Anda di halaman 1dari 44

PENYELESAIAN SENGKETA EKSPEDITUR TERHADAP

KETERLAMBATAN DAN/ATAU HILANGNYA BARANG PADA


KONSUMEN
(Studi Kasus PT. Pacific Express Cargo)

(UPP)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh
Nama : Michael Angelo
NIM : 3.16.1.1485
Bidang Ilmu : Ilmu Hukum

Dibawah Bimbingan
Dr. A.A.A. Ngr. Sri Rahayu G, S.H., M.M., M.H

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
2019
i
ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………....
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………...................................
A. Latar Belakang……………………………………………..…………......1
B. Rumusan Masalah……….………………………...………..……….…..7
C. Tujuan dan manfaat…………………………………………..…….........7
D. Kegunaan Penelitian………………………………………..…….……...7
E. Tinjauan Pustaka………………………………………...……….………9
1. Penyelesaian Sengketa……..…………………………………..……...9
2. Pengertian Ekspeditur……………………………………….………...13
3. Pengertian Perjanjian…..…………………………………….………..15
4. Pengertian Keterlambatan Pengiriman Barang………….………….19
5. Pengertian Hilangnya Barang………..……..……...………………...19
6. Pengertian Tanggung Jawab………………...……...………………..20
7. Pengertian Konsumen.…...…………………………………………....25
8. Doktrin Perlindungan Konsumen………...….………………………..28
9. Teori Penyelesaian Sengketa..……………………………………….29
F. Kerangka Pemikiran ………………………………………....………...30
G. Definisi Operasional ………………………..…………...….………..31
H. Metode Penelitian………………………… ……………...…….……….32
1. Jenis Penelitian ……………………………………………..………..32
2. Jenis Data…………………………………………………..….…….....32
3. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….…….....33
4. Teknik Analisis Data ……………………….……………….…..……..34
5. Lokasi Penelitian………………………………………..….…………..34
6. Jadwal Penelitian………………………………………………..……..35

SISTEMATIKA PENULISAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

iii
1

A. Latar Belakang

Dewasa Ini jasa pengangkutan sangat diperlukan untuk membantu

aktivitas masyarakat baik itu mempermudah usaha masyarakat seperti

dalam menjalankan suatu usaha pasti membutuhkan sarana

pengangkutan yang dapat digunakan untuk mengirimkan barang kepada

pembeli atau pun dalam pengangkutan penumpang dari satu daerah ke

daerah lain. Setiap perusahaan tentu dalam bentuk atau bidang apapun

terutama dibidang perdagangan , tidak mungkin berjalan dengan sebagai

mestinya untuk memperoleh keuntungan tanpa adanya pengangkutan

yang memungkinkan sampainya barang-barang hasil produksi dan

perdagangan ditempat konsumen pada tepat waktu serta didalam

keadaan utuh dan lengkap, sehingga konsumen dapat menggunakan

barang-barang yang diperlukan tersebut. Produsen juga membutuhkan

pengangkutan untuk menyalurkan barang produksinya kepada para

konsumen. Pengusaha bangunan, seorang pemborong, akan

menghadapi kesulitan untuk memenuhi prestasi-prestasinya dengan cara

yang pantas dan tepat waktu, kalau kepadanya tidak terjamin sampainya

material-material bangunan pada tempat yang telah ditentukan dengan

tepat waktu. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat jika hanya

dihitung pengangkutan udara dari januari sampai dengan desember

tahun 2017 mencapai 101.623 ton dan pada tahun 2018 terus meningkat
2

sampai dengan 107.751 ton total berat barang yang diangkut. 1 Hal

tersebut membuktikan bahwa pengangkutan pada saat ini sangat

dibutuhkan di dunia bisnis.

Kegiatan pengangkutan tersebut bukan hanya mengenai

pengangkutan benda-benda tetapi juga pengangkutan orang. Kita lihat

sendiri bahwa pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan

tempat, mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena

perpindahan itu mutlak diperlukan untuk meninggikan manfaat serta

efisiensi. Menurut R. Soekardono menjelaskan bahwa pengangkutan

adalah suatu perpindahan tempat baik itu perpindahan orang-orang

maupun benda-benda dan juga perpindahan tersebut adalah mutlak

untuk memberikan manfaat untuk meninggikan manfaat barang serta

efisiensi.2 Pengangkutan tersebut adalah gerakan dari tempat

pengangkutan awal tersebut dilaksanakan sampai dengan tempat tujuan

pengangkutan tersebut diakhiri.

Menurut H.M.N Purwosutjipto menjelaskan bahwa pengangkutan


adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut bersama dengan
pengirim, yang dimana pengangkut sendiri mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian bersama dengan pengirim untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan atau orang dari tempat yang satu ke tempat
lain dengan selamat dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, dan seorang pengirim tersebut wajib untuk

1
https://bali.bps.go.id/pressrelease/2019/02/01/717229/perkembangan-transportasi-udara-dan-
laut-provinsi-bali-desember-2018.html(9/21/2019 8:46 PM)
2
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, dan Djohari Santoso, 1999, “Pengantar
Hukum Dagang Indonesia”, Jilid 1, Gama Media, Yogyakarta, hlm 195
3

membayarkan ongkos terhadap penggunaan jasa pengangkutan


tersebut.3
Pengertian yang telah dijelaskan tersebut maka penulis

menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengangkutan adalah

perjanjian yang dilakukan oleh pihak pengirim bersama dengan

pengangkut untuk melakukan kegiatan pengangkutan yang dimana

pengangkut wajib melakukan kegiatan pengangkutan barang atau orang

ke tempat tujuan dengan selamat sedangkan pihak pengirim wajib untuk

membayar sejumlah uang sebagai ongkos penggunaan jasa

pengangkutan tersebut.

Menurut Sri Rejeki Hartono menjelaskan bahwa pada dasarnya

pengangkutan memiliki dua kegunaan utama yaitu:

1) Kegunaan Tempat (Place Utility)


Adanya kegiatan pengangkutan berarti terjadi perpindahan
barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang
bermanfaat, ketempat yang menyebabkan barang tadi menjadi
lebih bermanfaat.
2) Kegunaan Waktu (Time Utility)
Adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya
suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain
dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya. 4
Mendengar pengangkutan pastinya tidak terlepas dari seorang

ekspeditur dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Di Bali salah satu

perusahaan yang menyediakan jasa pengangkutan barang adalah PT

3
H.M.N Purwosutjipto, 2000, “Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan”
Cetakan ke 3, Djambatan, Jakarta, hlm. 60
4
Zainal Asikin, 2014, “Hukum Dagang, Rajagrafindo Persada”, Jakarta, hlm 154
4

Pacific Express Cargo yang kedudukannya sebagai ekspeditur. Menurut

Reza Rivaldi selaku operasional PT. Pacific Express Cargo menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan Ekspeditur adalah seorang yang

mendapatkan kewenangan dari pengirim barang untuk melakukan

pengurusan pengiriman barang baik itu dari pengepakan hingga

pengiriman barang sampai tujuan. 5 Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang yang selanjutnya dapat disebut sebagai KUHD menjelaskan pula

mengenai ekspeditur yang tercantum pada Pasal 86 ayat 1 bahwa

ekspeditur bertugas menyelenggarakan jasa pengangkutan barang-

barang bagi pihak pengirim, baik mengenai pengangkutan di darat,

udara, maupun dilaut, terkait pelaksanaan pengangkutan tersebut

dijelaskan oleh Rivaldi selaku operasional PT Pacific Express Cargo

bahwa pengangkutan hanya dapat terlaksana apabila para pihak telah

sepakat terhadap hak, kewajiban serta konsekuensi dari dilaksanakannya

kegiatan pengangkutan tersebut dalam suatu perjanjian yang biasanya

dibuat secara lisan6 dan setelah perjanjian tersebut disepakati ekspeditur

bertanggung jawab terhadap barang milik pengirim yang akan dikirimkan

ketujuan dengan selamat. Tanggung jawab seorang ekspeditur dalam

substansi hukum Indonesia sendiri telah diatur pada KUHD tepatnya

pada Pasal 91 yang menjelaskan bahwa:

5
Wawancara dengan operasional PT Pacific Express Cargo, 12 September 2019.
6
Wawancara dengan operasional PT Pacific Express Cargo, 12 September 2019.
5

“Para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggungjawab atas


semua kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau
barang-barang yang telah diterima untuk diangkut, kecuali hal itu
disebabkan oleh cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di luar
kekuasaan mereka, atau oleh kesalahan atau ketalaian pengirim atau
ekspeditur sendiri.”
Bentuk tanggung jawab ekspeditur selama kegiatan pengangkutan

dilaksanakan dijelaskan oleh Pak Komang selaku Manager Marketing PT.

Pacific Express Cargo bahwa ekspeditur bertanggung jawab dalam

pengiriman barang dalam hal ini barang tersebut dikemas dengan

struktur yang kuat serta disusun dengan rapi untuk menghindari

kerusakan barang dan juga menganalisis akan waktu yang harus sampai

ketempat konsumen berada baik itu menentukan kapan harus memesan

transportasi dan terkait barang yang belum jadi yaitu terus menghubungi

produsen barang tersebut agar barang dapat dikirimkan ke tempat

penerima barang.7 PT Pacific Express Cargo selama menyelenggarakan

kegiatan pengangkutan tidak selalu berjalan mulus adapun beberapa

masalah yang pernah terjadi yakni pada maret 2017 dijelaskan bahwa

terdapat kerusakan barang saat pengiriman barang adapun barang di

dalamnya adalah guci antik yang strukturnya gampang pecah, telah

terjadi pula kehilangan barang saat pengiriman baju tekstil berlogo

Billabong, serta keterlambatan pengiriman barang ketujuan yang tidak

sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Berdasarkan data kehilangan dan

keterlambatan barang yang terjadi di PT Pacific Express Cargo dari tahun


7
Wawancara dengan manager marketing PT Pacific Express Cargo, 19 September 2019.
6

2017 sampai 2019, yaitu pada tahun 2017 dari 88 pengangkutan yang

dilaksanakan terdapat total 3 kasus kehilangan barang 13 keterlambatan

pengiriman barang, 2018 terdapat 2 kasus kehilangan barang dan 17 kali

keterlambatan pengiriman barang, dan pada tahun 2019 (terhitung

sampai dengan bulan September 2019) terdapat 2 kasus kehilangan

barang 15 kali keterlambatan pengiriman barang. Hal yang telah

dijelaskan tersebut perlu diketahui bagaimana penyelesaian perselisihan

barang tersebut beserta tanggung jawab dari seorang ekspeditur

terhadap barang yang dikirim tersebut.

Jumlah
Total kegiatan Jumlah kehilangan
No Tahun keterlambatan
pengangkutan barang
pengiriman

1 2017 88 3 13

2 2018 91 2 17

3 2019 90 2 15

Tabel 1 Data Jumlah Kehilangan dan Keterlambatan Pengiriman Barang di


PT. Pacific Express Cargo
Sumber : PT Pacific Express Cargo
7

Kejadian hilangnya barang dan keterlambatan pengiriman pada PT.

Pacific Express Cargo tersebut membuat peneliti tertarik untuk

mengangkat judul skripsi yaitu “Penyelesaian sengketa ekspeditur

terhadap keterlambatan dan/atau hilangnya barang pada konsumen”

(Studi Kasus PT. Pacific Express Cargo)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tanggung jawab PT. Pacific Express Cargo apabila terjadi

keterlambatan ataupun hilangnya barang pada konsumen ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa PT. Pacific Express Cargo

terhadap keterlambatan ataupun hilangnya barang pada konsumen ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggung jawab PT. Pacific Express

Cargo apabila terjadi keterlambatan ataupun hilangnya barang pada

konsumen

2. Untuk mengetahui dan mengkaji penyelesaian sengketa ekspeditur

terhadap keterlambatan ataupun hilangnya barang pada konsumen

D. Kegunaan Penelitian

1) Kegunaan Teoritis
8

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan dibidang hukum mengenai penyelesaian sengketa

ekspeditur terhadap keterlambatan dan/atau hilangnya barang

pada konsumen.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi

penelitan yang sejenis di masa yang akan datang.

3) Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan

penulis mengenai hukum pengangkutan dan penyelesaian

sengketa ekspeditur terhadap keterlambatan dan/atau hilangnya

barang pada konsumen

2) Kegunaan Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi hukum positif

untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan terhadap pengadilan

mengenai penyelesaian sengketa ekspeditur terhadap

keterlambatan dan/atau hilangnya barang pada konsumen.

E. Tinjauan Pustaka
1. Penyelesaian Sengketa
9

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dengan suatu

sengketa. Perbedaan pandangan diantara para pihak merupakan dasar

munculnya perselisihan. Sengketa tersebut dapat terjadi dimanapun dan

kapanpun tanpa tahu kapan akan terjadi. Sengketa pada umumnya

muncul pada saat seseorang merasa dirugikan terhadap pihak lain yang

terikat dalam suatu perjanjian. Di Indonesia dalam menyelesaikan

sengketa antar para pihak terdapat dua jalur yang dapat dilaksanakan

yaitu melalui jalur litigasi dan non litigasi atau dapat juga disebut

sebagai alternatif penyelesaian sengketa.8

1) Litigasi

Litigasi merupakan penyelesaian perselisihan antara para pihak

melalui pengadilan dan setiap pihak yang bersengketa tersebut

dapat mengajukan gugatan ataupun bantahan. 9 Penyelesaian

sengketa melalui jalur litigasi pada umumnya diselesaikan

berdasarkan hukum acara yang berlaku di negara yang

bersangkutan seperti di Indonesia berdasarkan hukum acara perdata

maupun pidana dimana proses peradilan tersebut sifatnya formal

dan memakan banyak biaya.

2) Non litigasi

8
Intan Nur Rahmawati & Rukiyah Lubis, 2014, “Win-Win Solution Sengketa Konsumen”, Medpress
Digital Yogyakarta, hlm. 73
9
Iswi Hariyani, 2018, “Penyelesaian Sengketa Bisnis”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1
10

Penyelesaian sengketa melalui non litigasi muncul dari

kekurangan litigasi yaitu banyaknya uang yang dikeluarkan, jangka

waktu penyelesaian yang lumayan lama, dan terdapat pihak kalah

sebagai faktor munculnya penyelesaian sengketa diluar pengadilan

yang dapat juga disebut alternatif penyelesaian sengketa sebagai

pengganti penyelesaian sengketa melalui litigasi. Penyelesaian

sengketa melalui non litigasi ini didasari pada prinsip win-win

solution atau tidak ada pihak yang dirugikan dan menjunjung tinggi

kekeluargaan guna menjaga hubungan bisnis para pihak. Contoh

alternatif penyelesaian sengketa yaitu arbitrase, negosiasi, mediasi,

konsiliasi, konsultasi, dan pendapat para ahli.

a) Konsultasi

Konsultasi adalah alternatif penyelesaian sengketa antara

satu orang yang disebut sebagai klien dengan seorang

konsultan yang dimana konsultan tersebut memiliki

kewenangan untuk memberikan pendapat terhadap sengketa

yang sedang dihadapi untuk memenuhi keperluannya.

b) Negosiasi

Negosiasi adalah penyelesaian sengketa tanpa pihak

ketiga dimana kedua belah pihak yang bersengketa berunding

untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi sampai


11

menemukan titik temu yang sifatnya tidak memihak salah satu

pihak atau dalam hal ini hasil dari negosiasi tersebut

menguntungkan kedua belah pihak.10

c) Konsiliasi

Konsiliasi adalah alternative penyelesaian sengketa yang

digunakan para pihak dengan menggunakan pihak ketiga yang

disebut sebagai konsiliator, dimana konsiliator tersebut sifatnya

aktif seperti merumuskan dan menyusun tahapan-tahapan

penyelesaian sengketa para pihak, yang dimana selanjutnya

rumusan penyelesaian sengketa tersebut diajukan kepada pihak

yang bersengketa. Konsiliator tidak berwenang membuat

keputusan dari sengketa yang terjadi terhadap para pihak

semua bergantung pada itikad baik para pihak untuk

menyelesaikan sengketa yang terjadi.11

d) Mediasi

Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan

menggunakan pihak ketiga yang disebut mediator dengan

melakukan perundingan dengan kedua belah pihak yang

bersengketa guna memperoleh kesepakatan bersama

10
A.C Mahendra, 2010 “Strategi Negosiasi Ampuh & Meyakinkan Mitra Bisnis”, Kompas Media,
Jakarta, hlm. 34
11
Happy Susanto, 2008, “Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan”, Transmedia Pustaka, Jakarta, hlm.
78
12

tercantum dalam Perma nomor 1 tahun 2016 tentang prosedur

mediasi di pengadilan pada Pasal 1 ayat 1. Mediator yang

dimaksud disini adalah pihak ketiga yang sifatnya netral dalam

membantu pihak yang bersengketa melakukan perundingan

untuk mendapatkan kesepakatan yang diterima kedua belah

pihak.

e) Arbitrase

Menurut Subekti menjelaskan bahwa arbitrase adalah

penyelesaian sengketa oleh hakim yang didasari pada

kesepakatan para pihak untuk tunduk pada keputusan hakim

yang telah mereka pilih sebelumnya terhadap sengketa yang

terjadi.12 Menurut Undang-Undang yang selanjutnya dapat

disebut sebagai UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan

alternatif penyelesaian sengketa pada Pasal 1 menjelaskan

arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa diluar proses

peradilan yang dimana penyelesaian sengketa tersebut didasari

pada perjanjian tertulis mengenai arbitrase yang dibuat oleh

para pihak yang bersengketa. Pengertian arbitrase yang telah

dijelaskan tersebut penulis menyimpulkan bahwa arbitrase ialah

penyelesaian sengketa menggunakan pihak ketiga yang yang

12
Susanti Adi Nugroho, 2017, “Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya”,
Kencana, Jakarta, hlm. 79
13

disebut sebagai arbiter dimana arbiter sendiri memiliki

kewenangan untuk memberikan pendapat dan memutus

sengketa antara para pihak dan dalam melaksanakan arbitrase

harus didasari dengan perjanjian arbitrase yang dibuat oleh

para pihak dalam bentuk tertulis yang dapat dibuat setelah

terjadinya sengketa yang dapat disebut sebagai akta kompromis

maupun sebelum terjadinya sengketa atau pactum

dicompromittendo.13

2. Pengertian Ekspeditur
Ekspeditur dalam kegiatan pengangkutan biasa ditemui pada

perjanjian pengangkutan barang, ekspeditur dalam bahasa inggris dapat

disebut juga dengan cargo forwarder. Ekspeditur sendiri memiliki fungsi

melaksanakan kegiatan pengangkutan atas kuasa pengirim baik itu

dalam penyimpanan barang sebelum dikirim, pengiriman barang,

maupun saat barang telah sampai ketujuan yang didasari dengan

perjanjian pengangkutan antara pengirim dengan ekspeditur tersebut.

Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ekspeditur yaitu dalam

perincian mengenai besar kecilnya biaya angkutan yang ditetapkan dan

untuk memperhitungkan biaya muatan dan dari pihak pengangkut

sendiri mengenai penentuan total biaya pengangkutan yang

dilaksanakan beserta upah terhadap jasa yang telah diberikan.

13
http://www.negarahukum.com/hukum/alternatif-penyelesaian-sengketa.html(10/3/2019 9:17 PM)
14

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan tersebut, dapat diketahui

bahwa kriteria dari ekspeditur adalah :

a) Perusahaan pengantara pencari pengangkut barang

b) Bertindak atas nama pengirim barang

c) Menerima provisi dan pengirim.14

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tepatnya pada

Pasal 86 menjelaskan bahwa yang dimaksud dari ekspeditur adalah:

“Ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyelenggarakan

pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lain di

darat atau di perairan.”

Pertanggungjawaban ekspeditur dalam kegiatan pengangkutan

meliputi mengambil dan menghantarkan barang-barang dan jika perlu

menyimpan barang-barang sebelum barang tersebut dikirim atau

sebelum penerima barang menerima barang tersebut. Seorang

ekspeditur bertindak sebagai penerima perintah dari pihak pengirim,

Untuk itu ia dapat membuat ataupun menutup persetujuan

pengangkutan dengan pihak pengangkut atas nama pihak pengirim atau

atas namanya sendiri.15

14
Zainal Asikin, op cit, hlm. 165
15
Achmad Ichsan, 1972, “Hukum Dagang”, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 421
15

Kedudukan ekspeditur sebagai penerima perintah dari pengirim

bahwa dia mempunyai hak retensi yang diatur dalam Pasal 1812

KUHPer yang menjelaskan bahwa selaku penerima kuasa ia berhak

untuk menahan barang sampai kepadanya barang tersebut dibayar

lunas segala sesuatu yang dapat dituntut akibat pemberian kuasa.

3. Pengertian Perjanjian

Menurut 1313 KUHPer, perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih”. R. Subekti juga memberikan pengertian perjanjian yaitu

suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau

dimana kedua orang tersebut saling berjanji untuk melakukan suatu

hal.16 Perjanjian yang terjadi akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi

pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian tersebut.

1) Syarat sah suatu perjanjian

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut perlu

memperhatikan beberapa syarat-syarat sah dimata hukum yang

dimana dalam Pasal 1320 KUHPerdata telah menjelaskan bahwa

yang merupakan syarat sah suatu perjanjian yaitu :

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

16
Rini Pamungkasih, 2009, “101 Draft Perjanjian (Kontrak)”, Gradien Mediatama, Jakarta, hlm 9
16

Sepakat yang dimaksud disini bukan terjadi karena

kekhilafan maupun paksaan tercantum pada Pasal 1321

KUHPer.17 Kekhilafan dalam perjanjian tersebut tidak

membatalkan suatu perjanjian, kecuali jika kekhilafan tersebut

terjadi Karena hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan

hal ini tercantum dalam Pasal 1322 KUHPer.

b) Kecakapan dalam bertindak hukum

Kecakapan yang dimaksud adalah seseorang tersebut

sudah dapat dikatakan dewasa atau karena kedudukannya ia

dapat disebut dewasa. Penjelasan tersebut sesuai dengan

Pasal 330 KUHPer yang menjelaskan bahwa seseorang belum

dikatakan dewasa apabila mereka belum genap mencapai

umur 21 tahun dan lebih dahulu kawin.

c) Suatu hal tertentu

Hal tertentu yang dimaksud yaitu barang yang

diperjanjikan adalah jelas keberadaannya. Pasal 1333 KUHPer

menjelaskan suatu perjanjian harus mempunyai suatu pokok

suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Pasal

tersebut menjelaskan bahwa suatu barang keberadaannya

17
Ibid, hlm. 10
17

harus ada atau dapat ditentukan jenisnya baik itu barang

bergerak maupun barang tidak bergerak.

d) Sebab yang halal

Sebab yang halal memiliki makna bahwa isi perjanjian

tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan, ketertiban umum. Perjanjian batal demi hukum

apabila isi dari perjanjian tersebut mengandung sebab yang

tidak halal dan perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada

yang dalam hal ini para pihak dibawa kembali keadaan semula

seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah terjadi.

2) Asas-asas dalam perjanjian

Asas-asas hukum perjanjian yang penting dikaitkan dengan

terjadinya, isi, dan akibat dari perjanjian adapun asas dalam suatu

perjanjian yaitu :

a) Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak yang dimaksud adalah para

pihak bebas mengadakan perjanjian apa saja beserta isinya

selagi tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,

dan ketertiban umum.

b) Asas konsensualisme
18

Asas konsensualisme memiliki makna suatu perjanjian

telah lahir saat para pihak sepakat mengenai pokok-pokok

perjanjian. Bentuk dari konsensualisme yaitu pembuatan suatu

perjanjian dengan penandatangan pada akhir perjanjian

sebagai bukti sepakatnya kedua belah pihak terhadap isi

perjanjian tersebut.

c) Pacta sunt servanda

Asas ini berkaitan dengan kekuatan mengikatnya suatu

perjanjian. Pasal 1338 ayat 1 KUHPer menyebutkan bahwa

suatu perjanjian yang dibuat secara sah dan berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian

yang sah dimaksud adalah bahwa perjanjian tersebut telah

memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sehingga mengikat

dan berlaku sebagai undang-undang.

d) Asas itikad baik

Asas itikad baik merupakan dasar seseorang

melaksanakan suatu perjanjian yang mana dalam

melaksanakan suatu perjanjian harus didasari dengan niat

yang baik dalam hal ini perjanjian yang dibuat tersebut tidak

merugikan salah satu pihak dalam perikatan tersebut. 18

18
Ibid. hlm. 13
19

4. Pengertian Keterlambatan Pengiriman Barang

Keterlambatan pengiriman dalam kegiatan pengangkutan sering

terjadi karena hal-hal tertentu merugikan ekspeditur dikarenakan

konsumen akan menilai kinerja dari ekspeditur kurang profesional dan

tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan bersama yang

menyebabkan kepercayaan terhadap perusahaan tersebut berkurang.

Menurut Reeves dan Sons Limited yang dimaksud dengan

keterlambatan pengiriman barang adalah transactions where there is a

delay in receipt of the goods after being purchased by the buyer or in

other words that the goods that have been paid do not arrive on time 19

yang dalam bahasa Indonesia transaksi di mana terdapat keterlambatan

penerimaan barang setelah dibeli oleh pembeli atau dengan kata lain

bahwa barang yang telah dibayar tidak sampai ketujuan tepat waktu.

5. Pengertian Hilangnya Barang

Menurut CEO dari United States legal Frank D. Edens memberikan

penjelasan bahwa yang dimaksud dengan hilangnya suatu barang

adalah the of an property refers to the owner of the property which can

be caused due to an accident, carelessness and negligence. when the

owner of an property accidentally loses an property or in this case is lost

19
https://ecommerce-platforms.com/glossary/delayed-delivery-transaction(10/15/2019 11:21 PM)
20

without the owner's knowledge, he can be said to have lost the

property20 yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti bahwa hilangnya

properti mengacu pada pemilik properti yang dapat disebabkan karena

kecelakaan, kecerobohan dan kelalaian dan ketika pemilik properti

secara tidak sengaja kehilangan properti atau dalam kasus ini hilang

tanpa sepengetahuan pemilik, ia dapat dikatakan telah kehilangan

properti tersebut.

6. Pengertian Tanggung Jawab


Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang selanjutnya dapat

disebut sebagai KBBI menjelaskan bahwa tanggung jawab adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa

boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). 21

Menurut Moeliono menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan


tanggung jawab adalah keadaan wajib untuk menanggung segala
sesuatu, atau dalam hal ini tanggung jawab merupakan berkewajiban
menanggung, memikul tugas yang diberikan, menanggung segala
sesuatu, atau memberikan tugas dan menanggung akibatnya apabila
tidak melaksanakan tugas yang diberikan. 22
Tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting apabila

dalam suatu perjanjian terutama saat pengangkutan barang yang

dikirimkan kepada penerima tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan

dalam hal ini terjadi kerusakan maupun kehilangan. Kasus pelanggaran

20
https://definitions.uslegal.com/l/lost-property/(10/15/2019 10:51 PM)
21
Suharso, 2014, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux”, Widya Karya, Semarang, hlm. 319
22
Khabib Lutfi, 2012, “Masyarakat Indonesia dan Tanggung Jawab Moralitas”, Guepedia, Bogor,
hlm. 15
21

hak konsumen yang yang telah terjadi merupakan satu hal yang mana ,

diperlukannya sifat berhati-hati dan teliti dengan isi dari perjanjian

tersebut mengenai siapa maupun sebatas mana tanggung jawab tersebut

dilaksanakan terutama pihak yang menyelenggarakan jasa

pengangkutan tersebut.

Sumber hukum formal memberikan pembatasan terhadap tanggung

jawab yang wajib dilaksanakan oleh si pelanggar, salah satunya

tercantum KUHD tepatnya pada Pasal 91 dan 92 mengenai batasan dari

ekspeditur untuk bertanggung jawab. Pasal 91 menjelaskan bahwa

pengangkut harus mengganti kerugian atas kerusakan dari barang yang

menjadi tanggung jawabnya tetapi hal tersebut tidak berlaku apabila

barang tersebut memang sudah cacat sebelumnya ataupun dikarenakan

keadaan diluar kekuasaan mereka (bencana alam), sedangkan dalam

Pasal 92 KUHD menjelaskan mengenai pengangkut dapat tidak

melakukan tanggung jawabnya terhadap barang apabila dalam proses

pengangkutan tersebut dilaksanakan terdapat keadaan memaksa yang

menyebabkan barang tersebut tidak dapat sampai ketujuan tepat waktu.

7. Pengertian Konsumen
22

Undang-Undang no. 5 tahun 1999 mengenai Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang pada Pasal 1 angka

15 menjelaskan bahwa konsumen adalah:

“Setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa baik untuk

kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.”

Konsumen menurut Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap pengguna barang atau

jasa dimana barang atau jasa tersebut telah tersedia dimasyarakat yang

dan barang atau jasa tersebut dapat digunakan untuk kepentingan

sendiri, orang lain maupun keluarga dan tidak ada niat untuk

diperjualbelikan kembali. KBBI memberikan penjelasan bahwa yang

dimaksud dengan konsumen adalah pemakai barang hasil produksi,

pemakai jasa, kebalikan dari pelaku usaha. 23 Pengertian konsumen

yang telah dijelaskan diatas penulis menyimpulkan bahwa yang

konsumen adalah penggunaan/pemanfaatan barang yang digunakan

oleh seseorang maupun orang lain dimana barang tersebut digunakan

untuk diri sendiri maupun digunakan bersama untuk memenuhi

kebutuhan ataupun keinginan masing-masing individu, pengertian yang

dijelaskan tersebut kita dapat mengetahui bahwa konsumen dalam

23
Suharso, op cit, hlm. 262
23

menggunakan maupun mengkonsumsi barang yang tentu memiliki

hubungan erat dengan seorang produsen untuk melakukan kegiatan

ekonomi seperti jual beli.

Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

yang diterbitkan untuk pertama kali pada tanggal 20 April 1999.

Undang-undang tersebut berfungsi untuk memberikan kejelasan

terhadap kedudukan seorang konsumen mengenai apa yang menjadi

haknya dan mengarahkan tindakan pelaku bisnis dalam bertransaksi

dengan konsumen dalam hal tidak bertindak sewenang-wenang dan

memperhatikan hak-hak konsumen dalam pengelolaan bisnisnya

termasuk dalamnya dalam hal pemasaran produk, selain hal tersebut

dari adanya undang-undang ini dapat memicu bagi peningkatan kualitas

produk barang tersebut.

Undang-Undang no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen pada Pasal 4 menjelaskan bahwa yang menjadi hak-hak

konsumen yaitu:

a) Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan terhadap


barang yang dikonsumsi baik itu barang ataupun jasa.
b) Hak untuk mendapatkan barang yang dipilih dengan nilai tukar dan
kondisi yang sesuai dengan kesepakatan bersama.
c) Hak untuk mendapatkan informasi sebenarnya, dalam hal ini pelaku
usaha jujur terhadap kondisi maupun jaminan suatu barang atau
jasa.
d) Hak untuk didengar aspirasi dan keluhan terhadap barang dan atau
jasa yang sedang digunakan.
24

e) Hak untuk mendapatkan perlindungan atau rekomendasi


penyelesaian sengketa terhadap masalah yang dihadapi.
f) Hak mendapatkan pendidikan dan pembinaan sebagai konsumen.
g) Hak untuk diperlakukan secara adil atau tidak diskriminatif dalam
proses transaksi jual beli tersebut berlangsung.
h) Hak untuk mendapatkan pengganti kerugian atau kompensasi.
apabila barang yang dibeli tersebut tidak sesuai dengan yang telah
disepakati.
i) Dan hak-hak lainnya yang diatur selain undang-undang ini.
Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang no 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan:

a) Demi keselamatan dan keamanan, konsumen diwajibkan untuk


membaca prosedur pemanfaatan pemakaian barang dan petunjuk
informasi barang.
b) Dalam bertransaksi konsumen harus beritikad baik.
c) Pihak konsumen wajib membayar barang atau jasa dengan harga
yang telah disepakati bersama dengan pelaku usaha.
d) Apabila terdapat perselisihan antara konsumen dengan pelaku
usaha kedua belah pihak wajib melaksanakan penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut dan tidak
berdasarkan paksaan.

8. Doktrin Perlindungan Konsumen


The privity of contract doktrin ini menjelaskan bahwa konsumen dapat

menuntut atas kerugian karena barang yang diterima tidak sesuai dengan

yang diperjanjikan dan di sisi lain pelaku usaha hanya bertanggung jawab

sebatas dengan apa yang tertulis dalam kontrak atau dalam hal ini pelaku

usaha tidak dapat disalahkan terhadap hal diluar perjanjian tersebut. 24

Undang-undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1

ayat 1 menjelaskan perlindungan konsumen adalah segala bentuk upaya


24
Robert Merkin, 1999, “Privity Of Contract”, Rouletdge Taylor and Francis group, Southampton,
hlm 3
25

yang dapat dilaksanakan untuk menjamin pemberian perlindungan dan

kepastian hukum terhadap konsumen. Teori tersebut sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen Pasal 4 huruf h yang menjelaskan bahwa konsumen berhak

mendapatkan pengganti kerugian dan kompensasi, apabila barang yang

telah diterima tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam

perjanjian dan pada Pasal 7 huruf g terkait kewajiban pelaku usaha yaitu

memberikan pengganti kerugian apabila barang yang diterima konsumen

tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Pasal tersebut

memberikan kejelasan bahwa suatu perjanjian bersifat mengikat dan

berlaku sebagai undang-undang bagi pihak dan para pihak wajib

mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan apabila salah

satu pihak melakukan hal diluar perjanjian yang menyebabkan kerugian

bagi pihak lain maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi

terhadap pihak tersebut. sifat mengikat suatu perjanjian diatur dalam Pasal

1340 KUHPER yang menyebutkan bahwa persetujuan hanya mengikat

bagi pihak yang telah membuatnya.

9. Teori Penyelesaian Sengketa


Teori Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin mengemukakan teori

penyelesaian sengketa dalam hal ini yang difokuskan adalah lima strategi

penyelesaian sengketa, adapun kelima strategi penyelesaian sengketa


26

tersebut adalah contending (bertanding), yielding (mengalah), problem

solving (pemecahan masalah), withdrawing (menarik diri), dan inaction

(diam).25

25
Khoirul Anwar, 2018, “Peran Pengadilan dalam Arbitrase Syariah”, Kencana, Jakarta, hlm. 25
27

F. Kerangka Pemikiran

RUMUSAN TINJAUAN METODOLOGI


LATAR BELAKANG
MASALAH PUSTAKA PENELITIAN

Selama 1. Bagaimana tanggung 1. Penyelesaian 1. Jenis Penelitian


menyelenggarakan jawab PT. Pacific Sengketa Hukum Empiris
kegiatan pengangkutan Express Cargo apabila 2. Pengertian
PT Pacific Express Cargo terjadi keterlambatan Ekspeditur 2. Jenis Data. Data
tidak selalu berjalan ataupun hilangnya 3. Pengertian Primer dan Data
mulus adapun beberapa barang pada Perjanjian Sekunder. Data
masalah yang pernah konsumen ? 4. Pengertian Sekunder terdiri dari
terjadi yakni pada maret Keterlambatan Bahan Hukum Primer,
2017 dijelaskan bahwa 2. Bagaimana Pengiriman Bahan Hukum
terdapat beberapa penyelesaian sengketa Barang Sekunder, dan Bahan
permasalahan seperti PT. Pacific Express 5. Pengertian Hukum Tersier
keterlambatan maupun Cargo terhadap Hilangnya Barang
keterlambatan ataupun 6. Pengertian 3. Teknik
kehilangan barang
hilangnya barang pada Tanggung Jawab Pengumpulan Data
Selama kegiatan
konsumen ? 7. Pengertian melalui observasi,
pengangkutan
Konsumen wawancara, dan
dilaksanakan dari situ
8. Doktrin dokumentasi
perlu diketahui
tanggungjawab seorang Perlindungan 4. Teknik Analisis
ekspeditur terhadap Konsumen Data Deskriptif dan
keterlambatan atau 9. Teori Kualitatif
kehilangan barang pada Penyelesaian
konsumen Sengketa

TUJUAN

PEMBAHASAN

PENUTUP
28

G. Definisi Operasional

1. Tanggung Jawab adalah kewajiban pihak PT Pacific Express Cargo

untuk berbuat sesuatu baik itu seperti tugas yang diberikan oleh

orang lain dan menanggung konsekuensi apabila kewajiban tersebut

tidak dilaksanakan.

2. Ekspeditur adalah perusahaan yang diberi kuasa oleh pengirim

dalam hal ini pihak PT Pacific Express Cargo untuk melakukan

pengurusan barang guna dikirimkan kepada penerima barang dimana

barang tersebut menjadi tanggung jawab secara penuh oleh

ekspeditur tersebut.

3. Barang adalah benda yang berwujud yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia, dan juga dapat digunakan

untuk menciptakan barang yang lain yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam hal ini merupakan objek jasa

pengangkutan yang dilaksanakan oleh PT Pacific Express Cargo.

4. Konsumen adalah setiap orang yang menggunakan jasa PT Pacific

Express Cargo dalam hal untuk melakukan pengiriman barang.


29
H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini penelitian

secara empiris, dimana penelitian secara empiris atau dalam istilah lain

dapat disebut sebagai penelitian hukum sosiologis atau disebut pula

dengan penelitian dilapangan. Penelitian secara empiris dalam hal

pencarian data lebih menekankan pada data yang didapat melalui

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian yang dimaksud

adalah mengkaji dan menelaah pendekatan secara empiris mengenai

penyelesaian sengketa ekspeditur terhadap keterlambatan dan/atau

hilangnya barang pada konsumen

2. Jenis Data

1) Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber utama di

lapangan, baik dari responden maupun informan, dimana data

tersebut berasal dari observasi atau pengamatan secara langsung

ke tempat kejadian dan melalui wawancara.

2) Data sekunder

a) Bahan Hukum Primer, diperoleh dari Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


31

(KUHPer), Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

b) Bahan Hukum Sekunder, diperoleh dari literatur, buku, dan data

yang relevan dengan penelitian yang diangkat.

c) Bahan Hukum Tersier, diperoleh dari internet sebagai

tambahan bagi penulis untuk memuat informasi yang berkaitan

dengan penulisan ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a) Teknik Observasi, dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada

lokasi penelitian terkait dengan permasalahan yang diteliti.

b) Teknik Wawancara, dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan

secara langsung oleh pewawancara kepada responden dan informan,

pertanyaan tersebut dirancang secara sistematis guna mendapatkan

jawaban-jawaban yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

c) Dokumentasi, dilakukan dengan melihat dan menganalisis dokumen-

dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang

objek penelitian yang dibahas.26

4. Teknik Analisis Data

26
Albi Anggito dan Johan Setiawan, 2018, ”Metodologi Penelitian Kualitatif ”, Jejak Publisher,
Sukabumi, hlm. 153
32

Data yang telah terkumpul baik itu data primer maupun data sekunder

maka data tersebut diolah secara kualitatif, Setelah melalui proses

pengolahan data, kemudian data tersebut dianalisis dan disajikan secara

deskriptif analisis. Arti dari deskriptif adalah pemaparan hal-hal penelitian

secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang berhubungan

dengan permasalahan penelitian, sedangkan analisis adalah fakta yang

berhubungan dengan penelitian dianalisis secara cermat sehingga

kemudian didapatkan kesimpulan penelitian.27

5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Pacific Express Cargo yang beralamat

di Jalan Hang Tuah No. 1 – 3 X, Sanur Kaja, Denpasar Selatan, Renon,

Kecamatan Denpasar Selatan., Kota Denpasar Provinsi Bali. Alasan

penulis memilih lokasi tersebut karena PT. Pacific Express Cargo

merupakan salah satu perusahaan pengangkutan terbesar di kota

Denpasar.

6. Jadwal Penelitian

27
Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Palu, hlm. 107
33

Judul Skripsi : “Penyelesaian Sengketa Ekspeditur terhadap


Keterlambatan dan/atau Hilangnya Barang pada Konsumen (Studi Kasus PT.
Pacific Express Cargo.)

Nama : Michael Angelo


No. Pokok Mahasiswa : 3.16.1.1485

No. SK Bimbingan : 293/I-5/FHIS-UND/IX/2019

Dosen Pembimbing : Dr. A.A.A. Ngr. Sri Rahayu G, S.H., M.M., M.H

BULAN
Juli Agustus Septembe Oktober November Desemb
N
Kegiatan r er
o
I I II I I I II I I I II I I I II I I I II I I II III
I I V I I V I I V I I V I I V
1 Persiapan/
Penyusunan
Proposal
2 Penelitian
3 Pengajuan Judul
4 Bimbingan UPP
5 Ujian UPP
6 Bimbingan Skripsi
7 Ujian Skripsi
8 Perbaikan/
Bimbingan
9 Pengesahan
34

I. Sistematika Penulisan/Outline

Usaha Penulis dalam memberikan gambaran secara umum untuk

mempermudah dalam mengkaji dan menelaah permasalahan yang akan diteliti

maka disusun sistematika penulisan pada masing-masing bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

2.Rumusan Masalah

3.Tujuan Penelitian

4.Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.Penyelesaian Sengketa

2.Pengertian Ekspeditur

3.Pengertian Perjanjian

4.Pengertian Keterlambatan Pengiriman Barang

5.Pengertian Hilangnya Barang

6.Pengertian Tanggung Jawab

7.Pengertian Konsumen

8.Doktrin Perlindungan Konsumen

9.Teori Penyelesaian Sengketa

10. Kerangka Pemikiran


35

11. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN

1.Jenis Penelitian

2.Jenis Data Teknik Pengumpulan Data

3.Teknik Analisis Data

4.Lokasi Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN

Penyelesaian Sengketa Ekspeditur Terhadap Keterlambatan dan/atau

Kehilangan Barang Pada Konsumen

4.1 Tanggung jawab PT. Pacific Express Cargo apabila terjadi keterlambatan

ataupun hilangnya barang pada konsumen

4.2 Penyelesaian sengketa ekspeditur terhadap keterlambatan ataupun

kehilangan barang pada konsumen

BAB V PENUTUP

1.Kesimpulan

2.Saran
36

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Adi Nugroho Susanti, 2017, “Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan
Penerapan Hukumnya”, Kencana, Jakarta

Anggito Albi dan Setiawan Johan,2018,”Metodologi Penelitian Kualitatif”,Jejak


Publisher, Sukabumi,

Anwar Khoirul, 2018, “Peran Pengadilan dalam Arbitrase Syariah”,


Kencana,Jakarta
Ali Zainudin , 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Palu
Asikin Zainal, 2014, “Hukum Dagang, Rajagrafindo Persada”, Rajawali Pers,
Jakarta
Hariyani Iswi, 2018, “Penyelesaian Sengketa Bisnis”, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

Ichsan Achmad, 1972, “Hukum Dagang”, Pradnya Paramita, Jakarta

Kasiyanto Agus, 2018, “Teori dan Praktik Sistem Peradilan Tipikor Terpadu
Indonesia”, Kencana, Jakarta

Khairandy Ridwan, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, dan Djohari


Santoso,1999,“Pengantar Hukum Dagang Indonesia”, Jilid 1, Gama
Media,Yogyakarta

Kristiyanti Celina Tri Siwi, 2008, “Hukum Perlindungan Konsumen”,


SinarGrafika, Jakarta

Lutfi Khabib, 2012, “Masyarakat Indonesia dan Tanggung Jawab Moralitas,


Guepedia, Bogor

Mahendra A. C, 2010 “Strategi Negosiasi Ampuh & Meyakinkan Mitra


Bisnis”,Kompas Media, Jakarta

Muslim Shobib, Khotbatul Laila, 2018 “Hukum Bisnis Edisi Revisi”, Polinema
Press, Malang
37

Nur Rahmawati Intan & Lubis Rukiyah, 2014, “Win-Win Solution Sengketa
Konsumen”,Medpress Digital, Yogyakarta

Pamungkasih Rini, 2009, “101 Draft Perjanjian (Kontrak)”, Gradien


Mediatama, Jakarta

Purwosutjipto H.M.N, 2000, “Pengertian Pokok Hukum Dagang”, Djambatan,


Jakarta

Suharso, 2014, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux”, Widya Karya,
Semarang

Susanto Happy, 2008, “Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan”, Transmedia


Pustaka, Jakarta

Yahman, 2014, “Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan”,


Kencana, Jakarta

UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli


dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang pengangkutan


diperairan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan


Pengusahaan Angkutan Laut

Peraturan Mahkamah Agung no 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan
38

INTERNET
https://ecommerce-platforms.com/glossary/delayed-delivery-transaction
https://definitions.uslegal.com/l/lost-property/
https://bali.bps.go.id/pressrelease/2019/02/01/717229/perkembangan-
transportasi-udara-dan-laut-provinsi-bali-desember-2018.html
http://www.negarahukum.com/hukum/alternatif-penyelesaian-sengketa.html
https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab
39

Anda mungkin juga menyukai