Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

REFORMASI PAJAK

Disusun Oleh :
Dominike Sole Sanwig Naur 2110020117
Pande Ketut Ardra Pattryarsa 2110020140
Rossanly Loniwati Fankari 2110020144
Sesilia Anastasya Cori Dima 2110020145
Yumitra Rambu Dawi Ngana 2110020146
Melati Putri Haji Husin 2110020147

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanan-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Pajak, dengan judul “Reformasi Pajak”.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini, baik itu teman-teman, dosen, dan semua yang telah
membantu yang tidak bisa disebut satu per-satu
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami
mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
baik bagi penulis maupun para pembaca.

Kupang, 25 September 2021

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
ISI...........................................................................................................................................................5
A. REFORMASI PAJAK.............................................................................................................5
B. Pajak-Pajak Yang Berlaku Sebelum Reformasi...................................................................6
C. Reformasi Pajak 1983............................................................................................................10
D. Reformasi Pajak 1994............................................................................................................10
E. Reformasi Pajak 2000............................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................................................12
B. Saran.......................................................................................................................................12
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pajak


adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan pendapatan terbesar bagi negara untuk membiayai kebutuhan negara, dan
pajak juga dijadikan sebagai sumber pendapatan terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) negara Republik Indonesia.
Peran penting pajak sebagai sumber pendapatan dan biaya negara sangat diperlukan
upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Pemerintah selalu berupaya untuk
meningkatkan reformasi pajak (tax ratio) secara bertahap dan dengan memperhatikan kondisi
ekonomi Indonesia dan ekonomi dunia. Reformasi pajak dilakukan karena pemerintah
menanggap bahwa peraturan perpajakan yang telah berlaku saat itu (1983 dan sebelumnya)
adalah peninggalan colonial Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, tidak sesuai dengan struktur dan organisasi pemerintahan yang berdasarkan pancasila,
dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan ekonomi yang selama ini berlaku di Indonesia
Peningkatan secara bertahap reformasi pajak dilakukan melalui penyempurnaan
terhadap kebijakan dan administrasi perpajakan, sehingga basic pajak dapat semakin luas,
dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah strategis telah
beberapa kali ditempuh oleh pemerintah yang ditandai dengan beberapa kali perubahan
Undang-Undang perpajakan yang cukup signifikan. Perubahan yang pertama terjadi tahun
1983, kemudian dilakukan perubahan kedua pada tahun 1994, dan perubahan ketiga
dilakukan pada tahun 2000. Tujuan utama pembaruan perpajakan nasioanal ini adalah untuk
lebih menegakkkan kemandirian kita dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan
lebih mengerahkan lagi segenap kemampuan diri kita sendiri. Adanya reformasi pajak
nasional system pajak yang berlaku saat itu akan disederhanakan. Penyederhaan tersebut
mencakup jenis pajak, tarif pajak, dan cara pembayaran pajak. Setelah reformasi ini system
pembayaran pajak akan semakin adil dan wajar sedang jumlah wajib pajak akan semakin
luas.
B. Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang dilakukannya reformasi pajak?


2. Apa tujuan reformasi pajak?
3. Apa saja pajak-pajak yang berlaku sebelum reformasi?
4. Bagaimana reformasi pajak tahun 1983, 1994, sampai 2000?
C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui latar belakang dilakukannya reformasi pajak
2. Untuk mengetahui apa tujuan reformasi pajak
3. Untuk mengetahui apa saja pajak-pajak yang berlaku sebelum reformasi
4. Untuk mengetahui bagaimana pajak pada tahun 1983, 1994, dan 2000
4
BAB II
ISI

A. REFORMASI PAJAK

Reformasi pajak/pembarauan perundang-undangan pajak dilakukan karena undang-undang


yang berlaku pada saat itu (tahun 1983 dan sebelumnya) dibuat di zaman kolonial mempunyai
landasan, pemikiran, jiwa, sasaran dan tujuan yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan harkat, hakikat,
dan jiwa kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat.
Hal-hal yang melatarbelakangi kenapa harus dilakukan reformasi pajak / pembaruan perpajakan
1. Pada zaman kolonial, pungutan pajak semata-mata dimaksudkan untuk memenuhi
kepentingan pemerintahan penjajahan, sedangkan dalam alam kemerdekaan pungutan pajak
dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan perwujudan
kewajiban kenegaraan dan partisipasi anggota masyarakat dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional untuk mencapai keadilan social dan kemakmuran yang merata, baik
material maupun spiritual.
2. Sistem perpajakan pada saat zaman kolonial tidak sesuai dengan kondisi perekonomian
Indonesia yang semakin modern.
3. Sistem perpajakan pada saat itu sangat rumit dan sulit untuk dipahami oleh pemungut pajak
maupun oleh pembayar pajak.
4. Pada saat itu, pada APBN terlihat jelas bahwa penerimaan yang berasal dari sumber minyak
bumi dan gas dua kali lipat dibandingkan dengan hasil yang berasal dari sumber-sumber
pajak. Dan minyak bumi dan gas itu sendiri merupakan sumber “unrenewable” yang tidak
dapat diperbarui dan pada suatu saat minyak dan gas pasti akan habis. Bagaimana nanti
kelangsungan kehidupan hidup negara Republik Indonesia? Maka dari itu pemerintah
berusaha untuk mencari sumber pengganti. Nah sumber pengganti itulah pajak.
Sistem perpajakan setelah reformasi berintikan kesederhanaan, menunjang pemerataan dan
memberikan kepastian. Sistem yang baru tidak akan memungut pajak atas seluruh masyarakat,
melainkan hanya memperoleh sumbangan yang besar dari hasil pemungutan pajak atas perusahaan-
perusahaan besar dan individu-individu yang berpenghasilan.
Tujuan utama dari pembaruan perpajakan sebagaimana diuraikan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia, Bapak Radius Prawiro, pada Sidang Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 5
Oktober 1983 adalah untuk lebih menegakkan kemandirian kita dalam membiayai Pembangunan
nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri,
khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari sumber-sumber di
luar minyak bumi dan gas alam. Untuk membiayai dan menjamin berhasilnya Repelita IV kita tidak
akan sekedar mengandalkan pada peningkatan penerimaan negara yang berasal dari sektor minyak
dan gas alam saja, melainkan juga dari usaha peningkatan penerimaan pajak/non-minyak. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan penerimaan tersebut dianggap perlu untuk mengadakan penyempurnaan
sistem perpajakan.
Selanjutnya, untuk menaikkan penerimaan pajak sebagai dimaksudkan di atas perlu juga
dilakukan penyempurnaan aparatur perpajakan dengan melakukan komputerisasi dan peningkatan
mutu para pegawainya, perbaikan sikap mental para pejabatnya, serta mempersiapkan para Wajib
Pajak yang telah diberi kebebasan dan kepercayaan yang besar sekali dalam menghitung dan
membayar pajaknya sendiri. Untuk menambah jumlah Wajib Pajak perlu dilakukan intensifikasi
pungutan.

5
B. Pajak-Pajak Yang Berlaku Sebelum Reformasi

Beberapa jenis pajak di Indonesia sebelum reformasi perpajakan dibedakan menjadi pajak
negara dan pajak daerah yang secara singkat dijelaskan di bagian berikut ini:

1.      Staatsblad Nomor 13 Tahun 1908 tentang Ordonasi Rumah Tangga


2.      Staatsblad Nomor 498 Tahun 1921 tentang Aturan Bea Materai
3.      Staatsblad Nomor 291 Tahun 1924 tentang Ordonasi Bea Balik Nama
4.      Staatsblad Nomor 405 Tahun 1932 tentang Ordonasi Pajak Kekayaan
5.      Staatsblad Nomor 718 Tahun 1934 tentang Ordonasi Pajak Kendaraan Bermotor
6.      Staatsblad Nomor 611 Tahun 1934 tentang Ordonasi Pajak Upah
7.      Staatsblad Nomor 671 Tahun 1936 tentang Ordonasi Pajak Potong
8.      Staatsblad Nomor 17 Tahun 1944 tentang Ordonasi Pajak Pendapatan
9.      UU No. 12 Tahun 1947 tentang Pajak Radio
10.  UU No. 14 Tahun 1947 tentang Pajak Pembangunan I
11.  UU No. 12 Tahun 1952 tentang Pajak Peredaran
12.  UU Tahun 1951 tentang Pajak Penjualan yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968
13.  UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1967
tentang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti
14.  UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa
15.  UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing
16.  UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK dan PPs atau Tata
CaraMPS – MPO

1. Ordonansi Pajak Rumah


Tangga 1908 (Personeele Belasting Ordonnantie 1908, Staatsblad Tahun 1908
Nomor 13) sebagaimana telah beberapa kah diubah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 (Lembaran Negara
Tahun 1959 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1868) yang dengan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124) telah ditetapkan menjadi Undangundang;

2. Bea Material
Bea Meterai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921
(Zegelverordening 1921) tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan
keadaan di Indonesia. Dengan mencabut Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening
1921) (Staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun
1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38).

3. Ordonisasi Bea Balik Nama


Dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidak berlaku lagi,
oleh karena itu pungutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap berdasarkan
Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924 Nomor 291 tidak dapat
dilaksanakan. Terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu
dikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Atas
dasar pertimbangan tersebut, perlu dibentuk Undang-undang tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.

6
Undang-Undang ini diundangkan tanggal 29 Mei 1997, dan mulai berlaku
tanggal 1 Januari 1998. Dengan berlakunya undang-undang ini , ordonansi bea balik
nama staatsblad 1924 nomor 291 dengan segala perubahannya sepanjang mengenai
pungutan bea balik nama atas pemindahan harta tetap yang berupa tanah dan atau
bangunan, dinyatakan tidak berlaku. Undang-undang ini terdiri dari 12 Bab dan 28
Pasal.

4. Ordonansi Pajak Kekayaan


Tahun 1932 (Ordonantie op De Vermogens Belasting 1932, Staatsblad Tahun
1932 Nomor 405) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2827);
5. Pajak Kendaraan Bermotor
Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor
718 sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Staatsblad Tahun 1939 Nomor
226 dan Staatsblad Tahun 1949 Nomor 376, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1959 dalam Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 101,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1857;tentang pengubahan tariff pajak kendaraan
bermotor ) peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan untuk
pertama kali dilakukan terhadapa pengenaan pajak kendaraan bermototr tahun 1960.
6. Ordonisasi Pajak Upah
Mengingat akan keinginan-keinginan yang mendesak dalam masyarakat,
demikian pula akan sifat pungutan pajak upah yang pada hakekatnya tidak berbeda
dengan pajak pendapatan, berlakunya Ordonansi Pajak Upah di samping Ordonansi
Pajak Pendapatan, dipandang kurang perlu,sehingga "Ordonansi Pajak Upah"
(Staatsblad tahun 1934 No. 611) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 24 tahun 1959
(Lembaran-Negara tahun 1959 No. 141) perlu ditarik kembali.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang penarikan kembali
"Ordonansi Pajak Upah (Staatsblad 1934 No. 611) sebagaimana telah diubah dan
ditambah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 24
tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 141)

7. Ordonisasi Pajak Potong


(Staatsblad Tahun 1936 Nomor 671) sebagaimana telah ditambah dan diubah,
terakhir dengan Staatsblad Tahun 1949 Nomor 317 ; Pasal 1 bab 1 undang-undang
republic Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak retribusi dan daerah.

8. Ordonisasi pajak pendapatan.


Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 (Staatsblad Tahun 1944 Nomor 17)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Pendapatan 1944
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2941);

9. Pajak Radio
Pasal 5, 20, 23 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X;
7
Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. semua pesawat
penerimaan radio dipungut pajak yang dinamai "Pajak Radio".
Dalam jaman pemerintah Belanda siaran radio diurus oleh N.V. "NIROM" dan iuran-
iuran dari pemegang-pemegang pesawat radio dipungut oleh badan itu. Siaran radio
sekarang diselenggarakan oleh Pemerintah, yang mengeluarkan biaya tidak sedikit .
Oleh karena itu,sudah selayaknya jika pemerintah sekarang memungut iuran sebagai
dimaksud dengan mengganti sifatnya sebagai pajak atas pesawat penerimaan radio.

10. Pajak Pembangunan I


Pembayaran bagi rumah penginapan dan rumah makan oleh Fonds
Kemerdekaan atau fonds lain-lainnya. Keikhlasan memberi sokongan itu pada
umumnya dilakukan oleh khalayak ramai sebagai sumbangannya terhadap
kemerdekaan negara kita. Akan tetapi meskipun demikian, melihat caranya
memungut dan menyetor sokongan tersebut, tidak dapat mencegah timbulnya keragu-
raguan dikalangan umum, apakah semua sokongan itu sampai ditangan yang berwajib
atau tidak. Oleh sebab ini dan juga karena keuangan Negara kita sekarang
memerlukan lebih banyak uang guna pembangunan Negara maka Pemerintah
bermaksud meresmikan sokongan itu dengan jalan merubah sokongan sukarela itu
menjadi pajak. Dengan jalan ini maka keragu-raguan masyarakat dapat dilenyapkan.
Dengan perkataan "pembayaran" itu tidak hanya dimasukkan pembayaran harga
barang minuman dan makan atau sewa-kamar saja melainkan juga misalnya tambahan
untuk pegawai, tambahan untuk listrik/air atau tambahan untuk mempergunakan
ruangan/alat-alat istimewa d.l.l

11. Pajak Peredaran


Dengan nama Pajak Peredaran dipungut pajak atas penyerahan barang-barang
yang berada dalam peredaran bebas dan dari jasa, yang dilakukan di Indonesia oleh
pengusaha dalam kalangan perusahaan. Maka pengusaha dapat menagih pajak
peredaran yang terutang dari orang kepada siapa barang itu diserahkan atau untuk
kepentingan siapa jasa itu dilakukannya.

12. Pajak Penjuala


Dasar hukum Pajak Penjualan adalah Undang-Undang Darurat Nomor 19
Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan yang dikenal dengan sebutan
Undang-Undang Pajak Penjualan 1951, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1968. Undang-Undang Darurat
Nomor 19 Tahun 1951 sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi pada saat
berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

13. Pajak atas bunga,Deviden,dan Royalti


Dengan nama Pajak Dividen dikenakan pajak atas hasil saham- saham, tanda-
tanda laba, dan surat-surat obligasi yang berhak atas bagian keuntungan yang
diperoleh dengan nama atau dengan bentuk apapun juga dari perseroan terbatas,
perseroan komanditer atas saham-saham dan perkumpulan-perkumpulan yang modal
seluruhnya atau sebagian terbagi atas saham-saham yang berkedudukan di Indonesia.
Pajak ini akan mempunyai arti bagi pemegang-pemegang saham yang bertempat
diluar negeri, karena pemegang saham yang bertempat tinggal diluar negeri tersebut
8
memperoleh bagian keuntungan atau dividen dari perseroan terbatas atau dari
perseroan komanditer atas saham dan sebagainya yang berkedudukan di Indonesia,
tidak dikenakan pajak pendapatan atau pajak perseroan,
Pajak atas bunga termaksuk premium maupun diskonto yang merupakan
bunga pinjaman yang diterima atau diperoleh oleh WP orang pribadi dalam negeri
maupun WP badan dalam negeri dari pihak pembayar bunga.bunga merupakan
pembagian laba usaha. Royalty adalah jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan
cara berkala maupun sebagai imbalan.Imbalan yang dimasud adalah penggunaan hak
cipta dibidang sastra,paten,karya ilmiah,merek dagang,dan lain-lain.

14. Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa


Pelaksanaan surat-paksa tidak dilanjutkan sebelum waktu dua puluh empat
jam,berlalu setelah surat-paksa diberitahukan oleh juru sita. Surat-paksa mempunyai
kekuatan yang sama seperti grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata, yang
tidak dapat di-minta banding lagi pada hakim atasan. Pelaksanaan surat paksa di luar
cara yang diatur dalam Undang-undang maka akan dilakukan sesuai dengan peraturan
yang berlaku mengenai pelaksanaan putusan hakim dalam perkara perdata.
15. Pajak Bangsa Asing.
UU No. 74 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-undang darurat Nomor 16
tahun 1957 tentang Pajak Bangsa Asing. Peraturan-peraturan yang, termaktub dalam
Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1957 tentang pajak bangsa asing (Lembaran
Negara tahun 1957 No. 63) ditetapkan sebagai Undang-undang dengan tambahan-
tambahan dan perubahan-perubahan. Dengan nama "Pajak Bangsa Asing" dikenakan
pajak atas orang- orang bangsa asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Menteri
Keuangan berwenang membebaskan atau mengurangkan pajak dalam hal pengenaan
pajak dirasa kurang adil.

16. Tata Cara Pemungutan PPd, PKK dan PPs atau Tata CaraMPS – MPO
a. bahwa tata cara pemungutan menurut ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi Pajak
Pendapatan 1944, Ordonansi Pajak Kekayaan 1932 dan Ordonansi Pajak Perseroan
1925 yang berlaku pada dewasa ini kurang menjamin kelancaran serta ketertiban
pemungutan pajak-pajak langsung tersebut di atas;
b. bahwa dengan tidak mengurangi urgensi dan sambil menunggu adanya Undang-
undang Pokok Perpajakan, demi untuk mengamankan penerimaan pajak-pajak
langsung, maka perlu diadakan tata cara pemungutan yang lebih effektif dan effisien,
yang mencerminkan kegotong-royongan Nasional.
c. bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas dianggap perlu segera diadakan
perubahan dan penyempurnaan tata cara pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak
Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925.
Undang-undang tentang perubahan dan penyempurnaan tata cara pemungutan
pajak pendapaten 1944,pajak kekayaan 1932,dan pajak perseroan 1925 Pasal 1
Dengan Undang-undang ini dirubah dan disempurnakan tata cara pemungutan Pajak
Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925 dengan tata cara
Menghitung Pajak Sendiri (M.P.S.) dan Menghitung Pajak Orang Lain (M.P.O.).
Pasal 2 Yang dimaksud dengan tata cara Menghitung Pajak Sendiri (M.P.S.)
dan Menghitung Pajak Orang Lain (M.P.O.) tersebut pada pasal 1 diatas ialah: a.
9
Menghitung Pajak Sendiri (M.P.S.) ialah tata cara, dimana wajib pajak menghitung
dan membayar sendiri jumlah pajak-pajak; Pendapatan/Kekayaan/Perseroan yang
menurut ordonansi-ordonansi pajak yang bersangkutan terhitung dalam suatu masa
pajak.
C. Reformasi Pajak 1983

Reformasi pajak (tax reform) atau pembaruan perpajakan telah dilakukan sejak
tanggal 1 januari 1984. Bersamaan dengan dikeluarkannya serangkaian undang-undang
sebagai berikut:
1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Kedua undang-
undang di atas berlaku sejak 1 Januari 1948.
3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, direncanakan diberlakukan tahun 1984 juga, tetapi
karena masih ada sesuatu yang harus dipersiapkan lebih matang, maka undang-undang
tersebut diberlakukan mulai 1 April 1985.
4 Undang-undang Nomor 12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5 Undang-undang Nomor 13 tentang Bea Meterai.

D. Reformasi Pajak 1994

Reformasi perpajakan tidak berhenti begitu saja, tetapi gterus dilakukan perubahan dan
penyempurnaan sesuai dengan tuntutan perubahan sistem perekonomian. Pada tahun 1991
perubahan pertama dilakukan terhadap Pajak Penghasilan. Kemudian, pada tahun 1994
setelah satu dasarwasa peraturan pajak dilakukan lagi serangkaian perubahan terhadap
peraturan perpajakan. Undang-undang pajak yang dikeluarkan adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Selanjutnya, pada tahun 1997 dikeluarkan lagi serangkaian undang-undang baru unyuk
melengkapi undang-undang yang telah ada, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusin Daerah
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan
Bangunan

10
E. Reformasi Pajak 2000

Pada tahun 2000, seiring dengan perkembangan sosial dan ekonomi, pemerintah
Kembali mengeluarkan seranggkain undang-undang untuk mengubah undang-undang yang
telah ada, yaitu
1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No.6 Tahun 1983
tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. UU No.17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No.8 Tahun 1983
tentang PPN dan PPnBW.
4. UU No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.19 Tahun 1997 tentang
PPSP (Penagihan Pajak dengan Surat Paksa).
5. UU No.20 Tahun 2000 tentang BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan)
6. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Untuk lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum, pada tahun
2002: UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
27 juli 2007: UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No.6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2008: Pajak Penghasilan diubah dengan UU No.36 Tahun 2008
2009: - PPN dan PPnBW diubah dengan UU No.22 Tahun 2009
- UU No.28 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Pajak Daerah &
Retribusi Daerah
Terhadap kegiatan ekonomi system perpajakan harus netral dan tidak distorsi agar sumber
daya optimal dan sesuai dengan dinamika pasar dan pajak dapat mendorong atau
mengendalikan. Untuk itu harus dijalankan dengan fungsi sebagai berikut :
 Fungsi Regulernd : system pajak harus dapat mendorong kegiatan dan pertumbuhan
ekonomi nasional dengan mendorong investasi dari luar serta mengamankan
penerimaan negara.
 Fungsi Budgeter : memperluas cakupan subjek dan objek pajak dan meminimalkan
kemungkinan transfer pricing dan pembatasan-pembatasan pengenaan pajak
penghasilan final.
Reformasi perpajakan 2000 menghasilkan banyak perubahan dan diharapkan tidak
membuat bingung wajib pajak. Kebingungan ini disebabkan karena dari sisi wajib pajak
dituntut untuk lebih mematuhi aturan perpajakan tapi di sisi lain, yang kadang terabaikan
adalah perbaikan mental dari aparat pajak. Tanpa perlu memandang mana yang perlu
dibenahi terlebih dahulu. Marilah Bersama-sama baik Wajib Pajak, apparat pajak maupun
masyarakat untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan Undang-Undang Perpajakan demi
tercapainya tujuan pembangunan nasional.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pajak adalah sumber terpenting penerimaan negara, dan oleh karena itu, reformasi
pajak harus dilaksanakan secara objektif dengan target dan sasaran yang jelas. Reformasi
pajak/pembarauan perundang-undangan pajak dilakukan karena undang-undang yang berlaku
pada saat itu (tahun 1983 dan sebelumnya) dibuat di zaman kolonial mempunyai landasan,
pemikiran, jiwa, sasaran dan tujuan yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan harkat, hakikat,
dan jiwa kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat. Tujuan utama dari
pembaruan perpajakan adalah untuk lebih menegakkan kemandirian kita dalam membiayai
Pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan
dari dalam negeri, khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan negara melalui
perpajakan dari sumber-sumber di luar minyak bumi dan gas alam.
Reformasi pajak juga harus memperhatikan aspek keadilan, daya saing ekonomi di dalam
negeri ataupun dengan negara-negara pesaing, kelancaran dan kemudahan dalam
pelaksanaannya, serta dengan biaya yang efisien. Kebijakan perpajakan nasional telah
mengalami tiga tahap reformasi yaitu reformasi perpajakan nasional pertama tahun 1983
sampai dengan tahun 1985, reformasi kedua tahun 1994 sampai tahun 1997 dan reformasi
ketiga tahun 2000.
B. Saran

Dalam hal pemungutan pajak diharapkan agar para wajib pajak, apparat pajak,
maupun masyarakat secara bersama-sama dapat bersunguh-sungguh melaksanakan Undang-
Undang Perpajakan demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Selain itu pelanggaran-
pelanggaran bidang pajak sebaiknya juga diselesaikan menggunakan hukum pidana yang
berlaku agar para pelaku jera.

12
Daftar Pustaka

Suandy, E. (2017). "Hukum Pajak". Jakarta: Salemba Empat.


Suprajadi, L. (2000). "Reformasi Perpajakan". Hal 46 dan 53.
(https://media.neliti.com/media/publications/12925-ID-reformasi-perpajakan.pdf)
Diunduh pada 25 September 2021

Bawazier, F. (2011). "Reformasi Pajak di Indonesia". Hal 12 dan 27


(https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/344/229)
Diunduh pada 25 September 2021

https://www.pajak.go.id/id/artikel/perlunya-reformasi-pajak (1-5)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/53639/perpu-no-54-tahun-1960 (6)

https://riau.bpk.go.id/wp-content/uploads/2009/06/perda-6-th-1996.pdf (7)

https://carapedia.com/perubahan_tambahan_ordonansi_pajak_pendapatan_1944_thn_info1135.ht
ml (8)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/25253/uu-no-12-tahun-1947 (9)

https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1947_14.pdf (10)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/51662/uudrt-no-12-tahun-1950 (11)

http://www.wikiapbn.org/pajak-penjualan/ (12)

https://tsaniataxindonesia.wordpress.com/sejarah-pajak-di-indonesia/ (13)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/51466/uu-no-19-tahun-1959 (14)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/52867/uu-no-74-tahun-1958 (15)

https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1967_8.pdf (16)

13

Anda mungkin juga menyukai