Anda di halaman 1dari 39

TUGAS PERPAJAKAN LANJUTAN

Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Dosen Pembimbing:

Drs. Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA

Oleh Kelompok 1 :

Dini Shelviana 16105330229

Vania Miranda Gustian 1610533031

Yuliana Riska 1710531010

Fitria Maryona 1710533040

AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur disampaikan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan

dan kekuatan, sehingga makalah yang berjudul Pajak Penghasilan Orang Pribadi ini dapat

diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa

dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan kepada Bapak Drs. Rinaldi

Munaf, MM, Ak, CPA, CA selaku dosen pembimbing pada mata kuliah perpajakan lanjutan

kami. Penulis yakin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis mengharapakan kritik dan

saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kami harap makalah ini bisa memberikan

manfaat bagi pembaca.

Padang, 26 Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..iii

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………..1

A. Latar belakang……………………………………………………………………………..1

B. Rumusan masalah…………………………………………………………………………2

C. Tujuan……………………………………………………………………………………..2

BAB II. PENGKAJIAN…………………………………………………………………………..4

BAB III. LANDASAN TEORI…………………………………………………………………...5

A. Subjek Pajak dan Objek Pajak…………………………………………………………….5

BAB IV. PEMBAHASAN………………………………………………………………………19

1. Mekanisme Pemajakan PPh Orang Pribadi……………………………………………...19

2. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak………………..21

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)………………………………………………….25

4. Tarif Pajak………………………………………………………………………………..26

BAB V. PENUTUP……………………………………………………………………………...31

iii
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………31

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………34

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib

Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk

pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Salah satu dari pajak ini adalah Pajak

Penghasilan Orang Pribadi.

Pada awalnya, di Indonesia pajak penghasilan diterapkan hanya pada perusahaan

perkebunan. Pajak tersebut dinamakan dengan Pajak Perseroan (PPs). Pajak Perseroan adalah

pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan dan diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak

dikenakan hanya untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia, berangsur-angsur

akhirnya diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk perorangan atau karyawan yang bekerja di

suatu perusahaan. Pada tahun 1932 misalnya, diberlakukan yang disebut dengan Ordonansi Pajak

Pendapatan. Ordonansi Pajak Pendapatan ini dikenakan untuk orang Indonesia maupun orang

yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki pendapatan di Indonesia. Setelah itu pada tahun

1935 diberlakukan Ordonansi Pajak Upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau upah

pegawai untuk membayar pajak atas gaji atau upah yang diterima.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak Januari

1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah

dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Undang-undang tersebut mengatur pengenaan

1
Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau

memperoleh penghasilan, dalam undang-undang PPh disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai

pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula

dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya

dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme pemajakan PPh Orang Pribadi?

2. Bagaimana dasar penetapan dan perhitungan PPh Orang Pribadi?

3. Bagaimana perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?

4. Berapa Tarif Pajak PPh Orang Pribadi?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai :

1. Mekanisme pemajakan PPh Orang Pribadi?

2. Dasar penetapan dan perhitungan PPh Orang Pribadi?

3. Perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?

4. Tarif Pajak PPh Orang Pribadi?

2
BAB II

PENGKAJIAN

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

“Pajak adalah partisipasi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang berkarakter memaksa menurut Undang-Undang, dengan tidak memperoleh imbalan

secara langsung dan digunakan untuk kebutuhan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.”

Wajib pajak merupakan ketetapan aturan perundang-undangan perpajakan yang harus

dilakukan oleh orang pribadi atau badan, yang untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

pemotongan atau pemungutan pajak tertentu. Yang dimaksud adil disini wajib pajak menghitung

dengan sesuai peraturan perpajakan dan pemerintah juga melaksanakan semua ini sesuai

kebutuhan guna untuk memperbaiki negara (Hardiningsih dan yulianawati, 2011).

Menurut Resmi (2011:74), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap

subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Menurut

Suandy (2011:36), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan, dapat

dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu baik masa pajak

maupun tahun pajak. Jadi pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan

terhadap penghasilan yang diperoleh selama satu tahun pajak.

Pajak penghasilan orang pribadi merupakan subjek pajak pribadi atas pendapatan yang

diperoleh dalam tahun pajak yang digunakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas

pendapatan yang diperoleh dalam tahun pajak. Berdasarkan Pasal 2 UU No.36 Tahun 2008 PPh

Orang Pribadi dibagi menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan subjek pajak luar negeri

3
(SPLN). Subjek pajak dalam negeri terdapat dalam Pasal 2 ayat (3) UU No.36 Tahun 2008, yaitu

Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia

lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau

orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat

tinggal di Indonesia.

4
BAB III

LANDASAN TEORI

Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang

pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek Pajak

Penghasilan yang akan dibahas adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau

berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan dan orang pribadi yang dalam

satu tahun pajak berada di Indonesia, serta mempunyai niat untuk bertempat tinggal di

Indonesia .

Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Orang Pribadi, baik yang berasal dari

Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

kekayaan wajib pajak.

A. Subjek Pajak dan Objek Pajak

1. Subjek Pajak

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah:

 a. Orang pribadi;

Orang pribadi sebagai subjek dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun luar

negeri Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggatikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang ditinggalkan oleh orangpribadi

Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang berarti dalam hal

ini adalah status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya,

5
warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah

dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.

 Badan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi, perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, badan usaha milik kongsi, koperasi,

dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,

atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif

dan bentuk usaha tetap.

 Bentuk usaha tetap.

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari

183 (setaus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu (12) bulan, atau badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di Indonesia

Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak dalam negeri dalam peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia terdiri

dari:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; atau

 Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan.

 Orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk

bertempat tinggal di Indonesia;

6
*Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;

b. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui bentuk usaha tetap di indonesia.

Kewajiban pajak subjektif

Kewajiban pajak subjektif mengandung arti bahwa seseorang, sesuatu atau badan sudah

memenuhi syarat untuk dikenakan pajak Penghasilan dilihat dari sudut subjeknya.. Saat mulai

dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ini adalah sebagai berikut:

 Untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tingga

di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya.

Tidak termasuk subjek pajak

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:

a) Kantor perwakilan negara asing;

b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsultan, dan konsulat atau pejabat-pejabat

lain dari negara asing, dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :

7
 bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh

penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut.

 negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

c) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Keuangan, dengan syarat:

 Indonesia menjadi anggota organisasi terrsebut;

 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari

iuran para anggota;

d) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangandengan syarat:

 bukan warga negara Indonesia.

 tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

2. Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia,

yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan kerja dan

pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris,

aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

8
b) Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan;

Yang dimaksud dengan hadiag adalah hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan

seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya.

c) Laba usaha

Laba usaha adalah selisih lebih antara penjualan dikurangi dengan harga pokok

penjualan dan beban-beban usaha.

Laba Usaha = Penjualan – Harga Pokok Penjualan + Beban Beban Usaha

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan

lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;.

 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena

pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;

--> Maksudnya penjualan harta terjadi antara badan usaha dengan pemegang

sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan

keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.

 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau

pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;

-->Jika suatu badan likuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara

harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan

objek pajak. Sama halnya dengan selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa

buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan

pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.

9
 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali

yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan

badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil

termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak

yang bersangkutan;

 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak

penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam

perusahaan pertambangan.

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan

pembayaran tambahan pengembalian pajak; Pengembalian pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya pada saat menghitung penghasilan kena pajak, merupakan objek pajak.

Sebagai contoh, pajak bumi dan bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai

biaya, yang karena suatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian

tersebut merupakan penghasilan.

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan

diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut

merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis

asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

10
Dalam praktek sehari-hari sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara

terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya

dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi

kewajaran. Jika terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang

dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen.

Bagian bunga yang diperlukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai

biaya oleh perseroan yang bersangkutan.

h) Royalti;

i) Imbalan atau penggantian berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan

sehubungan dengan penggunaan:

 Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula,

atau rahasia perusahaan;

 Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu

pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu

pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya

peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan

pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;

 Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun

mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang

usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah

tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan

informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi adalah informasi yang

diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan

11
bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar

belakang disiplin ilmu yang sama.

*Menurut Undang-Undang PPh, royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau

terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun

tidak, sebagai imbalan atas:

1). Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian

atau karya ilmiah, patem, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia,

merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa

lainnya;

2). Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial

atau ilmiah;

3). Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau

komersial;

*Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak

menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan

peralatan/ perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau

informasi tersebut pada angka 3, berupa :

 Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,

yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi

yang serupa;

 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau

keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit,

kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

12
 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio

komunikasi;

4). Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (notion picture films), film

atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;

5). Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau

pemberikan hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana

tersebut di atas.

j) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

--> Yang dimaksud dengan sewa adalah imbalan yang diterima atau diperoleh dengan

nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta

tak gerak, seperti sewa mobil, sewa alat berat, sewa kantor, sewa rumah dan sewa

gudang.

k) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

--> Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya “alimentasi” atau tunjangan

seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

l) Keuntungan berupa pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

--> Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi

pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan

sebagai biaya.Namun demikian, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa

pembebasan utang debitur misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra),

Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat

13
sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai

objek pajak.

m) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

--> Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata yang asing

atau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Atas keuntungan yang

diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan

sistem pembukuan yang dianut oleh wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas

sesuai dengan Standar Akuntansi Keungan.

n) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

Untuk dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan

perpajakan, wajib pajak tidak lagi menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak melainkan wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor

Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar, untuk

mendapatkan Keputusan Persetujuan Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu.

*Permohonan wajib pajak harus dilampiri dengan:

1) Fotokopi surat ujin usaha penilai yang dilegalisir oleh instansi Pemerintah yang

berwenang memberikan surat ijin usaha tersebut;

2) Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional yang diakui

pemerintah;

3) Daftar Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan;

4) Laporan Keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap yang

telah diaudit akuntan publik;

14
5) Surat Keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kepala Kantor Pelayanan

Pajak tempat wajib pajak terdaftar.

o) Premi asuransi;

--> Perhitungan tingkat premi harus didasarkan pada asumsi yang wajar dan praktek

asuransi yang berlaku umum. Penetapan tarif premi asuransi kerugian harus dilakukan

dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya:

1). Premi murni yang dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and loss profile) jenis

asuransi yang bersangkutan untuk sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir;

2). Biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya.

Penetapan tarif premi asuransi jiwa harus dilakukan dengan mempertimbangkan

sekurang-kurangnya:

1). Premi murni yang dihitung berdasarkan tingkat bunga, tabel mortalita, atau tabel

morbidita yang dipergunakan;

2). Biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya;

3). Prakiraan hasil investasi dari premi.

p) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib

pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

--> Iuran yang dibayar oleh anggota kepada perkumpulan yang dihitung berdasarkan

volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari anggota tersebut, misalnya iuran yang

besarnya ditentukan berdasarkan volume ekspor, satuan produksi atau satuan penjualan

adalah penghasilan bagi perkumpulan tersebut.

q) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

15
--> Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik

yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan

pajak. Jika diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi

penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan

kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan

yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.

r) Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;

s) --> Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan

kegiatan usaha yang bersifat konvensional.

t) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai

ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

u) Surplus Bank Indonesia.

Yang Tidak Termasuk Objek Pajak

Penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh wajib pajak tidak dikarenakan

pajak penghasilan (yang tidak termasuk sebagai objek pajak) adalah :

a) 1. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga

amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang

berhak;

b) 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau Menteri Keungan;

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

16
c) Warisan;

--> Yang dimaksud dengan warisan di sini adalah peninggalan harta dari keluarga yang

sedarah satu garis lurus di atas ahli waris.

d) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau

sebagai pengganti penyerahan modal;

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura (benefit in kind) dan atau kenikmatan dari wajib pajak

atau pemerintah;

f) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

g) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib

pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyerahan modal pada badan

usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia yang memenuhi syarat.

h) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keungan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

i) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada

huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang diterapkan dengan Keputusan Menteri

Keungan;

j) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi

termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

17
k) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun

pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (dihapus dalam Undang

Undang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009).

l) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba

dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di

Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

m) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam

sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan

n) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

o) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keungan;

p) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan atau bidang penelitiann dan pengembangan, yang telah terdaftar

pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan , dalam jangka

waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

q) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

18
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Mekanisme Pemajakan PPh Orang Pribadi

Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Membayar sendiri pajak yang terutang:

1. Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)

Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran.

Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak

yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur

pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran

pajak tersebut setiap bulan.

Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha

dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:

 Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu (OPPT).

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang

pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir

maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau
19
lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda

dengan tempat tinggal.

Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran

usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha

 Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain

Pengusaha Tertentu (OPSPT).

Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah

Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha

misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan.

Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena

Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.

 Pemotongan / Pemungutan Pajak

Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran

bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang

dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan

adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk

memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan

Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,

bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk

subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai

pemotong/pemungutan pajak.

Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22,
20
PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan

PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah

sebagai berikut:

a. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi

penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan

dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.

Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan

pemberi kerja. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan

sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada

karyawannya maupun yang bukan karyawannya. Wajib Pajak perseorangan dapat

juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari

KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21,

Wajib Pajak perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas

penghasilan yang diterimanya.

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk

melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan

100%

2. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

2.1 Dasar Pengenaan Pajak

21
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya.

Wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP). Rumusnya sebagai berikut:

Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi) = Penghasilan netto - PTKP

2.2 Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban

menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang

pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan:

 Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Perhitungan

Penghasilan Netto

 Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan uasaha atau pekerjaan bebas

*Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas

meliputi peredaran atau menerima penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya.

Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan

bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurangan, dan penghasilan netto

yang merupakan Objek Pajak Penghasilan.

2.3 Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan

Untuk Wajib Pajak orang pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan

penghasilan netto dikurangi dengan PTKP. Rumus perhitungan PKP sebagai berikut:

22
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan netto – PTKP

= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP

*Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap,

ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya yang meliputi:

a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,

antara lain;

 Biaya pembelian bahan

 Bunga, sewa, dan royalti

 Biaya perjalanan

 Biaya pengolahan limbah

 Premi asuransi

 Biaya administrasi

 Pajak, kecuali pajak penghasilan

 Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan.

b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh Menteri Keuangan

d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan
23
e) Kerugian selisih kurs mata uang asing

f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

g) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya

diatur dengan peraturan pemerintah

h) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah

i) Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun)

*untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

 Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti deviden

 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,

sekutu, atau anggota

 Premi asuransi kesehatan, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh

pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak

yang bersangkutan

 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam

bentuk natura dan kenikmatan

 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada

pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan

pekerjaan yang dilakukan

 harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali:

- sumbangan yang diperbolehkan dikurangkan


24
- zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk

atau disahkan oleh pemerintah

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Besarnya PTKP setahun sebagai berikut:

a) Rp 54.000.000 untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi

b) Rp 4.500.000 untuk tambahan Wajib Pajak yang kawin

c) Rp 54.000.000 untuk tambahan seorang istri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami, dengan syarat:

- Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi

kerja yang telah dipotong pajak bedasarkan ketentuan dalam Undang-undang

PPh pasal 21

- Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas

suami atau anggota keluarga yang lain

d) Rp 4.500.000 untuk tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga

semenda dalam garis keturunan lurus sederajat serta anak angkat yang menjadi

tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang)

Perhitungan PTKP ditentukan menurut keadaan awal tahun pajak atau awal bagian tahun

pajak. Perhitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia)

dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 Januari). Bagi pegawai yang baru

datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut

berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.

25
Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.

Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selaim untuk dirinya sendiri juga PTKP

untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

4. Tarif Pajak

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang

Pribadi luar negeri (PPh Pasal 26) dibedakan atas kelompok objek PPh pasal 26 sebagai

berikut:

a) Atas penghasilan yang berupa:

 Deviden

 Bunga yang termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang

 Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

 Hadiah dan penghargaan

 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

26
 Keuntungan karena pembebasan utang

PPh pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%

b) Atas penghasilan yang berupa:

 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri

PPh pasal 26 = (Penghasilan Bruto x perkiraan Penghasilan Netto) x 20%

* besarnya perkiraan penghasilan netto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga jual

* besarnya perkiraan penghasilan netto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang

dibayarkan kepada perusahaan luar negeri adalah sebagai berikut:

 Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri

baik secara langsung maupun melalui pialang = 50% dari jumlah premi yang

dibayar

 Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di

Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun

melalui pialang = 10% dari jumlah premi yang dibayar

 Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di

Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun

melalui pialang = 5% dari jumlah premi yang dibayar

c) Atas penghasilan yang berupa penjualan atau pengalihan saham dipotong PPh pasal 26

sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto

PPh pasal 26 = (Penghasilan Bruto x perkiraan Penghasilan Netto) x 20%

* besarnya perkiraan penghasilan netto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga jual

27
Contoh soal (PPh pasal 21 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri)

Contoh 1

Andi Nadhirin pada tahun 2019 bekerja pada perusahaan PT Cinta Suci dengan memperoleh

gaji sebulan Rp 20.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Andi

menikah tetapi belum mempunyai anak.

Pembahasan:

Gaji Sebulan. 20.000.000

Pengurangan :

Biaya Jabatan. 500.000

Iuran Pensiun. 100.000

Jumlah Pengurangan. ( 600.000)

Penghasilan Neto Sebulan

(20.000.000 - 600.000). 19.400.000

Penghasilan Neto Setahun. 232.800.000

(12 x 19.400.000)

PTKP Setahun :

WP Sendiri. 54.000.000

28
Status Kawin. 4.500.000

Jumlah PTKP Setahun. (58.500.000)

Penghasilan Kena Pajak Setahun

(112.800.000 - 58.500.000). 174.300.000

PPh Pasal 21 Terutang :

5 % x 50.000.000 = 2.500.000

15 % x 124.300.000 = 18.645.000

PPh Pasal 21 Terutang Setahun. 21.145.000

PPh Pasal 21 sebulan

(21.145.000 : 12). 1.762.083

Contoh 2

Yusnizar pegawai pada Tahun 2019 di perusahaan PT. Sejahtera, menikah tanpa anak,

memperoleh gaji sebulan Rp 12.000.000,00.

PT. Sejahtera mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi

Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30%

dari gaji.

PT Sejahtera menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji

sedangkan Yusnizar membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan.

29
Disamping itu PT Sejahtera juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.

PT Sejahtera membayar iuran pensiun untuk Yusnizar ke dana pensiun, yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Yusnizar

membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.

Pembahasan:

Gaji Sebulan. 12.000.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja

(0.50 % x 12.000.000). 60.000

Premi Jaminan Kematian Kerja

(0.30 % x 12.000.000). 36.000

Jumlah Penghasilan Bruto Sebulan. 12.096.000

Pengurangan :

Biaya Jabatan

(5 % x 12.096.000, maksimal 500.000). 500.000

Iuran Pensiun. 50.000

Iuran Jaminan Hari Tua

(2 % x 12.000.000). 240.000

30
Jumlah Pengurangan. 790.000

Penghasilan Neto Sebulan

(12.096.000 – 790.000). 11.306.000

Penghasilan Neto Setahun

(11.306.000 x 12). 135.672.000

PTKP Setahun :

WP Sendiri. 54.000.000

Status Kawin. 4.500.000

Jumlah PTKP Setahun. 58.500.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun

(135.672.000 - 58.500.000). 77.172.000

PPh Pasal 21 Terutang :

5 % x 50.000.000 = 2.500.000

15 % x 27.172.000 = 4.075.800

PPh Pasal 21 Terutang Setahun. 6.575.800

PPh Pasal 21 sebulan

(6.575.800 : 12). 647.983

31
Contoh soal (PPh pasal 26 Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri)

Jonathan adalah Warga Negara Amerika memiliki 25% saham PT Persipura Indonesia. Tahun ini

ia menjual seluruh sahamnya senilai Rp5 miliar kepada Jojo, seorang Warga Negara Argentina.

Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina serta Amerika sehubungan dengan

transaksi tersebut maka besarnya:

Pembahasan:

PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp250.000.000 (dan bersifat final).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

32
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada sorang pribadi maupun badan atas

penghasilan yang diperolehnya pada periode tahun pajak. Membayar pajak bukan hanya

merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi

dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan

pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam

negeri. Sedangkan Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Jadi, jika orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat subjektif (telah memenuhi syarat

sebagai subjek pajak) dan telah memenuhi syaraat objektif (telah menerima atau memperoleh

penghasilan), maka orang pribadi atau badan tersebut otomatis menjadi wajib pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Hardiningsih, Pancawati dan Nila Yulianawati. 2011. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Kemauan Membayar Pajak. Dinamika Keuangan dan Perbankan. Vol.3,No.1.Hal.126-142.

Resmi, Siti. 2011. Perpajakan: Teori dan Kasus. Salemba empat, Jakarta
33
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak, Edisi 5, Jakarta: Salemba empat

34

Anda mungkin juga menyukai