Oleh:
Lorensius Lumbantoruan
1940050002
PROGRAM STUDI
HUKUM
PROGRAM SARJANA
FAKULTAS HUKUM
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak Adalah salah satu penerimaan negara yang terbesar dari penerimaan lainnya,sesaui
dengan undang-undang pajak, bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil,
makmlrr, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara dan
penduduk Indonesia, perlu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan
kewajiban kenegaraan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan
sosial; bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan
mendukung percepatan pemulihan perekonomian, diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang
berfokus pada perbaikan delisit anggaran dan peningkatan rasio pajak, yang antara lain
dilakukan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi
administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang
mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela
Wajib Pajak; bahwa untuk menerapkan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada
perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf
b, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan cukai serta pengaturan mengenai pajak
karbon dan kebijakan berupa program pengungkapan sukarela Wajib Pajak dalam 1 (satu)
Undang-Undang secara komprehensif bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
Pajak telah dikenal sejak wilayah Nusantara masih dikuasai berbagai kerajaan dan kesultanan
yang timbul dan tenggelam dalam rentang sejarah yang panjang. Raja-raja nusantara telah
memungut pajak atau upeti dari masyarakat untuk menghidupi kerajaannya, antara lain untuk
kegiatan operasionalnya kerajaan, membangun dan merawat infrastruktur, dan
menyelenggarakan acaraacara keagamaan. Rupa-rupa pajak yang diwajibkan mulai dari
pajak tanah, hasil hutan, hingga pertunjukkan seni. Ada yang melaksanakannya dengan
secara sederhana, ada pula yang telah menggunakan sistem pemungutan pajak secara
sistematis dan terstruktur.1 Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan
Majapahit, Kerajaan Aceh, Banten, dan Kerajaan Pesisir lainnya seperti Jepara, Gresik, Timor
Maluku, Ternate-Tidore, semuanya telah menggunakan sistem perpajakan untuk
melangsungkan kehidupan mereka. Pada masa Hindia Timur Bangsa Eropa datang ke
wilayah Nusantara dengan menggunakan bendera maskapai dagang. Mereka tiba di wilayah
Hindia Timur mulainya untuk berdagang, bekerja sama dengan penguasa lokal, lalu
memonopoli perdagangan hingga menguasai pelabuhan, kota, dan beberapa bagian wilayah
kerajaan. Bangsa Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda adalah bangsa eropa yang aktif
berdagang ke wilayah Hindia Timur. VOC yang merupakan maskapai
dagang milik Belanda berhasil mendominasi perdagangan di Hindia Timur. Pada abad ke-17
VOC membangun dan mengurus Kota Batavia dengan menggunakan pajak. Dari Kota
Batavia dapat dilihat bahwa VOC merupakan sebuah pemerintahan tanpa biaya karena beban
keuangan menjadi tanggungan bersama sebagaimana terlihat dari berbagai peraturan pajak
yang dikeluarkan. VOC hidupnya sungguh sangat tergantung pada pajak.2 Pemerintah
Belanda pada fase liberal (1870-1942) menerapkan sistem sewa tanah antara negara dengan
rakyat. Sementara barang-barang dari luar yang diperlukan rakyat juga dibebani dengan rupa-
rupa pajak. Pada saat itu, rakyat harus menjual jasa dan barang-barang untuk keperluan
membayar pajak. Sistem sewa tanah yang diterapkan pada masa itu sangat menguntungkan
Belanda hingga meraup surplus, tetapi telah menimbulkan kesengsaraan bagi penduduk
pribumi berupa standar hidup yang rendah akibat pajak langsung dan pajak tidak langsung
yang terlalu tinggi, upah tenaga kerja yang tidak memadai, dan kurangnya perhatian terhadap
kesejahteraan. Tanah menjadi sumber pajak yang utama bagi penguasa kependudukan jepang
pada tahun 1942-1945, dalam hal ini tanah lebih ditujukan untuk pelipatanpelipatan hasil
bumi yang penting bagi jepang. Jepang meneruskan sistem Land rent yang telah digunakan
oleh pemerintahan Inggris dan Kolonial Belanda terhadap semua jenis tanah produktif.
Namun pada masa pemerintahan Jepang, nama Landrente diubah menjadi
Landtax.Pemerintahan Jepang juga menetapkan sistem wajib serah padi. Selain itu juga
ditetapkan pembayaran pajak untuk
penggunaan fasilitas-fasilitas tertentu, seperti jembatan, jalan raya, dan fasilitas umum
lainnya. Masyarakat juga diwajibkan untuk membayar pajak sepeda bagi siapa saja yang
memilikinya.3 Proklamasi kemerdakaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus
tahun 1945 para pendiri Negara menuangkan masalah pajak ke dalam Undang-Undang Dasar
1945. Dalam pasal 23 yang memuat lima butir ketentuan, butir kedua menyatakan bahwa
“segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. Dengan demikian, pajak
sebagai nyawa negara telah secara resmi diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945, dua hari
kemudian tepatnya pada tanggal 19 Agustus Tahun 1945, organisasi kementrian keuangan
langsung dibentuk. Organisasi ini dibentuk dalam keadaan mendesak, karena tidak lama
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda datang kembali dan ingin berkuasa di
Indonesia dengan membentuk Nethrlands Indie Civil Administration (NICA).4 Indonesia
merupakan negara hukum, bercirikan negara kesejahteraan modern (Welfare state modern)
yang berkehendak untuk mewujudkan keadilan bagi segenap rakyat Indonesia. Dalam negara
kesejahteraan modern, tugas pemerintah dalam menyelenggarakan kepentingan umum
menjadi sangat luas dan kadang kala melanggar hak-hak wajib pajak dalam melakukan
pemungutan pajak. Hal ini dapat terhindarkan apabila pemerintah menghayati dan menaati
hukum pajak yang berlaku. Hukum pajak merupakan sarana pendukung yang menghalalkan
bagi pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dalam penyelenggaraan kewajiban negara.
Konsekuensi sebagai negara hukum yang bercirikan negara kesejahteraan modern adalah
pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Hal ini secara tegas diatur dalam pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD)
Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang harus ditaati oleh negara dalam pengenaan,
pemungutan, dan penagihan pajak. Selain itu, Pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD)
Tahun 1945 mengandung asas legalitas sebagai salah satu asas dalam negara hukum yang
tidak boleh dilanggar oleh siapapun termasuk negara kalau memerlukan pajak. Asas legalitas
memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan hukum wajib pajak, tatkala negara
memerlukan pajak. Sistem pemungutan pajak yang diterapkan saat ini, sebagian besar
menggunakan sistem self assessment yang titik berat aktifitas perpajakan ada pada wajib
pajak. Berdasarkan sistem self assessment ini, wajib pajak melakukan penghitungan sendiri
besarnya pajak yang terutang dan melakukan pembayaran sendiri. Dalam prakteknya sering
terjadi perbedaan penghitungan antara wajib pajak dengan pemungutan pajak oleh
pemerintah (fiscus) tentang besarnya pajak yang harus dibayar. Hal inilah yang dapat
menimbulkan sengketa pajak. Hubungan antara wajib pajak dan pemungut pajak dalam
aktivitasnya memungkinkan terjadi perselisihan paham yang dapat memunculkan sengketa
melalui prosedur dan serta dapat dilakukan proses yang cepat, transparan, murah dan
sederhana.9 Berdasarkan Pasal 2 angka 2 PMK NOMOR 202 /PMK.03/2015, 12 (dua belas)
bulan adalah waktu paling lama bagi penelaah keberatan (PK) untuk menyelesaikan sebuah
kasus keberatan, jika melebihi waktu tersebut maka keberatan wajib pajak dianggap diterima
dan DJP harus menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. Jika sebelum dalam jangka waktu
tersebut pihak PK telah mengeluarkan SK keberatan maka wajib pajak harus membayar utang
pajak sebesar nominal yang tertera dalam SK keberatan dikurangi dengan jumlah yang telah
dibayar dan ditambah dengan denda administrasi sebesar 50%. Prosedur keberatan tidak
diatur dalam Undang-Undang Peradilan Pajak namun diatur dalam Undang-Undang
Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang disebutkan dalam Pasal 25 ayat (1). Hal
ini menyebabkan wajib pajak dihadapkan pada kekuasaan dan kewenangan Direktorat
Jenderal pajak untuk memutuskan, mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau
menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar (pasal 26 ayat 3 Undang-Undang
KUP) bukan pada kewenangan dan kekuasaan hakim Pengadilan Pajak dalam memutuskan
sengketa pajak sesuai yang diatur dalam UndangUndang Pengadilan Pajak.10 Semakin
mudah dan cepatnya proses yang dijalani, memiliki arti bahwa proses penyelesaian keberatan
yang dilakukan oleh pihak Kanwil DJP semakin efektif dan membuat wajib pajak merasa
puas dan hak dalam memperoleh keadilannya terpenuhi. Jika wajib pajak merasa adil akan
hasil yang diperoleh tentunya dengan ringan hati mereka akan mengungkapkan rasa
keadilannya dengan melakukan pembayaran dari SK keberatan yang telah ditetapkan ke KPP
dimana mereka terdaftar.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kaitannya pemungutan pajak denagan falsafah Pancasila ?
2. Apa dasar hukum pemungutan pajak dalam sistim hukum nasional ?
C. Tujuan Penulisan
Pengertian Pajak:
Menurut bahasa, kata pajak dikenal sebagai tax (Inggris), import contribution, droit (Prancis), steuer,
abagade, gebuhr (Jerman), tributo, gravamen, tasa (Spanyol), Belasting (Belanda). Beberapa para
sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian pajak, salah satunya ialah Dr. Soeparman
Soemahamidjaja. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, Pajak adalah iuran wajib, berupa uang
atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.7 Menurut Prof.
Dr. P.J.A Adriani, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.8 Dari definisi menurut
Adriani, pajak dianggap sebagai pengertian yang merupakan spesies dari sebuah genus berupa
pungutan. Dengan demikian, ruang lingkup pemungutan lebih luas dari pajak. Di dalam definisi
tersebut, terlihat bahwa ia menekankan fungsi budgetaire (keuangan) pajak, sekalipun sebenarnya
pajak masih memiliki fungsi lain yang juga sangat penting, yakni fungsi mengatur. Prof. Dr. H.
Rochmat Soemitro, S.H., memberikan definisi pajak bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada
negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan), dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membayar
pengeluaran umum.9 Hukum pajak, yang disebut dengan hukum fiskal, adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan
bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang
atau badanbadan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib
pajak).10 Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan
dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum ini; dalam pada itu adalah penting sekali bahwa tidak harus diabaikan
begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.11
3) Utility
Umumnya manusia cenderung hidup secara pantas dan teratur, namun sesuatu hal
dianggap pantas dan teratur bagi seseorang belum pasti dianggap pantas dan teratur bagi
yang lainnya. Dengan demikian, perlu adanya patokan mengenai pantas dan teratur
tersebut. Patokan ini dapat menjadi pedoman atau takaran mengenai perilaku yang
disebut kaedah, sehingga satu diantara faktor penyebab seseorang patuh terhadap
kaedah karena manfaat kaedah tersebut. Manusia sadar bahwa jika ingin hidup pantas
dan teratur maka perlu adanya kaedah. 4. Group Identification Satu diantara alasan
individu patuh terhadap kaedah, sebab kepatuhan sebagai sarana dalam diadakannya
identifikasi pada suatu kelompok. Seorang yang patuh terhadap kaedah berlaku pada
suatu kelompok bukan disebabkan individu ini berpendapat kelompok lebih dominan
dibanding kelompok lainnya, namun lebih karena hendak diadakannya identifikasi pada
kelompok tersebut.
• Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib dijelaskan bahwa sebagai suatu kondisi para wajib pajak memenuhi seluruh
kewajiban perpajakannya dan melaksanakan haknya dalam bidang perpajakan. Definisi
kepatuhan wajib pajak dijelaskan Chaizi Nasucha dalam Rahayu (2013:20), berupa:
1. Kewajiban wajib pajak melakukan pendaftaran diri.
2. Kepatuhan dalam penyetoran kembali surat pemberitahuan.
3. Kepatuhan melakukan perhitungan dan melakukan pembayaran pajak yang terutang.
4. Kepatuhan membayar tunggakan.
• Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak Yang
Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, dijelaskan
kepatuhan perpajakan sebagai perilaku wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya dalam
bidang pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan
pajak yang diberlakukan pada di Negara tertentu. Definisi kepatuhan perpajakan
berlandaskan Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria
Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Pajak yakni kepatuhan perpajakan sebagai tindakan wajib pajak untuk memenuhi
kewajibannya dalam bidang perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan
dan peraturan pelaksanaan dalam bidang pajak yang diberlakukan pada suatu Negara.
2. . Wajib pajak orang pribadi berbentu non karyawan merupakan individu yang
memperoleh pendapatan dari hasil usaha/pekerjaan bebas atau pendapatan
lainnya. Contohnya: pekerja bebas, yaitu dokter, pengacara, kosultan, arsitek,
dan lain-lain.
Menurut Mardiasmo (2016:42) mengemukakan subjek pajak penghasilan
orang pribadi adalah suatu hal yang terdapat potensi dalam memperoleh
pendapatan sehingga menjadi target/sasaran diwajibkan membayar Pajak
Penghasilan. Subjek pajak penghasilan pada Wajib Pajak orang pribadi dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Subjek pajak dalam negeri
a. Individu dengan tempat tinggal di negara Indonesia/berada di Indonesia >
183 hari (tidak harus berturut-turut yang penting jumlahnya atau > 183
hari dengan waktu 12 bulan (yang dihitung mulai dari waktu datangnya).
b. Individu dengan setahun pajak ada di negara Indonesia dan terdapat niat
menetap di Indonesia.
2. Subjek pajak luar negeri
a. Individu yang tidak tinggal di Indonesia atau ada di Indonesia namun tidak
> 183 hari untuk waktu 12 bulan dalam rangka pelaksanaan usaha atau
pelaksanan aktivitas berbentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
b. Individu yang tidak tinggal di Indonesia atau ada di Indonesia namun tidak
> 183 hari untuk waktu 12 bulan dalam rangka memperoleh penghasilan di
Indonesia akan tetapi tidak terdapat bentuk usaha tetap.
yang dilakukan wajib pajak sebagai persepsi atau pandangan dalam pembayaran
pajak berbentuk pengetahuan, keyakinan, maupun penalaran sehingga timbul
cenderung dalam bertindak sesuai dengan rangsangan atau stimulus yang
diberikan oleh sistem dan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Sri Rahayu dan Ita Salsalina dalam Rahayu (2013:22) menjabarkan
beberapa bentuk kesadaran untuk pembayaran pajak. Ada tiga bentuk kesadaran
wajib pajak yang utama dalam aspek dibayarnya pajak, meliputi:
1. Kesadaran wajib pajak mengenai pajak sebagai partisipasi masyarakat untuk
mendukung pembangunan nasional. Adanya kesadaran ini membuat individu
sebagai wajib pajak berkeinginan untuk melakukan pembayaran pajak sebab
berpersepsi tidak adanya kerugian dengan adanya pelaksanaan pungutan
pajak.
2. Kesadaran wajib pajak mengenai tidak dibayar atau terlambat dibayarnya
pajak dan dikuranginya beban pajak berdampak ruginya negara. Hal ini
menunujukkan kesadaran individu selaku wajib pajak bersedia melakukan
pembayaran pajak sebab paham ditundanya melakukan bayar pajak maupun
dikuranginya beban pajak berakibat menjadi kurang sumber daya keuangan
sehingga pembangunan nasional terhambat.
3. Kesadaran wajib pajak mengenai pungutan pajak telah ditetapkan oleh
pemerintah berlandaskan undang-undang dan pembayarannya bersifat
dipaksakan. Untuk itu, wajib pajak taat melaksanakan pembayaran pajak
sebab iuran pajak terdapat dasar hukum bersifat kuat dan wajib yang mutlak
pada tiap warga.
• Sanksi Perpajakan
Pengertian sanksi perpajakan menurut Mardiasmo (2016:54) sebagai
jaminan ketentuan perpajakan yang diatur berlandaskan peraturan undang-undang bidang
pajak yang disebut juga norma perpajakan akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi. Oleh sebab
itu, sanksi perpajakan menjadi alat pencegah supaya para wajib pajak tidak melakukan
pelanggaran terhadap norma pajak. Sanksi yang terdapat pada bidang pajak sesuai undang-
undang meliputi sanksi pidana dan administrasi. Ancaman terhadap pelanggar pada norma
bidang pajak terdapat ancaman berupa sanksi administrasi, terdapat ancaman sanksi pidana
dan terdapat juga yang mendapatkan ancaman keduanya Mardismo (2016:54)
mengemukakan indikator yang terdapat pada dikenakannya sanksi perpajakan terhadap wajib
pajak berupa:
2. Kepatuhan wajib pajak pada sanksi perpajakan. Wajib pajak akan patuh dalam membayar
pajak jika terdapat pandangan sanksi perpajakan dapat memiliki banyak kerugian. Semakin
tinggi penunggakan pembayaran pajak perlu dibayarkan oleh wajib pajak membuat semakin
berat untuk wajib pajak dalam pelunasan. Sehingga sikap maupun pandangan wajib pajak pada
bidang pajak dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak
a. Fungsi pendanaan (budgetair) yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Ditunjukkan dengan masuknya
pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
b. Fungsi mengatur (regulair) yaitu fungsi pajak sebagai alat untuk
mengatur/melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah
PPnBM, Pajak Ekspor 0% dan lain-lain.Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan
c. Pemungutan pajak harus adil (SyaratKeadilan)
Adildalamperundangundangandanpengenaanpajaksecaraumumdanmerata,
sertadisesuaikandengankemampuanmasing-masing
d. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Diatur dalam
Undang-UndangDasar 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum
untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
e. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomi) Pemungutan tidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. d. Pemungutan Pajak Harus
efisien (Syarat Finansi) Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak
harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya
f. Sistem pemungutan pajak harus sederhana,Sistem pemungutan yang sederhana akan
memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru
• Tata Cara, Asas, Sistem Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan 3
stelsel yaitu :
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Sedangkan asas-asas pemungutan pajak
yang diterapkan di Negara Indonesia yaitu :
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun luar negeri
b. Asas Sumber
xxii
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
Di dalam sistem pemungutan pajak di Indonesia terdapat dua sistem
sebagai berikut :
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh
Wajib Pajak (WP)
Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus;
2) Wajib pajak bersifat pasif;
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
wajib Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang;
3) Fiskus tidak menentukan besarnya pajak terutang, tetapi bersifat
mengawasi dan mengoreksi perhitungan yang disajikan oleh
Wajib Pajak.
3. Penggolongan Pajak
a. Menurut golongannya, pajak digolongkan menurut cara
pemungutannya yaitu langsung atau tidak langsung dipungut kepada
Wajib Pajak:
1) Pajak Langsung, pajak yang langsung ditanggung oleh Wajib
Pajak (tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain).
Contoh : Pajak Penghasilan
2) Pajak tidak Langsung, pajak yang dapat dilimpahkan kepada
pihak lain.
Contoh : PPN, PPnBM
b. Menurut sifatnya, pajak yang didasarkan pada sifat secara subjektif
(tanpa memperhatikan Objek Pajaknya) atau Objektif (melihat Objek
Pajaknya tanpa melihat Subjek Pajak)
1) Pajak Subjektif, pajak yang mendasarkan pemungutannya dengan
memperhatikan subjek pajak (Wajib Pajak secara Subjektif)
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
xxiv
2) Pajak Objektif, pajak yang mendasarkan pemungutannya pada
Objek Pajak saja tanpa memperhatikan Subjek Pajaknya.
Contoh : PPN dan PPnBM
c. Menurut pemungutannya, pajak digolongkan berdasarkan siapa yang
melakukan pemungutan dalam hal ini pemerintah :
1) Pajak Pusat, pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Materai
2) Pajak daerah, pajak yang dipungut pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh : Pajak Reklame, Pajak hiburan, dan lain-lain.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa Selalu tertib dalam menjalankan ibadah. Tidak berbohong
kepada guru maupun teman. Bersyukur kepada Tuhan karena memiliki keluarga yang
menyayanginya. Tidak meniru jawaban teman (menyontek) ketika ulangan ataupun
mengerjakan tugas di kelas. Tidak mengganggu teman yang berlainan agama dalam
beribadah. Menceritakan suatu kejadian berdasarkan sesuatu yang diketahuinya, tidak
ditambah-tambah ataupun dikurangi. Tidak meniru pekerjaan temannya dalam
mengerjakan tugas di rumah. Percaya pada kemampuan sendiri dalam melakukan
apapun, karena Allah sudah memberian kelebihan dan kekurangan kepada setiap
manusia.
2. 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Menolong teman yang sedang kesusahan.
Tidak membeda-bedakan dalam memilih teman. Berbagi makanan dengan teman lain
jika sedang makan didepan teman lain. Mau mengajari teman yang belum paham
dengan pelajaran tertentu. Memberikan tempat duduk kepada orang tua, ibu hamil,
atau orang yang lebih membutuhkan saat ada di kendaraan umum. Tidak memaki-
maki teman bersalah kepada kita. Meminta maaf atau memaafkan apabila melakukan
kesalahan. Hormat dan patuh kepada guru, tidak membentakbentaknya. Hormat dan
patuh kepada orang tua
3. Persatuan Indonesia Mengikuti upacara bendera dengan tertib. Bergotong royong
membersihkan lingkungan sekolah. Tidak berkelahi sesama teman maupun dengan
orang lain. Memakai produk-produk dalam negeri. Menghormati setiap teman yang
berbeda ras dan budayanya. Bangga menjadi warga negara Indonesia. Tidak sombong
dan membanggabanggakan diri sendiri. Mengagumi keunggulan geografis dan
kesuburan tanah wilayah Indonesia.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan. Membiasakan diri bermusyawarah dengan teman-teman dalam
menyelesaikan masalah. Memberikan suara dalam pemilihan. Tidak boleh
memaksakan kehendak kepada orang lain. Menerima kekalahan dengan ikhlas
apabila kalah bersaing dengan teman lain. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung
jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Berani mengkritik
teman, ketua maupun guru yang bertindak semena-mena. Berani mengemukakan
pendapat di depan umum. Melaksanakan segala aturan dan keputusan bersama
dengan ikhlas dan bertanggung jawab.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Berlaku adil kepada siapapun.
Berbagi makanan kepada teman lain dengan sama rata. Seorang ketua memberikan
tugas yang merata dan sesuai dengan kemampuan anggotanya. Seorang guru
memberikan pujian kepada siswa yang rajin dan memberi nasihat kepada siswa yang
malas. Tidak pilih-pilih dalam berteman. Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Suka bekerja keras
BAB III
Pembahasan