Anda di halaman 1dari 22

PERPAJAKAN

PPH UMUM

Disusun oleh: KELOMPOK 5

1. IDA AYU EGI UTARI (10)


2. I WAYAN ANDIKA PUTRA (20)
3. NI MADE PRADNYA WIDIASRI (30)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PPH UMUM” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk
melengkapi salah satu materi dalam mata kuliah Perpajakan. Makalah ini disusun
bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca
khususnya dalam bidang anggaran.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada bapak Made Doni Permana Putra, SE.,Msi selaku
Dosen mata kuliah Perpajakan.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun.

Denpasar, 5 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan .................................................................... 4

2.2 Sejarah Pajak Penghasilan.......................................................................... 4

2.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak ................................................................... 7

2.4 Dasar Pengenaan Pajak Dan Cara Menghitung Penghasilan Kena

Pajak .......................................................................................................... 15

2.4.1 Dasar pengenaan Pajak ........................................................................... 15

2.4.2 Cara menghitung penghasilan kena pajak ............................................... 15

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 18

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 18

3.2 Saran ........................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas
penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau
badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan
jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi
perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursment) tanpa adanya
imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak
perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin
selama hal tersebut memungkinkanPada hakekatnya perpajakan di Indonesia di
tetapkan berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari
pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam
hubungan ini merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai
perjalanan sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa
dalam penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan
perpajakan sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial
penjajah, terutama ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam
beberapa dekade terakhir ini perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan
yang bersumber dari sistem perpajakan negara lain.
Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan diterapkan di berbagai
negara menyebutkan bahwa : “salah satu sumber penerimaan negara ialah dari
sektor pajak.” Pernyataan ini tertuang di dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945
pasal 23 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut : “segala pajak dipungut berdasarkan
undang-undang demi kepentingan negara dan ditunjukan kesejahteraan rakyat”.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai
tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat
akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk
kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat.

1
Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara yang
berlaku di berbagai negara. Tiap negara membuat aturan dan dalam mengenakkan
dan memungut pajak di negaranya. Bagi Indonesia, penerimaan pajak sangat besar
perannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Kondisi
itu tercapai ketika harga minyak bumi berfluktuasi di pasar internasional dalam
kurun waktu yang relatif panjang pada awal dekade 1980-an. Fluktuasi harga
tersebut telah membuat struktur penerimaan negara yang saat itu sangat
mengandalkan penerimaan dari minyak bumi dan gas (migas) tidak bisa diandalkan
lagi untuk kesinambungannya. Dari aspek budgeting, bila penerimaan andalan dari
migas tetap di pertahankan, maka akan merusak tatanan atau struktur penerimaan
negara di APBN. Akibatnya, pembangunan nasional yang telah dilaksanakan dan
diprogramkan diberbagai bidang, dan membutuhkan biaya saat itu, bisa saja tidak
dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana (program pembangunan).
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah
satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan
kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri
maupun pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak khususnya
wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang
dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan. Sumber penerimaan
negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah pajak
penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan
usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun pendapatan
diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak khususnya wajib pajak adalah
menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara teratur
untuk menyusun laporan keuangan. Dalam rangka menyukseskan pembangunan
nasional, peranan penerimaan pajak sangat penting dan mempunyai kedudukan
yang strategis. Tidak mungkin pemerintah dapat mengerakkan roda pemerintahan
dan pembangunan nasional tanpa adanya dukungan dana, terutama yang bersumber
dari penerimaan pajak. Oleh sebab itu setiap tahun penerimaan pajak senantiasa
diupayakan untuk terus meningkat. Ada tiga unsur yang menentukan penerimaan
pajak, yakni undang-undang perpajakan yang tepat, kepatuhan serta kesadaran dari

2
Wajib Pajak dan aparat perpajakan yang cakap dan bersih.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan wajib pajak penghasilan?
2. apa yang termasuk objek dan subjek pajak?
3. bagaimana Dasar Pengenaan Pajak Dan Cara Menghitung Penghasilan
Kena Pajak?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang pph.
2. Memahami objek dan subjek pajak.
3. Mengetahui Dasar Pengenaan Pajak Dan Cara Menghitung Penghasilan
Kena Pajak.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi
atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak. Ditinjau dari segi sejarahnya, pajak sudah
ada sejak jaman dahulu kala yang saat itu pemberiannya sukarela dari rakyat kepada
rajanya. Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma)
namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus
dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu,
rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa
padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang
dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan
sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang
lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 6 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.

2.2 Sejarah Pajak Penghasilan


Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya
tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan
sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya
rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan
perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa,

4
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada
uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya
diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty". Sebaliknya business tax
atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga
1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi,
pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk
orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan
kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang
berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha,
penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat
proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun
1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada,
dihilangkan dengan diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak
pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene
Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi
penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak
pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan
domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang
didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (on dememing), pada tahun
1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan
Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925
yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting
lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak
mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya
tentang ketentuan cuti pajak (tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983,

5
yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni
dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan
perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk
merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya
Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting
1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal
Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk
Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas
penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal
asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka
kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan
muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah
(loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak
Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%.
Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang)
menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama
Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang
disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd.
saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama
dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang
Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944,
Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU
MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang
berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya
reformasi pajak di Indonesia.

6
2.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. a. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan yang berhak
warisan merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu
ahli waris.
2. Badan, terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif,
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam kegiatan ekonomi suatu negara,
dalam hal ini negara Indonesia. Subjek pajak dapat pula dibedakan yaitu subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Selanjutnya dapat dijelaskan
bahwa subjek pajak dalam negeri adalah wajib pajak membuat SPT sementara
subjek pajak luar negeri tidak wajib membuat SPT.

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :


1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
• Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
• Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia.

7
b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria :
• Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
• Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
• Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau
pemerintah daerah, dan
• Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.

c. Subjek pajak warisan, yaitu :


Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.

2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :


a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
panghasilan dari Indonesia tidak dari menjalakan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat
didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik

8
orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima
dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain
adalah :

Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri

• Dikenakan pajak atas penghasilan • Dikenakan pajak hanya atas


baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di Indonesia
indonesia. • Dikenakan pajak berdasarkan
• Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
penghasilan netto. • Tarif pajak yang digunakan
• Tarif pajak yang digunakan adalah adalah tarif sepadan (tarif UU PPh
tarif umum (tariff UU PPh pasal 17) pasal 26)
• Wajib menyampaikan SPT • Tidak wajib menyampaikan SPT.

Kewajiban Pajak Subjektif


Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai
subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan
table mulai dan berakhirnya pajak subjektif.
Kewajiban pajak subjektif
MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
• Saat dilahirkan • Saat meninggal
• Saat berada di indonesia atau • Saat meninggalkan indonesia untuk
bertempat tinggal di indonesia selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri badan:
badan: • Saat dibubarkan atau tidak bertempat
kedudukan di indonesia

9
• Saat didirikan atau bertempat
kedudukan di indonesia

MULAI BERAKHIR

Subjek pajak luar negeri melalui Subjek pajak luar negeri melalui
BUT: BUT:
• Saat menjalankan usaha atau • Saat tidak lagi menjalankan usaha
melakukan kegiatan melalui BUT di atau melakukan kegiatan melalui
indonesia BUT di indonesia.
Subjek pajal luar negeri tidak Subjek pajal luar negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
• Saat menerima atau memperoleh • Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
• Saat timbulnya warisan yang belum • Saat warisan telah selesai dibagikan
terbagi

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

10
3. Organisasiinternasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri
keuangan no 661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana
telah diubah terkhir dengan keputusan Menteri Keuangan nomor
314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam
keputusan Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember
1994 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan nomor
314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesai.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau
utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
grafitasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

11
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan
social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;

12
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti
gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen,
royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan
sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zamil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

13
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbanan keagamaan
yang sifatnya wajib pajak bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikian atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat :
• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling
rendah 25% Dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha
aktif diluar kepemilikan Saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.

14
8. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan
usaha dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
12. Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.

2.4 Dasar Pengenaan Pajak Dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
2.4.1 Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi dasar
pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar
negeri adalah penghasilan bruto.
Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak pada badan
dihitung sebesar penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP badan ) = penghasilan netto

Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto –
PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP

2.4.2 Cara menghitung penghasilan kena pajak


Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri

15
dan badan usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Menggunakan pembukuan
2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan pembukuan,
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir pembukuan
Untuk WP badan besar penghasilan kena pajak = penghasilan netto yaitu
penghasilan bruto dikurangi PPH .
Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh-PTKP

Untuk WP Orang Pribadi besar penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan
netto dikurangi dengan PTKP
Penghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan ,
menagih , dan memelihara penghasilan termasuk:
1. Biaya secara langsung dan tidak langsung
2. Penyusutan atas pengeluaran
3. Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan
4. Kerugian karna penjualan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia
7. Biaya beasiswa,magang, pelatihan
8. Piutang yang nyata

16
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah diatur
dengan peraturan pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11. Biaya pembangunan insprastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya( min 5 th)
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri
dan usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
4. Cadangan piutang
5. Cadangan untuk usaha asuransi
6. Cadangan penjaminan
7. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
8. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
9. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
10. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
11. Penggantian atau imbalan
12. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
13. Harta yang dihibahkan
14. Pajak penghasilan
15. Biaya yang dibebankan
16. Gaji
17. Sanksi administrasi
18. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek
PPH
19. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha,
gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

3.2 Saran
Kami selalu berharap bagisemua pihak yang berwenang dalam pemungutan
pajak agar pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa
dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat sangat bermanfaat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Diana, dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia, Andi,


Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 1999. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK No. 17,
Cetakan Keempat, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Lumbantoruan, Shopar, 2005, Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana. Jakarta
Muljono, Djoko 2009, TAX PLANNING-Menyiasati Pajak dengan
Bijak.Yogyakarta : ANDI.
Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Andi, Yogyakarta.
Munawir S. 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta.
Pohan, CA 2011, Optimazing Corporate Tax Management, Bumi Aksara, Jakarta
Resmi, Sitti 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Jakarta : Salemba Empat.
Suandy, Erly, 2006, Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Rahayu, Siti Kurnia 2009, Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta
Soemahamidjadja Soeparman, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. (2002:5)
Suandy, 2003, Perencanaan Pajak, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta
http://forever2705.wordpress.com/2008/08/11/pengertian-pajak-
penghasilan/www.google.com.

19

Anda mungkin juga menyukai