Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PERPAJAKAN LANJUTAN

“ASPEK PERPAJAKAN ATAS PERUSAHAAN ASURANSI LUAR NEGERI”

OLEH KELOMPOK 8:

Helmi Hauzan (1810532010)

Anita Gustri Antodi (1810532012)

Defnia Nofitri (1810532013)

DOSEN PENGAMPU:

Drs. RINALDI MUNAF, MM, Ak, CPA, CA

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala

kuasa-Nyalah penulis akhirnya bisa menyusun makalah yang berjudul “Aspek Perpajakan

Asuransi Luar Negeri” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak

Drs. Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan

Lanjutan kami.

Namun kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan

serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran dan kritikan dari para pembaca agardapat

menyusun makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa

memberikan banyak manfaat bagi pembaca.

Padang, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………

BAB I: Pendahuluan…………………………………………………………………………….

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………

C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………..

BAB II: Pengkajian……………………………………………………………………………….

Bab III: Landasan Teori…………………………………………………………………………

BAB IV: Pembahasan…………………………………………………………………………….

A. Perasuransian……………………………………………………………………………

B. Dasar Hukum Perpajakan Atas Asuransi Luar Negeri………………………………….

C. Ketentuan Taruf PPh Pasal 26 Atas Perusahaan Asuransi Luar Negeri…………………

D. Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26………………………………………………….

E. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal
26………

BAB V: Penutup………………………………………………………………………………….

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...

B. Saran…………………………………………………………………………………….

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untukmembiayai

kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan

pribadiindividu seperti kepentingan rakyat,pendidikan,kesejahteraan rakyat,kemakmuranrakyat

dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan suatu Negara

Dalam rangka menyongsong perdagangan bebas baik di tingkat ASEAN pada tahun 2003

maupun Asia Pasifik pada tahun 2020, maka Indonesia perlu mempersiapkan diri agar tidak

ketinggalan dengan luar negeri, termasuk dalam peraturan perpajakan yang sesuai dengan kaidah

perpajakan internasional khususnya prinsip netralitas. Pemajakan atas premi asuransi oleh negara

sumber merupakan salah satu isu yang sering diperdebatkan dalam perpajakan internasioanal.

Untuk meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak dan pihak pelaksana di lapangan maka

perlu adanya ketegasan dari Direktorat Jenderal Pajak selaku lembaga yang berwenang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu perusahaan asuransi?

2. Apa saja dasar hukum asuransi luar negeri?

3. Bagaimana ketentuan perpajakan atas asuransi luar negeri?

4. Bagaimana perlakuan perpajakan atas asuransi luar negeri?

5. Apakah setiap pembayaran premi asuransi ke luar negeri dapat dikenakan PPh Pasal 26?

6. Siapa saja yang termasuk pemotong PPh Pasal 26?

7. Apa saja contoh-contoh perusahaan asuransi luar negeri?


8. Apa saja yang termasuk pengecualian pengenaan PPh Pasal 26?

9. Bagaimana perlakuan pajak atas asuransi luar negeri saat terutang?

10. Bagaimana tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi tentang asuransi dan pengelolanya

2. Untuk mengetahui dasar hukum perpajakan atas asuransi luar negeri

3. Untuk mengetahui kategori OP atau Badan wajib pajak luar negeri

4. Untuk mengetahui ketentuan dan perlakuan perpajakan atas asuransi luar negeri

5. Untuk mengetahui contoh-contoh perusahaan asuransi luar negeri

6. Untuk mengetahui pengecualian pengenaan PPh Pasal 26

7. Untuk mengetahui perlakuan pajak atas asuransi luar negeri saat terutang

8. Untuk mengetahui tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26
BAB II

PENGKAJIAN

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut UU No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Asuransi adalah perjanjian antara

dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan

premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,

kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena

terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau

pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya

telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Ada beberapa jenis asuransi seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan hingga asuransi

properti.Untuk lebih jelas mengenai jenis-jenis asuransi, ada baiknya kamu melihat pada

penjelasan dibawah berikut.


1. Asuransi jiwa

Asuransi Jiwa berbeda dari asuransi lain dalam arti bahwa, di sini, subjek asuransi adalah

kehidupan manusia. Perusahaan asuransi akan membayarkan jumlah asuransi yang tetap

pada saat kematian atau pada saat berakhirnya periode tertentu.

Saat ini, asuransi jiwa menikmati ruang lingkup maksimum karena kehidupan adalah

properti paling penting dari seorang individu. Asuransi ini memberikan perlindungan kepada

keluarga pada kematian dini atau memberikan jumlah yang cukup pada usia tua ketika

kapasitas penghasilan dikurangi. Di bawah asuransi pribadi, pembayaran dilakukan saat

kecelakaan.

Asuransi tidak hanya perlindungan tetapi merupakan semacam investasi karena jumlah

tertentu dapat dikembalikan kepada tertanggung pada saat kematian atau berakhirnya suatu

periode.

2. Asuransi umum

Asuransi umum termasuk Asuransi Properti, Asuransi Kewajiban, dan Bentuk Asuransi

Lainnya.Asuransi Kebakaran dan Laut secara ketat disebut Asuransi Properti.Motor,

Pencurian, Fidelity, dan Asuransi Mesin mencakup sejauh mana pertanggungjawaban

asuransi sampai batas tertentu.

Bentuk asuransi kewajiban yang paling ketat adalah asuransi kesetiaan, di mana

perusahaan asuransi mengkompensasikan kerugian kepada tertanggung ketika ia berada di

bawah tanggung jawab pembayaran kepada pihak ketiga.


3. Asuransi property

Di bawah properti asuransi properti orang / orang diasuransikan terhadap risiko

tertentu.Risikonya mungkin kebakaran atau bahaya laut, pencurian harta benda atau barang-

barang yang merusak properti pada saat kecelakaan.

4. Asuransi kebakaran

Asuransi Kebakaran mencakup risiko kebakaran. Dengan tidak adanya asuransi

kebakaran, limbah api akan meningkat tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi

masyarakat.

Dengan bantuan asuransi kebakaran, kerugian yang timbul akibat kebakaran dikompensasi

dan masyarakat tidak kehilangan banyak. Individu lebih disukai dari kerugian seperti itu dan

properti atau bisnis atau industrinya akan tetap kira-kira pada posisi yang sama seperti

sebelum kerugian.

Asuransi kebakaran tidak hanya melindungi kerugian tetapi memberikan kerugian

konsekuensial tertentu juga risiko perang, gejolak, huru-hara, dll.Dapat diasuransikan di

bawah asuransi ini juga.

5. Asuransi Pribadi

Asuransi pribadi termasuk asuransi jiwa manusia yang mungkin menderita kerugian

karena kematian, kecelakaan, dan penyakit. Oleh karena itu, asuransi pribadi lebih lanjut

diklasifikasikan ke dalam asuransi jiwa, asuransi kecelakaan diri, dan asuransi kesehatan.
BAB III

LANDASAN TEORI

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan

yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain

bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.Orang pribadi atau badan dapat dikategorikan sebagai

Wajib Pajak Luar Negeri atas Pajak Penghasilan ditentukan berdasarkan Undang- Undang

Nomor 36 Tahun 2008 sebagai berikut :

1. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang tinggal

di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak

didirikan atau berada di Indonesia namun operasional usahanya melalui BUT di

Indonesia.

2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di

Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak

didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia tidak menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

Berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang kategori orang pribadi atau

badan yang menjadi Wajib Pajak Luar Negeri, khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau

bukan berada di Indonesia namun melakukan kegiatan operasional di Indonesia akan dikenai PPh

Pasal 26.

Berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang kategori individu maupun

perusahaan yang menjadi Wajib Pajak Luar Negeri, khususnya perusahaan yang tidak didirikan
atau bukan berada di Indonesia namun melakukan kegiatan operasional di Indonesia akan

dikenai PPh Pasal 26, dengan ketentuan:

a. tempat kedudukan manajemen;

b. cabang perusahaan;

c. kantor perwakilan;

d. gedung kantor;

e. pabrik;

f. bengkel;

g. gudang;

h. ruang untuk promosi dan penjualan;

i. pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;

l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan

lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di

Indonesia; dan

p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan

oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui

internet.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perasuransian

Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan

risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk

asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau

reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

Usaha perasuransian dilaksanakan oleh:

1. Perusahaan Asuransi:

a. Perusahaan Asuransi Kerugian, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam

penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

b. Perusahaan Asuransi Jiwa, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam

penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang

dipertanggungkan.

c. Perusahaan Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam

pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian

dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

2. Penunjang Usaha Asuransi:

a. Perusahaan Pialang Asuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa

keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi

asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.


b. Perusahaan Pialang Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa

keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi

reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.

c. Agen Asuransi, adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya

memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

d. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa

penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.

e. Perusahaan Konsultan Akturia, adalah perusahaan yang memberikan jasa akturia

kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan

pengelolaan suatu program asuransi dan atau program pensiun.

Dana asuransi yang dihimpun berasal dari premi yang dibentuk untuk memenuhi

kewajiban yang timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim asuransi. Premi adalah

sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan

disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi atau perjanjian

reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. Objek dari

Asuransi ialah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta

semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Perasuransian biasanya disebut

dengan Perusahaan Asuransi atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Insurance Company.

Berdasarkan publikasi dari sebuah portal statistik online yaitu Statista, Perusahaan Asuransi

Terbesar di Dunia berdasarkan Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) adalah Berkshire

Hathaway yang berasal dari Amerika Serikat. Perusahaan Asuransi yang dipimpin oleh salah

satu orang Terkaya di Dunia Warren Buffet ini memiliki Kapitalisasi Pasar sebesar US$ 350,5

miliar. Peringkat kedua Perusahaan Asuransi terbesar di Dunia ditempati oleh Perusahaan China

yaitu China Life Insurance dengan Kapitalisasi Pasar sebesar US$ 164,1 miliar. Sedangkan

Posisi ketiga ditempati oleh Ping An Insurance yang juga merupakan Perusahaan Asuransi dari

China dengan Kapitalisasi Pasar sebesar US$ 130,9 miliar.

Berikut ini adalah daftar contoh perusahaan asuransi luar negeri:

1. Berkshire Hathaway

2. China Life Insurance

3. Ping An Insurance

4. AIA Group

5. Allianz

6. American International Group (AIG)

7. Prudential PLC

8. AXA

9. ING Group

10. Metlife
B. Dasar Hukum Perpajakan atas Asuransi Luar Negeri

1. UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

2. Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

3. Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994

tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan berupa Premi Asuransi

dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri

5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 9 Tahun 1994

C. Ketentuan Tarif PPh Pasal 26 Atas Perusahaan Asuransi

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor:

624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26

atas Penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan

asuransi di Luar Negeri, dengan ini perlu diberikan penegasan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, atas pembayaran premi asuransi dan

premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh

Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto. Kecuali jika

Wajib Pajak memanfaatkan tax threaty atau Persetujuan Penghindaran Berganda (P3B),

besar tarif pajak dapat berubah. Selain itu, pengecualian juga berlaku pada PPh yang

dibebankan atas penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri yang berasal dari Indonesia dengan
tidak diberlakukan untuk yang bukan Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Tentang

Wajib Pajak Luar Negeri, oleh pemerintah telah diatur mengenai siapa saja mereka yang

berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri.

2. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 624/KMK.04/1994 tersebut perkiraan

penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri dihitung dari jumlah premi yang dibayar.

Besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri serta tarif efektif PPh

Pasal 26 adalah sebagai berikut :

No Pembayar Premi di Perkiraan Penghasilan Neto dari Tarif efektif PPh Pasal 26 dari

Indonesia jumlah premi yang dibayar jumlah premi yang dibayar

1 Tertanggung 50% 10%

2 Perusahaan Asuransi 10% 2%

3 Perusahaan Reasuransi 5% 1%

Atas Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di LN,

tarifnya 20% x Perkiraan Neto, dimana perkiraan neto :

1) Tertanggung, dalam hal dilakukan pembayaran premi yang dibayar tertanggung

kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui

pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar

Sehingga tarif efektif : 20% x 50% = 10%.

Pemotong pajak adalah tertanggung.

2) Perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal pembayaran premi

dilakukan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada


perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang,

sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar

Sehingga tarif efektif : 20% x 10% = 2%.

Pemotong Pajak adalah perusahaan asuransi di Indonesia

3) Perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal pembayaran

premi dilakukan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada

perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang,

sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar

Sehingga tarif efektif : 20% x 5% = 1%.

Pemotong pajak adalah perusahaan reasuransi di Indonesia.

Pengenaan pajak ini disamping bertujuan untuk meningkatkan penerimaan

pemerintah dari pajak juga dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi jasa asuransi

ke luar negeri.

Contoh :

a. Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT. A, mengasuransikan bangunan

bertingkat langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah

premi selama tahun 1995 sebesar Rp. 1 milyar. Sesuai dengan Keputusan Menteri

Keuangan tersebut besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri

adalah : 50% x Rp 1 milyar = Rp. 500.000.000,00.

Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT. A selama tahun 1995 adalah : 20%

x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 100.000.000,00 (10% x Rp. 1 milyar).


b. Jika PT. A mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT. B, dengan

membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp. 1 milyar, dan kemudian PT. B

mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri

dengan membayar premi sebesar Rp. 500 juta, maka besarnya perkiraan penghasilan

neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah : 10% x Rp. 500 juta = Rp. 50.000.000,00

dan PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT B adalah : 20% x Rp. 50 juta = Rp.

10.000.000,00 (2% x Rp. 500.000.000,00).

3. Pembayaran premi asuransi atau premi reasuransi dapat dilakukan oleh pembayar premi di

Indonesia secara langsung kepada perusahaan asuransi di luar negeri atau melalui pialang.

Pihak pembayar premi atau pemotong pajak di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 26 atas

premi asuransi atau premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi atau

perusahaan reasuransi di luar negeri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pihak

pembayar premi atau pemotong PPh Pasal 26 adalah : a. Tertanggung yaitu pemegang polis

yang membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau b.

Perusahaan asuransi di Indonesia yang mereasuransikan sebagian atau seluruh

tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau c. Perusahaan reasuransi di

Indonesia yang mereasuransikan kembali sebagian atau seluruh tanggungannya kepada

perusahaan asuransi di luar negeri.

4. Pada saat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 pihak pembayar premi tersebut wajib

membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana contoh terlampir

dalam rangkap 3 (tiga), yaitu lembar pertama diberikan kepada perusahaan asuransi di luar

negeri, lembar kedua untuk dikirimkan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat, dan

lembar ketiga untuk arsip pemotong pajak.


5. Pemotong Pajak sebagaimana tersebut diatas wajib menyetorkan PPh Pasal 26 setiap bulan

kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh)

bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

6. Pemotong pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 26 yang telah

dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah

bulan saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh

Pasal 26 sebagaimana contoh terlampir dengan melampirkan : a. Daftar Bukti Pemotongan

PPh Pasal 26; b. Lembar kedua Bukti Pemotongan PPh Pasal 26; c. Lembar ketiga Surat

Setoran Pajak (SSP).

7. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi di

luar negeri yang dilakukan bulan Januari sampai dengan bulan April tahun 1995 wajib

disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 Mei 1995 dan dilaporkan selambat-lambatnya

tanggal 20 bulan Mei 1995.

8. Pemotong Pajak atas pembayaran premi kepada perusahaan asuransi di luar negeri yang

tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini akan dikenakan

sanksi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.

F. Pengecualian pengenaan PPh pasal 26

Dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk

Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia, penghasilan dimaksud dikecualikan dari

pengenaan Pajak Penghasilan. Pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan diberikan apabila
seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha

Tetap ditanamkan kembali di Indonesia dalam bentuk :

Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai

pendiri atau peserta pendiri;

1. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia

sebagai pemegang saham;

2. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan

usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia;

atau

3. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan

usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

Contoh Kasus

PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke

perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 1995 sebesar Rp1

miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah sebagai berikut :

Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-

PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x Rp1.000.000.000)

Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan

yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1

miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di luar


negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh

Pasal 26-nya adalah:

Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000

PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000)

D. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26

1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan

terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.

2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :

 Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;

 Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;

 Lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan

Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10  bulan takwim berikutnya setelah

bulan saat terutangnya pajak.

4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti  pemotongan lembar

kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak berakhir

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
PPh Pasal 26 ditetapkan tidak lain dengan tujuan  untuk meningkatkan Perusahaan Asing

dalam tertib pajak. Pertumbuhan bisnis yang  sangat cepat dan seakan tak terkendali membuat

negara harus lebih ketat dalam menetapkan regulasi.

Maka dari itu PPh Pasal 26 ditetapkan untuk mengatur kebijakan pajak dengan tujuan setiap

transaksi bisnis yang berkaitan dengan Wajib Pajak Luar Negeri dapat menyumbang atau turut

berkontribusi untuk pendapatan negara.

Contoh dari perusahaan yang memiliki aktivitas transaksi luar negeri di Indonesia

merupakan perusahaan asuransi luar negeri. Perusahaan ini dinyatakan sebagai wajib pajak luar

negeri dan perusahaan ini dikenakan PPh pasal 26 dimana tarif yang dikenakan merupakan tarif

umum PPh pasal 26 yaitu 20%.

B. Saran

1. Direktur jenderal pajak hendaknya mengeluarkan keputusan yang mengatur tentang

depedensi agen asuransi. Agar tidak terjadi silang pendapat antara Wajib Pajak dengan

pelaksana di lapangan;

2. Hendaknya menteri keuangan menetapkan penghasilan neto bagi Bentuk Usaha Tetap

khusus perusahaan asuransi luar negeri berdasarkan Pasal 15 UU PPh.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak. PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN – PASAL 26. Diakes

melalui https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-26 pada tanggal 14

Maret 2020

Menteri Keuangan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR: 624/KMK.04/1994 TENTANG PEMOTONGAN PAJAK

PENGHASILAN PASAL 26 ATAS PENGHASILAN BERUPA PREMI ASURANSI DAN

PREMI REASURANSI YANG DIBAYAR KEPADA PERUSAHAAN ASURANSI DI LUAR

NEGERI. Diakses melalui

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1994/624~KMK.04~1994Kep.HTM pada tanggal 14

Maret 2020.

Pemerintah Indonesia. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE -

25/PJ.4/1995 TENTANG PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS PEMBAYARAN PREMI

ASURANSI KE LUAR NEGERI (SERI PPh PASAL 23/26 NOMOR 5).Diakses melalui

https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&hlm=575&page=show&id=2596 pada tanggal

14 Maret 2020.

LIB Universitas Indonesia. Pengenaan PPh pasal 26 atas Premi Asuransi. Diakses melalui

http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-72312.pdfpada tanggal 15 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai