Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERPAJAKAN

DISUSUN OLEH :
1. DIVA ULYA FAJRIYAH (186221030)
2. POPI HANIF GUSTIANI (186221028)
3. SILMI WAFA FIRDIA (186221038)
4. YENI PRIYATUN (186221027)
PRODI : D4 AKUNTANSI PERPAJAKAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kustiyono, S.Kom., S.E., M.Kom., AK
selaku dosen mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga kami dapat
memahami
Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 28 November 2022

Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................................ii

BABI PENDAHULUAN............................................................................................................................1

A.LATAR BELAKANG ...........................................................................................................................1

B.RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................................1

C.TUJUAN ................................................................................................................................................2

BABII PEMBAHASAN.............................................................................................................................2

A.PENGANTAR PERPAJAKKAN...........................................................................................................2

1.DEFINISI PAJAK...................................................................................................................................2

2.FUNGSI PAJAK......................................................................................................................................2

2.1.Fungsi budgetair (Sumber Keuangan Negara) ....................................................................................2

2.2.Fungsi Regularend (Pengatur)..............................................................................................................2

3.JENIS PAJAK .........................................................................................................................................3

3.1. Menurut Golongan...............................................................................................................................3

3.2.Menurut Sifat........................................................................................................................................4

3.3. Menurut Lembaga Pemungut...............................................................................................................4

B.Uu Harmonisasi Perpajakan ...................................................................................................................5

1.Tujuan di terbitnya UU Nomer 7 tahun 2021..........................................................................................5

2.Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak......................................................................................5

2.1.Pengaturan fringe benefit......................................................................................................................5

2.2. Tujuan di ubahnya tarif dan bracket....................................................................................................5

2.3.ketentuan yang mengatur tentang upaya pencegahan penghindaran pajak pada UU HPP ..................5

2.4.yang melatarbelakangi bertambahnya kewenangan pemerintah terkait tax treaty pada UU HPP........5

C. Pph 21.....................................................................................................................................................6

D. PPh Orang Pribadi..................................................................................................................................8

ii
BABIII PENUTUP.....................................................................................................................................9

A.KESIMPULAN.......................................................................................................................................9

iii
BAB I PENDAHULUAN
A.LATARBELAKANG
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang potensial untuk membiayai
kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak ini diupayakan
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Penerimaan pajak yang mengalami kenaikan diharapkan
dapat membayar pembelanjaan negara demi tercapainya kemakmuran rakyat. Penerimaan pajak
berasal dari pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan
pengenaan terhadap objek pajak. Pemerintah berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan
upaya ekstensifikasi dan intensifikasi. Hal ini dilakukan agar tercapainya target penerimaan
pajak yang juga terus meningkat setiap tahunnya. Selain tingkat kesadaran, pemerintah
mengharapkan tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak. Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) diharapkan dapat memenuhi kewajibannya sebagai penerima
penghasilan. Indonesia menganut self assessment system atau sistem pemungutan pajak yang
memberi kewenangan Wajib Pajak untuk melakukan sendiri penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan terhadap pajak terutang sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Penentuan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak melalui Surat
Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan. Oleh sebab itu kita harus lebih mengenali apa itu
perpajakan yang ada di indonesia.

B.RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari pajak?
2. Apa saja fungsi dari pajak?
3. Apakah yang dimaksud dengan jenis pajak?
4. Apakah yang dimaksud dengan uu harmonisasi perpajakkan?
5. Apakah yang dimaksud dengan pph 21?
6. Apakah yang dimaksud dengan pph orang pribadi?
C.TUJUAN
1.untuk mengetahui penjelasan dari definisi pajak
2.untuk memahami fungsi dari pajak
3.untuk mengetahui jenis pajak
4.untuk mengetahui penjelasan uu harmonisasi perpajakan
5. untuk mengetahui pph21
6. untuk mengetahui pph orang pribadi

1
2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGANTAR PERPAJAKAN
1. DEFINISI PAJAK
Definisi Pajak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. FUNGSI PAJAK
Terdapat dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan Negara) dan fungsi
regularend (pengatur).
2.1. Fungsi budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.Sebagai sumber
keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
Negara.Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan
pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak penghasilan (PPh),
Pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan(PBB), dan lain-lain.
2.2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-
tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi
pengatur adalah :

 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas
barang-barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang
mewah. Makin mewah suatu barang maka tariff pajaknya makin tinggi sehingga barang
tersebut makin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak
berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
3
Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan agar pihak yang memperoleh
penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula sehingga menjadi
pemerataan pendapatan.
Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil
produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa Negara.
Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri
semen, industry rokok, industry baja, dan lain-lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan
produksi terhadap industry tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi
(membahayakan kesehatan).
Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi dimaksudkan untuk mendorong
perkembangan koperasi di Indonesia.
Pemberlakuan tax holiday dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan
modalnya di Indonesia
3. JENIS PAJAK
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengelompokkan
menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
3.1. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua :

 Pajak langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus
menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang
memperoleh penghasilan tersebut.

 Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu
kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya
terjadi penyerahan barang atau jasa.
Contoh : Pajak pertambahan nilai (PPN).PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap
barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi
dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam
harga jual barang atau jasa).
Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung
dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban
pemenuhan perpajakanya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas :

4
 Penanggung jawab banyak, adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak;

 Penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban
pajaknya;

 Pemikul pajak, adalah orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak.
Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang, pajaknya disebut pajak langsung,
sedangkan jika ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang, pajaknya
disebut pajak tidak langsung.
3.2. Menurut Sifat
Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

 Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak
atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subyeknya.
Contoh: Pajak penghasilan (PPh).Dalam PPh terdapat Subjek Pajak (Wajib Pajak) orang pribadi.
Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status
perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut
selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.

 Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda,
keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar
pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat
tinggal.
Contoh: Pajak pertambahan Nilai (PPN), pajak penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3.3. Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

 Pajak Negara(Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya.
Contoh : PPh, PPN, dan PPnBM.

 Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (Pajak
Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak kabupaten/kota) dan digunakan membiayai
rumah tangga daerah masing-masing.
Contoh : Pajak kendaraan Bermotor, Bea balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak rokok, Pajak Hotel, Pajak restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak
5
Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea
Perolehan Ha k atas Tanah dan Bangunan.
Pajak provinsi meliputi pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, Bea Balik
Nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
Serta Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak
Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir, Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

B. Uu Harmonisasi Perpajakan
1. Tujuan di terbitnya UU Nomer 7 tahun 2021
UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memiliki 5 (lima) tujuan
utama, yaitu:

 Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan


pemulihan perekonomian;

 Mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara


mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera;

 Mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum;

 Melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan


perluasan basis perpajakan; dan

2. Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.


2.1. Pengaturan fringe benefit,
Terdapat pengaturan kembali Fringe Benefit, di mana dalam pasal ini pemberian dalam bentuk
natura dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai (Pasal 4,
Pasal 6, dan Pasal 9 UU HPP).
Natura tertentu bukan merupakan penghasilan bagi penerima:

 Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai

 Natura di daerah tertentu

 Natura karena keharusan pekerjaaan, contoh: alat keselamatan kerja atau seragam.

 Natura yang bersumber dari APBN/APBD.


6
 Natura dengan jenis dan Batasan tertentu.

2.2. Tujuan di ubahnya tarif dan bracket


Perubahan tarif dan bracket PPh OP bertujuan untuk meningkatkan keadilan serta
mengedepankan keberpihakan Pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan
menengah/bawah. Di mana pada pasal ini, batasan bawah untuk penghasilan yang dikenakan
pajak yang awalnya berjumlah Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) naik menjadi
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan batasan atas tarif yang sebelumnya hanya
maksimal di angka 30% ditingkatkan menjadi 35% dengan penghasilan di atas Rp5 miliar.
2.3. ketentuan yang mengatur tentang upaya pencegahan penghindaran pajak pada UU
HPP
Terdapat upaya mencegah penghindaran pajak dengan diterapkannya metode yang sesuai
dengan international best practice yang diatur dalam Perubahan Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang PPh.
Hal ini merupakan upaya antisipasi untuk mencegah penghindaran pajak melalui pembebanan
biaya pinjaman yang berlebihan yang saat ini diatur hanya dengan pembatasan perbandingan
utang dengan modal, sehingga upaya mencegah penghindaran pajak dapat tetap adil dan
seimbang dengan upaya untuk mendorong investasi dan pemulihan ekonomi nasional.
2.4. yang melatarbelakangi bertambahnya kewenangan pemerintah terkait tax treaty
pada UU HPP
Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral
diatur dalam Perubahan Pasal 32 A Undang-Undang PPh.
Penambahan ini dilakukan untuk mewujudkan kerja sama internasional di bidang perpajakan
sehingga diperlukan suatu instrumen perjanjian atau kesepakatan internasional dengan Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra. Oleh karena itu diperlukan penguatan kewenangan Pemerintah
Indonesia untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra baik secara bilateral maupun multilateral.

7
C. Pph 21
penjelasan seputar PPh Pasal 21/26 berikut ini.

 Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

 pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai;

 bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan


pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;

 dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;

 badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan

 penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan


suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak
sebagaimana tersebut di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi
internasional. Jika pemberi pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana
tersebut di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional
maka disebut dan termasuk dalam kategori pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (selanjutnya
disingkat Pasal 26).
Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah
jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang
besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya
yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang
tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Tarif pemotongan atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam UU PPh
Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan mengenai
petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
8
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp50.000.000,00= Rp2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00= Rp3.750.000,00 (+)
Jumlah Rp6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp50.000.000,00= Rp3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00= Rp4.500.000,00 (+)
Jumlah Rp7.500.000,00
Kemudian atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh
pihak yang wajib membayarkan:

 dividen;

 bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan


pengembalian utang;

 royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

 imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

 hadiah dan penghargaan;

 pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

 premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

 keuntungan karena pembebasan utang.


Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia adalah negara tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner). Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di
Indonesia, kecuali yang diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh
9
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang
dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan neto. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham dipotong
pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Pemotongan pajak tersebut di atas bersifat final, kecuali:

 pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang,
atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia dan penghasilan yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

 pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap

D. PPh Orang Pribadi


Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau PPh OP adalah objek pajak orang penghasilan pribadi
dengani cara hitung, bayar dan lapor SPT yang beda. Mekari Klikpajak akan mengulas
tentang Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau PPh OP mulai dari pengertian, objek, subjek,
perhitungan, cara bayar dan lapor pajaknya, yang dapat menjadi panduan Sobat Klikpajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan.
Secara mendasar, Pajak Penghasilan Orang Pribadi ini terbagi menjadi 2 yakni orang pribadi
yang bekerja sebagai karyawan, dan orang pribadi yang melakukan pekerjaan atau usaha
(pengusaha).

 Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau PPh Orang Pribadi (PPh OP) adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak Orang Pribadi (OP) atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam Tahun Pajak maupun bagian Tahun Pajak.

 Orang Pribadi adalah subjek pajak penghasilan yang mencakup orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Sebagai subjek yang dikenakan pajak atas pendapatan yang diperoleh, wajib membayar dan
melaporkan pajaknya

10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahsan tersebut dapat kita simpulkan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Terdapat dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan Negara) dan fungsi
regularend (pengatur).
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengelompokkan
menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
penjelasan seputar PPh Pasal 21/26 dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau PPh OP adalah
objek pajak orang penghasilan pribadi dengani cara hitung, bayar dan lapor SPT yang beda.

11
i

Anda mungkin juga menyukai