Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASAS DAN YURIDIKSI

PEMUNGUTAN PAJAK

DOSEN PENGAMPU : Nihayatus Saadah, M.Si

(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Pajak)

Oleh :

PUTRI NANDATU ROSIDA (18041023)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji Syuku kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan RahmatNya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu, guna memenuhi
penugasan pada mata kuliah hukum pajak.

Makalah ini disusun guna untuk belajar mengenai hukum pajak. Tentu ada hal-hal yang
ingin kami berikan kepada pembaca dari makalah ini. Karena itu kami berharap semoga
makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita semua.

Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukanyang bersifat
membangun, guna kesempurnaan atas makalah ini. Kami sebagai penulis berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis serta pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................


B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................
C. TUJUAN .............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................

A. PANCASILA DAN PAJAK .................. ....................................................


B. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK ................................................................
C. YURIDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK .....................................................
D. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK ..............................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .................................................................................................
B. SARAN ..............................................................................................................
C. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah pajak dalam sejarah dunia ini telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu.
Bebagai jenis sistem pemerintahan yang ada seperti kerajann, monarki, dll memliki
istilah dan peraturan tentang pajak walaupun dalam bahasa yang berbeda-beda.
Sejalan dengan perkembangan zaman, pajak pun terus berkembang, temasuk
pengertian, fungsi, tujuan, teknis ,dan teori tentang pajak serta pemungutan pajak.
Dalam makalah ini kami jelaskan dan paparkan tentang teori-teori pemungutan
pajak. Teori pemungutan pajak, seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah
barang baru di dunia perpajakan. Adam Smith, yang disebut-sebut sebagai bapak
ekonomi, pun telah memaparkan teori pemungutan pajak dalam bukunya “An
Inquiry into the nature and causes of Th Wealth of Nations” dalam The Four Maxim
pada abad ke-18. Selain itu, yurisdiksi pemungutan pajak juga akan diterangkan
dalam makalah ini.
Mengingat pentingnya pemungutan pajak ini, patut kiranya penduduk
Indonesia mengetahui teori – teori pemungutan pajak dan yurisdiksi pemungutan
pajak agar potensi pajak dapat tercapai dan tertanam kesadaran wajib pajak.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini meliputi :
1. Apa itu Pancasila dan Pajak?
2. Apa saja Asas-asas Pemungutan Pajak?
3. Bagaimana Yuridiksi Pemungutan Pajak?
4. Bagaimana Teori Pemungutan Pajak?
C. Tujuan
1. Agar kita mengetahui apa itu pajak dan hubungannya dengan pancasila
2. Agar kita mengetahui apa saja asas-asas pemungutan pajak
3. Agar kita mengetahui apa itu yuridiksi pemungutan pajak
4. Agar kita mengetahui bagaimana teori pemungutan pajak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Dan Pajak


Pancasila adalah dasar, ideologi dan falsafah negara Indonesia yang harus kita
jaga dan pegang sebagai pandangan hidup dalam bernegara dan berbangsa. Pancasila
sebagai ideologi negara merupakan penuntun penyelenggara negara dan warga negara
dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa.
Proses perumusan Pancasila sangatlah panjang, para pendiri bangsa sudah
memikirkan dengan matang, apa yang ingin dicapai oleh bangsa ini. Kelahiran
pancasila bukan seperti membolak-balikkan telapak tangan, banyak aspek yang harus
dipertimbangkan. Pancasila harus mempunyai nilai-nilai luhur dan bisa menjadi
wadah dalam pelaksanaan beragama yang baik, kemanusiaan yang beradab,
pemersatu bangsa, kedaulatan yang demokratis, dan bisa mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia. Saat ini kita bisa lihat banyak sekali ketimpangan yang
terjadi di negara kita yang tercinta ini. Negara belum bisa berperan banyak dalam
menyeimbangkan ketimpangan tersebut, hal ini disebabkan karena minimnya
anggaran yang dimiliki oleh negara.
Dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar istilah pajak, namun pengertian
yang sesungguhnya masih belum jelas artinya. Dalam Undang Undang Nomor 28
tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 yakni Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Setiap kegiatan pembangunan membutuhkan dana, dan sumber keuangan negara
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana APBN 2019
sumbernya adalah 82,3% dari Pajak. Pemanfaatan Pajak adalah wujud dari
implementasi pengamalan nilai-nilai Pancasila salah satunya adalah mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Sebenarnya Pajak bukan hanya untuk
mewujudkan nilai-nilai sila ke-5 Pancasila, melainkan seluruh nilai-nilai agung dan
luhur dari seluruh sila dalam Pancasila.
Untuk itu, sudah selayaknya kita menyadari bahwa di dalam membangun dan
menjaga nilai-nilai pancasila supaya dapat terimplementasikan dengan baik, Negara
membutuhkan kesadaran, dan partisipasi aktif dari kita semua untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan dengan baik dan benar. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak
tahun 2014 sudah berupaya memasukkan materi pajak ke dalam mata kuliah pancasila
dalam program inklusi pajak, materi pajak sudah masuk dalam mata kuliah wajib
umum (MKWU) yang meliputi, Pancasila, Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa
Indonesia, dan Pendidikan Agama. Setiap Pengajar harus memasukkan materi dasar
Perpajakan dalam Rencana Program Pembelajaran selama 1 Semester di tiap-tiap
MKWU tersebut.
DJP dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah membuat buku
Materi Kesadaran Pajak dalam Perguruan Tinggi. Dalam BAB V terdapat konsep
pajak sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila yang meliputi Sila Pertama dalam
bentuk rasa syukur, sikap toleransi, sikap kedermawanan, kerendahhatian, keikhlasan.
Sila Kedua dalam nilai kemanusiaan, keadilan dan keadaban. Sila Ketiga dalam rasa
memiliki, rasa cinta tanah air. Sila Keempat dalam sikap dialogis, komunikatif,
musyawarah untuk mufakat. Sila Kelima dalam keadilan distributif, legalis, dan
komutatif.
Tujuan dari materi kesadaran pajak diatas adalah agar dapat menghayati perwujudan
pajak dalam nilai-nilai Pancasila. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan
pendekatan saintifik/berbasis proses keilmuan, yaitu: (1) mengamati konsep pajak
sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila, (2) alasan mengapa pajak dihubungkan
dengan nilai-nilai Pancasila; (3) menggali sumber historis, sosio-politis tentang pajak
sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila; (4) membangun argumen mengapa pajak
dihubungkan dengan nilai-nilai Pancasila; dan (5) mendeskripsikan esensi dan urgensi
pajak sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila.
Diharapkan dengan pembelajaran secara dini kepada para mahasiswa tentang arti
penting pajak dalam pembangunan, setelah mereka lulus kuliah dan mulai bekerja,
yang pertama mereka ingat adalah kewajiban perpajakannya. Berapapun yang kita
sumbangkan kepada negara, sangat berarti bagi seluruh rakyat Indonesia. Bangsa dan
negara ini butuh dukungan dalam mewujudkan pembangunan nilai-nilai pancasila
secara berkesinambungan.
Setiap warga negara harus tahu hak dan kewajibannya dalam berbangsa dan
bernegara, begitu juga pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Semua
ketentuan tersebut sudah tercantum dalam hukum dan undang-undang yang berlaku.
Hak dan kewajiban harus dijalankan secara seimbang dan adil, jika semua itu
terwujud maka kehidupan masyarakat akan adil, makmur, aman, dan sejahtera.
Namun, pada kenyataannya kewajiban dan hak sebagai warga negara masih belum
dapat dilaksanakan secara seimbang, sehingga kewajiban Negara untuk mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial sulit diwujudkan.

Nah, untuk menjadi warga negara yang baik, pemahaman dan pengamalan Pancasila
harus benar-benar kita jalankan secara komprehensif, tidak bisa sepotong-potong. Hak
dan kewajiban yang diatur dalam kehidupan bernegara dan berbangsa harus kita
patuhi dan jalankan dengan baik dan benar. Salah satu kewajiban yang diatur undang-
undang kepada seluruh rakyat indonesia adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan
bagi yang sudah memenuhi syarat. Dengan membayar pajak sesuai dengan yang
seharusnya akan dapat membantu Negara dalam melaksanakan kewajibannya kepada
masyarakat.
B. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Pajak memiliki peran yang amat penting bagi keberlangsungan sebuah negara. Salah
satu perannya adalah sebagai sumber biaya pembangunan. Agar aktivitas perpajakan
dapat berjalan lancar, pemerintah pun menyediakan payung hukum dan asas
pemungutan pajak.
Asas perpajakan sendiri merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh
pemerintah saat membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak. Setidaknya
ada tiga asas pemungutan pajak yang kerap dijadikan pedoman di dunia, yaitu:
1. Asas tempat tinggal.
Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan domisili atau tempat tinggal
seseorang
Asas tempat tinggal atau asas domisili adalah merupakan asas pemungutan pajak
berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat
memungut pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di
negara yang bersangkutan atas seluruh penghasilan di manapun diperoleh, tanpa
memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya
atau warga negara asing.
2. Asas kebangsaan.
Asas kebangsaan adalah merupakan suatu asas pemungutan pajak yang
didasaarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak
kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan
sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan.
Misalnya : Negara A akan memungut pajak terhadap semua orang yang
berkewarga negara A sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di Negara
A.

3. Asas sumber.
Asas sumber adalah merupakan suatu asas pemungutan pajak yang
didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber
penghasilan berada di suatu negara maka negara tersebut hendak memungut pajak
kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber peUu
Penghasilan Indonesia menganut ketiga asas di atas .
Khusus terhadap asas tempat tinggal UU PPH menegaskan adanya batasan
waktu untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih daari 183 hari
dalam jangka waktu 12 Bulan. Keberadaan lebih dari 183 Hri tidaklah harus
berturut-turut tetapi ditentukan oleh jumlah hari seseorang berada di Indonesia
dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia.Untuk asas
kebangsaan dan asas sumber dapat dipahami yaitu bahwa terhadap setiap warga
negara Indonesia dimanapun berada akan dikenakan pajak oleh negara Indonesia,
demikian pula halnya bila seorang bukan warga negara Indonesia namun
memperoleh penghasilan di Indonesia , maka negara Indonesia mempunyai hak
untuk mengenakan pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari
sumber penghasilannghasilan tersebut berada.

Sedangkan, di Indonesia kita memiliki tujuh asas pemungutan pajak yang selalu
dijadikan pedoman. Baca penjelasan lengkapnya di bawah ini:
1. Asas Finansial
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan
(finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.
Contohnya: Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar
Rp15.000.000 per tahun, sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat dengan
pendapatan sekitar Rp1.000 000.000 per tahun.
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut
tentu saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus
dibayarkan kedua orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama
setahun.
2. Asas ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan
sesuai dengan kepentingan umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga
tidak boleh menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan,
dengan adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan pemerintah bisa membangun
negeri ini secara maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain
seperti utang luar negeri.
3. Asas yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Selain
itu pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Asas umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum. Berdasarkan asas ini,
pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik
pemungutan maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk
masyarakat Indonesia.
5. Asas kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib
membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan asas
kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama lebih dari
12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara ini wajib dikenai pajak selama
penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.
6. Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan
berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya
diberlakukan untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di
Australia, meskipun secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi
berdasarkan sumber pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang
dipungut oleh pemerintah Indonesia.
7. Asas wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu
Laila merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik
rumah maupun barang yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh
pemerintah Indonesia. Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam
jangka waktu tertentu, WNA tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang
berlaku di negeri ini.
Nah, itulah penjelasan singkat atas asas pemungutan pajak dan penerapannya di
Indonesia. Karena sifat pajak adalah wajib, sebaiknya kita tidak melalaikan apalagi
mengabaikan pajak.
Untuk memudahkan Anda menunaikan kewajiban perpajakan, OnlinePajak hadir
sebagai solusi agar setiap wajib pajak baik perusahaan maupun individu mampu
melaksanakan kewajibannya dengan baik. Dengan menggunakan OnlinePajak, segala
urusan perpajakan akan lebih mudah, aman, dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
C. Yuridiksi Pemungutan Pajak
Yuridiksi pemungutan pajak merupakan salah satu cara pemungutan pajak yang
didasarkan pada tempat tinggal sesorang atau berdasarkan kebangsaan seseorang atau
berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh. Yuridiksi yang dimaksud adalah
batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak
terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi berulang-ulang yang
bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak.
UU PPh Indonesia menganut 3 asas yang merupakan cara pemungutan pajak,
diantaranya :
1. ASAS TEMPAT TINGGAL atau ASAS DOMISILI
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili
seseorang.Suatu negara hanya dapat memungut pajak terhadap semua orang yang
bertempat tinggal atau berdomisili dinegara yang bersangkutan atas seluruh
penghasilan dimana pun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang
bemerupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili
seseorang. Lebih mudahnya dapat dijelaskan jika suatu negara hanya dapat memungut
pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara yang
bersangkutan atau seluruh penghasilan dimana pun diperoleh, tanpa memperhatikan
apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara
asing.
Negara yang menganut asas domisili akan menentukan dalam UU berapa lama
seseorang bertempat tinggal di negara tersebut. Pasal 2 ayat 3 UU PPh No. 7 Tahun
1983 yang diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 (UU PPh) salah satunya yang
menyebutkan definisi subyek pajak dalam negeri, yaitu orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan.rtempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara asing.
2. ASAS KEBANGSAAN
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu
negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai
kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak bertempat
tinggal di negara yang bersangkutan.
merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan
suatu negara. Dimana suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang
mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak
bertempat tinggal di negara yang bersangkutan. Negara yang menganut system ini
salah satunya adalah Amerika Serikat. Untuk UU PPh tidak menganut asas
kebangsaan, dan ini dibuktikan melalui pasal 2 ayat 4 UU PPh yang menyebutkan
bahwa orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari disebut sebagai subyek pajak luar negeri. Bahkan
dalam Peraturan Dirjen Pajak No.2/PJ/2009 diatur bahwa pekerja Indonesia di luar
negeri adalah subjek pajak luar negeri dan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh pekerja Indonesia di luar negeri, tidak dikenai PPh di Indonesia.
3. ASAS SUMBER
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat
penghasilan berada.Apabila suatu sumber penghasilan berada disuatu negara, maka
negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh
penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut berada.
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau
tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan berada di suatu negara,
maka negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh
penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut berada. Dalam kondisi ini
jelas bahwa objek pajak dapat berupa dividen atau royalty.
D. Teori Pemungutan Pajak
Dari abad ke abad, selalu timbul pertanyaan di dalam hati sanubari orang-orang
yang berpikir panjang apa dasar hukum pemungutan pajak, maka ada kewajiban
membayar pajak, dengan perkataan lain : atas dasar apakah Negara seakan-akan
memberikan hak kepada diri sendiri untuk membebani rakyat dengan yang disebut
pajak itu. Dan apakah pemungutan pajak oleh suatu Negara berdasar pula atas dasar
keadilan? Oleh sebab itu, semenjak abad ke-18 timbulah berbagai teori guna
memberikan dasar menyatakan keadilan (justification) kepada hak Negara untuk
memungut pajak dari rakyatnya.
Teori-teori didengung-dengupara ngkan selalu oleh pencipta beserta penganutnya
kepada khalayak ramai dengan maksud agar segala peraturan yang brhubungan
dengan pajak dipahami dan ditaati. Semua teori tadi agar dapat dipahami oleh
masyarakatnya, sudah tentu harus sesuai dengan pandangan hidup pada zaman-zaman
itu. Sehingga masing-masing teori itu bersifat relatif yang dibela mati-matian.
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum
Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
1. Teori Asuransi
Teori ini menyatakan bahwa negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini
dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang
karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
2. Teori Kepentingan
Teori ini menyatakan bahwa dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari
masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan
harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula
pajak yang harus dibayarkan.Teori ini banyak yang menentang, karena pada
kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi
daripada orang yang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain.
Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
3. Teori Gaya Pikul
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah terletak pada kemampuan (gaya
pikul) membayar pajak bagi wajib pajak. Pajak harus dibayar sesuai dengan gaya
pikul (kemampuan) seseorang. Untuk mengukur gaya pikul seseorang, perlu diketahui
hal-hal sebagai berikut.
a. Penghasilan
b. Kekayaan
c. Pengeluaran
d. Tanggungan keluarga
Semakin banyak tanggungan keluarga, maka akan semakin kecil kemampuan (gaya
pikul) seseorang untuk membayar pajak, sekalipun penghasilannya banyak.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Bakti Teori)
Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak mengutamakan kepentingan
negara di atas kepentingan warganya, teori ini mendasarkan pada paham Organische
Staatsleer. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara, timbul hak mutlat
untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya
persekutuan tidak ada individu. Oleh karena itu, persekutuan (yang menjelma menjadi
negara) berhak atas satu dan yang lain. Akhirnya, setiap orang menyadari bahwa
menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara
dalam bentuk pembayaran pajak.
5. Teori Asas Gaya Beli
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya manfaat dari pajak. Yaitu
pajak yang dipungut dari rumah tangga yang ada di masyarakat masuk ke rumah
tangga negara kemudian disalurkan kembali ke masyarakat. Tujuannya untu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, sudah sepantasnya negara sebagai
penyelenggara kepentingan masyarakat memungut pajak kepada masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah kami jelaskan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam teori – teori pemungutan pajak, antara
lain adalah teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori kewajiban pajak
mutlak atau teori bakti, teori asas gaya beli, dan teori pembangunan . Sementara itu,
yurisdiksi pemungutan pajak meliputi asas domisili atau disebut juga asas
kependudukan, asas sumber, dan asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut
juga asas kewarganegaraan.
B. Saran
Makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan baik dalam hal isi
maupun bahasa, sehingga membutuhkan peran serta pembaca untuk memberikan
kritik dan masukan.
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo, Santoso. 2004. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Refika
Aditama
Edhi, Djaka saranita S. 2003. Dasar Dasar Perpajakan di Indonesia. Jakarta : BPPK
H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada,
2002.
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, 1989.
Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.

Anda mungkin juga menyukai