Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH DAN PRINSIP PERPAJAKAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah : Seminar Perpajakan

Dosen : Jamothon Gultom SE., MM

Disusun Oleh:
Alda Farida
181011200584

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Makalah ini berisi tentang Sejarah Perpajakan.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga
menghasilkan karya yang bisa di pertanggung jawabkan hasilnya. Penulis mengucapkan terima
kasih banyak terhadap pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Sehingga penulis selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat untuk penulis khususnya, dan masyarakat Indonesia umumnya.

Jakarta, 22 Maret 2022


Penulis ,

Alda Farida
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3

BAB I ................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 5

BAB II .................................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6

2.1 Pengertian Perpajakan ............................................................................................. 6

2.2 Sejara Perpajakan .................................................................................................... 7

2.3 Prinsip Prinsip Perpajakan…………………………………………………………………….……………….7

BAB III ............................................................................................................................... 17

PENUTUP .......................................................................................................................... 17

3.1 KESIMPULAN ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 18


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara merupakan tempat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan hidup bersama. Dalam
Undang- Undang Dasar 1945 sudah dirumuskan tentang fungsi dan tujuan negara Indonesia
yaitu untuk melindungi hak- hak dan kewajiban setiap warga negara, memajukan kesejahteraan
masyarakatnya, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam melaksanakan ketertiban
dunia. Salah satu tujuan negara yang paling mendasar bagi kesejahteraan dalam bidang
ekonomi masyarakatnya dan pembangunan nasional dalam sarana dan infrastruktur sebagai
upaya memajukan kesejahteraan masyarakatnya, memang diperlukan suatu anggaran belanja
negara yang bersumber dari sumber-sumber peneriman negara.

Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai suatu wadah yang melindungi warga
negara wilayah tertentu yang ditinggali warganya tentu memerlukan dana yang tidak sedikit.
Selain dengan pemasukan kas negara dengan melalui Badan Usaha Milik Negara juga melalui
pajak yang berperan dalam pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat.

Karena dengan bertambahnya kas negara maka segala fasilitas dan infrastruktur yang ada
semakin bertambah dan meningkat baik dari segi kuantitas juga dari segi kualitas, maka dengan
begitu masyarakat dapat terlindungi baik secara psikologis ataupun bukan. Dengan begitu
disini pemerintah memerlukan kerja sama antara petugas yang menangani perpajakan serta
kesadaran diri dari masyarakat itu sendiri dalam membayar pajak.

Sebagian orang merasa bahwa tidak bermanfaat apa-apa bagi dirinya dalam kepatuhannya
kepada pemerintah dengan membayar pajak, padahal jalan-jalan yang dibangun, sekolah gratis,
penggajian guru-guru PNS dan lain sebagainya itu dikeluarkan melalui kas negara yang
didalmnya terdapat pajak yang didapatkan dari warga negara tersebut. Maka dari itu makalah
ini berguna secara sukarela dan menurut prinsip sendiri bukan atas paksaan atau hanya patuh
saja tapi juga karena kita tahu mengenai pajak itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Perpajakan ?


2. Bagaimana Sejarah Perpajakan ?
3. Bagaimana Sejarah Reformasi Perpajakan di Indonesia ?
4. Apa saja Prinsip Perpajakan di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui yang dimaksud dengan perpajakan dan
perkembangan perpajakan di Indonesia saat ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perpajakan

Pajak istilah asing yang di sebut dengan Fax (Inggris), Importcontribution, taxe, Droit
(Perancis), Steuer, Abgabe, Gebuhr (Jerman), Impuesto Contribution, Tributo, Gravamen, Tasa
(Spanyol) dan Belasting (Belanda), dalam literatur Amerika selain istilah Tax dikenal pula
istilah Tarif.

Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang
dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak. Penggunaannya
untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi kesejahteraan masyarakat.

Uang pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak
merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk mendanai pembangunan di pusat dan
daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai anggaran kesehatan dan pendidikan,
dan kegiatan produktif lain. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan
berdasarkan undang-undang. Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1,
pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Dr. N. J. Feldman mengatakan dalam (Resmi, 2019) bahwa, ”Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontrapretasi, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran- pengeluaran umum.

Menurut Prof. .Dr. Rochmat Soemitro, S.H., dalam (Mardiasmo, 2018) mengemukakan
bahwa, “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi tersebut
kemudian disempurnakan menjadi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

2.2 Sejarah Perpajakan

Jauh sebelum zaman Romawi dan Yunani kuno serta zaman Firaun di Mesir, telah ada
suatu wadah yang menguasai dan memerintah penduduk Le Contract Social atau perjanjian
masyarakat yang dikemukakan oleh Rousseau adalah teori yang menjawab pertanyaan
mengapa penduduk atau rakyat harus patuh kepada pemerintah negaranya. Bahwa
sebagaian hak dari mereka diberikan kepada suatu wadah yang akan mengurus kepentingan
bersama. Wadah mana kemudian dikenal sebagai L’etat, Staat, State, negara.

Ekstensi pajak sebagai spesies dari genus pungutan telah ada sejak zaman Romawi.
Pada awal Republik Roma (t09-27 sebelum Masehi) dikenal berbagai jenis pungutan
seperti censor, questor dan beberapa jenis pungutan lain. pelaksanaan pemungutannya
diserahkan kepada warga tertentu yang disebut ublican. Tributum sebagai pajak langsung
(pajak atas kepala = head tax) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma
sampai tahun 167 SM. Sesudah abad ke2
penguasaan Roma mengandalkan pada pajak tidak langsung yang disebut vegtigalia
seperti portoria yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.

Di Caman Julius caesar dikenal centesima rerum venalium yakni sejenis pajak penjua
lan dengan tarif 1% dari omzet penjualan. Di daerah lain di italia dikenal dengan decumae,
yakni pungutan sebesar 10% (tithe) dari para petani atau penguasa tanah.
Setiap penduduk di italia,termasuk penduduk roma sendiri dikenakan tributum yang tetap
yang sering kali disebut stipendium.

Demikian pula di mesir, pembuatan piramida yang tadinya merupakan pengabdian dan
bersifat sukarela dari rakyat mesir,pada akhirnya menjadi paksaan,bukan saja
dalam bentuk uang, harta kekayaan, tetapi juga dalam bentuk kerja paksa.
Pada abad ke XIV diSpanyol dikenal dengan Alcabala, salah satu bentuk pajak penjualan.

Di indonesia,berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (Payment in kind)


,kerja paksa maupun dengan bentuk uang dan upeti telah lama dikenal. Pungutan dan
beban rakyat Indonesia semakin terasa besarnya, terutama sesudah bersirinya VOC tahun
1602 dan dilanjutkan dengan pemerintahan kolonial Belanda.

Adapun himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan para
wajib pajak serta segala sesuatu yang berkaitan dengang tersebut,inilah yang lazim disebut
dengan hukum pajak. Khusus di indonesia telah diatur salah satu Direct Tax, yakni
Undang-undang Republik 1ndonesia Nomor 12 Tahun 1985, tentang Pajak bumi dan
bangunan, yang berlaku sejak Tanggal 28 Desember
1985 yang di undangkan dalam Lembaran Negara Republik 1ndonesia nomor 3312;
dan penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran Negara Republik 1ndonesia tahun
1985 nomor 68.

Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma) namun
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh
rakyat (masyarakat) kepada seorang raja ataupun penguasa. Saat itu,rakyat memberikan
upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil
tanaman lainnya seperi piang, kelapa, dan lain-lain. Pemberin yang dilakukan rakyat saat
itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada
imbalan prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan
rajayang lebih tinggi status sosialnya dibandingakan rakyat.

Dalam perkembangannya sifat upeti yang diberikan oleh rakyat hanya untuk kepentin
gan raja saja,tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri,
artinya pemberian kepada rakyat atau penguasa digunakan untuk kepentingan
umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, pembangunan saluran
air, membangun sarana sosial lainnya, serta kepentingan umum lainnya.

Perkembangan dalam masyarakat mengubah sifat upeti (pemberian) yang semula


dilakukan Cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut,yang kemudian dibuat suatu aturan
yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsiur keadilan lebih
diperhatikan.u ntuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat di ikut sertakan dalam
membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga
hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.

Di 1ndonesia sejak zaman kolonial belanda ternyata telah diberlakukan cukup


banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:

1. Ordonasi Pajak Rumah Tangga


2. Aturan Bea Materai
3. Ordonasi Bea Balik Nama
4. Ordonasi Pajak Kekayaan
5. Ordonasi Pajak Kendaraan Bermotor
6. Ordonasi Pajak Upah
7. Ordonasi Pajak Potong
8. Ordonasi Pajak Pendapatan
9. Undang-undang Pajak Radio
10. Undang-undang Pajak pembangunan
11. Undang-undang Pajak Peredara
2.3 Sejarah Reformasi Perpajakan di Indonesia

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan
perkembangan ekonomi dari masyarakat suatu negara dan juga berkembangya Negara tersebut
dengan baik dibidang social maupun ekonominya. Dengan demikian halnya maka pembayaran
pajak yang tadinya bersifat sukarela sekarang berubah menjadi konstribusi wajib yang harus
dibayarkan kepada negara yang ditetapkan secara sepihak oleh negara dalam bentuk Undang-
undang perpajakan yang dapat dipaksakan.

Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, namun dengan sistem pungutan yang
berbeda. Pada zaman kerajaan hingga hingga penjajahan pungutan bersifat memaksa. Pada
zaman kerajaan pungutannya adalah upeti kepada raja sebagai persembahan yang dianggap
sebagai wakil tuhan. Ada timbal balik dengan rakyat yang membayar pungutan. Rakyat
mendapat jaminan dan ketertiban dari raja, bahkan pada zaman itu beberapa kerajaan juga
melakukan sistem pembebasan pajak, terutama pada tanah perdikan. Memasuki era kolonial
Hindia Belanda, pajak mulai dikenakan di Indonesia.

Pajak yang diterapkan itu, seperti pajak rumah, pajak usaha, sewa tanah maupun pajak
kepada pedagang. Adanya sistem itu membuat masyarakat merasa berat dan terbebani. Apalagi
tidak ada kejelasan dan banyak penyelewengan oleh pemerintah kolonial waktu itu. Pada masa
kemerdekaan, pajak dimasukan ke dalam UUD 1945 Pasal 23 pada sidang BPUPKI. Pasal itu
berbunyi segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Meski sudah
dituangkan dalam UU, tapi pemerintah belum dapat mengeluarkan UU khusus yang mengatur
tentang pajak. Karena terjadi Agresi Militer Belanda dan membuat pemerintahan Indonesia
harus memindahkan ibu kota Jakarta ke Yogyakarta. Karena roda pemerintahan dan
pembiayaan pengeluaran negara harus tetap dijalankan, pemerintah mengadopsi beberapa
aturan tentang pajak peninggalan pemerintahan kolonial.

Di Indonesia, berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (Payment in kind), kerja paksa
maupun dengan bentuk uang dan upeti telah lama dikenal. Pungutan dan beban rakyat
Indonesia semakin terasa besarnya, terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602 dan
dilanjutkan dengan pemerintahan kolonial Belanda.
Adapun himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan para
wajib pajak serta segala sesuatu yang berkaitan dengan tersebut, inilah yang lazim disebut
dengan hukum pajak. Khusus di Indonesia telah diatur salah satu Direct Tax, yakni: Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang
berlaku sejak Tanggal 28 Desember 1985 yang di undangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia nomor 3312 dan penjelasannya dimuat dalam tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1985 nomor 68.

Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (Pemberian secara Cuma-Cuma) namun
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh
rakyat (masyarakat) kepada seorang raja ataupun penguasa. Saat itu rakyat memberikan
upetinya kepada raja atau penguasa bebentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman
lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-alainlin. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu
digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada
imbalan prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak dan seolah – olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja
yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.

 Reformasi Pajak 1983


Sebelum reformasi pajak tahun 1983, besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (WP)
ditetapkan oleh negara melalui Kantor Inspeksi Pajak. Dengan semakin banyaknya jumlah WP
serta semangat sebagai bangsa yang telah merdeka, sistem penetapan besarnya pajak yang
terutang oleh Kantor Inspeksi Pajak diubah ke sistem self assessment WP menghitung dan
melaporkan sendiri besarnya pajak penghasilan yang terutang). Sejalan dengan itu, Kantor
Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Sedangkan untuk meningkatkan daya
saing ekonomi Indonesia pada khususnya dan menunjang ekspor pada umumnya, serta untuk
meningkatkan efektivitas kontrol masyarakat dalam pemungutan pajak tidak langsung, PPn
(Pajak Penjualan) diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain 2 (dua) perubahan
yang amat signifikan ini (self assessment dan PPN), tarif PPh juga diturunkan dari 45% ke 35%
dan struktur tarif pajak penghasilan disederhanakan untuk WP orang pribadi ataupun WP
perusahaan. Reformasi pajak 1983 ini dinilai berhasil khususnya dalam meningkatkan
penerimaan pajak dan menaikkan perannya dalam APBN. Sayangnya reformasi 1983 ini
ditangani konsultan-konsultan asing, meski sebenarnya tenaga-tenaga dalam negeri mampu
menanganinya, jika saja diberi kesempatan dan kepercayaan.
 Reformasi Pajak 1994

Tanpa mengurangi substansi reformasi pajak 1983, reformasi perpajakan 1994 dan 1997
merupakan konsekuensi logis atau lanjutan sebagai hasil dari evaluasi pelaksanaan reformasi
sebelumnya, khususnya pelaksanaan prinsip self assessment. Sudah menjadi sifat WP di negara
manapun untuk berupaya menghindari atau mengecilkan kewajiban pajaknya. Bedanya, di
negara-negara maju umumnya, upayaupaya tersebut dijalankan WP dengan memanfaatkan
peluang-peluang legal yang tersedia serta perencanaan pembayaran kewajiban pajak yang baik
(healthy tax planning).

Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, upaya penghindaran dan


pengecilan pajak ditempuh dengan upaya yang legal maupun ilegal. Sementara sifat atau
perilaku petugas pemungut pajak di negara maju umumnya lebih disiplin dan bersih
dibandingkan dengan pegawai pajak di negara berkembang yang umumnya justru aktif mencari
peluang memperkaya diri dengan menyalahgunakan kewenangannya.

Dengan menyadari perilaku WP dan aparatur pajak yang umumnya belum terpuji (kurang
jujur) itu, efektivitas pelaksanaan prinsip self assasesment, yakni WP menghitung sendiri
besarnya pajak yang terutang, sedikit banyak agak terganggu. Reformasi 1994 antara lain
dimaksudkan untuk menjaga efektivitas pelaksanaan prinsip self assessment, yaitu dengan
meminimalkan interaksi aparatur pajak dengan WP. Selain itu, reformasi 1994 dimaksudkan
untuk menerapkan seluas mungkin PPh Final sepanjang syarat-syaratnya bisa terpenuhi,
mampu meningkatkan penerimaan pajak, dan bisa menutup kebocoran (korupsi, kolusi, dan
nepotisme) yang terjadi.

Penerapan PPh Final telah terbukti efektif dan diminati WP karena selain sederhana dan
mekanismenya mudah, juga memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi WP dengan
penghasilan yang sejenis. Sedangkan bagi Direktorat Jenderal Pajak, penerapan PPh Final
selain memudahkan dalam perencanaan besarnya penerimaan pajak, juga karena biaya
pemungutannya yang sangat murah, tetapi memberikan peningkatan penerimaan pajak yang
signifikan. PPh Final itu ibarat mengambil uang rakyat (pajak) tanpa keringat dan mereka yang
diambil uangnya tidak mengeluh.

PPh Final antara lain diterapkan dalam pemungutan PPh atas penghasilan bunga bank yang
diterima masyarakat dari deposito, tabungan atau simpanannya di bank dengan tarif 20%.
Sistem ini juga diterapkan pada penghasilan dari penjualan tanah dan rumah dengan tarif 5%
dari harga jual atau nilai jual objek pajaknya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). PPh Final juga
diterapkan terhadap transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia dengan tarif 1/1000
(satu permil) dari harga jual saham.

Dengan memahami latar belakang perilaku WP ataupun aparatur pajak itu, reformasi 1994
dimaksudkan untuk menjaga tegaknya prinsipprinsip dalam reformasi pajak 1983, yaitu :

a. Sederhana, artinya kedua belah pihak (WP dan aparatur pajak) dapat menjalankan hak
dan kewajibannya dengan mudah dan murah;
b. Asas pemerataan dan keadilan dalam beban pajak yang harus dipikul;
c. Kepastian hukum bagi kedua belah pihak (WP dan aparatur pajak);
d. Menutup atau mengurangi peluang-peluang penyelundupan pajak dan penyalahgunaan
wewenang;
e. Netralitas dalam pengenaan pajak untuk menjaga perilaku alami WP;
f. Dapat digunakan sebagai instrumen tambahan untuk mendorong pembangunan
ekonomi di sektor atau daerah tertentu.

Reformasi pajak 1994 juga memperhatikan faktor globalisasi dan semangat persaingan tarif
pajak dengan negara-negara ASEAN dalam memperebutkan investasi. Reformasi pajak 1994
ini meliputi perubahan pada 4 (empat) undangundang yaitu;

a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991.
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Untuk lebih mewujudkan prinsip-prinsip pemungutan pajak seperti disebutkan di atas,


reformasi perpajakan tahun 1994 ini memberikan landasan hukum yang lebih tegas untuk
menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan tarif PPh yang lebih progresif. Sebagai
penajaman dari prinsip kesederhanaan dan prinsip kepastian hukum, definisi atau cakupan
dari subjek pajak dan obyek pajak, beserta pengecualian-pengecualiannya diberikan
penegasan yang lugas agar terhindar dari multitafsir dalam pelaksanaannya. Penajaman ini
juga meliputi perluasan objek-objek pajak baru atas penghasilan yang selama ini (1984-
1994) belum termasuk ataupun yang timbul karena perkembangan dari globalisasi.

Misalnya, premi asuransi yang dibayarkan ke luar negeri, penghasilan dan penjualan
harta di Indonesia yang dinikmati WP luar negeri, pengakuan pengeluaran atau beban atau
ongkos untuk pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan sumber daya manusia, serta
pengeluaran atau biaya untuk pelestarian lingkungan dan ekosistem. Prinsip kesetaraan
antara WP dengan aparatur pajak mulai ditekankan.

Prinsip keseimbangan atau kesetaraan antara WP dan aparatur pajak antara lain dengan
diberikannya bunga sebesar 2% perbulan atas keterlambatan dalam pengembalian lebih
bayar pajak oleh negara (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994) ataupun sanksi yang
mengatur bahwa pejabat pajak dapat dihukum pidana kurungan dan denda jika melanggar
ketentuan rahasia jabatan. Selain itu, reformasi pajak 1994 ini lebih menegaskan
pelaksanaan prinsip bahwa peraturan perpajakan harus berlaku sama bagi setiap WP
dengan situasi atau kasus yang sama, seperti PPh Final sebagaimana yang telah diuraikan
di atas.

Tarif PPh tertinggi juga kembali diturunkan dari 35% menjadi 30% dan kembali
terbukti bahwa penurunan tarif tidak menurunkan penerimaan negara dari sektor
perpajakan. Begitu pula dengan tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau
Pendapatan Domestik Bruto) yang tidak menunjukkan angka penurunan. Selain itu, masa
kadaluarsa pajak diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun.

 Reformasi Pajak Pasca 1997

Setelah reformasi pajak tahun 1997, perubahan-perubahan masih terus berlangsung baik
dalam peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, reorganisasi Ditjen Pajak, maupun
modernisasi informasi teknologi. Pada pengamatan penulis, perubahan-perubahan pasca tahun
1997 ini telah kehilangan arah atau sasaran yang ingin dicapai karena bersifat asal-asalan dan
sekedar trend politik dalam era reformasi. Berbeda dengan reformasi pajak 1983 dan 1994 yang
menekankan pada penurunan dan penyederhanaan tarif PPh dan struktur lapisan yang kena
pajak, namun reformasi pajak pasca 1997 justru bekerja sebaliknya. Bahkan reformasi pajak
pasca 1997, karena bermuatan politis, membedakan lagi tarif PPh antara WP orang pribadi
dengan WP badan hukum, yang berarti mengganggu prinsip netralitas dalam pemungutan pajak
ataupun perilaku pilihan WP.

2.4 Prinsip-Prinsip Perpajakan

Di dalam perpajakan pastinya membutuhkan prinsip agar sistem pemungutan pajak


berjalan dengan lancar dan efektif. Disamping itu, prinsip pajak juga dibutuhkan sebagai acuan
untuk penerapan pelayanan yang terbaik. Maka dari itu, perpajakan memiliki 4 prinsip pajak,
antara lain :

 Prinsip Equity
Prinsip ini berkaitan dengan keadilan, yang artinya dalam pengenaan atau pemungutan pajak
harus diperhatikan sesuai dengan kemampuan tingkat penghasilan wajib pajak.

 Prinsip Kepastian
Dengan adanya prinsip ini maka pemungutan pajak harus terdapat jaminan dan kepastian
hukum yang tegas dan jelas. Hal ini bertujuan agar wajib pajak mudah dalam melakukan
administrasi dikarenakan diketahui besaran pajak, objek pengenaan pajak, dan tata cara
perpajakan yang jelas dan pasti.

 Prinsip Kenyamanan / Kecocokan.


Dengan adanya prinsip ini, maka dalam menjalankan pajak harus sesuai dengan sistem self
assessment, artinya pemerintah harus bisa melihat apakah wajib pajak tersebut layak dikenakan
pajak atau tidak. Hal ini bertujuan agar wajib pajak akan membayar pajak dengan tulus dan
tidak keberatan.

 Prisip Ekonomi
Dengan adanya prinsip ini, dalam menjalankan pemungutan pajak, maka biaya pemungutan
harus lebih rendah dari beban pajak yang dikenakan.

Oleh karena itu, kami dapat simpulkan bahwa pajak bersifat memaksa dan sudah diatur
dalam hukum kuat yang digunakan untuk keperluan negara dan membawa dampak positif
untuk kemakmuran masyarakat.

Menurut kami, dengan warga negara membayar pajak dapat dibuktikan bahwa kita adalah
warga negara yang taat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan
merupakan bentuk partisipasi kita sebagai warga negara ke negara kita. Jika kita membayar
pajak, berarti secara otomatis maka kita sudah berkontribusi dalam pembangunan yang ada di
Indonesia dalam bentuk apapun itu. Alasan kita wajib membayar pajak karena sumber
pendapatan negara didapatkan dari pajak yang dibayarkan oleh warga negara Indonesia.
Dan ada beberapa hal positif dengan kita membayar pajak, yaitu pertama, kita dapat
menyumbang untuk korban bencana alam, karena mengingat jika bencana alam terjadi, maka
negara akan menyalurkan uangnya untuk korban dan daerah yang terkena dampak tersebut.
Kedua, kita juga bisa membantu pemerintah untuk membangun berbagai fasilitas
umum, fasilitas tersebut bisa membantu keseharian masyarakat. Ketiga, dengan kita membayar
pajak bisa membangun jalan antara kota dan desa, pelabuhan yang menghubungkan antar
pulau, dan pastinya membangun bandara yang bisa menghubungkan antar provinsi. Hal ini
bertujuan untuk membantu masyarakat yang jauh dari kota. Dengan terhubungnya antar
wilayah bisa membangun ekonomi yang dapat membuat masyarakat bisa mendapatkan
penghasilan di wilayah mereka.

2.5 Analisis Sejarah Perpajakan


Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang
dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak.
Penggunaannya untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1, pengertian pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma) namun
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh
rakyat (masyarakat) kepada seorang raja ataupun penguasa. Saat itu,rakyat memberikan
upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil
tanaman lainnya seperi piang, kelapa, dan lain-lain. yang kemudian dibuat suatu aturan
yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih
diperhatikan.untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat di ikut sertakan dalam
membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga
hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan
raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan prestasi yang dikembalikan kepada
rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah – olah ada
tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya
dibandingkan rakyat.
Sejak 1984 Indonesia memasuki era baru sistem pemungutan pajak, yaitu self
assessment system yang memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
Sejalan dengan itu, Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak.
Sedangkan untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia pada khususnya dan
menunjang ekspor pada umumnya, serta untuk meningkatkan efektivitas kontrol
masyarakat dalam pemungutan pajak tidak langsung, PPn (Pajak Penjualan) diganti dengan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain 2 (dua) perubahan yang amat signifikan ini (self
assessment dan PPN), tarif PPh juga diturunkan dari 45% ke 35% dan struktur tarif pajak
penghasilan disederhanakan untuk WP orang pribadi ataupun WP perusahaan.Reformasi
pajak ini dinilai berhasil khususnya dalam meningkatkan penerimaan pajak dan menaikkan
perannya dalam APBN.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pajak adalah sumber terpenting penerimaan negara, dan oleh karena itu, reformasi pajak
harus dilaksanakan secara objektif dengan target dan sasaran yang jelas. Reformasi pajak juga
harus memperhatikan aspek keadilan, daya saing ekonomi di dalam negeri ataupun dengan
negara-negara pesaing, kelancaran dan kemudahan dalam pelaksanaannya, serta dengan biaya
yang efisien. Pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara
dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara
diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah dalam rumusan simpel yakni
iuran dari rakyat kepada kas negara. Fungsi utama pajak bagi pemerintah ialah dimana pahak
memegang peranan penting bagi suatu negara, karena pajak merupakan sumber pendapatan
negara yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi dan sebagai
pemerataan pendapatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Gunadi,dkk.2007 Perpajakan Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas ekonomi Universitas

Indonesia

Fuad Bawazier 2011 Reformasi Pajak Di Indonesia

https://www.pajak.go.id/

https://www.academia.edu/13063376/Sejarah_Perpajakan_Perpajakan

Anda mungkin juga menyukai