BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengangkutan
artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman
barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian
pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke
tempat lain7.
orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan
7
Abdul Kadir Muhammad, SH, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1991, h. 19.
8
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 1981, h. 5.
16
dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur
obyek yang di angkut, adanya alat angkut dan sarana untuk di lalui oleh peralatan
barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan10. Menurut Subekti
menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan penumpang atau
meninggikan manfaat atas barang-barang tersebut dan juga efisien bagi orang-orang
9
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, dan Djohari Santoso, Pengantar
Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Gama Media, , Yogyakarta, 1999, h. 195.
10
Ibid.,
11
R. Subekti, Op.Cit., h. 1.
17
pengangkutan udara.
tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai 12. Jadi
tempat yang dirasa barang itu memliki fungsi dan kegunaan di tempat lain. maka
peran pengangkutan udara dituntut agar menjadi suatu sistem yang baik. Dalam
kehidupan manusia kebutuhan atas angkutan adalah bagian yang sangat tidak bisa
tertentu karena dapat dipindahkan itu, dari tempat di mana barang yang
12
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, Djambatan, cetakan
II, 1984, h. 10.
18
disamaratakan.
barang dapat diangkut atau dikirim dari satu tempat ke tempat lain atau
dari part my origin diangkut ke tempat tertentu dimana benda atau barang
Kedua nilai tersebut secara ekonomis dapat dicapai jika barang-barang atau
benda tersebut diangkut ketempat dimana nilainya lebih tinggi dan dapat
dari satu tempat ke tempat lain secara efektif dan efisien. Dikatakan efektif karena
perpindahan barang atau orang tersebut dapat dilakukan sekaligus atau dalam jumlah
13
Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1978, h. 6.
19
perpindahan itu menjadi relatif singkat atau cepat dalam ukuran jarak dan waktu
pemerintah dalam rangka untuk ningkatkan pembangunan diseluruh tanah air, karena
suatu daerah yang tadinya mempunyai Sumber Daya Alam yang baik namun tidak
Daya Alam tersebut dapat dikirim ketempat lain untuk kemudian dikelola dan
dimanfaatkan.
dan pengangkutan udara. Pada penulisan skripsi ini hanya memfokuskan kepada
pengangkutan udara saja. Pengangkutan udara dalam pasal 1 ayat (13) Undang-
dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara
tidak berjadwal oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional dan/atau asing untuk
mengangkut penumpang dan kargo atau khusus mengangkut kargo. Angkutan udara
niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional
yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga. Kegiatan angkutan udara niaga
tidak berjadwal yang bersifat sementara dapat dilakukan atas inisiatif instansi
Pemerintah dan/atau atas permintaan badan usaha angkutan udara niaga nasional.
pelayanan pada rute yang menjadi tanggung jawabnya dan pada rute yang masih
dilayani oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya. Kegiatan
biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya Undang-
14
Yusuf Shofie, Pelaku Usaha,Konsumen,dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2002, h. 25.
22
pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang
kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma
positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
berpendapat bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada
hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya,
asas-asas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta
tata hukum16. selanjutnya dipaparkan bahwa asas hukum ia ibarat jantung peraturan
hukum atas dasar dua alasan yaitu, pertama asas hukum merpakan landasan yang
paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa penerapan
,karena asas hukum mengandung tuntunan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai
etis masyarakatnya17.
ke dalam dua jenis, yaitu bersifat publik dan bersifat perdata18, asas yang bersifat
15
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Jakarta, 1996, h. 5-6.
16
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, 1986, h. 87.
17
Ibid., h. 85.
18
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Adityabhakti, Bandung, 1998,
h. 17.
23
publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi
bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan
berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan
Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai
berikut:
negara.
19
Ibid.,
24
luas.
yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik
kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada
pengangkut dan penumpang, hubungan hukum tersebut harus di dasarkan pada asas-
tetapi, untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah
pengangkutan.
kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau
adalah keterlambatan penerbangan yang dilakukan pihak maskapai dari jadwal yang
20
Surayin, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bandung, Yrama Widya, 2007, h. 277.
27
terjadi karena disebabkan oleh kerusakan pada alat transportasi yang di akibatkan
oleh alat atau human error dan juga di akibatkan oleh keadaan alam. Masalah teknis
merupakan hal yang sering menjadi faktor utama yang menyebabkan tertundanya
bahwa keberangkatan tidak sesuai dengan yang sudah di janjikan oleh kedua belah
28
pihak sebagaimana yang sudah tercantum di dalam perjanjian yang sudah tertulis di
dalam tiket yang sudah di miliki penumpang. Yang berarti pelaku usaha tidak
memenuhi suatu kewajibannya karena tidak sesuai dengan apa yang sudah di
kenyataannya banyak pelaku usaha jasa pengangkutan udara sering selalu melakukan
penerbangan tidak sesuai dengan ketepatan waktu dalam penerbangan, yang sangat
Kerugian yang dialami pengguna jasa pengangkutan udara tidak hanya dari
segi waktu, melainkan konsumen juga merasakan kerugian dari segi biaya sehingga
banyak konsumen yang merasa di rugikan terkadang ada konsumen yang menunggu
oleh pihak maskapai. Maka kepercayaan mereka hilang atas terjadinya keterlambatan
penerbangan.
atau (delay) diatur dalam pasal 146 Undang-undang No 1 Tahun 2009 tentang
karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila
atau barang, kecuali kalau ada persetujuan lain dari perusahaan penerbangan. Dengan
adanya suatu persetujuan, maka pengangkut udara dapat terbebas dari tanggung gugat
atau dengan kata lain tanggung gugat perusahaan maskapai memiliki batas-batas
tertentu.
pengangkut udara dan pihak penumpang atau pihak pengirim udara, dengan imbalan
bayaran atau suatu prestasi lain. Dalam arti luas suatu perjanjian angkutan udara
dapat merupakan sebagian dari suatu perjanjian pemberian jasa dengan pesawat
udara21.
Tiket adalah bukti perjanjian jasa angkutan udara antara penumpang di satu
pihak dan maskapai penerbangan di lain pihak dan juga sebagai bukti pembayaran
21
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004.
30
atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan
udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan
yakni :
Syarat yang pertama dan kedua yaitu kata sepakat dan kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian disebut sebagai syarat subyektif karena mengenai para
pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian atau subyek dari perbuatan
hukum yang dilakukan. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjiannya
31
bukan batal demi hukum melainkan salah satu pihak dalam perjanjian tersebut
mempunyai hak untuk meminta perjanjian tersebut dibatalkan. Sedangkan suatu hal
tertentu dan atau suatu sebab yang halal disebut sebagai syarat obyektif. Jika syarat
obyektif tidak terpenuhi maka pejanjian dianggap tidak pernah ada tidak pernah
dilahirkan.
Undang-undang di Indonesia
harus dilakukan. Jika terjadi sesuatu dan maskapai penerbangan tidak melaksanakan
kewajibannya hal itu berarti ada hak penumpang penumpang pengangkutan udara
yang dilanggar atau tidak terpenuhi. Jika ada hak yang tdak terpenuhi, maka akan
menjadi suatu kerugian bagi penumpang pengangkutan udara. Dengan adanya hak
yang memberikan ganti rugi kepada konsumen pengangkutan udara yang di rugikan
seperti yang telah diatur dalam pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 1999
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan kerugian yang dialami
32
diperdagangkan”.
konsumen. Guna mendapatkan ganti rugi, maka kerugian tersebut harus merupakan
akibat dari perbuatan melanggar hukum. Berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti
2. Ada kerugian.
kerugian.
4. Ada kesalahan.
1. Pengembalian uang.
2. Penggantian barang dan atau jasa yang sejanis atau setara nilainya.
3. Perawatan kesehatan.
22
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, h. 126.
23
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2008, h. 119.
33
kesalahan atau kelalaian perbuatan tersebut. Dan ganti rugi harus memenuhi unsur
pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat
membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis
operasional”.
di dalam pasal 147 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
dan/atau.
34
Prinsip tanggung jawab merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan
sebagai berikut :
Asas tanggung jawab ini cukup tepat jika digunakan untuk mengajukan
tuntutan ganti rugi yang di akibatkan oleh kelalaian pelaku usaha. Ketika
24
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2006, h. 72.
35
mengalami kerugian.
ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat 25. Teori ini
kekuasaannya.
25
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta, 2006, h. 75.
26
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
h. 95.
36
kesalahannya.
tidak sebagai faktor yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang
majeur).
penerbangan tersebut.
fault) Dalam ajaran ini bahwa dalam menentukan tanggung jawab pengangkutan di
pihak yang dirugikan atau penggugat. Maka harus ada unsur unsur untuk menjadikan
suatu perbuatan pelaku usaha dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara lain:
penerbangan tidak dapat membuktikan bahwa kerugian yang di timbulkan itu bukan
kerugian itu timbul akibat suatu perstiwa yang tidak di inginkan atau di luar kendali
Lebih lanjut, pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian
a. Hujan lebat
b. Banjir
c. Petir
d. Badai
e. Kabut
f. Asap
keselamatan penerbangan.
bandar udara.
Sedangkan yang tidak termasuk dengan teknis operasional atau faktor yang
Ganti rugi adalah hak konsumen yang harus diberikan ketika mengalami
kerugian. ganti rugi juga suatu kewajiban yang dibebankan kepada produsen atau
Menurut Yahya Harahap, ganti rugi ialah “kerugian nyata” atau “fietelijke
oleh suatu perbandungan keadaan yang tidak di lakukan oleh debitur. Dan besarnya
jumlah ganti rugi itu sebesar jumlah yang sesuai dengan besarnya nilai prestasi yang
timbulnya wanprestasi.
tersebut memiliki kegunaan untuk menciptakan keadilan bagi kedua belah pihak
akibat wanprestasi.
2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara : Ganti Rugi adalah
27
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, h. 66.
28
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, h. 41.
40
uang yang dibayarkan atau sebagai pengganti atas suatu kerugian. Menurut uraian di
atas menyebutkan bahwa konsumen atau penumpang berhak mendapatkan ganti rugi
Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan
kewajiban. Seperti yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah pihak
yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara langsung
angkutan dari penumpang atau pengirim barang atas jasa angkutan yang telah
diberikan, dan juga hak untuk menolak pelaksanaan atau mengangkut penumpang
yang tidak jelas identitasnya. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam tiket pesawat
diperdagangkan.
41
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
diperdagangkan.
lainnya:
1. Hak konsumen
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
lainnya.
semua hak konsumen, maka diperlukan adanya pemantauan tugas dan kewajiban di
dalam kegiatan yang di lakukan oleh pelaku usaha yaitu maskapai penerbangan.
semua kegiatan usahanya sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
tidak diskriminatif.
yang berlaku.
yang diperdagangkan.
perjanjian.
masyarakat adalah memiliki etikad baik ketika melakukan semua kegiatan usahanya.
Karena unsur etikad baik maskapai penerbangan sangatlah penting bila terjadi
memang kerugian yang di alami konsumen itu di akibatkan oleh kesalahan dari pihak
memberikan ganti kerugian yang sesuai dengan yang di derita oleh konsumen.
44
itikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika produsen bersalah tidak memenuhi
kewajibannya itu, menjadi alasan baginya untuk di tuntut secara hukum untuk
kewajiban itu. Artinya, produsen harus bertanggung jawab secara hukum atas
pihak maskapai penerbangan tidak memenuhi kewajibannya untuk beritikad baik jika
hukum oleh penumpang atau konsumen karena sudah tidak beritikad baik terhadap
penumpang.
harus jelas, dan jujur terhadap semua mengenai kondisi yang terjadi. Maskapai
penerbangan juga harus jujur dan benar tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap
29
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, h. 85.
45
oleh maskapai penerbangan sesuai dengan standart pelayanan maskapai jika terjadi
keamanan dan keselamatan jika menggunakan jasa yang di berikan oleh pelaku
usaha. Yang tidak kalah penting adalah maskapai penerbangan berkawajiban untuk
mengganti kerugian atas semua kerugian yang di alami konsumen atau penumpang
pelaku usaha. Kewajiban konsumen Sebagai salah satu pihak dalam perjanjian
apabila diminta.
udara itu. Disamping itu juga apabila penumpang yang melalikan kewajibannya itu