriminologis, yakni Peacemaking Criminology oleh Harold Pepinsky (2013).
Sebagaimana yang kita ketahui, kenakalan remaja dan anak timbul sebagai perwujudan dari
kegagalan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara dalam membina dan memenuhi
kebutuhan sang anak, hingga anak tersebut mengenal apa itu tindakan menyimpang dan
mempraktikkannya langsung sebagai upaya coba-coba, atau sebagai pelampiasan atas apa
yang diembannya
Sebagai tambahan, apabila kami analisis berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31
tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
pada Bab III pasal 31, dinyatakan bahwa Kepala Bapas wajib melaksanakan pembimbingan
bagi kliennya. Bapas Jakarta Selatan berkewajiban melaksanakan pembimbingan agar klien
nantinya mampu berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sebagaimana dijelaskan dalam
UU Pemasyarakatan tersebut. Upaya Kabapas Jakarta Selatan, sebagaimana telah dijabarkan
di atas, merupakan bukti nyata dari peranan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan
dalam membina dan membimbing kliennya secara legal; sesuai dengan peraturan yang
berlaku, pun sesuai dengan peran umum Balai Pemasyarakatan.

5.2 Subfokus 2
Berdasarkan data Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan tahun 2015-2017, bisa kita
lihat juga dari empat kasus yang ada pada data, kasus penyalahgunaan narkoba merupakan
satu-satunya kasus yang stagnan angka perkembangannya. Tiga kasus lainnya seperti sajam

17
dan pencurian mengalami penurunan yang siginifikan dalam rentang tahun 2015-2017 dan
pada akhirnya mencapai angka nol pada tahun 2017. Pangka tersebut tak lain dan tak bukan
berasal dari peranan bapas yang sudah berlaku sebagaimana mestinya. Meskipun, dalam
konteks kasus anak penyalahgunaan narkoba angkanya belum menunjukkan penurunan
apapun.
Menurut kami, sebagaimana telah kami cantumkan Kajian Teoritik pemakaian
narkotika pada kehidupan anak kebanyakan dipelopori oleh kelompok teman sebaya.
Pemakaian narkoba dijadikan sebagai ajang untuk unjuk maskulinitas dan mata pencaharian
untuk perekonomian kegiatan kelompok. Kelompok teman sebaya yang nakal memiliki
banyak kegiatan yang membutuhkan uang, konsumsi dan pengedaran narkoba menjadi
jawaban atas kebutuhan mereka. Sehingga, memang sulit untuk bisa menurunkan angka
penyalahguna narkoba pada anak apabila tidak mendapat respon yang positif daripada
lingkungan tempat penyuluhan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan sebagai upaya
preventif.

5.3 Subfokus 3
Kendala yang dialami oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan seperti tidak
inginnya klien untuk datang melapor ke Balai Pemasyarakatan dikarenakan tidak adanya
dana transportasi yang mencukupi; kurangnya proses bimbingan pasca klien sudah menjalani
vonis; sulitnya untuk mengawasi klien yang sudah berada di rumah; dalam hal
pendampingan, banyak klien masih belum terbuka mengenai masalah-masalah apa yang
sedang dialami oleh diri mereka dan juga pendampingan yang dilakukan oleh PK masih
belum maksimal. Hal tersebut, menurut analisis sederhana kelompok kami, disebabkan atas
ketakutan klien yang dalam pemikirannya sudah membayangkan label label negatif dari
pihak Balai Pemasyarakatan.
Label sendiri berasal dari teori label; akar dari teori tersebut adalah konstruksi sosial yang
titik sentralnya ada pada perspektif interaksionisme simbolik (Bynum & Thompson, 2010).
Label bersifat melekat pada diri seseorang. Apabila label melekat pada diri seorang anak,
maka label tersebut tentu akan mempengaruhi perjalanan hidupnya di masa mendatang. Maka
dari itu, kami beranggapan bahwa ketakutan atas label dan hukum tentu menjadi faktor
penting yang menjadi alasan mengapa klien anak di Balai Pemasyarakatan terkadang sulit
untuk terbukamemilih berbohong demi lingkup zona nyaman.

18
BAB VI
Penutup

6.1 Kesimpulan
Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan merupakan salah satu Balai
Pemasyarakatan yang memiliki hasil kerja nyata ditunjang dengan kepiawaian karyawannya.
Apabila ditilik melalui hasil data temuan penelitian dan analisis hasil data, maka dapat
disimpulkan bahwa Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan telah melaksanakan
peranannya dengan baik. Upaya Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan untuk bekerja
sama dengan BNN dalam menangani perkara anak penyalahguna narkoba juga merupakan
hal yang tepat. Bantuan profesional untuk merehabilitasi tentu sangat diperlukan. Jangan
sampai klien anak tersebut jatuh ke dalam binaan pihak yang salah, sehingga malah
memperburuk keadaannya.
Selain itu, kendala yang dialami oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan
seperti tidak inginnya klien untuk datang melapor ke Balai Pemasyarakatan dikarenakan tidak
adanya dana transportasi yang mencukupi; kurangnya proses bimbingan pasca klien sudah
menjalani vonis; sulitnya untuk mengawasi klien yang sudah berada di rumah; dalam hal
pendampingan, banyak klien masih belum terbuka mengenai masalah-masalah apa yang
sedang dialami oleh diri mereka dan juga pendampingan yang dilakukan oleh PK masih
belum maksimal. Hal tersebut, menurut analisis sederhana kelompok kami, disebabkan atas
ketakutan klien yang dalam pemikirannya sudah membayangkan label label negatif dari
pihak Balai Pemasyarakatan.

6.2 Rekomendasi
Perlu diadakannya kerja sama antara pihak Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan
dengan pihak warga setempat pada wilayah rentan kasus-kasus pelanggaran oleh anak.
Terutama wilayah rentan pengaruh narkoba. Karena tanpa adanya komunikasi yang baik
antara pihak Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Selatan dengan masyarakat, akan semakin
sulit terjadi pembentukkan kondisi yang kondusif dan sesuai bagi anak. Karena, kembali lagi,
kelompok kami percaya bahwasannya kenakalan remaja dan anak timbul sebagai perwujudan
dari kegagalan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara dalam membina dan memenuhi
kebutuhan sang anak, hingga anak tersebut mengenal apa itu tindakan menyimpang dan
mempraktikkannya langsung sebagai upaya coba-coba, atau sebagai pelampiasan atas apa
yang diembannya
19
Daftar Pustaka

Buku

Bynum, J. E., & Thomson, W. E. (n.d.). Juvenile Delinquency: A Sociological Approach (7th

ed.). USA: Pearson Education Inc.

Falk, G., & Falk, U. (2005). Youth Culture and Generation Gap. New York: Algora Publishing.

Junger-Tas. J. (n.d.). The Many Faces of Youth Crime. New York, USA: Springer .

Muncie, J. (2004). Youth and Crime(2nd ed.). London, UK: Sage Publications Ltd.

Pickford, J. (2012). Youth Justice: Theory and Practice. Abingdon, UK: Routledge.

Shoemaker, D. J. (n.d.). Theories of Delinquency: An Examination of Explanations of Delinquent

Behavior(6th ed.). Oxford, UK: Oxford University Press.

Zahn, M. A. (n.d.). The Delinquent Girl(Vol. 6). Pennsylvania, USA: Temple University Press.

Jurnal

Amanda, M. P., S. H., & Santoso, M. B. (2017). PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI

KALANGAN REMAJA. Jurnal dan Penelitian PPM,4, 2nd ser. Retrieved December 3,

2017, from http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/14392/6946

Anderson, L. S., Chiricos, T. G., & Waldo, G. P. (1977). Formal and Informal Sanctions: A

Comparison of Deterrent Effects. Social Problem,25, 1st ser., 103-114. Retrieved December

3, 2017, from https://www.jstor.org/stable/800471?seq=1#page_scan_tab_contents.

Budiarti, M. & Darwis, R. S., (2017) Social Work Journal: Peran Pembimbing Kemasyarakatan

dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum oleh Balai Pemasyarakatan. 7(1) p.1 129
Retrieved December 3 2017, from
https://researchgate.net/publication/319648234_PERAN_PEMBIMBING_KEMASYARAK

20
ATAN_DALAM_PENANGANAN_ANAK_BERKONFLIK_DENGAN_HUKUM_OLEH_
BALAI_PEMASYARAKATAN

Gambaran Umum Penyalahgunaan Narkoba. (2014). Bulletin Jendela Data & Informasi

Kesehatan, 1. Retrieved December 3, 2017, from

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-napza.pdf.

Herdajani, F., & Rosalinda, I. (2013). PERAN ORANGTUA DALAM MENCEGAH DAN

MENANGGULANGI PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA PADA

REMAJA (Sebuah Tinjauan Psikologis).Prosiding Seminar Nasional Parenting . Retrieved

December 3, 2017, from

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3960/C1.pdf?sequence=1.

Kusmayarni, R. E. (2009). MENGENAL BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA. Retrieved

December 3, 2017, from

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/(C)%20Mengenal%20Bahaya%20Narkoba%20ba

gi%20Remaja%202009_0.pdf

Pengguna Narkoba di Kalangan Remaja Meningkat. (2013, March 7). KOMPAS. Retrieved

December 3, 2017, from

http://regional.kompas.com/read/2013/03/07/03184385/Pengguna.Narkoba.di.Kalangan.Rem

aja.Meningkat

Pepinsky, H. (2013) Critical Criminology An International Journal: Peacemaking Criminology.

21(2). Dordrecht: Springer Science.

Artikel Lainnya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

21
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Ringkasan Eksekutif Survei Badan Narkotika Nasional 2016

Laporan INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2016

22

Anda mungkin juga menyukai