Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi yang digunakan oleh suatu negara

untuk memilih baik wakil rakyat seperti lembaga legislatif baik itu, DPR, DPD, dan

DPRD maupun pemilihan lembaga eksekutif yang kita ketahui sebagai presiden beserta

wakilnya. Pelaksanaan pemilu sendiri merupakan salah satu upaya dilaksanakannya

kedaulatan rakyat. Di Indonesia sendiri pemilu telah dilaksanakan sejak lama yakni pada

tahun 29 September 1955 dimana pemilu dilaksanakan untuk melakukan pemilihan

DPR yang diikuti oleh 29 partai politik dan individu. Partisipasi masyarakat Indonesia

khususnya masyarakat Bali yakin bahwa pemilihan umum merupakan sarana yang

penting guna menentukan kepala daerah bukti efektifnya pemilu tersebut dapat dilihat

pada daftar partisipasi masyarakat bali dalam pemilihan umum yang dapat dilihat pada

tabel berikut

Data Pemilih Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali

Pengguna Hak Pilih 190.583 325.867 340.559 336.298 133.208 164.013 304.984 439.787 381.511 2.616.810

Data Pemilih DPT 235.284 366.150 384.609 370.030 160.080 187.371 380.195 582.437 464.132 3130288

Data 237.722 369.652 395.259 375.782 161.792 189.310 388.539 595.032 484.235 3197323

Pemilih(DPT+DPK)

Partisipasi

Pengguna Hak Pilih 80,17% 88,16% 86,16% 89,49% 82,33% 86,64% 78,50% 73,91% 78,79% 81,94%

Peringkat Partisipasi 6 2 4 1 5 3 8 9 7

2.1 Tabel jumlah partisipasi pemilu Bali 2019 berdasarkan DC1-PPWP


Tabel tersebut telah membuktikan bahwa masyarakat Bali sangat besar menaruh

harapannya dan percaya terhadap pemilu dalam hal menentukan kepala negara maupun

kepala daerah dalam proses pemilu. Tetapi bagaimanakah apabila ada paslon yang tidak

menerima terhadap putusan pemilu ? Terdapat suatu pemahaman umum bahwa proses

dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu yang efektif (effective electoral dispute

resolution mechanisms and processes) merupakan suatu sine qua non bagi pemilu yang

jujur dan adil. Kerangka hukum harus mengatur mekanisme dan penyelesaian hukum

yang efektif untuk penegakan hak pilih karena hak memberikan suara merupakan hak

asasi manusia. Karena itu, penyelesaian hukum terhadap pelanggaran hak memberikan

suara juga merupakan hak asasi manusia. 1

Kerangka hukum pemilu harus menetapkan ketentuan-ketentuan terperinci dan

memadai untuk melindungi hak pilih. Kerangka hukum harus menetapkan bahwa setiap

pemilih, kandidat, dan partai politik berhak mengadu kepada lembaga penyelenggara

pemilu atau pengadilan yang berwenang apabila terdapat dugaan pelanggaran atas hak

pilih. Undang-Undang Pemilu mengharuskan lembaga penyelenggara pemilu atau

pengadilan yang berwenang untuk segera memberikan keputusan guna mencegah

hilangnya hak pilih pihak korban. Apalagi terhadap isu yang masih hangat saat ini

mengenai gugatan putusan mahkamah konstitusi terhadap sengketa pemilihan umum

presiden dan wakil presiden yang baru saja diumumkan oleh hakim mahkamah

1
https://media.neliti.com/media/publications/110296-ID-komparasi-mekanisme-penyelesaian-
sengket.pdf(8/1/2019 8:21 WITA)
konstitusi Anwar Usman bahwa gugatan capres nomor urut dua tersebut ditolak. Bukan

hanya itu saja ternyata pihak capres gerindra sendiri tidak menerima putusan MK

tersebut dan berencana untuk menggugat ke mahkamah internasional. Sehingga hal

tersebut apakah bisa terjadi ? karena kita ketahui sendiri putusan MK adalah bersifat

final dan mengikat diseluruh masyarakat Indonesia. sebelum membahas hal tersebut

perlu kita ketahui terlebih dahulu penyebab dari suatu perselisihan.

Perselisihan yang terjadi dalam pemilu sendiri terdapat 3 pokok isu fundamental

dalam menyelesaikan pemilu tersebut yaitu:

a) Validitas hasil, dan dengan demikian hak untuk menguji atau menggugat hasil

pemilu

b) Tindakan administratif dari para penyeneggara pemilu untuk memperbaiki atau

menyelesaikan suatu masalah, yang dipersoalkan oleh para pencari keadilan

yang hak-hak pemilu dilanggar

c) Tuntutan pidana bagi mereka yang melakukan tindak pidana pada proses

pemilu.

Pemilihan Umum juga berfungsi sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil guna

menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 khususnya tercantum pada pasal 2 ayat 1 yang

menjelaskan :

“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang

Undang Dasar“
Arti dari pasal tersebut adalah dalam melaksanakan kedaulatan rakyat menjadi

faktor utama dalam melaksanakan pemerintahan disuatu negara dalam hal

pemilihan lembaga legislatif dan eksekutif yang dilaksanakan secara demokratis

demokrasi sendiri berasal dari kata yunani yaitu demos dan kratos, demos artinya

rakyat dan kratos artinya kekuasaan. Sehingga dari arti tersebut maka demokrasi

memiliki pengertian pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat,2

Pelaksanaan pemilu sendiri diharapkan untuk mendapatkan wakil rakyat

maupun kepala negara yang terbaik dan dapat berkontribusi secara maksimal dalam

suatu negara. Proses pemilihan wakil rakyat dalam pemilu memberikan arti penting

disuatu negara dalam menciptakan situasi demokrasi. Dimana tujuan dari pemilihan

umum sendiri untuk menyeleksi wakil rakyat baik itu calon legislatif maupun

eksekutif untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, serta yang terpenting

mendapatkan kepercayaan dan apresiasi dari masyarakat guna melaksanakan

amanat UUD 1945.

Penyelesaian sengketa mengenai pemilu di Indonesia sendiri pihak yang

berwenang menyelesaikannya adalah Mahkamah Konstitusi yang tercantum dalam

undang-undang no 24 tahun 2003 yang berbunyi:

a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945

2
M. Masan dan Rahmat, 2006,” Pendidikan Kewarganegaraan”, Grasindo, Jakarta, hlm. 31
b) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

c) memutus pembubaran partai politik

d) Memutus Perselisihan Hasil pemilihan umum. Sehingga dari penjelasan

tersebut kita ketahui bahwa pada poin d telah menjelaskan bahwa MK selain

sebagai penguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa

kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, juga MK

sendiri berwenang dalam memutus perselisihan hasil pemilu yang dalam hal

ini diduga terdapat kecurangan dalam pemilu tersebut baik sebelum, saat,

dan setelah pemilu tersebut dilaksanakan.

Di negara yang menganut demokrasi perwakilan seperti Indonesia, dalam hal

pengambilan keputusan atau kebijakan pemilu dianggap sangat penting. Dalam

demokrasi perwakilan sendiri rakyat dalam hal pengambilan keputusan dan rakyat

tidak secara langsung ikut serta menentukan jalannya suatu pemerintahan.3 Kondisi

tersebut yang menimbulkan pemilihan umum dipakai dalam menentukan siapa

yang benar-benar pantas menjadi wakil rakyat selaku pembuat kebijakan maupun

menjalankan pemerintahan di suatu negara secara berkala.

Pemilu Di Indonesia sendiri sejak kemerdekaan tahun 1945 hingga pada

saat ini telah dilaksanakan sebanyak 10 kali yang diawali pada tahun 1955 yang

dimana pemilu pada saat itu diatur pada substansi hukum yaitu pada undang-undang

3
Moh. Mahfud MD, “Penataan Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia Pasca Reformasi”, Kencana,
Jakarta, hlm. 178
No. 7 tahun 1953, dan pada tahun 1971 aturan yang dipakai adalah undang-undang

No. 15 tahun 1969, sedangkan pada pemilu tahun 1977 sampai dengan tahun 1992

dan tahun 1997 menggunakan Undang- Undang Nomor 3 tahun 1975 dengan

perubahan besar dalam pengaturan jumlah dalam suatu partai politik menjadi dua

partai politik yaitu partai persatuan pembangunan, partai yang disingkat menjadi

PPP, partai demokrasi (PDI) serta partai golongan karya (Golkar)4 dan dalam

pemilu tahun 1999 sebagai awal mula pergerakan reformasi.

Pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 1999 terdapat perubahan system

pemilu menggunakan system multi partai dimana beberapa partai yang

mencalonkan diri dalam pemilu tersebut dapat bersaing untuk mendapatkan kursi

jabatan lembaga legislatif, hal tersebut diatur dalam undang-undang pemilu yang

tercantum pada UU no. 2 Tahun 1999. Selanjutnya pada pemilihan umum pada

tahun 2004 peraturan yang dipakai adalah UU nomor 12 tahun 2003. Tahun 2009

menggunakan UU nomor 10 tahun 2008 dimana system yang paling mencolok pada

substansi hukum tersebut adalah partai politik peserta pemilu adalah sebanya 24

partai nasional. Dan pada tahun 2014 substansi hukum yang digunakan dalam hal

pemilu adalah UU no. 8 tahun 2012 jumlah peserta partai pemilu adalah sebanyak

12 partai Nasional.5 Dari sejarah tersebut kita ketahui bahwa substansi hukum

khususnya yang mengatur pemilu telah beberapa kali diubah. Dalam hal terjadinya

sengketa pemilihan umum Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah institusi

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1992(6/4/2019 8:32 PM)
5
https://www.kompasiana.com/intankuntansih/5511105c813311373abc7626/sistem-pemilihan-
umum-dan-sistem-kepartaian-di-indonesia-dengan-masyarakat-yang-heterogen(6/4/2019 8:43 PM)
kekuasaan kehakiman Indonesia dan terkait dengan perselisihan hasil pemilihan

umum tersebut diatur dalam pasal 24C ayat 1 yang mengemukakan bahwa:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

tingkat terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-

undang terhadap undang-undang dasar, memutuskan sengketa

kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-

undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus

perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

Penjelasan UUD 1945 tersebut menjelaskan kepada kita bahwa hanya

mahkamah konstitusilah yang berwenang menyelesaikan perselisihan terkait

adanya perselisihan hasil pemilihan umum, tetapi yang menjadi permasalahan

adalah dalam UUD 1945 tersebut belum dijelaskan akibat hukum dari putusan

mahkamah konstitusi tersebut. Sehingga dari latar belakang tersebut penulis

berminat untuk meneliti “Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Hal Perselisihan Hasil Pemilu”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah eksistensi Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap sengketa

PHPU dalam hal gugatan yang diajukan terhadap mahkamah internasional

1.3 Ruang Lingkup PK


Dalam laporan ini penulis ingin membahas mengenai akibat hukum dari

putusan mahkamah konstitusi dalam hal penyelesaian perselisihan hasil pemilihan

umum.

1.4 Tujuan PKL

1. Memiliki wawasan yang luas mengenai mekanisme pemilihan umum di

Indonesia

2. Mendapatkan pengalaman kerja dalam hal pemilihan umum

3. Mendapatkan jaringan dilingkungan kerja maupun di kampus yang

bersangkutan

4. Mengetahui penyelesaian yang dapat dilaksanakan apabila terjadi

diterimanya hasil penghitungan suara oleh KPU

BAB II
GAMBARAN UMUM

1. Gambaran Umum Lokasi PKL

1.1 Sejarah KPU Kota Denpasar

Secara institusional, KPU yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang

dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1998. KPU pertama (1999-

2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang

anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh

Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10

Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan

LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11

April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007

yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi,

peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang

urung dilantik Presiden karena masalah hukum

Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU harus

diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi

pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil

tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih

berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota KPU,

integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi motor
penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena

didukung oleh personal yang jujur dan adil.

Tepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004,

muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas

pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai

penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan. Untuk itu atas

usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama pemerintah mensyahkan Undang-

undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya

keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang

Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu

DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur

mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi

Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional

mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai

penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang

menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan

tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan

Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.


Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang

sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian

disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.

Di undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu

diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga

penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga

pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai

dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh

tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan Presiden

kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga

mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN

serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat ad

hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua

tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam rangka mengawal terwujudnya

Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan

kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik


Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan

dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU,

KPU Provinsi, dan Bawaslu.

Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD

dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan diundangkannya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, jumlah

anggota KPU berkurang menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU dari

11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas,

fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan

tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu

Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara

Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan keterwakilan

perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU

5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji. Penyelenggara Pemilu

berpedoman kepada asas : mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib

penyelenggara Pemilu; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas;

profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan efektivitas.

Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden membentuk Panitia

Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang

yang membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai

dengan bunyi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggara Pemilu, Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007

telah menerima 545 orang pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU.

Dari 545 orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes

tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon

anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli

2007.6

1.2 Struktur organisasi

6
https://bali.kpu.go.id/page/49/Sejarah-KPU(7/30/2019 9:32 WITA)
1.3 Visi dan misi KPU Kota Denpasar

A. Visi

 Terwujudnya komisi pemilihan umum sebagai penyelenggara pemilihan

umum yang memiliki, integritas, mandiri, professional, transparan dan

akuntabel, demi terciptanya demokrasi di Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia

B. Misi

 Membangun lembaga penyelenggara pemilihan umum yang memiliki

kompetensi, kredibilitas, dan kapabilitas dalam menjalankan pemilihan

umum.

 Menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan

rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah,

presiden dan wakil presiden beserta kepala daerah dan wakil kepala

daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel,

edukatif, dan beradab.

 Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih,

efisien dan efektif.

 Melayani dan memperlakukan setiap peserta pemilihan umum secara

adil dan setara, serta menegakkan peraturan pemilihan umum secara

konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


 Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktiv dalam

pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang

demokratis.

1.4 Mekanisme kerja PKL

A. Pra PKL

 Mahasiswa memilih instansi tempat PKL yang sesuai dengan jurusan

perkuliahan

 Mahasiswa yang telah mendapatkan tempat untuk dilaksanakannya

PKL dapat mengajukan tempat ke LP2M beserta nama kelompok yang

berjumlah maksimal 15 orang.

 Bagi mahasiswa yang belum mendapatkan instansi untuk melaksanakan

PKL dari pihak LP2M akan menyediakan lokasi untuk melaksanakan

PKL tersebut yang sebelumnya telah terdapat kerjasama antara pihak

kampus dengan instansi tersebut

 PKL hanya bisa dilaksanakan bagi mahasiswa yang telah memenuhi

persyaratan administrasi baik itu jumlah SKS yang harus dipenuhi, SKP,

maupun sertifikat tertentu.

 Apabila mahasiswa tidak mendaftarkan diri untuk melaksanakan PKL

pada waktu yang telah ditentukan maka mahasiswa tersebut dianggap

gugur.

B. Proses PKL

 Lama waktu PKL dilaksanakan adalah 2 bulan dimulai dari tanggal 27

Mei 2019 sampai dengan 31 Juli 2019


 Selama proses PKL berlangsung setiap kelompok mahasiswa yang

melaksanakan kegiatan tersebut diawasi oleh pembimbing PKL.

 Jam kerja PKL disesuaikan dengan jam kerja tempat instansi

bersangkutan

C. Pasca PKL

 Apabila PKL telah selesai maka mahasiswa diwajibkan untuk membuat

laporan mengenai praktek kerja lapangan yang telah dilaksanakan

tersebut sesuai bidang pendidikan mahasiswa dengan dibimbing oleh

pembimbing PKL

 Batas waktu pengumpulan laporan PKL adalah h+7 setelah PKL selesai

 Pembimbing berwenang untuk tidak meluluskan mahasiswa apabila

bertindak sewenang-wenang atau membangkang selama kegiatan

magang berlangsung.

2. Pelaksanaan PKL

Pelaksanaan praktek kerja lapangan yang dilaksanakan selama 2 bulan

terhitung dari 27 mei 2019 sampai dengan 31 juli 2019 yang bertempat di

lembaga pemerintahan KPU yang selanjutnya disebut sebagai komisi pemilihan

umum. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai kegiatan PKL yang dilaksanakan

di KPU Kota Denpasar yang beralamat di Jalan Raya Puputan Renon, Panjer,

Kecamatan Denpasar Selatan, Bali.


Hari kerja untuk KPU Kota Denpasar dimulai dari hari Senin hingga Jumat,

dan jam kerjanya adalah dari 08:00 WITA sampai dengan 16:00 WITA untuk

hari Senin, 07:30 WITA sampai dengan 16:00 WITA untuk hari Selasa sampai

Kamis, 08:00 WITA sampai dengan 16:30 WITA untuk hari Jumat. Sehubungan

setelah dilaksanakannya kegiatan Pemilu serentak baik itu pemilihan presiden

dan wakil presiden DPR, DPD, dan DPRD adapun kegiatan yang dilakukan

selama PKL berlangsung adalah penyelesaian sengketa perselisihan hasil

pemilihan umum.
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi dalam hal Perselisihan Hasil

Pemilu

Sebelum membahas mengenai akibat hukum dari putusan mahkamah

konstitusi dalam hal terjadinya sengketa pemilihan umum hendaknya kita ketahui

terlebih dahulu bahwa perselisihan pemilihan umum adalah sengketa pemilu

ditingkat nasional yang dipandang penetapan KPU mempengaruhi:

a) Terpilihnya anggota DPD.

b) Penetapan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan

presiden dan wakil presiden serta terpilihnya pasangan presiden beserta

wakilnya.

c) Perolehan kursi partai politik peserta pemilu disuatu daerah pemilihan.

Munculnya sengketa ini adalah karena adanya perbedaan pendapat tentang

hasil perhitungan suara yang oleh pemohon dipandang tidak benar dan hanya

dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali 24 jam) sejak

Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara

nasional. Pemohon dalam sengketa ini adalah:

a) Perorangan warga negara Indonesia calon anggota DPD peserta pemilu


b) Pasangan calon Presiden Wakil Presiden peserta pemilu Presiden Wakil

Presiden

c) Partai politik peserta pemilu.

d) Pendapat DPR mengenai Pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil

Presiden. Dalam hal perselisihan hasil pemilihan umum keberatan dapat

diajukan paling lambat 2x24 jam sejak KPU mengumumkan hasil pemilu.

Sedangkan yang menjadi termohon dalam hal terjadinya sengketa pemilu

adalah pihak KPU yang selanjutnya disebut sebagai komisi pemilihan

umum.

Selanjutnya seperti disinggung di atas, ketika membicarakan gugatan atau

permohonan pemilu di pengadilan, penting membahas latar belakang gugatan atau

permohonan tersebut. Setiap gugatan harus berdasarkan suatu argumen. Phil

Green dan Louise Olivier mengusulkan beberapa aspek pemilu yang dapat

dipertanyakan atau menjadi dasar gugatan, termasuk di antaranya: ketidakakuratan

daftar pemilih, intimidasi terhadap pemilih, kecurangan atau dihalangi dari

pemungutan suara, soal netralitas dan partisan-tidaknya pelaksana atau petugas

pemilu, wajar-tidaknya tindakan kandidat atau partai politik, pemenuhan

persyaratan kandidat untuk dipilih, penipuan suara, atau kesalahan atau

ketidakberesan dalam proses perhitungan suara.7

Di Indonesia sendiri yang menjadi materi permohonan terhadap perselisihan

hasil pemilu yang tentu telah di publish secara nasional di negara Indonesia yaitu :

7
Phil Green and Louise Olivier, “Challenging Results (Mechanisms for Challenging Results)”,
August 10, 2007. http://aceproject.org/ace-en/topics/vc.(6/12/2019 8:05 PM)
a) Terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% (dua koma lima

perseratus) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengenai Pemilu Anggota DPR, DPD, dan

DPRD.

b) Perolehan kursi partai politik peserta pemilu dan kursi calon anggota DPR,

DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari partai politik di suatu

daerah pemilihan.

c) Terpilihnya calon anggota DPD. (Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi

No. 14/2008).

Sedangkan materi permohonan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

adalah:

a) Penentuan Pasangan Calon yang masuk pada putaran kedua Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden

b) Terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Berkaitan dengan obyek perselisihan, yang dapat digugat adalah Keputusan

KPU tentang penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilu tingkat

nasional. Keputusan KPU tersebut juga tidak sembarang dapat digugat.

Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilu yang dilakukan

secara nasional oleh KPU yang memengaruhi terpilihnya calon anggota Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) atau perolehan kursi partai politik peserta pemilu di

suatu daerah pemilihan.8 Berdasarkan obyek tersebut perlu diketahui bahwa berkas

8
Ramlan Subakti dkk, 2011, “Penanganan Sengketa Pemilu”, Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan, Jakarta, hlm. 8
permohonan keberatan majelis hakim mahkamah konstitusi harus memeriksa

apakah penghitungan telah benar yang diajukan oleh pemohon sehingga

menyebabkan tidak diperolehnya kursi partai politik dalam pemilu.

Tentu sebelum melakukan permohonan gugatan ke MK diperlukan dasar

fundamental pengajuan gugatan tersebut yaitu :

a) Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil

penghitungan yang benar menurut pemohon.permintaan

b) Untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU

dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.

Untuk membuktikan apakah permohonan tadi benar diperlukan pembuktian.

Alat bukti dalam perkara perselisihan hasil pemilu juga merupakan hal yang sangat

penting. Alat bukti dalam perselisihan hasil pemilu terdiri atas:

a) Keterangan para pihak

b) Surat atau tulisan

c) Keterangan saksi

d) Petunjuk dan

e) Alat bukti lain berupa informasi dan komunikasi elektronik

f) Khusus tentang alat bukti surat, alat bukti surat atau tulisan dalam

perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD terdiri atas:

g) Berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan suara partai

politik peserta pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD di TPS.
h) Berita acara dan salinan sertifikat hasil penghitungan suara partai politik

peserta pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dari PPS.

i) Berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah suara partai politik peserta

pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dari PPK.

Selain beberapa alat bukti tersebut adapun saksi yang dipakai untuk

memperkuat gugatan tersebut adalah:

a) Saksi resmi peserta pemilu

b) Saksi pemantau pemilu bersertifikat

c) Saksi lain seperti Bawaslu dan Panwaslu dan kepolisian. Bawaslu

merupakan singkatan dari badan pengawasan pemilihan umum yang diberi

tugas oleh undang-undang untuk mengawasi jalannya pemilu diseluruh

penjuru negara kesatuan republik Indonesia.

Terkait keputusan perselisihan pemilihan umum, putusan tidak hanya tidak

dapat diterima maupun dikabulkannya gugatan terhadap sengketa perselisihan

pemilu dalam artian membatalkan keputusan komisi pemilihan umum daerah dan

menetapkan perhitungan yang benar melainkan gugatan tersebut dapat ditolak

apabila permohonan tersebut tidak beralasan. Dari penjelasan tersebut dalam halnya

terjadi sengketa dalam penghitungan suara pemilu perlu didasari bukti-bukti yang

kuat bahwa benar adanya telah adanya kecurangan baik itu sebelum pemilu

dilaksanakan, saat proses pemilu maupun setelah pemilu dilaksanakan yang tetap

berpegang pada substansi hukum yang ada.


Sesuai ketentuan yang ada MK berwenang untuk menerima maupun menolak

suatu gugatan. Apabila dalam persidangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, mar putusan menyatakan

permohonan ditolak. Demikian pula sebaliknya, dalam hal Majelis Hakim

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan terbukti beralasan, amar

putusan menyatakan permohonan dikabulkan dan selanjutnya Mahkamah

Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan

oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar. Sebagaimana telah

disinggung di atas, dalam perkembangannya melalui beberapa putusan, MK juga

mengenal putusan selain ketiga itu. Poin inti penyebab sengketa pemilu biasanya

dipengaruhi hasil pemilu bukan hanya kesalahan penghitungan, tetapi juga

kesalahan atau pelanggaran dalam proses sehingga hal itu juga berpengaruh pada

bentuk putusan lainnya.

Adapun kita ketahui bahwa akibat hukum dari putusan mahkamah konstitusi

telah dijelaskan dalam jurnal mahkamah konstitusi berjudul telaah makna hukum

putusan mahkamah konstitusi yang final dan mengikat yang menyebutkan bahwa

akibat hukum yang terjadi terhadap putusan mahkamah konstitusi adalah:

1. Mendorong terjadinya proses politik

Putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat dapat mendorong

terjadinya proses politik menyangkut:

a. Amendemen atau merubah undang-undang atau membuat undang-

undang baru, akibat hukum dari putusan MK yang telah memutuskan

tentang sebuah undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD.


b. Proses politik akan terjadi akibat dari putusan MK tentang hasil

pemilihan umum.

c. Putusan MK yang menyatakan adanya pelanggaran hukum berupa

penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana

berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana

dimaksud dalam UUD 1945 akibat dari adanya putusan MK.

2. Mengakhiri sebuah sengketa hukum

Ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU MK butir b, c, dan d menentukan bahwa MK

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai

politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.9

Putusan yang diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi bersifat final sendiri

tercantum dalam pasal 10 ayat 1 UU No. 24 tahun 2003 sebagaimana telah diubah

dengan undang-undang no 8 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang no

24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang menjelaskan bahwa

“MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan tingkat terakhir yang

putusannya bersifat final”10

9
http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-122078.pdf(7/29/2019 8:50 WITA)
10
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt526f5f2e256c2/sifat-dan-keberlakuan-
putusan-mahkamah-konstitusi/(7/29/2019 8:29 WITA)
Pasal tersebut telah memberikan kejelasan kepada kita bahwa putusan

mahkamah konstitusi tersebut merupakan upaya hukum pertama maupun terakhir

dan dalam hal telah diputuskannya sengketa tersebut dalam hal ini perselisihan hasil

pemilu maka putusan tersebut adalah mutlak final dan berlaku bagi seluruh

masyarakat di Indonesia dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilaksanakan,

yang sesuai dengan asas hukum erga omnes yang berarti bahwa putusan mk tidak

hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa tetapi harus ditaati oleh siapapun.

Tapi bagaimana tentang mahkamah internasional yang telah disebut sebut dari kubu

capres no urut 2 mengenai gugatan atas tidak diterimanya putusan mahkamah

konstitusi tersebut. Dalam wawancara BBC News Indonesia dengan ahli hukum

internasional di Chatam House, London, Agantaranansa Juanda, London terhadap

sengketa pemilu yang diajukan ke mahkamah internasional, menurut beliau jika

tempat gugatan terhadap hasil putusan tersebut yang dimaksud adalah International

Court Of Justice(mahkamah internasional) maka hal tersebut tidak bisa dilakukan

disebabkan karena kewenangan ICJ tersebut hanya pada memutus sengketa

antarnegara, dengan kata lain pemohon harus bertindak atas pemerintah suata

negara, dan kedua nasihat hukum terhadap organisasi internasional atau organ-

organ PBB. “Sengketa tersebut harus lintas negara seperti halnya perebutan daerah

sipadan dan ligitan mengenai adanya klaim teritori antara Malaysia dengan

Indonesia. sengketa pemilu sendiri merupakan masalah internal suatu negara maka

tidak bisa diajukan ke ICJ” jelas Agantaranansa.11 Sehingga dari penjelasan ahli

hukum tersebut maka putusan mahkamah konstitusi berdasarkan asas erga omnes

11
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48799945(7/29/2019 9:31 WITA)
mengenai pemberlakuan putusan terhadap sengketa PHPU tersebut berlaku secara

mutlak terhadap seluruh masyarakat Indonesia yang tidak ada upaya hukum yang

dapat dilaksanakan untuk membatalkan putusan tersebut.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil setelah dilaksanakannya PKL yang

bertempat di KPU Kota Denpasar sangat bermanfaat dikarenakan banyak ilmu

pengetahuan yang dapat diambil baik itu mengenai mekanisme kerja di komisi

pemilihan umum, penjelasan mengenai dokumen-dokumen penting dalam

melaksanakan pemilihan umum seperti C1 plano, c7, c5 dan dokumen lainnya

baik digunakan sebagai penggunaan jumlah penghitungan suara, daftar pemilih

yang melaksanakan pemilu bukan ditempat domisili pemilih tersebut, dan

formulir lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Hal lainnya yang sangat

bermanfaat setelah dilaksanakannya PKL ini adalah meningkatnya potensi

keahlian di bidang hukum dikarenakan dalam melaksanakan PKL pada periode

mei sampai dengan juli ini adalah masa sengketa PHPU baik itu capres dan

cawapres maupun calon lembaga legislatif seperti DPR, DPD dan DPRD, hal

tersebut menjadikan mahasiswa peduli akan hukum dan tidak menjadi apatis

serta mengetahui tata cara penyelesaian sengketa perselisihan hasil pemilihan

umum.
4.2 Saran

Setelah melaksanakan praktek kerja lapangan selama dua bulan ini saran

yang bisa saya sampaikan yang pertama terhadap institusi khususnya KPU

Kota Denpasar adalah terus melaksanakan program penyuluhan terhadap

masyarakat di kabupaten denpasar dalam hal pemberian informasi akan

pentingnya menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum terhadap

pembangunan dan pemerataan program kerja yang akan dilaksanakan oleh

kepala daerah yang terpilih dikarenakan diketahui sendiri bahwa pada pemilu

2019 partisipasi masyarakat di Denpasar menggunakan hak pilihnya telah

mencapai 78,79% hal ini tentu merupakan hasil kerja keras yang telah

dilakukan, sehingga dari hal tersebut diharapkan agar KPU Kota Denpasar

terus meningkatkan sosialisasi ini agar masyarakat semakin sadar

menggunakan hak pilihnya sehingga presentase pemilihan umum di Kota

Denpasar bisa sampai dengan 90% atau lebih. Dan saran yang kedua terhadap

UNDIKNAS adalah diharapkan untuk selanjutnya pengawasan terhadap

mahasiswa yang melaksanakan PKL diperketat dan dikenakan sanksi yang

tegas apabila melanggar dikarenakan dari yang saya lihat sendiri masih banyak

mahasiswa yang tidak disiplin dalam hal tidak datang tepat waktu sesuai jam

kerja instansi dan melakukan izin secara terus menerus sampai-sampai dalam

kehadiran selama 2 bulan hanya hadir selama 2 minggu dengan alasan izin yang

tidak jelas, sehingga diperlukan penindaklanjutan terhadap hal ini baik berupa

pemberian persyaratan lulus pkl harus hadir minimal 75% dari waktu yang

ditentukan dan apabila kurang dari kuota tersebut akan dikurangi poin nilai
tersebut. Sehingga dengan adanya kebijakan tersebut mahasiswa akan mulai

tersadar akan pentingnya disiplin dan kewajiban yang harus dilaksanakan.


LAMPIRAN

1. DAFTAR KEGIATAN HARIAN

BUKU KEGIATAN HARIAN


MAHASISWA PKL UNDIKNAS DENPASAR

NAMA : MICHAEL ANGELO


NIM : 3.16.1.1485
NAMA INSTANSI : KPU Kota Denpasar
ALAMAT : Jalan Raya Puputan Renon
NO. TELP. : 082280013609

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
(UNDIKNAS) DENPASAR
2019
KEGIATAN HARIAN

MAHASISWA PKL PENERAPAN DISIPLIN ILMU

PERIODE MEI s/d JUNI 2019

No Hari/ Tgl Nama Kegiatan Waktu Bagian Tanda Tangan

Instansi / Profesi

1 27 Mei 2019 Pemisahan file C1 08:30 WITA- Teknis

PPWP, C1 DPR RI, 16:05 WITA

C1 DPRD Daerah

Kab/Kota dan C1

DPRD Provinsi

2 28 Mei 2019 Pemisahan file C1 08:13 WITA- Teknis

PPWP, C1 DPR RI, 15:55 WITA

C1 DPRD Daerah

Kab/Kota dan C1

DPRD Provinsi

3 29 Mei 2019 Pemisahan file C1 08:03 WITA- Teknis

PPWP, C1 DPR RI, 16:15 WITA

C1 DPRD Daerah

Kab/Kota dan C1

DPRD Provinsi

4 10 Juni 2019 Penginputan data 08:05 WITA- Hukum

PPWP sebagai alat 16:01 WITA


bukti terhadap

sengketa pemilu

5 11 Juni 2019 Penginputan data 10:30 WITA- Hukum

PPWP sebagai bukti 15:13 WITA

terhadap sengketa

pemilu

6 12 Juni 2019 Penginputan data 08:15 WITA- Hukum

PPWP bukti 16:13 WITA

sengketa pemilu

7 13 Juni 2019 Penginputan data 09:00 WITA- Hukum

PPWP terhadap 16:03 WITA

sengketa pemilu

8 14 Juni 2019 Pengumpulan berkas 08:13 WITA- Teknis

PPWP 16:09 WITA

9 17 Juni 2019 Pengumpulan berkas 08:19 WITA- Teknis

C1 DPR RI 15:30 WITA

10 18 Juni 2019 Pengumpulan berkas 08:10 WITA- Teknis

C1 DPR RI 16:00 WITA

11 19 Juni 2019 Input C1 DPR RI 08:17 WITA- Teknis

15:44 WITA

12 20 Juni 2019 Input C1 DPR RI 08:17 WITA- Teknis

15:44 WITA
13 21 Juni 2019 Scan C1 Hologram 08:30 WITA- Teknis

dan non Hologram 16:08 WITA

DPRD Provinsi

14 24 Juni 2019 Scan C1 Hologram 08:13 WITA- Teknis

dan non Hologram 16:03 WITA

DPR RI

15 25 Juni 2019 Scan C1 Hologram 08:10 WITA- Teknis

dan non Hologram 16:09 WITA

DPR RI

16 26 Juni 2019 Pengumpulan C7 08:45 WITA- Teknis

DPK dan DPTB 15:03 WITA

17 27 Juni 2019 Input C1 Hologram 08:03 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:05 WITA

18 28 Juni 2019 Input C1 Hologram 09:00 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:03 WITA

19 1 Juli 2019 Pemisahan C7 DPK 08:45: WITA- Teknis

dan DPTB 16:15 WITA

20 2 Juli 2019 Pengambilan C1 09:15 WITA- Teknis

Plano gudang 16:20 WITA

21 3 Juli 2019 Scan C1 DPRD 09:15 WITA- Teknis

Provinsi 16:15 WITA

perkecamatan
22 4 Juli 2019 Scan berita acara 11:03 WITA- Teknis

penghitungan suara 16:03 WITA

23 5 Juli 2019 Print hasil 08:03 WITA- Teknis

penghitungan suara 14:00 WITA

yang tidak ada sesuai

dengan plano

24 8 Juli 2019 Penyusunan C1 09:14 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 15:00 WITA

perkecamatan

26 9 Juli 2019 Penyusunan C1 08:02 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:01 WITA

perkecamatan

27 10 Juli 2019 Penyusunan C1 08:09 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:15

perkecamatan

28 11 Juli 2019 Buka kotak 09:10 WITA- Teknis

pencarian C1 Plano 15:00 WITA

DPRD Provinsi

29 14 Juli 2019 Buka kotak 10:05 WITA- Teknis

pencarian C1 Plano 15:30 WITA

DPRD Provinsi

30 15 Juli 2019 Foto C1 Plano 09:04 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:15


31 16 Juli 2019 Foto C1 Plano 09:17 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:02 WITA

32 17 Juli 2019 Foto C1 Plano 08:13 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:03 WITA

33 18 Juli 2019 Foto C1 Plano 08:03 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:15 WITA

34 19 Juli 2019 Foto C1 Plano 08:30 WITA- Teknis

DPRD Provinsi 16:09 WITA

35 22 Juli 2019 Pengumpulan hasil 08:45 WITA- Teknis

foto C1 Plano DPRD 16:15 WITA

Provinsi

Pengembalian berkas 09:00 WITA- Teknis


36 26 Juli 2019
alat bukti ke gudang 10:00 WITA

Rekapitulasi C7 08:13 WITA-


37 29 Juli 2019 Umum
DPK 16:04 WITA

Rekapitulasi C7 08:30 WITA-


38 30 Juli 2019 Umum
DPK 16:03 WITA

Rekapitulasi C7 08:20 WITA-


39 31 Juli 2019 Umum
DPK 16:05 WITA

Mengetahui
Institusi / Profesi Denpasar, Rabu, 31 Juli 2019
Dosen Pembimbing

I Wayan Arsa Jaya S.E (Dr Ni Wayan Widhiastini, S,Sos., M.Si)


NIP: 197405112005012001

Anda mungkin juga menyukai