Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Beberapa kajian terhadap Hukum Agraria sudah banyak dilakukan oleh berbagai
kalangan baik dalam bentuk buku-buku referensi, jurnal ilmiah, dan didalam seminar-
seminar serta simposium yang bertajuk Agraria. Tetapi kajian-kajian tersebuat tidak
begitu fokus mengkaji tentang sejarah hukum agraia, bagaimana lahirnya hukum
agraria di Indonesia sampai terbentuknya Undang-Undang Pokok Agaria Tahun
1960. Bahkan wacana untuk mengamandemen Undang-Undang Pokok Agaria,
selanjutnya dalam makalah ini disebut UUPA , terus dilakukan guna menyesuaikan
peratuturan-peratuan dibidang ke agrariaan yang sudah dianggap tidak mengakomodir
perkembangan masyarakat. ini membuktikan bahwa hukum, khususnya hukum
agraria terus berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat,
untuk itu diperlukan suatu kajian ilmiah tentang bagaimana rangkaian sejarah
(hukum) hukum agraria Indonesia guna mengetahui setiap perkembangan yang terjadi
dibidang agraria. Dengan demikian setidaknya dari kajian itu dapat diperoleh bahan
untuk dijadikan pegangan dalam melakukan pembaharuan (hukum) terhadap hukum
agraria.

Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu
hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu
segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan
demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks.
Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan
seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang
mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya. Dalam pengertian sederhana, hukum
lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan
hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana

1
manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia
serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan
lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum
lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan
lingkungan atau Use-Oriented Law. Lingkungan hidup yang terganggu
keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi
manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan keadilan antar generasi dengan cara
meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum. Kasus pencemaran dan perusakan
lingkungan ini adalah sangat berbahaya bagi kesejahteraan umat manusia. Apalagi
pencemaran dan perusakan lingkungan di lakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, baik itu pertambangan, kehutanan dan lain-
lain.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Hukum Agraria?

2. Apa tujuan UUPA?

3. Bagaimana sejarah Hukum Agraria?

4. Apa saja hak-hak atas tanah dalam UUPA?

5. Apa pengertian Hukum Lingkungan?

6. Apa Sumber Hukum Lingkungan?

7. Bagaimana Sejarah Hukum Lingkungan?

8. Bagaimana Kajian Hukum Lingkungan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Apa pengertian Hukum Agraria.

2. Mengetahui Apa tujuan UUPA.

3. Mengetahui Bagaimana sejarah Hukum Agraria.

4. Mengetahui Apa saja hak-hak atas tanah dalam UUPA.

5. Mengetahui Apa pengertian Hukum Lingkungan.

6. Mengetahui Apa Sumber Hukum Lingkungan.

7. Mengetahui Bagaimana Sejarah Hukum Lingkungan.

8. Mengetahui Bagaimana Kajian Hukum Lingkungan.

3
BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Pengertian Hukum Agraria

Sebelum berbicara tentang hukum agraria, terlebih dahulu perlu diungkapkan


pengertian dari agraria itu sendiri. Istilah agraria sebenarnya berasal dari bahasa
Yunani yaitu"agger" yang berarti tanah pertanian. Sedang dalam bahasa Latinnya
yaitu "agrarius yang berarti segala sesuatu yang menyangkut masalah tanah"). Dengan
begitu kalau kita berbicara masalah agraria maka tidak akan lepas dari masalah
hukum, sebab agraria itu sendiri mengandung unsur norma, kaidah atau perilaku
seseorang yang ada hubungannya dengan tanah. Oleh sebab itu, hukum agraria tidak
berdiri sendiri, akan tetapi pengaturannya merupakan sebagian daricabang-cabang
ilmu pengetahuan hukum yang lain. Antara lain diatur dalam hukum perdata, hukum
adat, hukum antar golongan dan lain sebagainya. Sehingga lapangan hukum agraria
tergolong sebagai lapangan hukum yang masih muda usianya bila dibandingkan
dengan lapangan-lapangan hukum perdata, hukum dagang atau hukum pidana.

Dapat dikatakan bahwa hukum agraria ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum,


baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria. Di mana dalam tata
hukum Indonesia lapangan hukum agraria mendapat tempat sebagai lapangan hukum
tersendiri sejak berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5'Tahun
1960. Sedangkan menurut UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA)yang dimaksud dengan
"agraria" adalah bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan
sampai batas-batas tertentu termasuk juga rung angkasa. Seluruh bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang lerkandung di dalamnya yang termasuk ke dalam
wilayah Indonesia adalah karunia Tuhan YangMaha Esa dan merupakan kekayaan
alam bangsa Indonesia.

Pengertian "bumi" menurut UUPA bukan hanya meliputi permukaan bumi itu saja,
tetapi juga termasuk tubuh bumi dan kekayaan yang berada di bawah air, sedang yang
4
dimaksud dengan'"air" air laut (lautan) maupun perairan pedalaman dan laut tersebut
hanyalah terbatas pada laut yang termasuk wilayah negara Republik Indonsia (Pasal 1
ayat (5) UUPA). Adapun"rang angkasa" adalah rung angkasa di atas bumi dan lautan
yang termasuk wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 ayat (6) UUPA). Yang mana UU
No. 5 'Tahun 1960 tentang UUPA ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 dengan
Lembaran Negara (LN) Tahun 1960 No. 104 merupakan bagian dari hukum
administrasi negara (HAN). Dengan dimuatnya peraturan perundang-undangan pada
LN maka berarti UU tersebut berlaku secara nasional dan dengan UU itu pula maka
peraturan-peraturan agraria yang lama (pada masa kolonial) ditiadakan.

2.2 Tujuan UUPA

Salah satu tugas pemerintah Indonesia yang berat dalamn bidang hukum adalah
mengadakan keseragaman hukum atau kesatuan hukum (rechtseenheid) atau dengan
istilah populernya "unifikasi hukum", yaitu membentuk satu hukum yang berlaku bagi
warga negara Indonesia. Di mana yang sebelumnya peraturan-peraturan hukum
agraria kolonial yang bersifat dualisme serta bersifat kolonialisme itu. Dengan
berlakunya UUPA, maka di Indonesia terjadi perubahan yang fundamental di bidang
agraria, yaitu perubahan dari hukum agraria kolonial menjadi hukum agraria nasional
yang mempunyai sifat unifikasi hukum, sederhana, dan yang menjamin kepastian
hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum agraria nasional ini didasarkan pada
hukum adat yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, serta
mengindahkan unsur-unsur yang, fundamental di bidang agraria, yaitu perubahan dari
hukum agraria kolonial menjadi hukum agraria nasional yang mempunyai sifat
unifikasi hukum, sederhana, dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia,723 Dengan demikian yang menjadi tujuan pokok dari UUPA adalah
sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum yaitu:

a. Meletakkan dasar-dasar bag penyusunan hukum agraria nasional, yang akan


merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadaan
bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka mewujudkan

5
terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam


hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak


atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Di samping dari tujuan pokok pembentukan Undang-undang Pokok Agraria ini,


maka terdapat pula asas-asas UUPA di antaranya sebagai berikut:

a. Asas kebangsaan dan perlindungan di dalam menentukan hak milik atas tanah
(Pasal 9, 21 ayat (1), dan Pasal 11 ayat (2).

b. Asas legalitas, yang berarti bahwa segala tindakan dan perbuatan pemerintah
maupun warga negara di bidang agraria berdasarkan hukum (Pasal 30 ayat (2), 36
ayat (2), 46 ayat (1), 50 dan 51).

c. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6), asas fungsi sosial dari
tanah.

2.3 Sejarah Hukum Agraria

Sebelum UUPA berlaku (sebelum tanggal 24 September 1960), hukum agraria di


Indonesia bersifat dualists, karena hukum agraria pada waktu itu bersumber pada
hukum adat dan hukum perdata Barat. Hukum agraria yang berdasarkan pada perdata
bbbBarat yang berlaku sebelum 24 September 1960 tersusun dari sumber-sumber
yang bersumber dari pemerintah jajahan, sehingga tidak mustahil bahwa di dalamnya
terselubung tujuan-tujuan pemerintah jajahan yang hanya menguntungkan pihaknya.
Keadaan semacam in berakibat bahwa beberapa ketentuan hukum agraria yang
berlaku pada waktu itu menjadi bertentangan dengan kepentingan rakyat Indonesia.
Hukum perdata Barat yang menyangkut agraria tersebut diberla kukan bagi orang-
orang yang termasuk ke dalam golongan Eropa dan golongan Timur Asing, sedangkan
tanah-tanah yang dikuasai ole kedua golongan penduduk tersebut dinamakan "'tanah

6
dengan hak-hak Barat". Sebagai ¡awabannva adalah "tanah dengan hak adat" yang
tunduk pada hukum adat tanah dan khusus berlaku bagi golongan penduduk bumi
putera (pribumi).

Corak hukum agraria yang dualists ini berlaku sampai dengan tahun 1959, dan pada
waktu itu pemerintah berusaha un tuk dalam waktu dekut melahirkan hukum agraria
batu yang bersifat nasional. Pada tanggal 24 September 1960 diundangkanlah
Undang- undang No. 5 tahun 1960 melalui Lembaran Negara 1960 No. 104, yaitu
Undang-undang yang mengatur tentang agraria. Undang-undang tersebut diberi nama
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Pemberlakuan undang-undang ini di seluruh
wilayah Indonesia dilakukan secara bertahap, tidak serentak seluruh materi berlaku di
seluruh wilayah RI. Dengan berlakunya UUPA sejak 24 September 1960, maka ada
beberapa peraturan yang mengatur tentang agraria yang dinyatakan tidak berlaku lagi
(dicabut). Peraturan-peraturan yang dimaksud adalah:

1. KUH Perdata, khususnya yang mengatur tentang hak eigendor, hakerpacht, hak
opstal dan hak-hak lainnya (Buku I KUH Perdata).

2. Agrurische Wet Staatsblad 1870 No. 55 sebagaimana yang termuat dalam Pasal
51 IS.

3. Domein Velkalring, tersebut dalam keputusan agraria (Agrarisch Besluit),


Staatsblad 1870 No. 118.

4. Algemene Domein Verklaring, tersebut dalam Staatsblad 1875 No.119 a.

5. Domein Verklaring untuk Sumatra, tersebut dalam Pasal 1 Staatsblad 1874 No. 94
f.

6. Domein Verklaring untuk Karesidenan Manado, tersebut dalam Pasal 1 Staatsblad


1888 No. 55.

7. Domein Verklaring untuk Residentil Zuider en Oosterafdeling van

8. Borneo, tersebut dalam Pasal 1 Staatsblad 1888 No. 58. Koninklijk Besluit 16
April 1872 No. 17 dan peraturan pelaksanaannya.

7
Dengan berlakunya UUPA sejak 24 September 1960, hilanglah dualisme hukum
agraria dan terciptalah unifikasi hukum dalam bidang.hukum agraria di Indonesia.
Hukum agraria baru (UUPA) disusun dengan dasar hukum adat, oleh karenanya
hukum agraria adat mempunyai peran penting dalam sejarah lahirnya UUPA.

Dengan berlakunya UUPA tidak berarti bahwa hak ulayat tidak diakui lagi. Hak
ulayat tersebut masih diakui sejauh tidak mengganggu atau menghambat
pembangunan nasional untuk kepentingan umum .lebih jelas lagi dikatakan bahwa
hukum agraria yang mengatur bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya adalah hukum adat sejauh tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara (Pasal 5 UUPA) Semua hak atas tanah dinyatakan
herfungsi sosial (Pasal 6 UUPA).

2.4. Hak-hak Atas Tanah Dalam UUPA

Hak-hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah itu


sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah. Di mana ketentuan dari hak atas tanah dalam Undang-undang
Pokok Agraria disebutkan dalam Pasal 16 meliputi sebagai berikut:

a. hak milik;

b. hak guna usaha;

c. hak guna bangunan;

d. hak pakai;

e. hak sewa;

f. hak membuka tanah;

g. hak memungut hasil hutan;

h. hak-hak lain yang bersifat sementara, ialah hak atas tanah sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 53, di antaranya:

1. hak gadai.

8
2. hak usaha bagi hasil.

3. hak menumpang.

4. hak sewa tanah pertanian.

A. Hak Milik

Hak milik adalah hak turn temurun, terkuat dan terpenuh Yang dapat dimiliki
oleh orang dengan tanpa melupakan bahwasetiap hak itu mempunyai fungsi sosial
(Pasal 20 L'UPA). Maksud istilah "'terkuat" bahwa hak milik adalah paling kuat
dibanding kan dengan hak-hak lain seperti hak guna usaha ataupun hak guna
bangunan, karena hak milik dapat dipunyai tanpa batas waktu oleh seseorang ataupun
badan hukum vang memenuhi syarat untuk itu, asalkan hak tersebut belum dialihkan
kepada orang lain tau badan hukum lain. "Terpenuh" artinya bahwa pemegang hak
milik itu dapat berbuat apa saja terhadap haknya tersebut asal tidak merugikan diri
sendiri maupun merugikan orang lain. "Turun-temurun" artinya bahwa pemegang hak
milik dapat mewariskannya kepada generasi penerusnya atau kepada orang yang
dikehendakinya. Hak milik atas tanah dapat dipunyai oleh setiap warga negara
Indonesia atau badan hukum tertentu.

Hak milik dapat diperoleh dengan berbagai cara, di antaranya yaitu:

a. Dengan peralihan hak, misalnya dengan jual beli, pewarisan dan penghibahan.

b.Dengan ketentuan menurut hukum adat. Hak milik yang diperoleh dengan cara ini
adalah milk yang ada kaitannya dengan hak ulayat. Seseorang yang membuka
hutan pada wilayah masvarakat hukum tertentu dapat memperoleh hak,lama-
kelamaan hak yang diperoleh tersebut berubah statusnya menjadi hak milik orang
yang membuka hutan itu.

c. Dengan penetapan pemerintah. Seseorang atau badan hukum yang mengajukan


permohonan hak milik kepada pemerintah,jika permohonan itu dikabulkan maka
atas dasar penetapan pemenntah orang atau badan hukum itu memperoleh hak
milik.

9
d. Dengan ketentuan Uundang-undang. Artinya bahwa karena undang-undang
menentukan tentang konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik. Contoh:

Konversi hak eigendom menjadi hak milik.

Konversi hak eryacht menjadi hak milik.

Konversi hak opstal menjadi hak milik.

B. Hak Guna Usaha

Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara (tanah negara) dalam waktu tertentu, paling lama 25 tahun sampai 35 tahun
menurut jenis usahanyà yang mash dapat diperpanjang lagi selara 25 tahun bila
diperlukan. Tanah tersebut diusahakan untuk pertanian, perikanan, peternakan,
dengan luas minimal 5 ha (Pasal 28 ayat (1) dan (2) dan Pasal 29 UUPA).

C. Hak Guna Bangunan

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan di atas tanah bukan milk sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun,
dan bila perlu dapat diperpanjang 20 tahun lagi (Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA).
Hak guna usaha dan hak guna bangunan dapat dimiliki oleh seorang WNI atau badan
hukum yang didirikan di Indonesia menurut hukum Indonesia. Hak guna usaha dan
hak guna bangunan hapus karena:

a. Jangka waktunya berakhir.

b. Dihentikan sebelum waktunya karena sudah tidak memenuhi syarat-syarat yang


harus dipenuhi.

c. Dilepaskan oleh pemegang hak yang bersangkutan sebelum habis jangka


waktunya.

d. Dicabut oleh pemerintah untuk kepentingan umum.

e. Tanahnya ditelantarkan.

f. Tanahnya musnah.

10
D. Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang
langsung dikuasai oleh negara atau tanah milk orang lain, yang memberi wewenang
atau kewajiban yang ditentukan dalam pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, di mana segala
sesuatunya asal tidak hertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang (Pasal
41 UUPA),. Kemudian hak pakai dapat diberikan:

a. Selama jangka waktu tertentu/selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan


tertentu.

b. Dapat diberikan secara cuma-cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa


berupa apapun.

E. Hak Sewa

Hak sewa adalah hak seseorang atau suatu badan hukum untuk menggunakan tanah
milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang tertentu
sebagai uang sewa ke pada pemilik pada pemnilik tanah yang bersangkutan (Pasal 44
UUPA). Hak sewa mempunyai sifat khusus, yaitu:

a. adanya kewajiban penyeva untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada


pemiliknya.

b. Bersifat sementara.

Hak pakai dan hak sewa, jika tanahnya adalah tanah negara, berjangka waktu
biasanya 10 tahun; jika milk seseorang, jangka waktunya menurut kesepakatan
penyewa dan pemilik atau para pihak yang bersangkulan. Hak pakai dan hak sewa
dapat dimiliki oleh:

a. Warga negara Indonesia.

b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

11
c. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.

d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (Pasal 42 dan 45


UUPA).

F. Hak Membuka Tanah

Hak membuka tanah adalah hak yang berhubungan denyan hak ulayat, yaitu hak
yang dimiliki oieh warga atau anggota masyarakat hukum adat tertentu untuk
membuka tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat tersebut. Perlu diketahui
bahwa hak membaka tanah dan memun gut hasii hutan hanya dapat dipunyai warga
negara Indonesia saja, demikian pula dengan mempergunakan hak memungut hasil
hutan secara sah tidak dengan sendirinya chiperoich hak milk ales tanah itu.

G. Hak Memungut Hasil Hutan

Hak memongut hasil hatan adalah hak yang dimiliki oleh warga atau anggota
masyarakat hukum tertentu untuk memungut hasil hutan yang termasuk wilayah
masyarakat hukum tersebut. Orang yang akan memungut hasil hutan harus mendapat
izin dari kepala persekutuan hukum yang bersangkutan atau kepala adat dan luas
tanah tidak lebih dari 2 ha. Jika luas tanahnya mencapai 5 ha harus ada izin daci
Bupati setempat. Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa hak memungut hasil hutan
secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

H. Hak-hak yang bersfifat sementara

Hak-hak yang bersifat sementara ialah hak-hak seperti hak menumpang,hak usaha
bagi hasil, hak gadai. Hak-hak tersebut bersifat sementara dan akan dihapus dalam
waktu singkat. “Hak menumpang" adalah hak seseorang untuk mendirikan dan
menempati sebuah bangunan rumah di atas tanah milik orang lain setelah mendapat
izin dari pemilik tanah tanpa membayar sewa . Hak ini dihapus apabila tanah di
tempat mana rumah dibangun diminta pemiliknya. "'Hak usaha bagi hasil" adalah hak
seseorang untuk mengparap sebidang tanah pertanian milk orang lain dengan
ketentuan bahwa hasilnya akan dibagi antara penggarap dan pemilik tanah menurut

12
kesepakatan mereka. "Hak gadai" adalah hak atas tanah pertanian atau pekarangan
dan bangunan, yang terjadì karena seseorang telah melakukan perbuatan hukum yang
disebut jual gadai.

Hak gadai berakhir apabila pemilik tanah telah menebus atau mengembalikan
sejumlah uang kepada pemegang gadai sesuai dengan jumlah uang yang diterima
pemilik tanah pada waktu terjadi transaksi gadai. Selain hak-hak atas tanah tersebut di
atas, UUPA juga mengenal hak atas air dan ruang angkasa. Menurut Pasal 16 ayat (2)
UUPA, hak-hak tersebut adalah:

a. hak guna air;

b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan;

c. hak gun ruang angkasa.

Hak guna air adalah hak memperoleh air untuk kepentingan tertentu dan atau
mengalirkan air itu di atas tanah orang lain. Hak ruang angkasa memberi wewenang
untuk menggunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa untuk usaha-usaha
memelihara dan mengembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu, Sedangkan
mengenai pemeliharaan dan penangkapan ikan UUPA tidak memberikan gambaran
pengertian tertentu, Tetapi jika dilihat dalam UU No. 16 'Tahun 1964 LN. Tahun 1964
No, 97 tentang bagi hasil perikanan, dapatlah disimpulkan pengertian "hak
pemeliharaan ikan'" adalah hak untuk memperoleh perikanan darat. Sebaliknya,
"penangkapan ikan " adalah hak untuk memperoleh perikanan laut."

2.5 Pengertian Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan merupakan bidan g il mu pengetahuan yang relatif masih baru,


di mana perkembangannya baru terjadi pada dua dasawarsa akhir ini. Apabila
dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek
lingkungan,maka panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan tersebut
tergantung dari apa yang dipandang sebagai "environmental com-cern'". Dan hal itu

13
dapat lihat pada tata pengaturan hukum lingkungan secara modern dianggap baru
terbentuk setelah "Deklarasi Stockholm" tahun 1472, di mana pengaturan hukum
lingkungan dalam arli sempit melingkupi masalah lingkungan kerja, lingkungan
tempat tinggal, dan lingkungan alam tertentu, misalnya perlindungan binatang liar dan
kawasan tempt terdapatnya jenis binatang dan tanaman bagi kepentingan ilmu
pengetahuan sidah dikenal. Dalam sejarah peraturan perundang-undangan Indonesia
telah dikenal Ordonansi Gangguan (hinder ordonantie) tahun 1926 (1940), suatu
bentu peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi lingkungan tempat tinggal
orang di kota dari kegiatan industri atau kegiatan perusahaan yang memeriukan izin
usaha, seperti MijnPolitie Reglement (MPK) di bidang perlambangan tahun 1930,
Ordonansi perlindungan alam tahun 1941, Ordonansi Binatang Liar lahun. 1931, dan
Penanggulangan Pencemaran Laut dalam Peraturan Pelabuhan 1925. Selain itu,
Sebagaimana menurut Munadjat, bahwa ketentuan hukurn yang mengatur eigendom
atas penguasaan tanah menyangkut juga atas penguasaan lingkungan tersebut antara
lain disebutkan pembatasan-pembatasan sebagai berikut:

a.Dalam menggunakan hak tersebut tidak boleh mengganggu hak orang lain;

b. Dalam menggunakan hak tersebut harus selalu mengindahkan peraturan


pemerintah, terutama ketentuan, bahwa dicabut oleh negara dengan pemberian
ganti rugi yang layak.

Lebin lanjut dikatakan bahwa untuk membedakan hukum lingkungan modern


yang berorientasi kepada lingkungan atau " noiroment oriented law" dan hukum
lingkungan klasik yang berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau "use
oriented law" Sehingga hukum lingkungan modern menelapkan ketentuan dan norma-
norma gun mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi
lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin
kelestariannya agar dapat secara langsung terus menerus digunakan oleh generasi
sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Sebaliknya, hukum lingkungan klasik
menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk

14
menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan
berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan
dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.

Menurut Drupsteen, hukum lingkungan (milieurecht) adalah hukum yang


berhubungan dengan lingkungan alam (naluurlikmelieu) dalam arti seluas-luasnya.
Jadi ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan ole rung lingkup pengelolaan
lingkungan. Dengan demikian hukum lingkungan merupakan instrumen yuridis bag
pengelolaan lingkungan. Dengan begitu, yang dimaksud hukum lingkungan adalah
suatu seperang kat hukum yang mengatur tentang masalah lingkungan hidup yang
menyangkut masalah pelestarian, pengeiolnan dan peneggakkan hukum lingkungan
dalam lingkungan alam. Dengan perkataan lain dapat diungkapkan, bahwa hukum
lingkungan juga mengatur tentang penguasaan hak-hak atas lingkungan alam terutama
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan atas lingkungan alam yang terbagi darat, air
dan udara.

2.6 Sumber Hukum Lingkungan

Benang merah yang menandai rintisan awal penyusunan Rancangan Undang-


undang (RU) tentang lingkungan hidup pada tahun 1976 nampak pula mewarnai UU
No. 4 Tahun 1982 (UULH). Oleh karena itu UULH hanya memuat ketentuan-
ketentuan pokok saja, dan mempunyai ciri sebagai berikut :

a. Sederhana tetapi mencakup kemungkinan perkembangan dimasa depan, sesuai


dengan keadaan, waktu dan tempat.

b.. Mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan


pelaksananya lebih lanjut

c. Mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar
bag pengaturan lebih lanjut masing-masing segi, yang akan dituangkan dalam
bentuk peraturan tersendiri;

15
Selain itu, UULH akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan sema
peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang segi-segi
lingkungan hidup yang kini terlah berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan
mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, perlindungan dan
pengawetan alam, industri, pemukiman, tata ruang, tata guna tanah, dan lain-lainnya.
Dengan demikian, semua peraturan perundang undangan tersebut di atas terangkum
dalan satu sistem hukum lingkungan di Indonesia. Di mana setelah kemerdekaan,
ketentuan-ketentuanperundang-undanganmengenailingkungan hidup dapat ditemukan
antara lain dalam:

1. SVO-SVV 1948 tentang Standar dan Syarat-syarat bangunan dan lingkungan;

2. UU No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang antara lain mengatur
tentang lingkungan hidup (Pasal 2 dan 3);

3. UU No. 11 Tahun 1962 tentang Hyniene. Usaha-usaha bagi umum, calam P'asal 4
antara lain mengatur hal-hal yang bertalian dengan tempat dan kegiatan usaha, tentang
syaral-syaral kesehatan;

4 .Peraturan Menteri Kesehatan No. 01 Tahun 1975 tentang Syarat-syarat dan


Pengawasan kualitas air minum;

5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 173 Tahun 1977 tentang Pengawasan pencemaran
air dan Badan air untuk berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan (disertai
lampiran golonyan air dan standar).

Berdasarkan UULH 1982 (yang telah diubah tahun 1997) ditetapkan beberapa
peraturan perundang-undangan tentang baku mutu lingkungan, seperti antara lain :

a. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian pencemaran air;

b. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian pencemaran


dan/atau Perusakan laut;

16
c. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian pencemaran udara;

d. d. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1994 (yang diubah dengan PP No. 12 Tahun
1995 jo. PP No. 18 Tahun 1999) tentang Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun;

e. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 03 Tahun


1991 (yang diubah dengan Kep. Men. Neg.Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995)
tentang Baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri.

Selain ketentuan hukum nasional, sebagaimana diuraikan di atas, terdapat pula


ketentuan hukum khusus yang dirumuskan dalam perundang-undangan sektoral,
seperti UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, U No. 21
Tahun 1992 tentang Pelayaran, UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan
beberapa ketentuan hukum internasional yang wajib diperhatikan sehubungan dengan
ratifikasi yang telah dilakukan oleh pemerintah RI, khususnya konvensi-konvensi
IMO dan hukum laut baru tahun 1982. Adapun peraturan perundangan yang perlu
diperhatikan dalam hukum lingkungan juga ialah di bidang industri dan pertambangan
serta energi dapat pula ditemukan dalam:

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

2. Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan;

3. Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen;

4. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan pelaksanaan eksplorasi


dan ekploitasi miyak dan gas bumi di daerah lepas pantai;

5. Peraturan Menteri Pertambangan No. 04 Tahun 1973 tentang Pencegahan dan


penanggulangan pencemaran perairan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
miyak dan gas bumi;

6. Peraturan Menteri Pertambangan No. 04 Tahun 1977 tentang Kewajiban mengajukan


rancangan kerja tentang Cara mencegah dan menanggulangi pencemaran serta
proscdur perizinan berdasarkan pertimbangan pengendalian lingkungan.

17
2.7 Sejarah Hukum Lingkungan

Apabila hukum lingkungan itu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan


yang mengatur berbagai aspek lingkungan, maka peraturan perundangan sampai
diterbitkannya UU No. 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup yang telah diubah
tahun 1997, dipandang dari sudut sifalnya, merupakan prosuk-produk hukum yany
berorientasi ke pada lingkungan atau "use oriented law" Dengan diundangkannya
UULH, dimulailah tahap baru, yaitu pengembangan peraturan perundang-undangan
yang diarahkan kepada produk-produk hukum yang berorientasi kepada lingkungan
itu sendiri atau "environment oriented law'". Adapun sejarah peraturan perundang-
undangannya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) zaman yaitu :

a. Zaman Hindia Belanda

Yang pertama kali mengatur mengenai lingkungan hidup adalah mengenai


perikanan mutiara dan perikanan bunga karang yaitu Parelvisscherij,
Sponsenvisscherijordonnantie (St.1916 No. 157), dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur
Jenderal Idenburg pada tanggal 29 januari 1916. kemudian pada tanggal 26 Mei 1920,
dengan Penetapan Gubernur Jenderal No. 86, telah diterbitkan Visscherijordonnantie
(Stb. 1820 No. 396), yaitu peraturan perikanan untuk melindungi keadaan ikan.
Ordonansi lain di bidang perikanan adalah Kustvisscherijordonnantie (Stb. 1927 No.
144), berlaku sejak tanggal 1 September 1927.

Ordonansi yang sangat penting bagi lingkungan hidup adalah Hinderordonnantie


(Stb. 1926 No. 266, yang diubah/ditambah, terakhir dengan Sth. 1940 No. 450), yaitu
Ordonansi Gangguan. Ordonansi di bidang perlindungan satwa adalah
DierenbescheriIningsordonnantie (Stb. 1931 No. 134), yang mulai berlaku pada
tanggal 1 juli 1931 untuk seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia). Peraturan
tentang perburuan, yaitu /achtordonnantie (Stb. 1940 No. 733) yang berlaku untuk
Jawa dan Madura sejak tanggal 1 Juli 1940. ]achiordonnantie 1940 ini mencabut
/achtordonnantie /ava en Madura 1931 (Stb. 1431 No. 133).

18
Di bidang perusahaan yaitu Bedrifsreglementeringsordonnantie 1934 (Stb. 1938
No. 86 jo. Stb. 1948 No. 224). Ordonansi yang mengatur perlindungan alam adalah
Natuurbeschermingsordon-nantie 1941 (Stb.1941 No. 167). Ordonansi in mencabut
ordonansi yang mengatur cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu
Natuurmonumentenen Wildreservatenordonnantie 1932 (Stb. 1932 No. 17). Dalam
hubungan dengan pembentukan kota telah dikeluarkan Stadsuormings-ordonnantie
(Stb. 1948 No. 168), disingkat SOV, yang mulai berlaku pada tanggal 23 Juli
1948,344

b. Zaman Jepang

Pada waktu zaman kependudukan Jepang, hampir tidak ada peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan yang dikeluarkan, kecuali Osamu S. Kanrei No h,
yaitu mengenai larangan menebang pohon aghata, alba dan balsem tapa izin
Gubernur. Peraturan perundang-undangan di waktu kependudukan itu terutama
ditujukan kepada memperkuat kedudukan penguasa Jepang.

c. Zaman Kemerdekaan

Berbagai peraturan perundang-undangan yang diundangkan sesudah proklamasi


kemerdekaan hanya mengatur satu segi lingkungan hidup, peraturan perundang-
undangan tersebut bersifat parsial. Usaha penyusunan suatu konsep rancangan
Undang-undang yang mengatur masalah lingkungan hidup yang bersifat
komprehensif integral dimulai pada tahun 1976, yaitu usaha yang untuk pertama kali
dirintis oleh Panitia Perumus dan Rencana Kerja Bagi Pemerintah di Bidang
Pengembangan Lingkungan Hidup. Panitia ini dibentuk dengan Keputusan Presiden
RI No. 60 Tahun 1972 dan bertugas menyusun, membuat in ventarisasi dan rencana
kerja bagi Pemerintah di bidang lingkungan hidup.

Konsep rancangan yang disusun pada waktu itu berjudul "Rancangan Undang-
undang Tentang Pokok-pokok Pengembangan Lingkungan Hidup". Sebagai rintisan
awal, konsep tersebut masih sangat sumir. Dalam rangka rintisan usaha tersebut
dilakukan pula inventarisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi
19
lingkungan hidup. Kegiatan in ventarisasi tersebut yang dilakukan sampai Oktober
1976 mencatat : 23 Undang-undang (termasuk ordonansi), 39 Peraturan Pemerintah, 5
Keputusan Presiden RI, 2 Instruksi Presiden RI, 46 Peraturan/ Keputusan Menteri, 4
Keputusan Direktur Jenderal, dan 31 Peraturan Daerah. Peraturan perundang-un
dangan tersebut dapat dikelompokkan dalam bidang kehutanan, pengairan, pertanian,
pertambangan, perindustrian, kependudukan/ pemukiman, kesehatan,
radiasi/kehewanan/ perikanan, dan peraturan daerah.

Dengan hasil inventarisasi tersebut, maka penyusunan rancangan awal Undang-


undang lingkungan hidup pada tahun 1976 menghadapi kenyataan bahwa:

1. Segi-segi lingkungan hidup telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-


undangan yang telah berlaku;

2. Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasarnya berorientasi pada


pemanfaatan sumber daya;

3. Peraturan perundang-undangan tersebut bersifat parsial-sektoral.

Dengan demikian rintisan usaha penyusunan suatu konsep rancangan Undang-

undang tentang lingkungan hidup yang bersifat holistik pada waktu itu menghadapi

masalah bagaimana memasukkan wawasan lingkungan ke dalam peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Ada 2 (dua) alternatif yang dapat ditempuh, yaitu:

1. Memperbaharui setiap undang-undang dengan memasukkan wawasan lingkungan


yang telah diperbaharui tersebut kemudian disusun peraturan pelaksanaannya lebih
lanjut. Alternatif iniberarti bahwa sekian banyak undang-undang yang harus diubah
atau diperbaiki, dan waktu yang diperlukan untuk itu sangat lama.

2. Disusun satu undang-undang baru yang berwawasanlingkungan sebagai dasar


perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sekaligus sebagai dasar penetapan peraturan pelaksanaan untuk masing-masing

20
segi lingkungan hidup. Undang-undang yang demikian bersifat sebagai "payung"
bagi peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup.

Di antara dua alternatif tersebut, alternatif yang kedua dipilih. Mengingat bahwa
materi muatan UULH adalah demikian luasnya, maka tidaklah rungkin untuk
mengatur secara terperinci dalam satu undang-undang. Oleh karena itu ditempuh cara
pengaturan ketentuan-ketentuan pokok yang memuat asas-asas dan prinsip-
prinsipnya. Dengan cara demikian, Undang-undang tentang lingkungan hidup
merupakan ketentuan payung (umbrella act). Pemilihan alternetif ini dilandasi suatu
kesadaran bahwa implementasi Undang-undang tersebut harus dilakukan secara hati-
hati dan dengan penuh tanggung jawab agar justru tidak menimbulkan kerugian
kepada msyarakat. Pandangan ini merupakan benang merah yang menandai
penyusunan konsep awal rancangan Undang-undang tentang lingkungan hidup pada
tahun 1976.

Usaha ke arah penyusunan suatu rancangan Undang-undang lingkungan hidup


menjadi lebih intensif sejak Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup membentuk Kelompok Kerja Pembinaan Aparatur dalam
Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup pada bulan Maret 1981 (Kelompok
Kerja PPLH). Pada tanggal 16 sampai dengan 18 Maret 1981 telah diadakan rapat
antar Departemen, bertempat di Puncak guna membicarakan naskah rancangan
Undang-undang (RUU) yang disiapkan oleh Kelompok Kerja PPLH. Berdasarkan
hasil pembicaraan dalam rapat antar Departemen ini telah diadakan perubahan-
perubahan dalam naskah RU. Tanggal 21 Maret 1981 Menteri Negara PPLH
mengirimkan konsep RU hasil pembahasan antar Departemen untuk minta
persetujuan para Menteri yang diwakili dalam rapat antar Departemen.

Berdasarkan saran para Menteri, konsep RU hasil pembicaraan antar Departemen


diperbaiki dan disampaikan kepada Menteri/Sekretaris Negara pada tanggal 3 Juli
1981. Pada tanggal 14 November 1981, Kepala Biro Hukum dan Perundang-
undangan Sekretaris Kabinet mengirimkan naskah konsep RU yang telah diperbaiki

21
kepada beberapa Menteri untuk menyempurnakan lebih lanjut. Hasil perbaikan akhir
kemudian diajukan kepada Presiden Ri, dan dengan surat Presiden RI tertanggal 12
januari 1982 RUU tentang Ketentuan Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
diajukan kepada Pimpinan PR untuk dibahas.

Setelah melalui pembahasan yang intensif, maka Sidang Paripurna Terbuka PR


yang diadakan pada tanggal 25 Februari 1982 menyetujui dengan aklamasi RU
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk disahkan
menjadi Undang- undang. Pada tanggal 11 Maret 1982 RUU terscbut olch Presiden RI
disahkan menjadi Undang-undang, yaitu Undang undang No. 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diundangkan
dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3215. Yang kemudian Undang-undang tersebut diubah pada tahun 1997
dengan disahkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

2.8 Kajian Hukum Lingkungan

a. Manusia dan Lingkungan

Pengertian lingkungan hidup dapat dirumuskan dengan berbagai rumusan.


Adanya berbagai rumusan tentang pengertian lingkungan hidup in disebabkan oleh
perbedaan sudut pandang dan perhatian terhadap masalah lingkungan hidup. Namun
demikian, yang menjadi inti pengertian lingkungan hidup adalah hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan unsur alam.

Maka dari itu, segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang
lainnya. Antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara
manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan bankan antara manusia dengan benda-benda
mati sekalipun yang tersebar dalam alam sekitarnya. Begitu pula antara hewan dengan
hewan, antara hewan dengan tumbuh-tumbuhan, antara hewan dengan manusia dan
antara hewan dengan benda-benda matti disekelilingnya.

22
Akhirnya tidak terlepas dari itu pula pengaruh mempengaruhi antara tumbuh-
tumbuhan yang satu dengan yang lainnya, antara tumbuh-tumbuhan dengan hewan,
antara tumbuh-tumbuhan dengan manusia dan antara tumbuhan-tumbuhan dengan
benda mati disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen
ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi sesuatu golongan atas
pengaruh dari yang lainnya juga berbeda-beda. Dengan demikian, lingkungan hidup
terdiri atas beberapa unsur (komponen) yang dapat digolongkan dalam dua golongan,
yaitu komponen hidup (komponen biotis) dan komponen tak hidup (komponen
abiotis). Di antara komponen tersebut terjadi suatu hubungan timbal balik atau
interaksi sebagaimana dikatakan terebut di atas.

Artinya, komponen hidup yang satu berhubungan secara timbal balik dengan
komponen hidup lainnya dengan komponen tak hidup. Hubungan secara timbal balik
antara komponen-komponen tersebut sebagai satu kesatuan atau sistem, yang disebut
"ekosistem"»» Adanya hubungan timbal balik antara komponen persebut dalam
ekosistem memberikan pengertian kepada kita,bahwa perubahan terhadap salah satu
komponen akan mempengaruhi komponen lainnya, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi seluruh sistem kehidupan dalam ekosistem. Adanya hubungan timbal
balik tersebut juga memberikan pengertian bahwa penanganan masalah lingkungan
hidup tidaklah dapat dilakukan dengan menangani atau meninjau masing-masing
komponen secara tersendiri, terpisah satu dengan yang lain; melainkan harus
ditangani atau ditinjaunya secara terintegrasi sebagai satu kesatuan, tapi komponen
harus ditangani atau ditinjau secara terintegrasi sebagai satu sistem.

Cara pendekatan ini disebut pendekatan ekosistem atau pendekatan "holistik", yang
berlawanan dengan pendekatan "analitik yang parsial". Hubungan fungsional antara
komponen yang mengikat mereka dalam kesatuan yang teratur merupakan perhatian
utama dalam pendekatan ekosistem. Kalau pendekatan ekosistem diterapkan terhadap
23
masalah kehidupan manusia, a merupakan suatu pola berpikir dalam usaha
memecahkan masalah kehidupan prinsip ekologi. Kalau pendekatan ekosistem
diterapkan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam pengelolaan lingkungan
hidup, maka ia merupakan suatu pola bekerja yang terpadu dengan menggunakan
prinsip ekologi. Di mana ada dua bentuk ekosistem yang penting, yaitu : (i) ekosistem
alamiah (natural ecosustent); dan (ii) ekosistem buatan (artificial ecosystem).

Di dalam ekosistem alamiah akan terdapat heterogeni tas yang tinggi dari
organisme hidup di sana sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di
dalamnya dengan sendirinya. Sedang ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang
heterogenitasnya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap
stabil, perlu diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh
manusianya, agar berbentuk suatu usaha " maintenance" atau perawatan terhadap
ekosistem yang berikut itu, dapat dikatakan sebagai hasil dari pembangunan. Dengan
demikian, betapapun macam dan bentuk ekosistem itu, yang penting bagaimana
ekosistem tersebut menjadi stabil, sehingga manusianya bisa tetap hidup dengan
"teratur" dari generasi ke generasi selama dan sesejahtera mungkin.

b. Lingkungan dan Pembangunan

Masalah lingkungan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, berbeda


dengan masalah lingkungan di negara maju atau industri. Masalah lingkungan di
negara maju disebabkan oleh pencemaran sebagai akibat sampingan yang
menggunakan banyak energi, teknologi maju yang boros energi pada industri,
kegiatan transportasi dan komunikasi serta kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya.
Masalah lingkungan di Indonesia terutama berakar pada keterbelakangan
pembangunan. Karena itu, apabila negara industri mempunyai pandangan yang kuat
untuk mengatasi masalah lingkungan dengan tidak meningkatkan pembangunan,
lazim dikenal dengan pertumbuhan nol (zero growth), bagi Indonesia justru untuk
mengatasi masalah lingkungan diperlukan pertumbuhan ekonomi dengan
meningkatkan pembangunan nasional.

24
Telah disadari bahwa keterbatasan pembangunan di negara kita telah menyebabkan
rendahnya mutu lingkungan hidup kita. Sementara itu, pemanfaatan sumber daya
alam dalam rangka pembangunan harus digunakan secara rasional, yang berarti dapat
memberikan mantaat yang sebesar mungkin, dengan tidak merugikan kepentingan
generasi yang akan datang. Ini berarti, dalam pembangunan diterapkan asas
kelestarian bagi sumber daya alam dan selanjutnya memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dengan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia. Karena itu, masalah
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang disebabkan oleh keterbelakangan
pembangunan merupakan masalah yang mendesak. di Indonesia. Selain itu, sebagai
akibat dari tekanan kepadatan penduduk yang disertai dengan masalah kemiskinan
telah mendorong penduduk di beberapa bagian dari wilayah negara, terutama pulau
Jawa untuk menggunakan daerah hutan yang seha-rusnya dilindungi untuk kegiatan
pertanian atau kegiatan lainnya.

Akibatnya menyebabkan erosi yang tidak saja menghilangkan kesuburan tanah,


melainkan juga menyebabkan sumber daya air oleh kanjir, pendangkalan waduk,
sungai, dan daerah pantai oleh lumpur. Hal itu disebabkan oleh penanganan
pembangunan yang seringkali dilaksanakan tidak terpadu dengan tanpa melihat sisi
dampak lingkungan dari pembangunan itu. Karena pembangunan pada hakekatnya
adalah "gangguan" terhadap keseimbangan lingkungan dari tingkat kualitas yang
dianggap kurang baik keseimbangan haru pada tingkat kualitas yang dianggap lebih
tinggi.

Dalam usaha ini harus dijaga agar lingkungan tetap mampu untuk mendukung
tingkat hidup pada kualitas yang lebih tinggi itu, prinsip ini seringkali dinamakan
dengan "pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Sehingga lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan unsur alam terdiri dari bermacam-macam proses ekologi yang
merupakan suatu kesatuan yang mantap. Proses-proses tersebut merupakan mata
rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap

25
pembangunan., Siklus yang sangat penting bagi kehidupan manusia di antaranya
adalah siklus hidrologi yang mengatur tata air, baik yang berhubungan dengan aliran
air dalam berbagai bentuknya, maupun sebagai lingkungan hidup makhluk tertentu;
siklus hara yang mengatur rantai makanan yang sangat terpengaruh terhadap
perimbangan antara jenis dan antar populasi makhluk. Maka dari itu, manusia secara
ekologi adalah bagian integral dari lingkungan hidupnya. Manusia terbentuk oleh
lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia membentuk lingkungan hidupnya.
Kelangsungan hidupnya hanya mungkin dalam batas kemampuannya untuk
menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dalam lingkungan hidupnya sendiri.

Jadi kegiatan pembangunan dapat menimbulkan gangguan terhadap ekosistem


sebagaimana dikatakan di atas, yang berupa pencemaran lingkungan dan gangguan
yang bersifat mendasar terhadap proses ekosistem. Gangguan dalam bentuk
pencemaran dalam banyak hal mash dapat diatasi dengan menggunakan teknologi
pencegahan pencemaran lingkungan. Tetapi gangguan yang bersifat mendasar
terhadap struktur dasar ekosistem merupakan gangguan yang tidak mungkin diatasi
oleh kemampuan manusia. Oleh karena itu gangguan seperti itu harus dihindari.
Gangguan terhadap struktur dasar ekosistem tersebut pada hakikatnya merupakan
gangguan terhadap kelangsungan hidup, sedangkan kelangsungan hidup
sesungguhnya justru menjadi tujuan pokok pembangunan.

Karena itu, timbul persoalan suatu proyek pembangunan tidak saja akan
memberikan keuntungan secara langsung dalam arti ekonomis, tetapi juga akan
menimbulkan perubahan-perubahan dalam lingkungan tisik, dan soal budaya yang
memerlukan pengamanan secukupnya agar tidak merugikan dalam jangka panjang.
Sebagaimana tujuan dari pembangunan jangka panjang ialah " membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia". Dalam diri manusia
Indonesia seutuhnya in mengandung ciri keselarasan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, antara sesama manusia serta lingkungan alam sekitarnya.
Keselarasan dan keserasian ini merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia sebagai

26
pencerminan kepribadiannya.

Dalam tujuan pembangunan tersebut tersimpul dua hal, yaitu (i) manusia yang
berkualitas; dan (ii) lingkungan hidup yang berkualitas. Antara manusia (penduduk)
dan lingkungan hidup terdapat suatu hubungan yang bersifat timbal balik.
Pembangunan dalam dirinya mengandung perubahan besar, yang meliputi perubahan
struktur ekonomi, perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan
suatu sumbu alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi dan perubahan sistem
nilai,.Oleh sebab itu, kegiatan pembangunan yang berada di bawah penguasaan dan
bimbingan pemerintah, sudah selayaknya masalah perlindungan lingkungan in
dintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. Salah satu alat
perlindungan dan pelestarian lingkungan dalam rencana pembangunan adalah
keharusan untuk melakukan "analisis mengenai dampak lingkungan" (AMDAL) yang
merupakan konsep pengaturan hukum lingkungan yang bersifat revolusioner di
bidang hukum.

c. Aspek-aspek Hukum Lingkungan

Adalah suatu fungsi dari ilmu pengetahuan hukum untuk membuat"toetsing" tentang
manfaat sesuatu bentuk yang telah dikembangkan dalam salah satu spesialisasi bagi
bidang-bidang hukum lainnya. Dalam pada itu diakui oleh Polak bahwa mempelajari
hukum lingkungan sebagai satu kesatuan adalah bermantaat, karena memberikan
kemungkinan untuk membedah beberapa kaidah hukum dan untuk menilainva secara
kritis. Dengan memperhatikan uraian tersebut, serta perkembangan akhir-akhir ini,
maka menurut Koesnadi Hardjasoemantri bahwa hukum lingkungan di Indonesia
dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Hukum tata lingkungan;

2. Hukum perlindungan lingkungan;

3. Hukum kesehatan lingkungan;

4. Hukum pencemaran lingkungan;

27
5. Hukum lingkungan transnasional/internasional;

6. Hukum sengketa lingkungan.

Seperti apa yang sudah dikemukakan oleh Koesnadi, menyangkut aspek hukum
lingkungan kiranya di sini, tidak semua dari aspek-aspek tersebut akan dijelaskan
satu-persatu; akan leiapi hanya akan dipaparkan secara keseluruhan menyangkut
urgensi atas aspek-aspek dalam hukum lingkungan tersebut. Sebagaimana dikatakan
oleh Drupsteen, hukum lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan
lingkungan alam dalam arti seluas-luasnya; dengan ruang lingkup berkaitan dengan
dan ditentukan oleh rang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian
besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht). Di samping hukum lingkungan
pemerintahan (bestuurs rechtelij)k milieurecht) yang dibentuk oleh pemerintah pusat,
ada pula hukum lingkungan pemerintahan yang berasal dari pemerintah daerah dan
sebagian lagi dibentuk oleh badan-badan internasional atau melalui perjanjian dengan
negara-negara lain.

Demikian pula terdapat hukum lingkungan keperdataan (priwaatrechtelifk


milieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan (staatsrechtelik milieurecht), hukum
lingkungan kepidanaan (strafrechtelik milieurecht), sepanjang bidang-bidang hukum
ini memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang, yaitu :
(i) hukum kesehatan lingkungan (milieuhygienerecht), (ii) hukum perlindungan
lingkungan (milieubeschermingsrecht), dan (iii) hukum tata ruang
(ruinteli)kordeningsrecht). Di samping hukum lingkungan terdapat pula bidang-
bidang hukum lainnya yang berhubungan dengan lingkungan fisik, seperti hukum
agraria, hukum bangunan dan beberapa bagian khusus dari hukum pemerintahan,
seperti hukum perumahan rakyat.

Hukum kesehatan lingkungan adalah hukum yang berhubungan (a) dengan


kebijakan di bidang kesehatan lingkungan; (b) dengan pemeliharaan kondisi air, tanah

28
dan udara; dan (c) dengan pencegahan kebisingan, kesemuanya dengan latar belakang
perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan. Sedangkan hukum
perlindungan lingkungan adalah tidak mengenai satu bidang kebijaksanaan, akan
tetapi merupakan kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas
tertentu juga dengan lingkungan anthropogen.Adapun hukum tata rung ialah hukum
yang berhubungan dengan kebijaksanaan tata ruang, diarahkan kepada tercapainya
atau terpeliharanya penyesuaian timbal balik yang terbaik antara ruang dan kehidupan
masyarakat.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk lebih mendorong berperannya hukum di dalam penegakan hak-hak dasar


rakyat, Pemerintah harus secara aktif melahirkan peraturan perundang-undangan
yang"'pro rakyat" dan tegas dalam pengimplementasiannya. Untuk itu hukum atau
peraturan perundang-undangan yang dibentuk sedikitnya memenuhi tiga kualitas:
stabilitas, kepastian dan adil. Pertama, hukum harus menciptakan stabilitas dengan
mengakomodir atau menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing di
lingkungan masyarakat. Kedua, menciptakan kepastian, sehingga setiap orang dapat
memperkirakan akibat dari langkah-langkah atau perbuatan yang diambilnya. Dan
ketiga, hukum harus menciptakan rasa adil dalam bentuk persamaan di depan hukum,
perlakuan yang sama dan adanya standar yang tertentu.

Hukum Lingkungan di Indonesia merupakan Hukum Lingkungan Modern yang


memiliki sift utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam
dinamika dengan sitat dan wataknya yang luwes, memperhatikan hak asasi manusia
dan peran serta mayarakat termasuk lingkungan hidup itu sendiri, yang seiring dengan
perkembangan hukum lingkungan hidup Internasional. Hukum lingkungan dalam
bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis
karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi,
segi hukum pidana, dan segi hukum perdata, yang sebagian besar terdiri atas Hukum
Pemerintahan (bestuursrecht).

30
DAFTAR PUSTAKA

H. Muchsin, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, Dunia

Ilmu, Surabaya, 1998.

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada

University Press, Jogjakarta, 1990.

Mi. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum

Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 2001.

Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan, Gajah Mada Uni-

versity Press, Yogyakarta, 1990.

31
32

Anda mungkin juga menyukai