PENDAHULUAN
Beberapa kajian terhadap Hukum Agraria sudah banyak dilakukan oleh berbagai
kalangan baik dalam bentuk buku-buku referensi, jurnal ilmiah, dan didalam seminar-
seminar serta simposium yang bertajuk Agraria. Tetapi kajian-kajian tersebuat tidak
begitu fokus mengkaji tentang sejarah hukum agraia, bagaimana lahirnya hukum
agraria di Indonesia sampai terbentuknya Undang-Undang Pokok Agaria Tahun
1960. Bahkan wacana untuk mengamandemen Undang-Undang Pokok Agaria,
selanjutnya dalam makalah ini disebut UUPA , terus dilakukan guna menyesuaikan
peratuturan-peratuan dibidang ke agrariaan yang sudah dianggap tidak mengakomodir
perkembangan masyarakat. ini membuktikan bahwa hukum, khususnya hukum
agraria terus berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat,
untuk itu diperlukan suatu kajian ilmiah tentang bagaimana rangkaian sejarah
(hukum) hukum agraria Indonesia guna mengetahui setiap perkembangan yang terjadi
dibidang agraria. Dengan demikian setidaknya dari kajian itu dapat diperoleh bahan
untuk dijadikan pegangan dalam melakukan pembaharuan (hukum) terhadap hukum
agraria.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu
hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu
segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan
demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks.
Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan
seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang
mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya. Dalam pengertian sederhana, hukum
lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan
hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana
1
manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia
serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan
lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum
lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan
lingkungan atau Use-Oriented Law. Lingkungan hidup yang terganggu
keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi
manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan keadilan antar generasi dengan cara
meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum. Kasus pencemaran dan perusakan
lingkungan ini adalah sangat berbahaya bagi kesejahteraan umat manusia. Apalagi
pencemaran dan perusakan lingkungan di lakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, baik itu pertambangan, kehutanan dan lain-
lain.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
3
BAB II
PENDAHULUAN
Pengertian "bumi" menurut UUPA bukan hanya meliputi permukaan bumi itu saja,
tetapi juga termasuk tubuh bumi dan kekayaan yang berada di bawah air, sedang yang
4
dimaksud dengan'"air" air laut (lautan) maupun perairan pedalaman dan laut tersebut
hanyalah terbatas pada laut yang termasuk wilayah negara Republik Indonsia (Pasal 1
ayat (5) UUPA). Adapun"rang angkasa" adalah rung angkasa di atas bumi dan lautan
yang termasuk wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 ayat (6) UUPA). Yang mana UU
No. 5 'Tahun 1960 tentang UUPA ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 dengan
Lembaran Negara (LN) Tahun 1960 No. 104 merupakan bagian dari hukum
administrasi negara (HAN). Dengan dimuatnya peraturan perundang-undangan pada
LN maka berarti UU tersebut berlaku secara nasional dan dengan UU itu pula maka
peraturan-peraturan agraria yang lama (pada masa kolonial) ditiadakan.
Salah satu tugas pemerintah Indonesia yang berat dalamn bidang hukum adalah
mengadakan keseragaman hukum atau kesatuan hukum (rechtseenheid) atau dengan
istilah populernya "unifikasi hukum", yaitu membentuk satu hukum yang berlaku bagi
warga negara Indonesia. Di mana yang sebelumnya peraturan-peraturan hukum
agraria kolonial yang bersifat dualisme serta bersifat kolonialisme itu. Dengan
berlakunya UUPA, maka di Indonesia terjadi perubahan yang fundamental di bidang
agraria, yaitu perubahan dari hukum agraria kolonial menjadi hukum agraria nasional
yang mempunyai sifat unifikasi hukum, sederhana, dan yang menjamin kepastian
hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum agraria nasional ini didasarkan pada
hukum adat yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, serta
mengindahkan unsur-unsur yang, fundamental di bidang agraria, yaitu perubahan dari
hukum agraria kolonial menjadi hukum agraria nasional yang mempunyai sifat
unifikasi hukum, sederhana, dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia,723 Dengan demikian yang menjadi tujuan pokok dari UUPA adalah
sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum yaitu:
5
terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
a. Asas kebangsaan dan perlindungan di dalam menentukan hak milik atas tanah
(Pasal 9, 21 ayat (1), dan Pasal 11 ayat (2).
b. Asas legalitas, yang berarti bahwa segala tindakan dan perbuatan pemerintah
maupun warga negara di bidang agraria berdasarkan hukum (Pasal 30 ayat (2), 36
ayat (2), 46 ayat (1), 50 dan 51).
c. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6), asas fungsi sosial dari
tanah.
6
dengan hak-hak Barat". Sebagai ¡awabannva adalah "tanah dengan hak adat" yang
tunduk pada hukum adat tanah dan khusus berlaku bagi golongan penduduk bumi
putera (pribumi).
Corak hukum agraria yang dualists ini berlaku sampai dengan tahun 1959, dan pada
waktu itu pemerintah berusaha un tuk dalam waktu dekut melahirkan hukum agraria
batu yang bersifat nasional. Pada tanggal 24 September 1960 diundangkanlah
Undang- undang No. 5 tahun 1960 melalui Lembaran Negara 1960 No. 104, yaitu
Undang-undang yang mengatur tentang agraria. Undang-undang tersebut diberi nama
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Pemberlakuan undang-undang ini di seluruh
wilayah Indonesia dilakukan secara bertahap, tidak serentak seluruh materi berlaku di
seluruh wilayah RI. Dengan berlakunya UUPA sejak 24 September 1960, maka ada
beberapa peraturan yang mengatur tentang agraria yang dinyatakan tidak berlaku lagi
(dicabut). Peraturan-peraturan yang dimaksud adalah:
1. KUH Perdata, khususnya yang mengatur tentang hak eigendor, hakerpacht, hak
opstal dan hak-hak lainnya (Buku I KUH Perdata).
2. Agrurische Wet Staatsblad 1870 No. 55 sebagaimana yang termuat dalam Pasal
51 IS.
5. Domein Verklaring untuk Sumatra, tersebut dalam Pasal 1 Staatsblad 1874 No. 94
f.
8. Borneo, tersebut dalam Pasal 1 Staatsblad 1888 No. 58. Koninklijk Besluit 16
April 1872 No. 17 dan peraturan pelaksanaannya.
7
Dengan berlakunya UUPA sejak 24 September 1960, hilanglah dualisme hukum
agraria dan terciptalah unifikasi hukum dalam bidang.hukum agraria di Indonesia.
Hukum agraria baru (UUPA) disusun dengan dasar hukum adat, oleh karenanya
hukum agraria adat mempunyai peran penting dalam sejarah lahirnya UUPA.
Dengan berlakunya UUPA tidak berarti bahwa hak ulayat tidak diakui lagi. Hak
ulayat tersebut masih diakui sejauh tidak mengganggu atau menghambat
pembangunan nasional untuk kepentingan umum .lebih jelas lagi dikatakan bahwa
hukum agraria yang mengatur bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya adalah hukum adat sejauh tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara (Pasal 5 UUPA) Semua hak atas tanah dinyatakan
herfungsi sosial (Pasal 6 UUPA).
a. hak milik;
d. hak pakai;
e. hak sewa;
h. hak-hak lain yang bersifat sementara, ialah hak atas tanah sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 53, di antaranya:
1. hak gadai.
8
2. hak usaha bagi hasil.
3. hak menumpang.
A. Hak Milik
Hak milik adalah hak turn temurun, terkuat dan terpenuh Yang dapat dimiliki
oleh orang dengan tanpa melupakan bahwasetiap hak itu mempunyai fungsi sosial
(Pasal 20 L'UPA). Maksud istilah "'terkuat" bahwa hak milik adalah paling kuat
dibanding kan dengan hak-hak lain seperti hak guna usaha ataupun hak guna
bangunan, karena hak milik dapat dipunyai tanpa batas waktu oleh seseorang ataupun
badan hukum vang memenuhi syarat untuk itu, asalkan hak tersebut belum dialihkan
kepada orang lain tau badan hukum lain. "Terpenuh" artinya bahwa pemegang hak
milik itu dapat berbuat apa saja terhadap haknya tersebut asal tidak merugikan diri
sendiri maupun merugikan orang lain. "Turun-temurun" artinya bahwa pemegang hak
milik dapat mewariskannya kepada generasi penerusnya atau kepada orang yang
dikehendakinya. Hak milik atas tanah dapat dipunyai oleh setiap warga negara
Indonesia atau badan hukum tertentu.
a. Dengan peralihan hak, misalnya dengan jual beli, pewarisan dan penghibahan.
b.Dengan ketentuan menurut hukum adat. Hak milik yang diperoleh dengan cara ini
adalah milk yang ada kaitannya dengan hak ulayat. Seseorang yang membuka
hutan pada wilayah masvarakat hukum tertentu dapat memperoleh hak,lama-
kelamaan hak yang diperoleh tersebut berubah statusnya menjadi hak milik orang
yang membuka hutan itu.
9
d. Dengan ketentuan Uundang-undang. Artinya bahwa karena undang-undang
menentukan tentang konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik. Contoh:
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara (tanah negara) dalam waktu tertentu, paling lama 25 tahun sampai 35 tahun
menurut jenis usahanyà yang mash dapat diperpanjang lagi selara 25 tahun bila
diperlukan. Tanah tersebut diusahakan untuk pertanian, perikanan, peternakan,
dengan luas minimal 5 ha (Pasal 28 ayat (1) dan (2) dan Pasal 29 UUPA).
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan di atas tanah bukan milk sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun,
dan bila perlu dapat diperpanjang 20 tahun lagi (Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA).
Hak guna usaha dan hak guna bangunan dapat dimiliki oleh seorang WNI atau badan
hukum yang didirikan di Indonesia menurut hukum Indonesia. Hak guna usaha dan
hak guna bangunan hapus karena:
e. Tanahnya ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.
10
D. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang
langsung dikuasai oleh negara atau tanah milk orang lain, yang memberi wewenang
atau kewajiban yang ditentukan dalam pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, di mana segala
sesuatunya asal tidak hertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang (Pasal
41 UUPA),. Kemudian hak pakai dapat diberikan:
E. Hak Sewa
Hak sewa adalah hak seseorang atau suatu badan hukum untuk menggunakan tanah
milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang tertentu
sebagai uang sewa ke pada pemilik pada pemnilik tanah yang bersangkutan (Pasal 44
UUPA). Hak sewa mempunyai sifat khusus, yaitu:
b. Bersifat sementara.
Hak pakai dan hak sewa, jika tanahnya adalah tanah negara, berjangka waktu
biasanya 10 tahun; jika milk seseorang, jangka waktunya menurut kesepakatan
penyewa dan pemilik atau para pihak yang bersangkulan. Hak pakai dan hak sewa
dapat dimiliki oleh:
11
c. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
Hak membuka tanah adalah hak yang berhubungan denyan hak ulayat, yaitu hak
yang dimiliki oieh warga atau anggota masyarakat hukum adat tertentu untuk
membuka tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat tersebut. Perlu diketahui
bahwa hak membaka tanah dan memun gut hasii hutan hanya dapat dipunyai warga
negara Indonesia saja, demikian pula dengan mempergunakan hak memungut hasil
hutan secara sah tidak dengan sendirinya chiperoich hak milk ales tanah itu.
Hak memongut hasil hatan adalah hak yang dimiliki oleh warga atau anggota
masyarakat hukum tertentu untuk memungut hasil hutan yang termasuk wilayah
masyarakat hukum tersebut. Orang yang akan memungut hasil hutan harus mendapat
izin dari kepala persekutuan hukum yang bersangkutan atau kepala adat dan luas
tanah tidak lebih dari 2 ha. Jika luas tanahnya mencapai 5 ha harus ada izin daci
Bupati setempat. Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa hak memungut hasil hutan
secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Hak-hak yang bersifat sementara ialah hak-hak seperti hak menumpang,hak usaha
bagi hasil, hak gadai. Hak-hak tersebut bersifat sementara dan akan dihapus dalam
waktu singkat. “Hak menumpang" adalah hak seseorang untuk mendirikan dan
menempati sebuah bangunan rumah di atas tanah milik orang lain setelah mendapat
izin dari pemilik tanah tanpa membayar sewa . Hak ini dihapus apabila tanah di
tempat mana rumah dibangun diminta pemiliknya. "'Hak usaha bagi hasil" adalah hak
seseorang untuk mengparap sebidang tanah pertanian milk orang lain dengan
ketentuan bahwa hasilnya akan dibagi antara penggarap dan pemilik tanah menurut
12
kesepakatan mereka. "Hak gadai" adalah hak atas tanah pertanian atau pekarangan
dan bangunan, yang terjadì karena seseorang telah melakukan perbuatan hukum yang
disebut jual gadai.
Hak gadai berakhir apabila pemilik tanah telah menebus atau mengembalikan
sejumlah uang kepada pemegang gadai sesuai dengan jumlah uang yang diterima
pemilik tanah pada waktu terjadi transaksi gadai. Selain hak-hak atas tanah tersebut di
atas, UUPA juga mengenal hak atas air dan ruang angkasa. Menurut Pasal 16 ayat (2)
UUPA, hak-hak tersebut adalah:
Hak guna air adalah hak memperoleh air untuk kepentingan tertentu dan atau
mengalirkan air itu di atas tanah orang lain. Hak ruang angkasa memberi wewenang
untuk menggunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa untuk usaha-usaha
memelihara dan mengembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu, Sedangkan
mengenai pemeliharaan dan penangkapan ikan UUPA tidak memberikan gambaran
pengertian tertentu, Tetapi jika dilihat dalam UU No. 16 'Tahun 1964 LN. Tahun 1964
No, 97 tentang bagi hasil perikanan, dapatlah disimpulkan pengertian "hak
pemeliharaan ikan'" adalah hak untuk memperoleh perikanan darat. Sebaliknya,
"penangkapan ikan " adalah hak untuk memperoleh perikanan laut."
13
dapat lihat pada tata pengaturan hukum lingkungan secara modern dianggap baru
terbentuk setelah "Deklarasi Stockholm" tahun 1472, di mana pengaturan hukum
lingkungan dalam arli sempit melingkupi masalah lingkungan kerja, lingkungan
tempat tinggal, dan lingkungan alam tertentu, misalnya perlindungan binatang liar dan
kawasan tempt terdapatnya jenis binatang dan tanaman bagi kepentingan ilmu
pengetahuan sidah dikenal. Dalam sejarah peraturan perundang-undangan Indonesia
telah dikenal Ordonansi Gangguan (hinder ordonantie) tahun 1926 (1940), suatu
bentu peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi lingkungan tempat tinggal
orang di kota dari kegiatan industri atau kegiatan perusahaan yang memeriukan izin
usaha, seperti MijnPolitie Reglement (MPK) di bidang perlambangan tahun 1930,
Ordonansi perlindungan alam tahun 1941, Ordonansi Binatang Liar lahun. 1931, dan
Penanggulangan Pencemaran Laut dalam Peraturan Pelabuhan 1925. Selain itu,
Sebagaimana menurut Munadjat, bahwa ketentuan hukurn yang mengatur eigendom
atas penguasaan tanah menyangkut juga atas penguasaan lingkungan tersebut antara
lain disebutkan pembatasan-pembatasan sebagai berikut:
a.Dalam menggunakan hak tersebut tidak boleh mengganggu hak orang lain;
14
menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan
berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan
dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.
c. Mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar
bag pengaturan lebih lanjut masing-masing segi, yang akan dituangkan dalam
bentuk peraturan tersendiri;
15
Selain itu, UULH akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan sema
peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang segi-segi
lingkungan hidup yang kini terlah berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan
mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, perlindungan dan
pengawetan alam, industri, pemukiman, tata ruang, tata guna tanah, dan lain-lainnya.
Dengan demikian, semua peraturan perundang undangan tersebut di atas terangkum
dalan satu sistem hukum lingkungan di Indonesia. Di mana setelah kemerdekaan,
ketentuan-ketentuanperundang-undanganmengenailingkungan hidup dapat ditemukan
antara lain dalam:
2. UU No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang antara lain mengatur
tentang lingkungan hidup (Pasal 2 dan 3);
3. UU No. 11 Tahun 1962 tentang Hyniene. Usaha-usaha bagi umum, calam P'asal 4
antara lain mengatur hal-hal yang bertalian dengan tempat dan kegiatan usaha, tentang
syaral-syaral kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 173 Tahun 1977 tentang Pengawasan pencemaran
air dan Badan air untuk berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan (disertai
lampiran golonyan air dan standar).
Berdasarkan UULH 1982 (yang telah diubah tahun 1997) ditetapkan beberapa
peraturan perundang-undangan tentang baku mutu lingkungan, seperti antara lain :
16
c. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian pencemaran udara;
d. d. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1994 (yang diubah dengan PP No. 12 Tahun
1995 jo. PP No. 18 Tahun 1999) tentang Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
17
2.7 Sejarah Hukum Lingkungan
18
Di bidang perusahaan yaitu Bedrifsreglementeringsordonnantie 1934 (Stb. 1938
No. 86 jo. Stb. 1948 No. 224). Ordonansi yang mengatur perlindungan alam adalah
Natuurbeschermingsordon-nantie 1941 (Stb.1941 No. 167). Ordonansi in mencabut
ordonansi yang mengatur cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu
Natuurmonumentenen Wildreservatenordonnantie 1932 (Stb. 1932 No. 17). Dalam
hubungan dengan pembentukan kota telah dikeluarkan Stadsuormings-ordonnantie
(Stb. 1948 No. 168), disingkat SOV, yang mulai berlaku pada tanggal 23 Juli
1948,344
b. Zaman Jepang
Pada waktu zaman kependudukan Jepang, hampir tidak ada peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan yang dikeluarkan, kecuali Osamu S. Kanrei No h,
yaitu mengenai larangan menebang pohon aghata, alba dan balsem tapa izin
Gubernur. Peraturan perundang-undangan di waktu kependudukan itu terutama
ditujukan kepada memperkuat kedudukan penguasa Jepang.
c. Zaman Kemerdekaan
Konsep rancangan yang disusun pada waktu itu berjudul "Rancangan Undang-
undang Tentang Pokok-pokok Pengembangan Lingkungan Hidup". Sebagai rintisan
awal, konsep tersebut masih sangat sumir. Dalam rangka rintisan usaha tersebut
dilakukan pula inventarisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi
19
lingkungan hidup. Kegiatan in ventarisasi tersebut yang dilakukan sampai Oktober
1976 mencatat : 23 Undang-undang (termasuk ordonansi), 39 Peraturan Pemerintah, 5
Keputusan Presiden RI, 2 Instruksi Presiden RI, 46 Peraturan/ Keputusan Menteri, 4
Keputusan Direktur Jenderal, dan 31 Peraturan Daerah. Peraturan perundang-un
dangan tersebut dapat dikelompokkan dalam bidang kehutanan, pengairan, pertanian,
pertambangan, perindustrian, kependudukan/ pemukiman, kesehatan,
radiasi/kehewanan/ perikanan, dan peraturan daerah.
undang tentang lingkungan hidup yang bersifat holistik pada waktu itu menghadapi
20
segi lingkungan hidup. Undang-undang yang demikian bersifat sebagai "payung"
bagi peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup.
Di antara dua alternatif tersebut, alternatif yang kedua dipilih. Mengingat bahwa
materi muatan UULH adalah demikian luasnya, maka tidaklah rungkin untuk
mengatur secara terperinci dalam satu undang-undang. Oleh karena itu ditempuh cara
pengaturan ketentuan-ketentuan pokok yang memuat asas-asas dan prinsip-
prinsipnya. Dengan cara demikian, Undang-undang tentang lingkungan hidup
merupakan ketentuan payung (umbrella act). Pemilihan alternetif ini dilandasi suatu
kesadaran bahwa implementasi Undang-undang tersebut harus dilakukan secara hati-
hati dan dengan penuh tanggung jawab agar justru tidak menimbulkan kerugian
kepada msyarakat. Pandangan ini merupakan benang merah yang menandai
penyusunan konsep awal rancangan Undang-undang tentang lingkungan hidup pada
tahun 1976.
21
kepada beberapa Menteri untuk menyempurnakan lebih lanjut. Hasil perbaikan akhir
kemudian diajukan kepada Presiden Ri, dan dengan surat Presiden RI tertanggal 12
januari 1982 RUU tentang Ketentuan Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
diajukan kepada Pimpinan PR untuk dibahas.
Maka dari itu, segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang
lainnya. Antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara
manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan bankan antara manusia dengan benda-benda
mati sekalipun yang tersebar dalam alam sekitarnya. Begitu pula antara hewan dengan
hewan, antara hewan dengan tumbuh-tumbuhan, antara hewan dengan manusia dan
antara hewan dengan benda-benda matti disekelilingnya.
22
Akhirnya tidak terlepas dari itu pula pengaruh mempengaruhi antara tumbuh-
tumbuhan yang satu dengan yang lainnya, antara tumbuh-tumbuhan dengan hewan,
antara tumbuh-tumbuhan dengan manusia dan antara tumbuhan-tumbuhan dengan
benda mati disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen
ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi sesuatu golongan atas
pengaruh dari yang lainnya juga berbeda-beda. Dengan demikian, lingkungan hidup
terdiri atas beberapa unsur (komponen) yang dapat digolongkan dalam dua golongan,
yaitu komponen hidup (komponen biotis) dan komponen tak hidup (komponen
abiotis). Di antara komponen tersebut terjadi suatu hubungan timbal balik atau
interaksi sebagaimana dikatakan terebut di atas.
Artinya, komponen hidup yang satu berhubungan secara timbal balik dengan
komponen hidup lainnya dengan komponen tak hidup. Hubungan secara timbal balik
antara komponen-komponen tersebut sebagai satu kesatuan atau sistem, yang disebut
"ekosistem"»» Adanya hubungan timbal balik antara komponen persebut dalam
ekosistem memberikan pengertian kepada kita,bahwa perubahan terhadap salah satu
komponen akan mempengaruhi komponen lainnya, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi seluruh sistem kehidupan dalam ekosistem. Adanya hubungan timbal
balik tersebut juga memberikan pengertian bahwa penanganan masalah lingkungan
hidup tidaklah dapat dilakukan dengan menangani atau meninjau masing-masing
komponen secara tersendiri, terpisah satu dengan yang lain; melainkan harus
ditangani atau ditinjaunya secara terintegrasi sebagai satu kesatuan, tapi komponen
harus ditangani atau ditinjau secara terintegrasi sebagai satu sistem.
Cara pendekatan ini disebut pendekatan ekosistem atau pendekatan "holistik", yang
berlawanan dengan pendekatan "analitik yang parsial". Hubungan fungsional antara
komponen yang mengikat mereka dalam kesatuan yang teratur merupakan perhatian
utama dalam pendekatan ekosistem. Kalau pendekatan ekosistem diterapkan terhadap
23
masalah kehidupan manusia, a merupakan suatu pola berpikir dalam usaha
memecahkan masalah kehidupan prinsip ekologi. Kalau pendekatan ekosistem
diterapkan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam pengelolaan lingkungan
hidup, maka ia merupakan suatu pola bekerja yang terpadu dengan menggunakan
prinsip ekologi. Di mana ada dua bentuk ekosistem yang penting, yaitu : (i) ekosistem
alamiah (natural ecosustent); dan (ii) ekosistem buatan (artificial ecosystem).
Di dalam ekosistem alamiah akan terdapat heterogeni tas yang tinggi dari
organisme hidup di sana sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di
dalamnya dengan sendirinya. Sedang ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang
heterogenitasnya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap
stabil, perlu diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh
manusianya, agar berbentuk suatu usaha " maintenance" atau perawatan terhadap
ekosistem yang berikut itu, dapat dikatakan sebagai hasil dari pembangunan. Dengan
demikian, betapapun macam dan bentuk ekosistem itu, yang penting bagaimana
ekosistem tersebut menjadi stabil, sehingga manusianya bisa tetap hidup dengan
"teratur" dari generasi ke generasi selama dan sesejahtera mungkin.
24
Telah disadari bahwa keterbatasan pembangunan di negara kita telah menyebabkan
rendahnya mutu lingkungan hidup kita. Sementara itu, pemanfaatan sumber daya
alam dalam rangka pembangunan harus digunakan secara rasional, yang berarti dapat
memberikan mantaat yang sebesar mungkin, dengan tidak merugikan kepentingan
generasi yang akan datang. Ini berarti, dalam pembangunan diterapkan asas
kelestarian bagi sumber daya alam dan selanjutnya memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dengan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia. Karena itu, masalah
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang disebabkan oleh keterbelakangan
pembangunan merupakan masalah yang mendesak. di Indonesia. Selain itu, sebagai
akibat dari tekanan kepadatan penduduk yang disertai dengan masalah kemiskinan
telah mendorong penduduk di beberapa bagian dari wilayah negara, terutama pulau
Jawa untuk menggunakan daerah hutan yang seha-rusnya dilindungi untuk kegiatan
pertanian atau kegiatan lainnya.
Dalam usaha ini harus dijaga agar lingkungan tetap mampu untuk mendukung
tingkat hidup pada kualitas yang lebih tinggi itu, prinsip ini seringkali dinamakan
dengan "pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Sehingga lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan unsur alam terdiri dari bermacam-macam proses ekologi yang
merupakan suatu kesatuan yang mantap. Proses-proses tersebut merupakan mata
rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap
25
pembangunan., Siklus yang sangat penting bagi kehidupan manusia di antaranya
adalah siklus hidrologi yang mengatur tata air, baik yang berhubungan dengan aliran
air dalam berbagai bentuknya, maupun sebagai lingkungan hidup makhluk tertentu;
siklus hara yang mengatur rantai makanan yang sangat terpengaruh terhadap
perimbangan antara jenis dan antar populasi makhluk. Maka dari itu, manusia secara
ekologi adalah bagian integral dari lingkungan hidupnya. Manusia terbentuk oleh
lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia membentuk lingkungan hidupnya.
Kelangsungan hidupnya hanya mungkin dalam batas kemampuannya untuk
menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dalam lingkungan hidupnya sendiri.
Karena itu, timbul persoalan suatu proyek pembangunan tidak saja akan
memberikan keuntungan secara langsung dalam arti ekonomis, tetapi juga akan
menimbulkan perubahan-perubahan dalam lingkungan tisik, dan soal budaya yang
memerlukan pengamanan secukupnya agar tidak merugikan dalam jangka panjang.
Sebagaimana tujuan dari pembangunan jangka panjang ialah " membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia". Dalam diri manusia
Indonesia seutuhnya in mengandung ciri keselarasan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, antara sesama manusia serta lingkungan alam sekitarnya.
Keselarasan dan keserasian ini merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia sebagai
26
pencerminan kepribadiannya.
Dalam tujuan pembangunan tersebut tersimpul dua hal, yaitu (i) manusia yang
berkualitas; dan (ii) lingkungan hidup yang berkualitas. Antara manusia (penduduk)
dan lingkungan hidup terdapat suatu hubungan yang bersifat timbal balik.
Pembangunan dalam dirinya mengandung perubahan besar, yang meliputi perubahan
struktur ekonomi, perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan
suatu sumbu alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi dan perubahan sistem
nilai,.Oleh sebab itu, kegiatan pembangunan yang berada di bawah penguasaan dan
bimbingan pemerintah, sudah selayaknya masalah perlindungan lingkungan in
dintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. Salah satu alat
perlindungan dan pelestarian lingkungan dalam rencana pembangunan adalah
keharusan untuk melakukan "analisis mengenai dampak lingkungan" (AMDAL) yang
merupakan konsep pengaturan hukum lingkungan yang bersifat revolusioner di
bidang hukum.
Adalah suatu fungsi dari ilmu pengetahuan hukum untuk membuat"toetsing" tentang
manfaat sesuatu bentuk yang telah dikembangkan dalam salah satu spesialisasi bagi
bidang-bidang hukum lainnya. Dalam pada itu diakui oleh Polak bahwa mempelajari
hukum lingkungan sebagai satu kesatuan adalah bermantaat, karena memberikan
kemungkinan untuk membedah beberapa kaidah hukum dan untuk menilainva secara
kritis. Dengan memperhatikan uraian tersebut, serta perkembangan akhir-akhir ini,
maka menurut Koesnadi Hardjasoemantri bahwa hukum lingkungan di Indonesia
dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
27
5. Hukum lingkungan transnasional/internasional;
Seperti apa yang sudah dikemukakan oleh Koesnadi, menyangkut aspek hukum
lingkungan kiranya di sini, tidak semua dari aspek-aspek tersebut akan dijelaskan
satu-persatu; akan leiapi hanya akan dipaparkan secara keseluruhan menyangkut
urgensi atas aspek-aspek dalam hukum lingkungan tersebut. Sebagaimana dikatakan
oleh Drupsteen, hukum lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan
lingkungan alam dalam arti seluas-luasnya; dengan ruang lingkup berkaitan dengan
dan ditentukan oleh rang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian
besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht). Di samping hukum lingkungan
pemerintahan (bestuurs rechtelij)k milieurecht) yang dibentuk oleh pemerintah pusat,
ada pula hukum lingkungan pemerintahan yang berasal dari pemerintah daerah dan
sebagian lagi dibentuk oleh badan-badan internasional atau melalui perjanjian dengan
negara-negara lain.
28
dan udara; dan (c) dengan pencegahan kebisingan, kesemuanya dengan latar belakang
perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan. Sedangkan hukum
perlindungan lingkungan adalah tidak mengenai satu bidang kebijaksanaan, akan
tetapi merupakan kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas
tertentu juga dengan lingkungan anthropogen.Adapun hukum tata rung ialah hukum
yang berhubungan dengan kebijaksanaan tata ruang, diarahkan kepada tercapainya
atau terpeliharanya penyesuaian timbal balik yang terbaik antara ruang dan kehidupan
masyarakat.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
30
DAFTAR PUSTAKA
31
32