PERPAJAKAN
“DASAR-DASAR PERPAJAKAN”
DOSEN :
KELOMPOK 1
DISUSUN OLEH :
“DASAR-DASAR PERPAJAKAN”
DOSEN :
SUTRI HANDAYANI, SE., M.Ak
KELOMPOK 1
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya yang begitu besar, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan
dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
perpajaan. dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang
saya miliki, saya berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber informasi.
Kegiatan penyusunan makalah ini memberikan saya tambahan ilmu pengetahuan yang
dapat bermanfaat bagi kehidupan saya, dan semoga bagi para pengguna makalah ini.
Sebagai manusia biasa, saya sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya berharap akan adanya masukan yang
membangun, sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi sendiri mapun pengguna
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 3 PENUTUP
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk
pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena
itu, sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan
bangsa. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan
pajak karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak
merupakan suatu tantangan tersendiri. Pemerintah telah memberikan kelonggaran
dengan memberikan peringatan terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak
(SPP). Akan tetapi, tetap saja banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak
bahkan tidak sedikit yang cenderung menghindari kewajiban tersebut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu definisi pajak yang terpendek adalah “an individual sacrifice for a
collective goal (individu berkorban untuk tujuan bersama)”. Definisi ini di rumuskan
oleh Ferdinand H.M. Grapperhaus. [1]
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani merumuskan pajak adalah iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur – unsur sebagai
berikut:
Dilihat dari segi arah arus dana pajak, jika arah datangnya pajak berasal dari
wajib pajak, maka disebut iuran. Sedangkan jika arah datangnya kegiatan untuk
mewujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak itu disebut pungutan.
Salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa pemungutannya harus
berdasarkan undang – undang. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya pajak adalah
beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak, sehingga dalam perumusan macam, jenis,
dan berat ringannya tariff pajak itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan
menyetujuinya, melalui wakil – wakilnya di parlemen atau dewan perwakilan rakyat.
[3]
2
3. Dalam pembayaran pajak tidak ada kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah.
Dilihat dari definisi pajak diatas, pajak mempunyai fungsi untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum. Namun sebenarnya fungsi membiayai pengeluaran
umum hanyalah salah satu fungsi pajak sebab pajak memiliki dua fungsi, yaitu:
Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai sumber dana untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran negara. contoh: penerimaan yang berasal dari sector pajak
mencapai 71,4% dari keseluruhan penerimaan negara pada RAPBN 2001
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
di bidang sosial dan ekonomi. Contoh :
1. pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras
2. pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif
3. tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, bertujuan untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia. [4]
2.3. Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan merata,
sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan
manfaat yang diminta wajib pajak dari pemerintah.
3
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pajak yang
dipungut.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Hukum pajak mempunyai kedudukan
diantara hukum-hukum sebagai berikut:
1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum public, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini
dapat dirinci lagi sebagai berikut:
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
4
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada dua macam hukum pajak yakni:
1. Hukum pajak material, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan
perbuatan peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan
pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul
dan hapusnya hutang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Contoh: Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat
antara lain:
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. Hak-hak fiscus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan hutang pajak.
c. Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-
hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan bandingan. Contoh: ketentuan
umum dan tata cara perpajakan.[6]
2.5. Jenis pajak
a. Pajak langsung
Pajak langsung adalah Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada
pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan.
Contohnya pajak penghasilan (PPh) .
a. Pajak subyektif
5
Pajak subyektif adalah pajak yang didasarkan atas keadaan subyeknya,
memperhatikan keadaan diri wajib pajak yang selanjutnya dicari dari syarat objektifnya
(memperhatikan keadaan wajib pajak). Contohnya pajak pendapatan nya adalah 1944
dan pajak penghasilannya 1984.
b. Pajak obyektif
Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan
diri wajib pajak. Contohnya pajak bumi dan bangunan (PBB), karena pajak bumi dan
bangunan dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari keadaan
pemiliknya.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara. contohnya bea materai, PBB, PPh, PPN dan lainnya.
b. Pajak daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP no. 18 tahun 1997 sebagaimana
diubah PP no. 34 tahun 2000.
a. Pajak propinsi
Contohnya: pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan lainnya.
Contohnya : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak
penerangan jalan. [7]
6
1. Stelsel pajak
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang – undang.
Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga
pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak. Kelebihan stelsel ini
adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan anggapan. Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak
harus menambah, dan sebaliknya.
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
b. Asas sumber
7
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa
asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia
yang bertempat tinggal di Indonesia.
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Cirri – cirinya :
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri – cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada hihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak.
8
Cirri – cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. [8]
1. Ajaran formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran
ini diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang – undang. Seseorang dikenai pajak
karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
1. Pembayaran
Hutang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus karena pembayaran yang
dilakukan ke kas negara atau tempat lain yang ditunjuk pemerintah.
2. Kompensasi
3. Daluwarsa
Hutang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya, tetapi karena ditiadakan.
Penghapusan hutang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya
karena keadaan keuangan wajib pajak.[9]
9
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang –
undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang – undang
(menggelapkan pajak). [10]
2.9. Tarif pajak
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak. Contoh untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean
akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10 %.
2. Tarif tetap
Tariff berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh besarnya tarif bea materai untuk
cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 1.000,00.
3. Tarif progresif
10
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar. Contoh pasal 17 UU PPh 2000
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar. [11]
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra – prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Fungsi pajak yaitu : Fungsi penerimaan (budgetair) dan Fungsi mengatur ( regulair).
Jenis pajak:
a. Jenis pajak menurut golongannya yaitu Pajak langsung dan pajak tak langsung.
b. Jenis pajak menurut sifatnya yaitu Pajak subyektif dan Pajak obyektif.
c. Jenis pajak menurut lembaga pemungutannya yaitu Pajak pusat (negara) dan
Pajak daerah.
a. Stelsel pajak : stelsel nyata (riel stelsel), stelsel anggapan (fictieve stelsel), dan
stelsel campuran
c. Asas pemungutan pajak: asas domisili (asas tempat tinggal), asas sumber dan
asas kebangsaan
d. System pemungutan pajak : official assessment system, self assessment system
dan with holding system
12
Timbul dan hapusnya utang pajak :
Tarif pajak : tarif sebanding/proporsional, tarif tetap, tarif progresif dan tarif degresif
13
DAFTAR PUSTAKA
ariani.ratna.2015.makalahdasardasarperajakan,dalam.h t t p : / / r a t n a a r i a n i . b l o g s p o t . c o m / 2 0 1 5 / 0 3 / m a k a l a
h-dasar-perpajakan.html?m=1 diakses tanggal 13 februari 2020
iv