Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih
karunianya Penulis dapat mengerjakan Makalah ini yang salahtunya untuk syarat
memenuhi salah satu nilai mata kuliah Hukum Pajak dan Poenyelsaian. Penulis
bersyukur dapat mempunyai kesempatan untuk mempelajari mata kuliah Hukum
Pajak ini , dan dapat diajar oleh bapak Dosen Judika Pangaribuan, S.H, S.H., yang
selalu sabar untuk mengajari kami mahasiswanya , dan memberikan motifasi untuk
menyelesaikan Studi Sarjana Hukum di jkampus Kasih Universitas Kristen
indonesia.
Harapan Penulis Kepada Siapapun yang membaca tulisan ini supaya dapat
berguna dalam menambah wawasan mengenai pengetahuan tentang pajak,karena
saya sebagai penulis yakin bahwa Kapasitas Keilmuan seseorang dipandang dari
seberapa banyak literasi yang sudah dibaca. Bahwa Mempelajari Pajak adah suatu
keharusan bagi setiap masyarakat Indonesia , agar tidak keliru dalam memandang
Pemungutan Pajak yang ada Dinegara Indonesia,demikian bisa saya sampaikan atas
perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

1
DAFTAR ISI

Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................3
B. Rumusan
Masalah................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak..................................................................................................5
B. Fungsi pajak.........................................................................................................6
C. Unsur-Unsur Pajak..............................................................................................8
D. Definsi Pancasila...........................................................................................11
III. PEMBAHASAN
A. Kaitan pajak Dengan Falsafah
Pancasila...........................................................13
B. Dasar Hukum Pemungutan Pajak dalam Sitem hukum
Nasional....................15
IV PENUTUP
A. Simpulan…………………………………………………….......................17
B. Saran .................................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak
dapat diartikan sebagai kewajiban kontribusi orang pribadi dan badan yang sifatnya
memaksa dan imbalan dari kontribusi tersebut tidak diberikan secara langsung melainkan melalui
pemanfaatannya untuk keperluan negara demi kesejahteraan rakyat. Peranan pajak bagi setiap
negara sangatlah penting karena memiliki andil besar dalam kelangsungan hidup suatu
negara, sebab pajak adalah sumber terbesar pendapatan suatu negara. Pajak sendiri terbagi dua
yakni pajak pusat dan daerah yang kewenangan pemungutannya diserahkan pada tiap-tiap pihak
yang berwenang, pajak pusat lebih banyak memberikan penerimaan pendapatan kepada negara.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pajak sangat memengaruhi pendapatan negara. Hal ini
dapat kita lihat dari besarnya andil pajak terhadap penerimaan negara sebagaimana yang
telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pemerintah telah diberlakukan
kebijakan-kebijakan yang selama dua puluh tahun terakhir 20 terbukti sukses meningkatkan
kontribusi pajak dalam pendapatan negara, dimana awalnya pada tahun 1983 hanya 22,81%
menjadi 65,1% pada tahun 2020. Kemudian, pada tahun 2021 pemerintah juga sukses
meningkatkan jumlah wajib pajak menjadi 50 juta. Peningkatan jumlah wajib pajak
seharusnya juga dibersamai dengan peningkatan kepatuhan membayar yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti tingkat ekonomi, pendidikan, kesadaran masyarakat, dan ketegasan
sistem hukum yang berlaku.
Hukum pajak sendiri adalah sekumpulan hukum yang mengatur hubungan negara,
orang pribadi, dan suatu badan yang wajib membayar pajak termasuk di dalamnya wewenang
pemerintah menempatkan kembali kekayaan seseorang untuk masyarakat. Tujuannya untuk
memberikan aturan yang jelas dan tegas terhadap ketentuan perpajakan serta menelaah kondisi
kesanggupan masyarakat membayar pungutan pajak. Hukum pajak sendiri sering kali
mengalami perubahan akibat terus disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat. Meskipun demikian, tentunya sebuah regulasi harus didukung oleh kesadaran
masyarakat yang tinggi dalam mematuhi regulasi agar terlaksana dengan baik. Selanjutnya,
sejalan dengan teori kepatuhan hukum, ketertiban dan kepatuhan hukum sangat dipengaruhi oleh
tingkat kesadaran masyarakatnya, sebagaimana pendapat dari Soerjono Soekanto yang
menyatakan bahwa kesadaran hukum membuat masyarakat dapat lebih mematuhi hukum
dengan penuh perasaan bertanggung jawab (Brotodiharjo, 1991). Namun sayangnya,
sampai saat ini kesadaran untuk mematuhihukum pajak dalam masyarakat Indonesia belum
terjamin secara maksimal, padahal setiap warga negara Indonesia berhak dan berkewajiban
membayar pajak. Kebermanfaatan hasil pembayaran pajak yang tidak bisa langsung diterima secara
personal karena seperti yang kita ketahui bersama dana penerimaan pajak yang masuk
kedalam pendapatan negara akan dikembalikan lagi dalam bentuk pelayan seperti pembangunan
sarana dan prasarana publik, infrastruktur, kesehatan gratis, pendidikan gratis, transportasi gratis,
dan lain-lain yang secara tidak langsung menjadi keuntungan bagi masyarakat khususnya para
wajib pajak. Hal inilah disebut fungsi anggaran pajak yang berperan mendanai pengeluaran
negara dengan tujuan pembangunan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat
Indonesia.Kesejahteraan biasa pula disebut sejahtera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia secara
umum diartikan sebagai suatu keadaan baik yang dialami oleh manusia dimana mereka
sedang dalam kemakmuran, kesehatan, dan kedamaian. Sedangkan apabila dilihat dari pandangan

3
ekonomi, yang dimaksud dengan kesejahteraan atau sejahtera berhubungan dengan perihal
suatu keuntungan atau kebendaan tertentu. Menurut Fahrudin, kesejahteraan sosial dapat
didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan
hidup dan dapat menjalin hubungan baik dengan masyarakat di lingkungannya. Terdapat
beberapa faktor yang bisa kita jadikan acuan kesejahteraan sosial yakni jumlah pendapatan,
pendidikan, dan terpenuhinya pelayanan kesehatan (Fahrudin, 2018).Sebagaimana yang termuat
dalam UUD 1945 alinea keempat, yang memuat tujuan dan cita-cita bangsa untuk memajukan
kesejahteraan. Untuk mewujudkan kesejahteraan perlu adanya upaya diantaranya dengan
melakukan peningkatan mutu dan pembangunan layanan publik nasional karena wujud dari
kesejahteraan sosial masyarakat tercermin dari pembangunan negaranya. Pembangunan adalah
proses mensejahterakan masyarakat, tetapi proses ini akan membutuhkan banyak dana yang
didapatkan dari sektor penerimaan pajak kepada negara sehingga pajak menjadi sumber
keuangan yang vital dalam suatu negara karena merupakan salah satu sarana pembiayaan negara
yang nantinya akan menjadi Anggaran Belanja Negara (APBN) dalam Rancangan APBN,
Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas lebih jelas peran pajak dalam dalam kaitannya
dengan Fasafah nPancasila sebagai dasar Negara

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kaitan falsafah pancasila dalam pemungutan pajak ?
2. Apa dasar hukum pemungutan pajak dalam sistim hukum nasional ?

C. Tujuan penilisan
1. Untuk menganalisa dan mngetahui kaitan falsafah pancasila dalam
oemungutan pajak di indonesia
2. Untuk mengtahui dan mempelajari dasar hukum pemungutan pajak
dalam sistim hukum nasional

4
Bab II
Tinjauan umum

A. Pengertian Pajak
Menurut bahasa, kata pajak dikenal sebagai tax (Inggris), import contribution, droit
(Prancis), steuer, abagade, gebuhr (Jerman), tributo, gravamen, tasa (Spanyol), Belasting
(Belanda). Beberapa para sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian pajak,
salah satunya ialah Dr. Soeparman Soemahamidjaja. Menurut Dr. Soeparman
Soemahamidjaja, Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.7 Menurut Prof. Dr. P.J.A
Adriani, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.8 Dari definisi menurut Adriani, pajak dianggap sebagai pengertian yang
merupakan spesies dari sebuah genus berupa pungutan. Dengan demikian, ruang lingkup
pemungutan lebih luas dari pajak. Di dalam definisi tersebut, terlihat bahwa ia menekankan
fungsi budgetaire (keuangan) pajak, sekalipun sebenarnya pajak masih memiliki fungsi lain
yang juga sangat penting, yakni fungsi mengatur. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H.,
memberikan definisi pajak bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan), dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membayar
pengeluaran umum.9 Hukum pajak, yang disebut dengan hukum fiskal, adalah keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara,
sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan
hukum antara negara dan orang-orang atau badanbadan (hukum) yang berkewajiban
membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak).10 Tugasnya adalah menelaah
keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak,
merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan
hukum ini; dalam pada itu adalah penting sekali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja
latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.

B. Fungsi Pajak
 Fungsi anggararan (Budgetair)
Pemerintah suatu negara tentunya memiliki rencana pembangunan yang
diaktualisasikan dalam rencana jangka pendek maupun rencana jangka panjang.
Implementasi dan realisasi perencanaan tersebut tentunya juga membutuhkan
sejumlah komponen, salah satunya terkait darimana sumber pembiayaan untuk
rencana itu didapatkan. Layknya saat seorang pebisnis ingin meluncurkan
usahanya, mereka pastinya memikirkan bagaimana mereka bisa memperoleh modal
sehingga usahanya tercapai. Begitupun dengan pemerintahan, mereka tentu
membutuhkan sumber pendanaan yang tidak bisa mereka ciptakan sendiri. Sumber
pendanaan ini yang kemudian melahirkan ide untuk menarik pajak dari masyarakat.
Sebagaimana gagasan Abraham Lincoln tentang demokrasi, pajak diperoleh dari
rakyat, dikelola dan diawasi oleh rakyat dan outputnya akan dirasakan oleh rakyat
itu sendiri. Karenanya, pemungutan pajak menjadi langkah ideal untuk melibatkan

5
rakyat dalam pembangunan negara.
Fungsi anggaran pada pajak membantu menjelaskan bahwa, pajak dipakai
pemerintah untuk mengisi slot sumber pendanaan dalam anggaran negara.
Anggaran yang disusun pemerintah ini adalah yang kita banyak kenal sebagai
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pemerintah setiap tahunnya
menyusun kerangka APBN untuk masa satu tahun. Di dalam APBN tersebut
terdapat sejumlah komponen, ada yang disebut sebagai pendapatan, belanja dan
pembiayaan. Pajak yang menjalankan fungsi anggaran masuk ke dalam komponen
pendapatan. Pungutan pajak membantu memenuhi pendapatan negara di dalam
anggaran APBN
. Dalam realisasinya, pendapatan dari pajak dipakai untuk memenuhi
kebutuhan pada komponen belanja negara. Namun, dalam implementasinya hingga
saat ini, pendapatan dari pajak tidak selalu berhasil memenuhi kebutuhan belanja.
Sederhananya, pendapatan pajak tidak cukup untuk membiayai kebutuhan belanja
pemerintah. Karena itu, di dalam komponen pendapatan negara, pajak bukan satu-
satunya sumber pendapatan negara, namun ada juga dana hibah hingga pendapatan
negara bukan pajak (PNBP). Hanya saja, pajak memang menjadi tumpuan utama
yang mengambil porsi paling besar dalam pendapatan negara. Pemerintah
menyusun anggaran APBN setiap tahun, karena itu pemerintah juga secara
bersamaan menyusun target pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam setahun.
Artinya, pemerintah biasanya akan menyusun target penerimaan pajaknya dalam
setahun. Untuk bisa mencapai target nilai pendapatan pajak tersebut, maka
pemerintah menerapkan sejumlah ketentuan perpajakan yang memungkinkan
pemerintah menarik pajak dari berbagai sumber, mulai dari aktivitas bisnis,
kepemilikan barang dan lainnya.
 Fuungsi Mengatur (Regilated)
Pajak memiliki hubungan yang sangat erat dengan urusan negara terkait
pendapatan dan kas negara, karena itu, urusan perpajakan juga termasuk dalam
rumpun kebijakan fiskal di dalam konsep ekonomi negara. Kebijakan fiskal itu
sendiri secara sederhana diartikan sebagai langkah-langkah yang diterbitkan
pemerintah dalam rangka pengelolaan kas negara, termasuk didalamnya
pendapatan, belanja dan pembiayaan yang ada pada postur APBN.
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah menyangkut urusan
ekonomi yang berkaitan dengan pengelolaan APBN. Sehingga, saat pemerintah
menerbitkan aturan baru terkait perpajakan, baik menambah daftar objek pajak
maupun memberi insentif pajak, ini termasuk dalam kebijakan fiskal pemerintah.
Mengapa demikian? pasalnya kebijakan yang dikeluarkan tersebut akan
memberikan efek langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kondisi
anggaran negara.
Pajak dipakai pemerintah untuk mengatur bagaimana masyarakat atau publik
terlibat di dalam pendanaan pembangunan negara. Karena didefinisikan sebagai
objek pengaturan, maka implementasi perpajakan selalu bersifat memaksa atau
membebankan seseorang untuk memenuhi kewajibannya.Dalam hal ini, orang atau
badan yang dikenai pajak disebut sebagai wajib pajak. Orang tersebut wajib, mau
tidak mau, suka tidak suka harus membayar pajak sebagai bentuk kewajibannya
sebagai warga negara. Begitupun dengan badan atau perusahaan, suka tidak suka
mereka harus menyetor pajak kepada pemerintah, ini sebagai bagian komitmen
mereka terhadap pembangunan negara atau tempat dimana mereka memperoleh
keuntungan. Sehingga, jika seseorang atau badan usaha ingin mendapat fasilitas
infrastruktur yang baik, maka mereka wajib menyetor uang kepada pemerintah
untuk membantu pembangunan infrastruktur. Begini sederhananya fungsi pajak
sebagai komponen yang mengatur, terutama untuk melibatkan orang atau badan
dalam penyediaan pendanaan negara.Selanjutnya, dalam rangka memenuhi fungsi
mengatur pada pajak, pemerintah menerbitkan aturan-aturan perpajakan. Beleid ini
yang dipakai sebagai dasar hukum bahwa seseorang atau badan merupakan wajib

6
pajak. Penerbitan aturan-aturan pajak akan selalu diperbaharui menyesuaikan
dengan kondisi tertentu.Seperti saat ini, di tengah masa sulit ekonomi akibat
pandemi Covid-19, pemerintah menerbitkan sejumlah aturan yang menghapuskan
pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah baru. Fasilitas perpajakan
ini merupakan sebuah aturan, yang mana seseorang tidak lagi diberi kewajiban
untuk membayarkan pajak setiap kali membeli rumah baru.

 Fungsi Stabilitas
Pajak bukan hanya menjalankan fungsi sebagai pengatur dan penyedia
anggaran pemerintah, dalam konteks yang lebih luas kehadiran sistem perpajakan
menjadi komponen untuk mencapai stabilitas ekonomi. Dalam suatu
perekonomian, adanya fenomena kenaikan harga yang signifikan dalam jangka
waktu tertentu secara terus menerus dikenal sebagai inflasi. Apabila harga terus
naik atau terjadi inflasi, menunjukkan bahwa perekonomian terus menggeliat
karena konsumen semakin banyak yang berbelanja, namun keterbatasan produksi
membuat harga terus merangkak naik. Sederhananya, permintaan menjadi lebih
banyak ketimbang penawaran.Sebaliknya, ketika harga-harga barang cenderung
jatuh menunjukkan bahwa perekonomian mungkin saja tengah lesu. Harga menjadi
lebih murah karena terjadi surplus pada produksi, jumlah barang yang ditawarkan
justru lebih banyak ketimbang permintaan. Masyarakat menjadi lebih jarang
berbelanja padahal barang yang ditawarkan banyak, sehingga mendorong
penurunan harga.
Kedua kondisi tersebut memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing.
Pemerintah tentu tidak bisa terus menerus membiarkan harga melambung tinggi.
Meski ini mencerminkan ekonomi yang bergeliat, harga yang terus naik akan
merugikan masyarakat karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang
semakin mahal.Karena itu, pemerintah perlu mengendalikan inflasi agar tidak naik
tajam. Sebaliknya, jika ekonomi terus mengalami deflasi tentu menguntungkan
bagi konsumen karena harga barang-barang turun sehingga barang jadi lebih
murah, namun tidak baik bagi produsen dan pemerintah.Produsen jadi makin sulit
mendapat untuk karena harga semakin murah, yang selanjutnya pemerintah juga
makin sulit memperoleh sumber pendanaan atau penarikan pajak dari badan usaha
karena bisnisnya berjalan lesu dan pendapatan berkurang. Karena itu, pemerintah
juga perlu mengatur agar deflasi tidak turun tajam dan membuat inflasi berjalan
normal. Beberapa negara seperti Amerika Serikat yang harga-harga barangnya
sudah terlampau mahal bahkan menetapkan target agar inflasi tidak terus naik
melebihi 2% setiap tahunnya. Cara untuk mengatur inflasi ini kembali lagi pada
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pemerintah bisa mengintervensi inflasi
lewat kebijakan fiskal yang salah satunya dengan penerbitan aturan pajak.
Saat inflasi dirasa terlampau tinggi, pemerintah bisa mengetatkan aturan pajak
pada beberapa barang, misalnya menaikkan persentase PPN untuk pembelian
kendaraan mobil jika terus mengalami inflasi. Langkah menaikkan pajak akan
membuat biaya pembelian mobil menjadi lebih mahal dari sebelumnya sehingga
permintaan menurun yang kemudian mempengaruhi harganya. Sebaliknya, jika
harga mobil dirasa terus mengalami deflasi karena permintaannya yang sedikit,
pemerintah bisa menerbitkan aturan stimulus ekonomi berupa subsidi pajak,
dengan begitu PPN mobil menjadi lebih kecil yang akan mendorong permintaannya
mengalami kenaikan dan terjadi inflasi. Karena itu, pajak bisa dipakai pemerintah
untuk menjaga stabilitas ekonomi suatu negara, salah satunya menjaga inflasi agar
berada di lajur normal.

 Fungsi Redistribusi
Negara berperan penting untuk menjamin kehidupan masyarakatnya, terutama
menjamin agar semua kelompok masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi bisa
hidup terjamin. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah harus mengelola rencana

7
pembangunan agar lebih berpihak pada kelompok ekonomi rentan. Karena
berkaitan dengan pembangunan, maka ini tentu tidak bisa lepas dari komponen
APBN.Sederhananya, untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
Indonesia, pemerintah harus mampu mendistribusikan anggaran untuk
pembangunan sesuai tempatnya.Disinilah peran pajak sebagai redistribusi ekonomi,
yang mana pemerintah menerapkan pajak dengan memperhatikan aspek kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Penarikan pajak lebih diutamakan dari kelompok
masyarakat yang memperoleh untuk besar dari perekonomian, misal dengan pajak
penghasilan, PPN atau pajak badan usaha. Sebaliknya, karena kelompok rentan
cenderung memiliki pendapatan yang rendah, pemerintah memberikan
pengampunan pajak sehingga mereka tidak terlalu banyak terlibat dalam
membiayai pembangunan negara.
Fungsi pajak sebagai redistribusi ekonomi merupakan implementasi ideal
pembangunan negara. Dimana, pajak dilaksanakan untuk memenuhi
kebutuhan semua masyarakat. Pajak besar ditarik dari masyarakat kaya yang
kemudian dana tersebut dikelola untuk pembangunan dan memberi bantuan
bagi masyarakat miskin.Kendati demikian, masyarakat kaya bukan berarti tidak
mendapat untung dari pengenaan pajak tersebut, karena pengenaan pajak
biasanya dibarengi berbagai manfaat seperti pemberian izin usaha dan lainnya.
Badan usaha yang patuh pajak akan memperoleh citra baik bukan hanya dari
masyarakat namun juga oleh pemerintah. Sehingga secara tidak langsung ini
memberi manfaat bagi bisnis yang dijalankan1

C. Unsur-Unsur Pajak
 Subjek Pajak
Setiap subjek pajak memiliki hak dan kewajiban yang berbeda sesuai dengan
peraturan perpajakan.Menurut Undang Nomor 17 Tahun 2000, subjek pajak meliputi
orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan dan bentuk
usaha tetap.Orang pribadi dapat bertempat tinggal di Indonesia ataupun di luar
Indonesia yang dapat dikategorikan dalam subjek pajak dalam negeri dan luar
negeri.Dalam UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, badan memiliki
makna sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.Badan meliputi perseroan terbatas
(PT), perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap
dan reksadana.BUMN dan BUMD yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Daerah
yang menjalankan usaha yang menguntungkan juga dikatakan sebagai subjek
pajak.Ada badan pemerintah yang tidak masuk dalam kategori subjek pajak yaitu badan
yang dibiayai APBN atau APBD.Badan yang dibentuk berdasarkan UU yang berlaku,
badan yang penerimaan anggarannya masuk dalam Pemerintah Pusat atau Pemda dan
badan yang pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.Badan
perwakilan negara lain beserta pejabatnya bukan termasuk subjek pajak di tempat
mereka bekerja mewakili negaranya.Tetapi jika mereka adalah WNI dan memiliki
penghasilan lain di luar jabatannya maka wajib membayar pajak penghasilan
(PPh).Warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak pengganti bagi ahli waris
agar pajak penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dibayarkan.Warisan yang belum terbagi dan ditinggalkan oleh orang pribadi yang
statusnya subjek pajak luar negeri.Tidak melakukan aktivitas badan usaha tetap di
Indonesia, tidak dikatakan sebagai subjek pajak pengganti karena PPh yang diterima
terikat pada obyeknya.Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dikategorikan
subjek pajak luar negeri bisa meliputi cabang perusahaan, pabrik, gudang, kantor
perwakilan dan lain-lain.

1
https://www.gramedia.com/literasi/fungsi-pajak/

8
Subjek pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
atau pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.
Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak (orang pribadi) apabila telah
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan dari luar Indonesia yang nominalnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).Jika orang pribadi lahir atau tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari di Indonesia (tidak harus berturut) dalam jangka waktu 12
bulan sejak kedatangan, maka dikategorikan subjek pajak dalam negeri.Wajib Pajak
dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebagai laporan pajaknya.
Subjek Pajak Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat
tinggal di Indonesia atau di luar yang memperoleh pengasilan dari Indonesia, baik dari
badan usaha ataupun tidak.Orang pribadi yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari
dalam 12 bulan maka bisa disebut subjek pajak luar negeri.Wajib pajak luar negeri
dikenakan tarif berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan dan tidak
wajib menyampaikan SPT karena sudah ada pemotongan pajak akhir di pendapatannya.

 Objek Pajak
Objek pajak adalah salah satu bagian dari unsur-unsur pajak karena bisa
menentukan berapa tarif pajak yang Anda harus bayarkan.Objek pajak merupakan
penghasilan yang diterima wajib pajak yang berasal dari Indonesia ataupun dari luar
Indonesia.Objek tersebut bisa digunakan untuk menambah kekayaan wajib pajak
dengan nama dan bentuk apa pun.2
Objek pajak penghasilan (PPh) yang perlu Anda ketahui antara lain:
 Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa yang diterima
 Hadiah dari undian atau penghargaan
 Laba usaha
 Keuntungan karena penjualan atau karena peralihan harta yang termasuk
 keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
 keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun
 keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
 keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
 Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

2
Peranan Hukum Pajak sebagai Sumber Keuangan Negara pada Pembangunan Nasional dalam Upaya
Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat. Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan, 6(1). 169-181.
https://doi.org/10.35308/jic.v6i1.4568

9
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi
 Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
 Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
 Keuntungan selisih kurs mata uang asing
 selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
 Premi asuransi
 iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
 Penghasilan dari usaha berbasis syariah
 Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
 Surplus Bank Indonesia.

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (3) ada beberapa


penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak yaitubantuan atau sumbangan, harta
hibahan, warisan, harta setoran tunai, pengganti atau imbaln yang berhubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima, pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi, dividen, iuran dana pensiun, penghasilan dari modal yang ditanamkan dari
modal yang ditanamkan, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan
komanditer, penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura, beasiswa, sisa lebih
yang diterima badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendiidkan dan
atau bidang penelitian dan pengembangan, banuan atau santunan yang dibayarkan oleh
BPJS kepada wajib pajak tertentu.
Bea materai merupakan salah satu jenis pajak yang ada di Indonesia yang objek
pajaknya meliputi:
 Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
sebagai alat pembuktian perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
sifatnya perdata
 Akta-akta notaris sebagai salinannya
 Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pebuat Akta Tanah (PPAT)
termasuk rangkap-rangkapnya
 Surat yang memuat jumlah uang yang menyebutkan penerimaan uang,
yang menyataka pembukuan atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank, yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank, atau yang
berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah
dilunasi tau diperhitungkan
 Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
 Efek dalam nama dan bentuk apapun

Objek pajak untuk PPN meliputi:


 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan
pengusaha
 Impor BKP
 enyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
 Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
 Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
 Ekspor BKP Berwujud oleh PKP

10
 Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
 Ekspor JKP oleh PKP
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah jenis pajak yang dikenakan pada
objek pajaknya yang meliputi seperti bumi, bangunan (seperti hotel dan
pabrik), jalan tol, kilang minyak dan gas, dermaga, tempat olahraga serta
sarana dan prasarana yang bermanfaat lainnya.

 Wajib Pajak
Menurut UU Perpajakan Nomor 6 Tahun 1983 yang diperbarui dengan UU
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Wajib pajak memiliki makna orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak dan pemungut pajak yang meempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.Adanya syarat subjektif dan objektif maka wajib pajak harus memiliki
NPWP yang bertujuan memudahkan dalam pembayaran dan pelaporan pajak.
Wajib pajak yang memiliki penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan
NPWP.

 Tarif Pajak
Tarif pajak menjadi salah satu unsur pajak karena setiap wajib pajak harus
membayarkan sejumlah tarif berdasarkan obyek pajaknya.Tarif pajak ada empat
jenis yaitu tarif pajak progresif, tarif pajak degresif, tarif pajak proporsional dan
tarif pajak tetap.Tarif pajak progresif persentasenya sebanding dengan kenaikan
objek pajaknya seperti penghasilan (PPh). Tarif pajak degresif yaitu tarif pajak
yang persentasenya akan semakin rendah ketika objek pajaknya meningkat.Tarif
proporsional memiliki persentase tetap meskipun objek pajaknya menurun atau
meningkat, contohnya PPN 10%.Tarif pajak tetap adalah tarif pajak yang
nominalnya tetap berapa pun nilai objek pajaknya, contohnya Bea Meterai Rp.
6.000,-.

D. Pancasila
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
bahasa Sanskerta: "pañca" berarti lima dan "śīla" berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia. Lima ideologi utama penyusun Pancasila merupakan lima sila
Pancasila. Ideologi utama tersebut tercantum pada alinea keempat dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sekalipun terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1
Juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya Pancasila.

 Fungsi Fungsi dan kedudukan Pancasila


Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia: sebagai nilai-nilai kehidupan dalam
masyarakat bangsa Indonesia melalui penjabaran instrumental sebagai acuan
hidup yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai serta sesuai dengan napas jiwa
bangsa Indonesia dan karena Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa
Indonesia.
 Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia: merupakan bentuk

11
peran dalam menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang
dapat di bedakan dengan bangsa lain, yaitu sikap mental, tingkah laku,
dan amal perbuatan bangsa Indonesia
 Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia: merupakan
kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa Indonesia yang
telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai norma, dan etika
yang telah melahirkan pandangan hidup.
 Pancasila sebagai dasar negara Indonesia: untuk mengatur tatanan
kehidupan bangsa Indonesia dan negara Indonesia, yang mengatur
semua pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai Pancasila.
 Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara
Republik Indonesia:[10] sebagai segala sumber hukum di negara
Indonesia karena segala kehidupan negara Indonesia berdasarkan
Pancasila, itu juga harus berlandaskan hukum. Semua tindakan
kekuasaan dalam masyarakat harus berlandaskan hukum.
 Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu
mendirikan negara: karena pada waktu mendirikan negara Pancasila
adalah perjanjian luhur yang disepakati oleh para pendiri negara untuk
dilaksanakan, pelihara, dan dilestarikan.
 Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia: karena dalam
Pancasila, mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia adalah
menjadikan Pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa.

12
BAB III
Pembahasan

A. Kaitan Pajak dalam Falsaafah Pancasila


Didalam Pemungutan Pajak perlu ada dasar filosofi yang harus di pegang eraata
dalam dasar segala kegiatannya , pada dasarnya pemungutan pajak doidlakukan
dengan cara self assesment ,sebagaiamana perli diperhatikan mengenainazas
Persamaan artinya, setiap seorang yang mmpunyai benda bergerak maupun tidak
bergerak sama statsunya sebagai wajib pak , adapula yang dimaskud sebagai Azas
Kepastian , yaitu setiap penagian pajak atau Pemungutan Pajak bertindak atas nama
undang- Undang selanjutnya ada disebut sebagai Azas Menyenangkan , yang dimana
setiap Pemungutan Pajak harus dilakukan ketika Waajib Pajak sedangan dalam stastu
ekonomi yang memadai atau dapat diartikan sedang tidak dalam kesusahan atas
kemanfaatan yang tidak diterima langsung oleh wajib Pajak itu sendiri.
Pemungutan pajak yang elalu dianggap masyarakat sebagai masyarakat banyak
sebagai momok dan sebagai Anti dalam berkehidupan bermasayarakat ,sedangakan bila
diperhatikan dari fungsi,unsur, sera tujuan adanya pajak ,ianlah sebagai penyokong
berkehidupan dalam bermasyarkat.. Segala Pemungutan pajak telah lahir oleh karena
Konsitusi yang dituangkan dalam Undang – Undang Nomor 7 tahun 2021 Tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan, ialah sebagai dasar bagi setiap kegiatan
Pemungiutan Pajak , baik masyarakat atau badan Hukum sebagai Wajib Pajak dan
Pemerinah Sebagai Petugas Pajak . Maka dapat kita perhatikan kaitan – kaitan
Pamncasila sebagai Falsafah dalam Kaitan Pemgutan Pajak
 Sila Kesatu
Setiap sesseoarng dalam berkehidpan dan bermasyarakat yang
beragama/memiliki kepercayaandi negara Kesatuan Republik Indonesia
perlu paham atas dasaar Sila Pertama esebagaki dsasar yaitu ”Ketuhan
Yang Maha Esa” yang selajutnya dalam Pemungutan Pajak bagi Wajib
Pajak perlu memperhatikan aspek yang bagi setiap kepercayaan sudah
melekat dalam kehidupan sehari- hari seperti contih :”
Dalam Agama Islam kita mengenal adanya Zakat yangartinya Zakat
adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap
muslim apabila telah mencapai syarat yang ditetapkan. Sebagai salah satu
rukun Islam, Zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan yang
berhak menerimanya (asnaf) , Maka ketika seseorang berzakt seseorang
itupun sendiri mendapatkan Pahala yang artinya ganjaran untuk hamba
Allah SWT yang mengerjakan amalan shaleh dan perkara-perkara yang
makruf. Pahala sendiri beriringan dengan amal baik seseorang. Seorang
hamba yang melakukan amal sholeh yang diajarkan dalam Al Quran dan
hadist, mendapat balasan baik/pahala dari Allah..
Dalam Agama Kristen dan Katolik ada dikenal persepuluhan yaitu
memberi sepersepuluh dari harta yang dimiliki kepada Tuhan sebagai

13
ucapan syukur atas segala berkatnya yang kemudian digunakan untuk
membantu pelayanan dalam hal ini untuk penatalayanan dalam gereja.
Didalam Agama Hindu mengajarkan bahwa salah satu cara dalam
memuja Tuhan adalah dengan memberikan persembahan berupa buah dan
bunga. Dalam kitab suci Bhagavadgita, Bab IX, sloka 26
dikatakan :Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan pada-Ku
daun, bunga, buah-buahan atau air, persembahan yang didasari oleh cinta
dan keluar dari lubuk hati yang suci, Aku terima. Untuk Diri Sendiri, Ritual
agama juga salah satu cara untuk mendapat kepuasan bathin. Ketika
manusia mempunyai idealisme maka ia akan mendedikasikan diri kepada
idealisme tersebut termasuk kepada idealisme ketuhanan. Manusia butuh
cara untuk menunjukkan rasa cinta dan bakti kepada Tuhan, maka untuk
memenuhi hal tersebut dilakukanlah sebuah ibadah. Untuk Masyarakat
Umum, Dengan membuat ritual persembahan dengan buah dan bunga
maka produk pertanian dan perkebunan menjadi laku, petani menjadi lebih
sejahtera, begitu juga dengan distributor, pembuat banten dan canang dan
pedagang. Sekaya-kayanya orang di Bali mereka tetap butuh produk dari
petani untuk upacara agama, butuh pengrajin untuk mengolah banten dan
canang, sehingga perputaran uang antara orang kaya dan miskin menjadi
lancar, ekonomi menjadi lebih baik..Untuk Lingkungan,Karena banten dan
canang membantu kehidupan petani, mampu membuat petani
mempertahankan lahan dan pekerjaannya dan secara tidak langsung juga
ikut menjaga lahan hijau, membentuk kehidupan serangga dan hewan yang
memakan sari buah dan bunga, membantu lebih banyak terjadinya
fotosintesis yang mengubah karbondioksida menjadi oksigen sehingga
alam menjadi lebih hijau, indah dan lebih layak untuk ditinggali. Jadi
kesimpulannya persembahan itu untuk siapa adalah menyenangkan Tuhan
dan sebagai wujud syukur, untuk diri-sendiri (kesehatan), untuk orang lain
(manfaat ekonomi) dan kelestarian alam semesta.3
Dalam Agama budha ada juga kewaiban unatnya untuk mmnberikan
Persembahan Puja yang diberikan disetiap prosesi atau kegiatan
keagamaan yang arti dari Persembahan Puja itu sendiri adalah memberikan
sajian makannan pacara, ritual atau sembahyang yang dilakukan sebagai
ungkapan keyakinan (Saddha) terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Buddha,
Dhamma dan Sangha (TriRatna
Maka dapat diketahui pula dalam pemungutan pajak yang tidak
mendapat prestasi langsung melainkan atas dari penerimaan pajak kita
mendapatkan fasilitas atau infrastruktur yang disediakan oleh Negara, dan
sudah melakat atas nama Undang- undang bagi setiap wajib Pajak

 Sila Kedua
Pada Penjelasan Kaitan Pancasila dalam Sila Kedua yaitu ” Kemnausian
yang adil dan beradamb” mengartikan nahwa setiap pemungutan pajak
yang dilakukan harus diselenggarakan dengan adil, yang artintya setiap
masyarakat memiliki perbedan dalam stastus ekonomi , bahwa Seriap
Pemungutan pajak memiliki jilai atau nominal yang sesuai dengan statsus
ekonomi wajib pakjak itu sendiri , maka hal tersebuut kita pandang sebagai
hal yang beradab atau dengan kata lain yaitu berakhlak.
Setiap Pemungutan Pajak pula dalam aturannya sudah dituangakan
bahwa tidak semjua masyrakat di pungut pajak , yang artinyas sudah ada
klasifikasi khsusus atas pemungutan itu sendiri , contohnya : setiap
gelandanganm,, pengemis, atau masyrakat kurang mampu tidak

3
https://prokomsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/20-persembahahandalam-agama-hindu-di-tujukan-
kepada-siapa

14
dibebankan pajak. Bentuk keadilan itu sendiri sudah dengan jelas kita
temui pada sila kedua dalam Pancasila,karena sejatinya Keadilan harus
dijunjung walah langit runtuh

 Sila Ketiga
Bahwa sungguh layak dan sepantasnya setiap pemungutan pajak adalah
upauya yang dilakukan sebagai bentuk mempersatuakan setiap bangsa di
nnegara Indonesia ini, Dalam prinsipnya pemungutan pajak itu sendiri
harus ddasari dengan rasa memiliki satu sama lain antar wajib pajak dan
petugas pajak, dan pada prinsiponya dalam pemungutan pajak harus
dilakukan dengan cara gotong royong atau saling berkontribusi demi
kepentingan bersama , serta dengan adanya kontribusi pajak daeri berbagai
lapisan masyarkat dan sektor ekonomi , Pemerintah dapat memenuhi
kebutuhan dasar serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat

 Sila Keempat

Perlu kita ketahui Pajak memiliki kaitannya dengan Sila keempat


”yaitu Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan” dalam konteks ini pemungutan pajak dapat
dipandang sebagai implementasi kebijakan kebijakan ekonomi yang
bertujuan untuk mebiayai pembanginan, layanan publik, dan kebijakan
sosial.
Dengan adanya pengelolaan pajak yang dikeolala dengan
transparan dan adil , pemerintah dapat membangun lkepercayaan dengan
masyarakat , memastikan distribusi kekayaan yang merata

 Sila Kelima
Pada Sila kelima yang berbunyi ”Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
sejatinya sudah kita nikmati atas pemungutan pajak yang tidak
mendapatkan prestasi langsung .Bahwa segala Kebijakan Pemerintas dan
Fasilitas -Fasilitas Pemerintah terbagi secara rata sepeti Subsidi BBM,
Subsidi tabung gas tiga kilogram, adanya Jaminan Jasa kesehatan bagi
setiap masyarakat, serata hal-hal lainnya
Atas dasar sila kelima ini dapat kta lihat atau peroloh makna yang
sesugnguhnya atas Prestasi dari Pemunutan pajak itu sendiri.

B. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Menurut Hukum Nasional


Dasar hukum penerapan pemungutan pajak di Indonesia adalah ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 huruf a amandemen ketiga yang
berbunyi : Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang. Besarnya peran yang diberikan oleh pajak sebagai
sumber dana dalam pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi
potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi
perekonomian serta perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang
patut digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan
pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari Masyarakat
kepada Negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat
dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayar nya dengan tidak mendapat
prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung yang hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.

15
Landasan Hukum Pajak
1. Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam Pasal 23A telah disebutkan

“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang.”

Mengutip Tibor R. Machan (2008), tindakan pemungutan pajak yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan merupakan bentuk kesewenangan. Lewat
Pasal 23A, kita dapat mengetahui bahwa negara tidak bertindak sewenang-wenang
perihal pemungutan pajak. Ukurannya telah diatur dan dilaksanakan berdasarkan
undang-undang yang berlaku.

2. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007


Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 merupakan hasil Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Bunyi pasal di atas menegaskan bagaimana negara mengelola uang yang bersumber
dari pajak. Uang tersebut sepenuhnya akan dipergunakan untuk keperluan negara yang
manfaatnya dan dampaknya akan dirasakan oleh warga negara. Seperti peribahasa
“Dari kita, oleh kita, untuk kita”.

Baca Juga: Sudah Tahu Manfaat Pajak untuk Kamu Sendiri? Cek di Sini!

3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, secara tegas menyebutkan bahwa wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
pihak-pihak tersebut ditetapkan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Asas Pemungutan Pajak
Selain landasan hukum pajak di atas, Indonesia juga menerapkan 7 asas sebagai dasar
dan pedoman dalam pembuatan peraturan perpajakan. Berikut ulasannya!
1. Asas Finansial
Besaran pungutan pajak yang dibebankan kepada setiap wajib pajak berbeda-beda.
Kondisi keuangan (finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak
lah yang akan menentukan besaran pajak tersebut.
2. Asas Ekonomis
Pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai dengan kepentingan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Lewat pemanfaatan hasil pajak, pembangunan negeri
bisa berjalan secara maksimal tanpa harus menambah utang luar negeri.
3. Asas Yuridis
Asas yuridis terkait pemungutan pajak di Indonesia adalah sesuai dengan yang tertera
pada pasal 23 ayat 2 UUD 1945.
4. Asas Umum
Asas selanjutnya yang dijadikan dasar dan pedoman pemungutan pajak adalah asas
umum. Asas ini mengatur bahwa pemungutan pemungutan dan pemanfaatan pajak

16
memang dirancang dari dan untuk warga negara Indonesia.
5. Asas Kebangsaan
Setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib membayar pajak sesuai
ketentuan. Asas ini juga menjadi dasar dibuatnya peraturan bagi warga asing yang
tinggal atau berada di Indonesia selama lebih dari 12 bulan. Mereka juga wajib
membayar pajak jika penghasilannya bersumber dari Indonesia
6. Asas Sumber
Asas ini adalah dasar pemungutan pajak sesuai tempat perusahaan berdiri atau tempat
tinggal wajib pajak. Pajak yang dipungut di Indonesia hanya berlaku bagi mereka
yang tinggal dan bekerja di Indonesia.

Bab IV
Penutup

A. Kesimpulan
Pajak adalah pemungutan yang bersifat wajib dari pemerintah yang terutang
oleh orang pribadi maupun badan sesuai dengan yang telah diatur oleh
Undangundang. Pajak digunakan untuk keperluan pembangunan negara demi
kemakmuran masyarakat. Berdasarkan pembahasan masalah yang penulis lakukan
terhadap pelaksanaan pemngutan harus selalu Memperhatikan Unsur Falsafah
Pancasila dalam setiap pelaksanaanya
B. Saran
Wajib Pajak, sering disingkat dengan sebutan WP adalah orang pribadi atau badan
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan
untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu. Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak
badan.
Kenapa Kita Harus Bayar Pajak? Tapi, dari pajak kitalah pemerintah bisa
membangun jalan atau jembatan. Bahkan, gaji PNS, polisi, dan presiden juga
berasal dari pajak. Jadi, jika kita ingin membangun negara Indonesia yang makin
baik dari segi fasilitas, sarana, prasarana, dan layanan, harus bayar pajak lebih
dulu

17

Anda mungkin juga menyukai