Namun perubahan-perubahan tersebut dimasa lalu lebih bersifatparsial, sedangkan perubahan yang
agak mendasar baru dilakukan melalui Undangundang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Pendapatan,Pajak Kekayaan dan Pajak Perseroan, yang kemudian
pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 yang selanjutnya
terkenaldengan «sistem MPS dan MPO». Peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus
dilandasi falsafah Pancasiladan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan
yangmenjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakansebagai
kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalambidang kenegaraan. Oleh
karena itu undang-undang ini sebagai suatu undang-undang dibidangperpajakan yang dilandasi
falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,harus berbeda dengan undang- undang
perpajakan yang dibuat dizaman kolonial. Perbedaan tersebut akan nyata terlihat dalam sistem dan
mekanisme serta carapandang terhadap Wajib Pajak, yang tidak dianggap sebagai «obyek»,
tetapimerupakan subyek yang harus dibina dan diarahkan agar mau dan mampumemenuhi
kewajiban perpajakannya sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
a. bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban dibidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat
perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri
pajak yang terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi
perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah
untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.
Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis
akan dihilangkan.Ciri dan corak sistem pemungutan pajak tersebut sangat berbeda dengan sistem
lama warisan zaman kolonial yang antara lain :
a. tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada penguasa pemerintahan seperti
yang tercermin dalam sistem penetapan pajak yang keseluruhannya menjadi wewenang administrasi
perpajakan;
b. pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal sangat tergantung dari pelaksanaan
administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan, hal mana mengakibatkan anggota
masyarakat Wajib Pajak kurang mendapat pembinaan dan bimbingan terhadap kewajiban
perpajakannya dan kurang ikut berperan serta dalam memikul beban negara dalam
mempertahankan kelangsungan pembangunan nasional.
Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang ditentukan menurut Undang-undang ini, memberi
kepercayaan lebih besar kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan
bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat merangsang peningkatan kesadaran dan
tanggungjawab perpajakan di masyarakat.Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang
terjadi pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakan meletakkan kegiatannya pada
tugas merampungkan/menetapkan semua Surat Pemberitahuan guna menentukan jumlah pajak
yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-
undang ini administrasi perpajakan, berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi
pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan
sanksi administrasi. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya,
antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media masa maupun
penerangan langsung dalam masyarakat.
Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan dimuka, sebagai suatu uraian yang utuh dan
menyeluruh, serta sesuai dengan amanat yang tersurat dan tersirat dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara, maka diadakan pembaharuan sistem dan hokum perpajakan di Indonesia, yang dituangkan
dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut
diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju pembangunan dan mempercepat terwujudnya
perataan pendapatan masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran kewajiban
perpajakan, perataan dan perluasan obyek kena pajak dan peningkatan penerimaan negara sejalan
dengan perkembangan Pembangunan Nasional sehingga mempercepat terwujudnya cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar Undang-undang ini tercermin dalam
ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan
mekanisme tersebut menjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia,
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak, sebagai pencerminan kewajiban
di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri
c. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong
royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami
oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.
Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak
yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah
pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi perpajakan yang
berbelit-belit dan birokratis akan dapat dihindari. Sejalan dengan harapan tersebut, wewenang
Direktur Jenderal Pajak yang bersifat teknis administratif dapat dilimpahkan kepada aparat
bawahannya.
Menurut ketentuan Undang-undang ini, administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan
pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan,
pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan
melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui
media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan Kesederhanaan,maka arah
dan tujuan penyempurnaan Undang-undang perpajakan ini adalah dalam memenuhi amanat Garis-
garis Besar Haluan Negara 1993 yang mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai berikut :
a. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang
sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;
b. Menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara merata di seluruh
wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil yang
selama ini dirasakan terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan
pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan
penerimaan pajak dalam jangka panjang;
c. Menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas, barang hasil olahan, dan jasa
jasa dalam rangka meningkatkan perolehan devisa;
d. Menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan pengembangan potensinya,
dan dalam rangka pengentasan sebagian masyarakat dari kemiskinan;
e. Menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi;
f. Menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;
g. Menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat dalam pembiayaan
pembangunan sesuai dengan kemampuannya; dan
h. Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan makin bersih,
peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang
berlaku.
Falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar Undang-undang ini tercermin dalam
ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan
mekanisme tersebut menjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia karena
kedudukan Undang-undang ini yang akan menjadi "ketentuan umum" bagi perundang-undangan
perpajakan yang lain.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
a. bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban
di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal
ini aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan
pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi
perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk
dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah
dan tujuan penyempurnaan Undang-undang perpajakan ini mengacu pada kebijaksanaan pokok
sebagai berikut :
a. menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang
sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;
b. menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara merata di seluruh
wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil yang
selama ini dirasakan terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan
pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan
penerimaan pajak dalam jangka panjang;
c. menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas, barang hasil olahan, dan jasa
jasa dalam rangka meningkatkan perolehan devisa;
d. menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan pengembangan potensinya,
dan dalam rangka pengentasan sebagian masyarakat dari kemiskinan;
e. menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi;
f. menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;
g. menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat dalam pembiayaan
pembangunan sesuai dengan kemampuannya; dan
h. menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan bersih, peningkatan
pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang
berlaku.
UU Nomor 28 Tahun 2007
Undang-Undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya
diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang
bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik, disadari bahwa
perlu dilakukan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada
Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di
bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material di bidang perpajakan. Selain itu,
perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,
meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib
Pajak.
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana
menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang ini dengan tetap menganut sistem self
assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan
kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
a. meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara;
b. meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan
daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha
kecil dan menengah;
c. menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang
teknologi informasi;
d. meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban;
e. menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan;
f. meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten; dan
g. mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.
Dalam rangka menghadapi dampak krisis keuangan global, sangat mendesak untuk memperkuat
basis perpajakan nasional guna mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan yang lebih
stabil. Pelaksanaan Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sangat efektif untuk memperkuat basis perpajakan nasional.
Menjelang berakhirnya jangka waktu pemberian fasilitas pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, masih banyak masyarakat yang ingin memanfaatkan
fasilitas dimaksud, namun mengalami kendala kurangnya waktu dalam mempersiapkan
penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Dengan
memperhatikan hal tersebut di atas, perlu segera memperpanjang jangka waktu pelaksanaan
ketentuan Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dan mengganggu aktivitas perekonomian di Indonesia. Salah satu implikasinya berupa penurunan
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 4% (empat persen) atau lebih
rendah, tergantung kepada seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID- 19) mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan
aktivitas ekonomi. Terganggunya aktivitas ekonomi akan berimplikasi kepada perubahan
dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2O2O baik sisi
Pendapatan Negara, sisi Belanja Negara, maupun sisi Pembiayaan. Potensi perubahan APBN Tahun
Anggaran 2O2O berasal dari terganggunya aktivitas ekonomi atau pun sebaliknya. Gangguan
aktivitas ekonomi akan banyak berpotensi mengganggu APBN Tahun Anggaran 2O2O dari sisi
Pendapatan Negara.
Sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan tindakan
antisipasi (forward looking) untuk menjaga stabilitas sektor keuangan. Penyebaran pandemi Corona
Vints Disease 2019 (COVID-19) yang memberikan dampak dan mengancam pertumbuhan ekonomi
Indonesia antara lain karena menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global,
memerlukan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (ertraordinary)di bidang keuangan negara
termasuk di bidang perpajakan dan keuangan daerah, dan sektor keuangan, yang harus segera
diambil Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait guna mengatasi kondisi mendesak tersebut dalam
rangka penyelamatan kesehatan, perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja kesehatan,
jaring pengaman sosial (social safetg netl, serta pemulihan dunia usaha yang terdampak. Oleh
karena itu, diperlukan perangkat hukum yang memadai untuk memberikan landasan yang kuat bagi
Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah
dimaksud.
Dalam rangka peningkatan rasio pajak (tax ratio), Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
antara lain melalui reformasi perpajakan yang berfokus pada organisasi, sumber daya manusia,
teknologi informasi berbasis data, proses bisnis, dan regulasi perpajakan. Hal ini dilaksanakan di
antaranya dengan peningkatan fungsi pelayanan, implementasi program Pengampunan Pajak,
pelaksanaan skema Automatic Exchange of Financial Account Information, penguatan' efektifitas
fungsi ekstensifikasi, dan penegakan hukum. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mengimbangi
perubahan pola bisnis dan dinamika globalisasi yang sangat dinamis serta mengatasi praktik
aggressiue tax planning yang ada.
oleh karena itu, sejalan dengan reformasi perpajakan secara berkesinambungan khususnya pada
aspek regulasi dan proses bisnis, diperlukan penyesuaian pengaturan kebijakan perpajakan yang
bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis, sehingga perlu membentuk Undang-Undang
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Penyesuaian pengaturan kebijakan ini bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan
pemulihan perekonomian; mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan
nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmLlr, dan sejahtera;
mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum; melaksanakan
reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan; dan
meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.