OLEH KELOMPOK 8:
DOSEN PENGAMPU:
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala
kuasa-Nyalah penulis akhirnya bisa menyusun makalah yang berjudul “Aspek Perpajakan
Asuransi Luar Negeri” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak
Drs. Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan
Lanjutan kami.
Namun kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran dan kritikan dari para pembaca agardapat
menyusun makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………
BAB I: Pendahuluan…………………………………………………………………………….
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………..
A. Perasuransian……………………………………………………………………………
E. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal
26………
BAB V: Penutup………………………………………………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...
B. Saran…………………………………………………………………………………….
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pribadiindividu seperti kepentingan rakyat,pendidikan,kesejahteraan rakyat,kemakmuranrakyat
dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan suatu Negara
Dalam rangka menyongsong perdagangan bebas baik di tingkat ASEAN pada tahun 2003
maupun Asia Pasifik pada tahun 2020, maka Indonesia perlu mempersiapkan diri agar tidak
ketinggalan dengan luar negeri, termasuk dalam peraturan perpajakan yang sesuai dengan kaidah
perpajakan internasional khususnya prinsip netralitas. Pemajakan atas premi asuransi oleh negara
sumber merupakan salah satu isu yang sering diperdebatkan dalam perpajakan internasioanal.
Untuk meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak dan pihak pelaksana di lapangan maka
perlu adanya ketegasan dari Direktorat Jenderal Pajak selaku lembaga yang berwenang.
B. Rumusan Masalah
5. Apakah setiap pembayaran premi asuransi ke luar negeri dapat dikenakan PPh Pasal 26?
10. Bagaimana tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26?
C. Tujuan Penulisan
4. Untuk mengetahui ketentuan dan perlakuan perpajakan atas asuransi luar negeri
7. Untuk mengetahui perlakuan pajak atas asuransi luar negeri saat terutang
8. Untuk mengetahui tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26
BAB II
PENGKAJIAN
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya
Ada beberapa jenis asuransi seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan hingga asuransi
properti.Untuk lebih jelas mengenai jenis-jenis asuransi, ada baiknya kamu melihat pada
Asuransi Jiwa berbeda dari asuransi lain dalam arti bahwa, di sini, subjek asuransi adalah
kehidupan manusia. Perusahaan asuransi akan membayarkan jumlah asuransi yang tetap
Saat ini, asuransi jiwa menikmati ruang lingkup maksimum karena kehidupan adalah
properti paling penting dari seorang individu. Asuransi ini memberikan perlindungan kepada
keluarga pada kematian dini atau memberikan jumlah yang cukup pada usia tua ketika
kecelakaan.
Asuransi tidak hanya perlindungan tetapi merupakan semacam investasi karena jumlah
tertentu dapat dikembalikan kepada tertanggung pada saat kematian atau berakhirnya suatu
periode.
2. Asuransi umum
Asuransi umum termasuk Asuransi Properti, Asuransi Kewajiban, dan Bentuk Asuransi
Bentuk asuransi kewajiban yang paling ketat adalah asuransi kesetiaan, di mana
tertentu.Risikonya mungkin kebakaran atau bahaya laut, pencurian harta benda atau barang-
4. Asuransi kebakaran
kebakaran, limbah api akan meningkat tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi
masyarakat.
Dengan bantuan asuransi kebakaran, kerugian yang timbul akibat kebakaran dikompensasi
dan masyarakat tidak kehilangan banyak. Individu lebih disukai dari kerugian seperti itu dan
properti atau bisnis atau industrinya akan tetap kira-kira pada posisi yang sama seperti
sebelum kerugian.
5. Asuransi Pribadi
Asuransi pribadi termasuk asuransi jiwa manusia yang mungkin menderita kerugian
karena kematian, kecelakaan, dan penyakit. Oleh karena itu, asuransi pribadi lebih lanjut
diklasifikasikan ke dalam asuransi jiwa, asuransi kecelakaan diri, dan asuransi kesehatan.
BAB III
LANDASAN TEORI
yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.Orang pribadi atau badan dapat dikategorikan sebagai
Wajib Pajak Luar Negeri atas Pajak Penghasilan ditentukan berdasarkan Undang- Undang
1. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
Indonesia.
2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang kategori orang pribadi atau
badan yang menjadi Wajib Pajak Luar Negeri, khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau
bukan berada di Indonesia namun melakukan kegiatan operasional di Indonesia akan dikenai PPh
Pasal 26.
Berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang kategori individu maupun
perusahaan yang menjadi Wajib Pajak Luar Negeri, khususnya perusahaan yang tidak didirikan
atau bukan berada di Indonesia namun melakukan kegiatan operasional di Indonesia akan
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
internet.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Perasuransian
Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan
risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk
asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau
1. Perusahaan Asuransi:
penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian
memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan
Dana asuransi yang dihimpun berasal dari premi yang dibentuk untuk memenuhi
kewajiban yang timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim asuransi. Premi adalah
sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan
disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi atau perjanjian
reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. Objek dari
Asuransi ialah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta
semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Perasuransian biasanya disebut
dengan Perusahaan Asuransi atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Insurance Company.
Berdasarkan publikasi dari sebuah portal statistik online yaitu Statista, Perusahaan Asuransi
Hathaway yang berasal dari Amerika Serikat. Perusahaan Asuransi yang dipimpin oleh salah
satu orang Terkaya di Dunia Warren Buffet ini memiliki Kapitalisasi Pasar sebesar US$ 350,5
miliar. Peringkat kedua Perusahaan Asuransi terbesar di Dunia ditempati oleh Perusahaan China
yaitu China Life Insurance dengan Kapitalisasi Pasar sebesar US$ 164,1 miliar. Sedangkan
Posisi ketiga ditempati oleh Ping An Insurance yang juga merupakan Perusahaan Asuransi dari
1. Berkshire Hathaway
3. Ping An Insurance
4. AIA Group
5. Allianz
7. Prudential PLC
8. AXA
9. ING Group
10. Metlife
B. Dasar Hukum Perpajakan atas Asuransi Luar Negeri
2. Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan berupa Premi Asuransi
dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri
atas Penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan
asuransi di Luar Negeri, dengan ini perlu diberikan penegasan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, atas pembayaran premi asuransi dan
premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh
Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto. Kecuali jika
besar tarif pajak dapat berubah. Selain itu, pengecualian juga berlaku pada PPh yang
dibebankan atas penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri yang berasal dari Indonesia dengan
tidak diberlakukan untuk yang bukan Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Tentang
Wajib Pajak Luar Negeri, oleh pemerintah telah diatur mengenai siapa saja mereka yang
penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri dihitung dari jumlah premi yang dibayar.
Besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri serta tarif efektif PPh
No Pembayar Premi di Perkiraan Penghasilan Neto dari Tarif efektif PPh Pasal 26 dari
3 Perusahaan Reasuransi 5% 1%
Atas Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di LN,
kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang,
pemerintah dari pajak juga dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi jasa asuransi
ke luar negeri.
Contoh :
premi selama tahun 1995 sebesar Rp. 1 milyar. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan tersebut besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri
Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT. A selama tahun 1995 adalah : 20%
membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp. 1 milyar, dan kemudian PT. B
mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri
dengan membayar premi sebesar Rp. 500 juta, maka besarnya perkiraan penghasilan
neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah : 10% x Rp. 500 juta = Rp. 50.000.000,00
dan PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT B adalah : 20% x Rp. 50 juta = Rp.
3. Pembayaran premi asuransi atau premi reasuransi dapat dilakukan oleh pembayar premi di
Indonesia secara langsung kepada perusahaan asuransi di luar negeri atau melalui pialang.
Pihak pembayar premi atau pemotong pajak di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 26 atas
premi asuransi atau premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi atau
perusahaan reasuransi di luar negeri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pihak
pembayar premi atau pemotong PPh Pasal 26 adalah : a. Tertanggung yaitu pemegang polis
yang membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau b.
4. Pada saat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 pihak pembayar premi tersebut wajib
dalam rangkap 3 (tiga), yaitu lembar pertama diberikan kepada perusahaan asuransi di luar
negeri, lembar kedua untuk dikirimkan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat, dan
kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh)
6. Pemotong pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 26 yang telah
bulan saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh
PPh Pasal 26; b. Lembar kedua Bukti Pemotongan PPh Pasal 26; c. Lembar ketiga Surat
7. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi di
luar negeri yang dilakukan bulan Januari sampai dengan bulan April tahun 1995 wajib
8. Pemotong Pajak atas pembayaran premi kepada perusahaan asuransi di luar negeri yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini akan dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
Dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk
pengenaan Pajak Penghasilan. Pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan diberikan apabila
seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha
Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
1. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
2. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan
usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia;
atau
3. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan
usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Contoh Kasus
perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 1995 sebesar Rp1
miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah sebagai berikut :
Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan
yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1
D. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar
kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPh Pasal 26 ditetapkan tidak lain dengan tujuan untuk meningkatkan Perusahaan Asing
dalam tertib pajak. Pertumbuhan bisnis yang sangat cepat dan seakan tak terkendali membuat
Maka dari itu PPh Pasal 26 ditetapkan untuk mengatur kebijakan pajak dengan tujuan setiap
transaksi bisnis yang berkaitan dengan Wajib Pajak Luar Negeri dapat menyumbang atau turut
Contoh dari perusahaan yang memiliki aktivitas transaksi luar negeri di Indonesia
merupakan perusahaan asuransi luar negeri. Perusahaan ini dinyatakan sebagai wajib pajak luar
negeri dan perusahaan ini dikenakan PPh pasal 26 dimana tarif yang dikenakan merupakan tarif
B. Saran
depedensi agen asuransi. Agar tidak terjadi silang pendapat antara Wajib Pajak dengan
pelaksana di lapangan;
2. Hendaknya menteri keuangan menetapkan penghasilan neto bagi Bentuk Usaha Tetap
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak. PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN – PASAL 26. Diakes
Maret 2020
Maret 2020.
ASURANSI KE LUAR NEGERI (SERI PPh PASAL 23/26 NOMOR 5).Diakses melalui
14 Maret 2020.
LIB Universitas Indonesia. Pengenaan PPh pasal 26 atas Premi Asuransi. Diakses melalui