Perpajakan
Dosen Pengampu: Ismawati Haribowo, S.E., M.Si.
OLEH :
KELOMPOK 10
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Analisis Kredit ini
sesuai dengan harapan dan selesai tepat pada waktunya.
Dibuatnya makalah ini bertujuan agar setiap pembaca dapat mengerti dan menambah
pengetahuannya. Penulis menyadari segala kekurangan dari makalah ini, baik materi maupun
bahasa, namun demikian penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih bagi setiap pembaca.
Kami sebagai penulis makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang ada kaitannya dengan penyempurnaan
makalah ini sangat kami harapkan dari pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami
perhatikan dan pertimbangkan guna perbaikan di masa datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini mampu memberikan
manfaat dan mampu memberikan nilai tambah kepada para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Pengenaan bunga 2% per tanpa adanya batas waktu dalam Pasal 19 ayat (1)
Undang- Undang KUP dianggap bertentangan dengan adanya kepastian hukum yaitu
mengenai tenggang waktu pengenaan bunga penagihan, serta pelaksanaan UU tersebut
dianggap bertentangan dengan asas keadilan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
27, 28D dan 28I UUD 1945 . Langkah reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah
yang meliputi pembaruan kebijakan dana administrasi perpajakan berhasil mendorong
peningkatan penerimaan pajak secara signifikan. Akan tetapi masih banyak kendala yang
dihadapi, yaitu dalam bidang administrasi pemungutan pajak, pemeriksaan pajak,
keberatan pajak, keadilan pajak, serta kepatuhan wajib pajak. Pembaruan kebijakan
perpajakan dilaksanakan antara lain melalui amandemen UU PPh, UU PPN & PPnBM,
UU KUP, dan UU Pajak lainnya.Karena menjadi salah satu sumber penting dalam
pembiayaan negara, maka peran penerimaan pajak masih perlu ditingkatkan. Pelaksanaan
system perpajakan harus lebih efektif dan efisien, dan memiliki daya saing yang tinggi.
Gagalnya upaya meningkatkan kepatuhan (tax compliance) wajib pajak dan hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pajak disebabkan oleh kegagalan dalam
menciptakan iklim perpajakan yang kondusif dan kompetitif.
1. Pasal 25 ayat (9): “Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan
Sebagian, wajib pajak dikenal sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima
puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan, dikurangi dengan
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.”
Dalam kasus di mana pengadilan pajak tidak dapat memenuhi semua banding pajak
atau bahkan kalah, wajib pajak diharuskan membayar sanksi pajak Pasal 25 ayat (9).
Komentar:
- Ketentuan dari pasal di atas sangat merugikan hal konstitusional wajib pajak., karena
adanya sanksi yang sangat memberatkan yang dijatuhkan terlebih dahulu secara
imperative, tanpa melalui “proses hukum dalam proses mencari keadilan hukum”.
Dengan demikian, dalil tersebut (ketentuan Pasal 25 ayat (9) jelas bertentangan
bahkan telah melanggar Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 27 Ayat (1) serta Pasal 28D Ayat
(1) UUD 1945 seperti diuraikan dalam pembahasan “aspek juridis-keadilan dalam
UUD 1945” di bawah ini.
- Ironisnya, dalam pembentukan UU, tidak terkecuali UU di bidang perpajakan, kita tahu
bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum yang dimanifestasikan dalam
UUD 1945, memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan mensyaratkan
pemenuhan hak-hak konstitusi demi tercapainya keadilan bagi setiap warga negara.
Dalam contoh di atas, hak-hak konstitusi wajib pajak terabaikan. Jika “proses hukum
dalam proses mencari keadilan hukum”adalah hak setiap warga negara, bagaimana
mungkin penggunaan hak yang dijamin secara konstitusional oleh UUD 1945, pada
proses awal telah “dijatuhi” ancaman sanksi yang sangat memberatkan ? Apakah ini yang
dimaksudkan keadilan di mata hukum?
2. Pasal 27 ayat 5D: Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan Sebagian,
wajib pajak dikenal sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan Keberatan.
Komentar:
- Pasal ini bisa membangkrutkan atau memati-surikan wajib pajak pemohon. Ibarat sudah
jatuh ketimpa tangga. Denda sebesar 100% dihitung dari pokok pajak plus bunga yang
sudah ditetapkan dalam Surat Keputusan Keberatan pajak, sehingga pengenaan denga
bunganya jadi berlipat-lipat. Apakah ini yang dimaksudkan keadilan di mata hukum?
Bagaimana fungsi keadilan hukum itu menempatkan masyarakat wajib pajak sebagai
mitra pembangunan jika hukum itu sendiri membuatnya mati suri? Bila perusahaan
diibaratkan tanaman buah, yang diambil oleh pajak masih sebatas buahnya saja, tanaman
masih bisa berbuah lagi, tapi bila batangnya ditebas (denda sebesar 100%), tanaman pasti
mati, karena praktis cash flow (urat nadi) perusahaan macet.
3. Pasal 13 ayat (2): Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan hurud e
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama
24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat KetetapanPajak
Kurang Bayar.
Seperti terlihat dalam ilustrasi di bawah ini, di tahap awal pada saat diterbitkannya
SKPKB, fiscus sudah memperhitungkan pokok pajak ditambah bunga dari Pasal 13 ayat 2
sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan, setelah terbitnya Surat Keputusan Keberatan
dengan pengenaan Pasal 25 ayat 9, berarti terjadi penambahan pengenaan sanksi atas sanksi
ex. Pasal 13 ayat 2 UU KUP. Boleh saja pemerintah menegakkan fungsi budgetair nya, tapi
harusnya perilaku hukum itu benar-benar mengayomi masyarakat agar tidak terjatuh dalam
perangkap seperti praktik lintah darat (bunga berbunga).
Dalam penjelasan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 25 ayat (9)
dinyatakan bahwa:
“ Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan Sebagian, dan wajib
pajak tidak mengajukan permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan Penagihan dengan Surat Paksaakan
dilaksanakan apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajak tersebut.
Disamping itu, wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
50%.”
Contoh:
Untuk tahun pajak 2010, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000.000
diterbitkan terhadap PT X;
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945: “Negara Indonesia adalah Negara hukum”.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan , jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum”.
Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi
manusia dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak
asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan per undang-
undangan.”