Anda di halaman 1dari 42

PERLINDUNGAN KREDITOR

DALAM KEPAILITAN
TERMASUK HAK-HAK
NEGARA

Sabar Maruli Simamora, S.H., M.H.


Jumat, 30 Juli 2021
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN
INDONESIA
o Era Sebelum Tahun 1945
Buku III Wetboek van Koophandel (WvK) Kitab Undang-undang Hukum
Dagang;
o Era Tahun 1945 - 1998
Faillisementsverordening (Peraturan Kepailitan), Staatsblaad 1905-217 jo.
Staatsblaad 1906-348.
o Era Tahun 1998 - 2004
Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Kepailitan,
diundangkan dengan UU No. 4 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-undang Kepailitan
o Era Tahun 2004 – Sekarang
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (“UUK & PKPU”)
DATA PERKARA KEPAILITAN DI
INDONESIA
❖Dalam perkembangan Perkara Kepailitan di Indonesia saat ini dimana situasi
perekonomian masuk pada era krisis disebabkan oleh situasi global pandemi, perkara
Kepailitan kembali menunjukkan peningkatan jumlah pendaftarannya di Pengadilan
Niaga.

❖ Data Perkara Kepailitan di 5 Pengadilan Niaga :


No. Periode Jumlah Perkara PKPU Jumlah Perkara Kepailitan

1. Januari 2019 – November 2019 379 Perkara 116 Perkara

2. Januari 2020 – Desember 2020 637 Perkara 115 Perkara

Adapun jumlah perkara kepailitan dan PKPU di periode Jan’21-Jun’21 di Lima Pengadilan Niaga sebagai berikut.
No. Pengadilan Niaga Jumlah Perkara PKPU Jumlah Perkara Kepailitan

1. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat 280 Perkara 28 Perkara

2. Pengadilan Niaga Surabaya 59 Perkara 20 Perkara

3. Pengadilan Niaga Medan 28 Perkara 9 Perkara

4. Pengadilan Niaga Semarang 23 Perkara 16 Perkara

5. Pengadilan Niaga Makassar 7 Perkara 0 Perkara

Jumlah 397 Perkara 73 Perkara

Sumber : Sistem Informasi Penelusuran Perkara dan kontan.co.id


PENGERTIAN DAN TUJUAN
KEPAILITAN
Pengertian Kepailitan :
▶ “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini”
(Pasal 1.1 UUK & PKPU).

Tujuan Kepailitan :
▶ Untuk kepentingan dunia usaha dalam penyelesaian masalah utang-piutang secara adil,
cepat, terbuka dan efektif;
▶ Untuk menghindari perebutan harta Debitor oleh beberapa Kreditor;
▶ Untuk menghindari adanya Kreditur Pemegang Hak Kebendaan menjual barang milik
Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Para Kreditor lain;
▶ Untuk menghindari adanya kecurangan salah seorang Kreditor dengan Debitor yang
merugikan kepentingan Kreditor lain (Kepailitan adalah collective settlement);
▶ Memberikan Perlindungan kepada Para Kreditor dan Debitor secara seimbang;
▶ Menjamin pembagian harta kekayaan Debitor sesuai dengan Asas Pari Passu Prorata
Parte (Proporsional sesuai jumlah tagihan Kreditor yang tidak dibebani Jaminan
Kebendaan).
PERSYARATAN DEBITOR DINYATAKAN
PAILIT
a. Syarat Materiil
i. Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih (Pasal 2 (1) UUK & PKPU)
ii. Terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana mengenai terpenuhinya butir (i)
Kreditor :
▶ Pihak yang mempunyai piutang baik karena perjanjian atau UU, baik itu berbentuk badan hukum, individu maupun badan usaha
(Pasal 1 (2) dan (11) UUK & PKPU.
Utang :
Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau UU dan wajib dipenuhi oleh Debitor
dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapatkan pemenuhan dari harta kekayaan Debitor (Pasal 1 (6) UUK &
PKPU)

Fakta atau Keadaan Yang Terbukti Secara Sederhana :


▶ Fakta tentang dua atau lebih Kreditor dan fakta utang telah jatuh tempo dan tidak dibayar terbukti, meskipun ada perbedaan
mengenai jumlah utang yang didalilkan Pemohon dan Termohon.(Penjelasan Pasal 8 (4) UUK & PKPU)

▶ Apabila ada suatu keadaan dimana Termohon juga memiliki dalil bahwa Pemohon melakukan wanprestasi dalam perjanjian dan
mengajukan Exceptio Non Adimpleti Contractus berdasarkan Pasal 1478 KUH Perdata, maka permohonan Pernyataan Pailit
tidak memenuhi pasal 8 (4) UUK & PKPU tersebut.
Apabila ada suatu keadaan dimana Termohon juga memiliki dalil bahwa Pemohon melakukan wanprestasi
dalam perjanjian dan mengajukan Exceptio Non Ad Impleti Contractus berdasarkan Pasal 1478 KUH
Perdata, maka permohonan Pernyataan Pailit tidak memenuhi pasal 8 (4) UUK & PKPU tersebut.

Contoh Kasus :
1. Perkara PT Telkomsel vs PT Prima Jaya Informatika
▶ Putusan Pengadilan Niaga Jakpus No. 48/Pilit/2012
▶ Dibatalkan Putusan MA RI No. 704 K/Pdt.Sus/2012

2. Perkara PT Waskita Karya vs PT Mustika Princess Hotel


▶ Putusan Pengadilan Niaga Jakpus No. 35/Pailit/1999
▶ Dikuatkan Putusan MA RI No. 23 K/N/1999

3. Perkara PT Kadi International vs PT Wisma Calindra


▶ Putusan MARI No. 81/Pailit/2000
▶ Dibatalkan Putusan MARI No. 06 K/N/2001 Jo. Putusan No. 04 PK/N/2001
b. Syarat Formil (Kelengkapan Administrasi Pendaftaran)
i. Surat Permohonan Pernyataan Pailit oleh Advokat;
ii. Surat Kuasa Khusus;
iii. Izin Beracara;
iv. KTP untuk Pemohon Prinsipal Perorangan, Anggaran Dasar untuk
Pemohon Prinsipal Badan Hukum (PT/Yayasan/Koperasi), CV, Firma atau
Persekutuan Perdata lainnya.
v. Hasil RUPS dari PT; Tandatangan Pengurus Yayasan/Koperasi,
tandatangan Pengurus Aktif (untuk CV) dan semua sekutu (untuk Firma)
vi. Surat Pernyataan Kesediaan Calon Kurator
vii. Permohonan disertai dokumen elektronik (surat permohonan dan daftar
bukti)

Lihat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 109/KMA/SK/IV/2020


tanggal 29 April 2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian
Perkara Kepailitan dan PKPU.
PENGADILAN NIAGA YANG BERWENANG
(PASAL 3 UUK & PKPU)
▶ Pengadilan Niaga yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan
hukum debitor;
▶ Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Indonesia,
Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
hukum terakhir Debitor;
▶ Apabila Debitor adalah pesero suatu Firma, Pengadilan Niaga yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum Firma;
▶ Apabila Debitor tidak berkedudukan di wilayah Negara Indonesia,
Pengadilan Niaga yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan atau kantor pusat Debitor yang ada di wilayah
Indonesia;
▶ Apabila Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan
hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya;
Ada 5 Pengadilan Niaga di Indonesia :

a. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, meliputi wilayah


Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Banten dan
Kalimantan Barat;
b. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar meliputi wilayah Propinsi
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku,
Papua dan Papua Barat;
c. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Propinsi Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, NTB dan
NTT;
d. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi Propinsi Jawa
Tengah dan DIY;
e. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi wilayah Propinsi
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Daerah Istimewa
Aceh.

Dasar Hukum :
▶ Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk pertama kali
dibentuknya pengadilan niaga berdasarkan PERPU No. 1 Tahun 1998 yang
diundangkan dengan UU No. 4 Tahun 1998.
▶ Keppres No. 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada
Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri
Surabaya dan Pengadilan Negeri Semarang :
AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT

a. Terhadap Debitor
Demi Hukum Debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit;

b. Terhadap Harta Pailit


• Demi Hukum harta pailit berada dalam sita umum, baik itu yang sudah ada maupun
yang baru diperoleh selama kepailitan berlangsung;
• Penangguhan eksekusi Jaminan Kebendaan (Stay).
AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT..
c. Terhadap Kreditor
o Semua perikatan debitor yang terbit sesudah pernyataan pailit tidak dapat
dibayarkan dari harta pailit. Jika tetap dilakukan, tidak mengikat, kecuali
menguntungkan harta pailit.
o Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan
kepada Kurator;
o Tuntutan terhadap pemenuhan perikatan dari harta pailit diajukan dalam rapat
pencocokan utang.

d. Terhadap Gugatan dan Penetapan Pelaksanaan Putusan


Perkara yang sedang berjalan, gugur demi hukum;
Segala penetapan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah dimulai sebelum
kepailitan harus dihentikan seketika.
Semua penyitaan hapus, jika perlu hakim Pengawas harus memerintahkan
pencoretan
Debitor yang sedang dalam penahanan (gizjleling) harus dilepaskan.
AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT..
e. Terhadap Eksekusi
▪ Jika eksekusi sudah sedemikian jauh, hari penjualan benda sudah ditetapkan,
dengan ijin hakim Pengawas, Kurator dapat meneruskan penjualan itu atas
tanggungan harta pailit;
▪ Penjualan benda milik Debitor tersebut masuk ke dalam harta pailit dan tidak
diberikan kepada Kreditor.

f. Terhadap Kreditor Pemegang Hak Kebendaan (Kreditor Separatis)


❖ Ada penangguhan eksekusi jaminan kebendaan (Stay) selama 90 hari sejak
tanggal putusan pernyataan pailit;
❖ Kreditor Separatis dalam melaksanakan hak eksekkusinya dalam waktu 2
bulan setelah Debitor dinyatakan insolvensi
❖ Pengertian Insolvensi (Pasal 178 dan Penjelasan Pasal 57 UUK & PKPU)
❖ Setelah lewat jangka waktu tersebut, Kurator menuntut agar benda yang
menjadi jaminan diserahkan untuk dijual di depan umum.
AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT..
g. Terhadap Badan Hukum
Kepailitan tidak menyentuh status badan hukum, tidak mengakibatkan perseroan bubar.
Kepailitan hanya mencakup harta kekayaan badan hukum.
Organ badan hukum tetap berwenang mewakili perseroan dalam melakukan setiap
perbuatan hukum yang berhubungan dengan hak dan kewajiban (RUPS) sejauh bukan
merupakan perbuatan pengurusan dan pengalihan kekayaan perseroan yang temasuk
harta pailit.
Kepailitan perseroan berakibat perseroan tidak lagi sah dapat melakukan perbuatan
hukum yang mengikat harta pailit.

h. Melanjutkan Usaha Debitor (On Going Concern)


UUK & PKPU menganut prinsip penyelamatan usaha Debitor dalam rangka
keuntungan Harta Pailit, terbukti diatur dalam :
❑ Usulan oleh Panitia Kreditor setelah pailit (Pasal 104 UUKPKU);
❑ Usulkan Kurator atau Kreditor saat insolvensi (Pasal 179 dan Pasal 180 UUKPKPU);
❑ Usulan oleh Kurator atau Kreditor setelah putusan penolakan pengesahan
Perdamaian (Pasal 181 UUKPKPKU);
ORGAN DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN
PKPU
a. Majelis Hakim Pemutus (Pengadilan)
▶ Seluruh permohonan Pernyataan Pailit atau PKPU diperiksa dan diputus oleh Majelis
Hakim pada Pengadilan Niaga.
▶ Selain Perkara Pailit dan PKPU, Majelis Hakim Pengadilan Niaga tersebut juga memeriksa
dan memutus Perkara Gugatan Lain-lain meliputi Actio Pauliana, Derden Verzet atau
perkara dimana Debitor, Kreditor dan Kurator atau Pengurus menjadi salah satu pihak
dalam perkara berkaitan dengan harta pailit.
▶ Majelis Hakim juga memeriksa dan mengadili Perkara Renvoi Prosedur (Bantahan
terhadap Daftar Tagihan dan Daftar Pembagian).

b. Hakim Pengawas
▶ Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 65 UUK &
PKPU);
▶ Hakim Pengawas tidak sedang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman (Pro Justisia)
▶ Hakim Pengawas bertindak sebagai Ketua dalam rapat-rapat Kreditor;
▶ Hakim Pengawas ditunjuk dari Hakim Pengadilan Niaga yang memiliki sertifikat pendidikan
dan Latihan dalam bidang Kepailitan.
ORGAN DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…

c. Kurator
▪ Kurator adalah Balai Harta Peninggalan (BHP) atau Kurator lainnya (Pasal 70 (1) UUK & PKPU
▪ Yang dapat menjadi Kurator adalah :
1) orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam
rangka mengurus dan membereskan harta pailit;
2) Terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM setelah mengikuti Pendidikan dan Latihan dan
menjadi anggota aktif pada organisasi profesi Kurator dan Pengurus (AKPI).

o Dalam surat Permohonan Pernyataan Pailit disebutkan calon Kurator yang direkomendasikan
Pemohon Pailit. Apabila tidak disebutkan maka secara otomatis BHP diangkat sebagai Kurator;
o Kurator yang diangkat harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor dan
Kreditor dan tidak sedang menangani perkara Kepailitan dan PKPU lebih dari 3 perkara. (Pasal 15 (3)
UUK & PKPU)

Tugas Kurator :
▶ Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. (Pasal 69 (1) UUK &
PKPU;
▶ Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalainnya dalam melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
ORGAN DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…
d. Pengurus
▶ Pengurus yang diangkat dalam PKPU adalah orang yang memiliki keahlian
khusus dan telah terdaftar sebagai Kurator & Pengurus pada Kementerian
Hukum dan HAM sebagaimana disebutkan di atas.
▶ Pengurus yang diangkat dalam PKPU harus independen dan tidak memiliki
benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor dengan sanksi apabila
melanggar independensi adalah sanksi pidana dan/atau perdata. (Pasal 234
UUK & PKPU).

Tugas Pengurus :
• Tugas Pengurus adalah bersama-sama dengan Debitor melakukan
pengurusan Harta Kekayaan Debitor. Pengurus memberikan persetujuan
kepada Debitor dalam pengurusan harta kekayaan atau kepemilikan atas
seluruh atau sebagian hartanya. (Pasal 240 (1) UUK & PKPU).
• Pengurus bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalainnya dalam
melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap
harta Debitor (Pasal 234 (4) UUK & PKPU)
ORGAN DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…
e. Debitor
Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal
1 (3) UUK & PKPU.

f. Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan
Pengadilan (Pasal 1 (4) UUK & PKPU

g. Kreditor
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. (Pasal 1 (2) UUK &
PKPU).
Ada 3 penggolongan Kreditor :
▶ Kreditor Preferen
(Pasal 1139 KUH Perdata, Pasal 1149 KUH Perdata, UU Ketenagakerjaan dan
Ketentuan Umum Perpajakan)
▶ Kreditor Separatis, yaitu Kreditur pemagang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak
tanggungan atau hak agunan atas kebendaan lainnya;
▶ Kreditor Konkuren, yaitu Kreditor yang tidak memiliki hak istimewa (previlege) dan
tidak memegang jaminan kebendaan. Kreditor Konkuren menerima pembagian
harta pailit secara Proporsional (pariparu prorate parte).

h. Rapat Kreditor
✔ Rapat kreditor adalah Roh Kepailitan dan PKPU.
✔ Hampir seluruh keputusan dalam Kepailitan dan PKPU dilakukan dalam
pembahasan dalam Rapat Kreditor mulai voting perdamaian, insolvensi, going
concern, PKPU Tetap, Perpanjangan PKPU Tetap, Pengesahan Perdamaian,
Penolakan Pengesahan Perdamaian bahkan penjualan beberapa asset dalam
pemberesan Hakim Pengawas ingin mendengar suara pada Kreditor dan Debitor
sebelum memberikan izin/persetujuan kepada Kurator.
HUKUM ACARA DALAM PERKARA
KEPAILITAN DAN PKPU

a. Dasar Hukum
Kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini maka hukum acara
yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata (Pasal 299 UUK & PKPU)
Hukum Acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang termasuk
“hal lain-lain” adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku
bagi perkara permohonan pernyataan pailit temasuk mengenai
pembatasan jangka waktu penyelesaiannya. (Penjelasan Pasal 3 (1)
UUK & PKPU).
Tolak Kasasi PK
Kepailitan
Permohonan Pailit

Kabul Kasasi PK

Pengumuman Tentang adanya pailit atas nama Debitor


Adanya nama hakim pengawas dan kurator
Surat Kabar &
Jadwal rapat Kreditor pertama
BNRI Batas waktu pengajuan tagihan & jadwal
verfikasi utang

Rapat Kreditor
Pertama

Rapat Verifikasi
Utang
Pemberesan,B
oedel Pailit dan
Tidak Ada Insolvensi Pembagian
Rencana
Perdamaian
Ada Rapat Pembahasan & Voting

Voting Tolak Voting Setuju

Insolvensi Pengesahan Pengesahan


Ditolak Dikabulkan

Pemberesan, Insolvensi Kepailitan


Boedel Pailit kalau tidak berakhir
dan Pembagian ada kasasi apabila tidak
ada kasasi
HUKUM ACARA DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…
b. Hukum Acara Perkara Kepailitan
(i) Pendaftaran Permohonan Pernyataan Pailit (baik voluntary petition oleh
Debitor maupun oleh Kreditor)
(ii) Persidangan
(Tidak ada Eksepsi kecuali kompetensi absolut, tidak ada replik, duplik,
intervensi dan gugatan rekonvensi).
(iii) Alat Bukti (dalam Surat Keputusan Ketua MA No. 109/KMA/SK/IV/2020 disebutkan
meliputi : surat, saksi dan ahli)
(iv) Untuk pembuktian Kreditor Lain guna memenuhi persyaratan pasal 2 (1) UUK
& PKPU diperlukan bukti surat yang original, tidak cukup hanya dokumen SLIK
(sistem layanan informasi keuangan) dari OJK
(v) Putusan (jangka waktu 60 hari sejak permohonan didaftarkan)
(vi) Apabila Putusan Mengabulkan Permohonan Pailit, maka Kurator dengan
pengawasan dari Hakim Pengawas mulai mengumumkan di Surat Kabar dan Berita
Negara RI dan mulai melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit meskipun
Debitor Pailit mengajukan upaya hukum kasasi dilanjutkan Peninjauan Kembali. Harta
Pailit demi hukum berada dalam sita umum.
Pengumuman di Surat Kabar memuat mengenai : Nama, alamat dan pekerjaan
Debitor Pailit, Nama Hakim Pengawas, Nama, Alamat Kurator, Nama dan Alamat
Panitia Kreditor apabila ditunjuk, Jadwal Rapat Kreditur Pertama, Batas Waktu
pengajuan tagihan dan Jadwal Rapat Pencocokan (Verifikasi) Utang.
HUKUM ACARA DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…

(vii) Apabila Putusan Menolak Permohonan Pailit, Pemohon


pernyataan Pailit dapat mengajukan Kasasi yang diputus selama 60
hari sejak Penetapan penunjukkan Majelis Hakim. Sebaliknya apabila
Putusan menyatakan Pailit, Termohon dapat mengajukan Kasasi
dengan jangka waktu yang sama.

(viii) Selanjutnya atas putusan Kasasi dapat diajukan upaya hukum


Peninjauan Kembali dengan alasan adanya Novum atau Kekeliruan
Nyata dalam putusan Kasasi. Apabila alasan Novum tenggang waktu
pengajuan 180 hari sejak Putusan berkekuatan hukum tetap, apabila
alasan Kekeliruan Nyata tenggang waktunya 30 hari sejak adanya
putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
HUKUM ACARA DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…
▶ PERDAMAIAN DALAM KEPAILITAN :

▶ Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor (Pasal 144 UUk &
PKPU).
▶ Rencana Perdamaian diajukan paling lambat 8 hari sebelum Rapat Pencocokan Utang.
▶ Atas Rencana Perdamaian selanjutnya dilakukan pemungutan suara (voting) yang diikuti oleh suara
Kreditur Konkuren. Apabila mayoritas Kreditor Konkuren menyetujui maka Rencana Perdamaian
dituangkan dalam Perjanjian Perdamaian dan diajukan kepada Majelis Hakim Pemutus (Pengadilan)
untuk disahkan (dihomologasi).
▶ Apabila Rencana Perdamaian tidak disetujui oleh mayoritas Kreditor Konkuren (Pasal 151 UUK & PKPU)
atau Apabila tidak diajukan Rencana Perdamain maka demi hukum Harta Pailit berada dalam keadaan
Insolvensi dan selanjutnya Kurator dapat melakukan pemberesan harta pailit.
▶ Mekanisme Voting diatur dalam Pasal 144, Pasal 150 dan Pasal 151 UUK & PKPU serta PP No. 10
Tahun 2005 tentang Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor.
▶ Jumlah suara Rp. 10 juta dihitung 1 suara, apabila piutang tidak sampai Rp. 10 jt tapi lebih dari Rp. 5jt
dihitung 1 suara apabila kurang dari Rp. 5 jt tidak dihitung sebagai suara tambahan.
▶ Apabila Putusan Menolak Permohonan Pailit, Pemohon pernyataan Pailit dapat mengajukan Kasasi yang
diputus selama 60 hari sejak Penetapan penunjukkan Majelis Hakim. Sebaliknya apabila Putusan
menyatakan Pailit, Termohon dapat mengajukan Kasasi dengan jangka waktu yang sama.
▶ Selanjutnya atas putusan Kasasi dapat diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan alasan
adanya Novum atau Kekeliruan Nyata dalam putusan Kasasi. Apabila alasan Novum tenggang waktu
pengajuan 180 hari sejak Putusan berkekuatan hukum tetap, apabila alasan Kekeliruan Nyata tenggang
waktunya 30 hari sejak adanya putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
HUKUM ACARA DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…
c. Hukum Acara Dalam Perkara PKPU
(i) Pendaftaran Permohonan PKPU (baik voluntary petition oleh Debitor maupun permohonan
oleh Kreditor)
(ii) Persidangan (Tidak ada Eksepsi kecuali Kompetensi Absolut, tidak ada replik, duplik,
intervensi dan gugatan rekonvensi).
(iii) Dalam Pasal 303 UUK & PKPU disebutkan bahwa meskipun dalam Perjanjian memuat
Klausula Arbitrase, Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa dan memutus “perkara pailit”
tidak disebutkan “perkara PKPU” namun dalam praktek baik pailit maupun PKPU dapat
mengesampingkan Klausula Arbitrase.
(iv) Alat Bukti (dalam Surat Keputusan MA No. 109/KMA/IV/2020 disebutkan meliputi : surat, saksi
dan ahli)
(v) Putusan Majelis Hakim
▶ Dalam jangka waktu 3 hari diputuskan PKPU Sementara untuk permohonan voluntary;
▶ Dalam jangka waktu 20 hari diputuskan PKPU Sementara untuk permohonan dari Kreditor
(vi) Dua kemungkinan Bunyi Amar Putusan Majelis Hakim :
▶ Menolak, selanjutnya perkara selesai tetapi di kemudian hari dapat diajukan kembali Permohonan
PKPU karena tidak dikenal asas Nebis in Idem;
▶ Mengabulkan, selanjutnya Pengurus dengan pengawasan Hakim Pengawas mengumuman dalam
Surat Kabar dan Berita Negara RI dan bersama-sama Debitor melakukan tindakan pengurusan
terhadap harta Debitor PKPU.
Terhadap Putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal 235 (1) UUK & PKPU)
Hukum Acara PKPU
Tolak PKPU bisa diajukan lagi (tidak ada nebis in idem)
Pengumuman Surat Kabar & BNRI
Permohonan Kabul
PKPU (PKPU-S) Rapat Kreditor Pertama
maksimal
Rapat Verifikasi Utang
45 hari
Rencana Perdamaian

Tidak Ada Ada

Pailit
Perlu Waktu Cukup waktu 45 Voting Setuju Homologasi dan
Tambahan untuk hari PKPU berakhir
Pembahasan

Homologasi dan
Voting Setuju PKPU berakhir
PKPU tetap dan
perpanjangan
sampai dengan
maksimal 270
hari

Voting Tolak Pailit


HUKUM ACARA DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PKPU…
(vii) PRINSIP-PRINSIP DALAM PKPU
▶ Selama PKPU, Debitor tanpa persetujuan Pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau
kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya (Pasal 240 (1) UUK & PKPU)
▶ Selama PKPU berlaku Stay (penangguhan terhadap eksekusi jaminan kebendaan) Pasal 246 UUK &
PKPU.
▶ Tujuan PKPU adalah terwujudnya Perdamaian antara Debitor dengan Seluruh Kreditor.

(viii) PERDAMAIAN DALAM PKPU


▶ Sejak diputus PKPU Sementara, ada rentang waktu maksimal 45 hari bagi Debitor untuk menyampaikan
Rencana Perdamaian (Proposal Perdamaian) terhadap semua Kreditor dalam rangka penyelesaian utang;
▶ Apabila dalam waktu 45 hari tersebut Rencana Perdamaian tersebut diusulkan dan diambil suara secara
mayoritas Kreditor menyetujui maka dituangkan dalam Perjanjian Perdamaian dan disahkan (homologasi)
oleh Majelis Hakim (Pengadilan).
▶ Apabila dalam waktu 45 hari tersebut debitor tidak hadir dan tidak mengajukan Rencana Perdamaian maka
Debitor akan dinyatakan Pailit.
▶ Apabila dalam waktu 45 hari tersebut debitor hadir dan mengajukan Rencana Perdamaian namun
diperlukan waktu perpanjangan untuk pembahasannya maka dapat dimohonkan Perpanjangan PKPU atau
PKPU Tetap selama maksimal 270 hari.
▶ Selama masa PKPU Tetap tersebut Debitor menyiapkan Rencana Perdamaian yang baik dan diserahkan
dalam Rapat Kreditor selanjutnya dilakukan pemungutan suara, apabila mayoritas Kreditor (Kreditor
Konkuren dan Kreditor Separatis) menyetujui Rencana Perdamaian maka dituangkan dalam Perjanjian
Perdamaian yang selanjutnya disahkan (homologasi) oleh Majelis Hakim Pemutus (Pengadilan).
Sebaliknya Apabila mayoritas Kreditor (Konkuren dan Separatis) tidak menyetujui Rencana Perdamaian
dalam voting tersebut maka Debitor dinyatakan Pailit.
▶ Mekanisme voting diatur dalam Pasal 229 dan Pasal 281 UUK & PKPU serta PP No. 10 Tahun 2005
tentang Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor.
PKPU DAPAT DIAKHIRI ATAU
DICABUT

▶ PKPU Diakhiri karena Debitor Beritikad Buruk dan melakukan


perbuatan-perbuatan yang merugikan harta pailit dan kreditor,
selanjutnya Debitor dinyatakan Pailit.
(Pasal 255 UUK & PKPU)
▶ PKPU Dicabut karena Harta Pailit Mencukupi untuk membayar
semua kewajibannya
(Pasal 259 UUK & PKPU)
PERLINDUNGAN TERHADAP
KREDITOR
Norma Umum :
▶ UUK & PKPU ditujukan untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah
utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif (Penjelasan Umum UUKPKPU)
▶ Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata.

Norma Khusus yang tersebar dalam UUK & PKPU :


a. Hak Kreditor untuk Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit atau Permohonan
PKPU ke Pengadilan Niaga;
b. Pengajuan Kepailitan oleh Kejaksaan dengan alasan untuk kepentingan umum,
misalnya : Debitor Melarikan Diri, Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha
lain yang menghimpun dana masyarakat dan dalam hal lainnya menurut Kejaksaan
merupakan kepentingan umum;
c. Permohonan Sita Jaminan dan Penunjukkan Kurator Sementara (Pasal 10 UUK &
PKPU) untuk perlindungan kepentingan Kreditor;
d. Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit, bukan saja oleh Kreditor Pemohon
melainkan oleh Kreditor lain yang bukan merupakan pihak dalam persidangan (Pasal 11
(3) UUK & PKPU);
e. Upaya Kurator untuk Pembatalan tindakan hukum Debitor sebelum Pailit (Actio
Pauliana) (Pasal 41-42 UUK & PKPU);
… PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITOR

f. Upaya Kurator untuk Pembatalan Hibah Debitor sebelum Pailit (Pasal 43- 44
UUK & PKPU)
g. Upaya Kurator untuk pembatalan pembayaran utang Debitor sebelum Pailit
dengan persengkokolan (Pasal 45 UUK & PKPU) ;
h. Penangguhan eksekusi jaminan kebendaan (Stay) ditujukan untuk
memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, mengoptimalkan harta pailit
dan untuk memungkinkan Kurator melaksanakan tugas secara optimal (Penjelasan
Pasal 56 (1) UUK & PKPU)
i. Penjualan harta pailit berupa benda bergerak (Fidusia) untuk kelangsungan
usaha Debitor dengan perlindungan wajar kepada Kreditor, antara lain : ganti rugi
atas terjadinya penurunan harta pailit, hasil penjualan bersih, hak kebendaan
pengganti, imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang
dijamin) lainnya. (Pasal 56 (3) UUK & PKPU)
j. Untuk Kreditor Preferen yang kedudukannya lebih tinggi dari Kreditor
Separatis, dalam hal ini Pajak dan Upah Buruh, dibayarkan terlebih dahulu,
bahkan apabila Jaminan Kebendaan dari Kreditor Separatis berhasil dijual, hasil
penjualannya wajib menyerahkan kepada Kreditor Preferen tersebut. (Pasal 60 (2)
UUK & PKPU).
… PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITOR

k. Kreditor dapat mengusulkan Penggantian atau Penambahan


Kurator/Pengurus melalui Hakim Pengawas (Pasal 71 dan 236 UUK & PKPU)
l. Kreditor diberi hak untuk mengajukan Surat Keberatan atas tindakan Kurator
dan meminta Hakim Pengawas untuk memerintahkan Kurator melakukan
perbuatan tertentu (Pasal 77 (1) UUK & PKPU);
m. Seorang Kreditor dapat mengusulkan penahanan atas diri Debitor Pailit yang
dilaksanakan oleh Jaksa (Pasal 93 UUK & PKPU)
n. Kreditor berhak mendapatkan Salinan dari surat yang disediakan di
kepaniteraan untuk dilihat (Putusan Pailit, Daftar Kreditor, Daftar Harta Pailit,
Daftar Tagihan dan Daftar Pembagian) (Pasal 112 UUK & PKPU)
o. Kreditor memiliki hak dan kewajiban untuk mendaftarkan Tagihan (piutang)
sesuai jadwal yang ditentukan dengan menunjukkan bukti- buktinya disertai
keterangan tentang jumlah piutang dan sifat piutang;
p. Kreditor dapat meminta keterangan dari Debitor Pailit mengenai hal-hal yang
dikemukakan melalui Hakim Pengawas (Pasal 121 (1) UUK & PKPU).
q. Kreditor dapat hadir sendiri dalam Rapat Kreditor termasuk rapat
pencocokan utang dan dapat pula memberi kuasa, tidak harus kepada Advokat;
r. Kreditor berhak mengajukan Renvoi Prosedur, yaitu bantahan terhadap Daftar
Piutang dan Daftar Pembagian (Pasal 127 dan Pasal 193 UUK & PKPU);
… PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITOR

s. Dalam perkara Renvoi Prosedur, Kreditor yang piutangnya dibantah, tidak wajib
mengajukan bukti lebih daripada Debitor Pailit (Pasal 129 UUK & PKPU)
t. Dalam hal adanya Rencana Perdamaian dari Debitor Pailit, Kreditor Konkuren dapat
mengeluarkan suara untuk menyetujui dan menolaknya dengan alasan- alasan; (Pasal 151
UUk & PKPU);
u. Kreditor Konkuren dapat mengemukakan alasan untuk pengesahan atau penolakan
perdamaian (Pasal 157 UUk & PKPU)
v. Kreditor Konkuren yang menyetujui Rencana Perdamaian dapat mengajukan Kasasi
bila rencana perdamaian ditolak oleh mayoritas Kreditor Konkuren;
w. Kreditor Konkuren yang menolak Rencana Perdamaian dapat mengajukan Kasasi bila
Rencana Perdamaian diterima dan disahkan (Pasal 160 UUK & PKPU);
x. Meskipun sudah ada Perdamaian, Kreditor tetap memiliki hak terhadap Para
Penanggung dan sesama Debitor (Pasal 165 (1) UUK & PKPU); Lihat Pasal 1831 KUH
Perdata.
y. Kreditor dapat menuntut Pembatalan Perdamaian bila Debitor lalai (wanprestasi)
dalam memenuhi isi Perdamaian (Pasal 170 UUK & PKPU);
z. Kreditor berhak mengusulkan supaya perusahaan Debitor Pailit dilanjutkan (Pasal
179 dan Pasal 180 UUK & PKPU);
… PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITOR

aa. Sebaliknya atas usulan Kreditor, Hakim Pengawas dapat memerintahkan supaya
kelanjutan perusahaan dihentikan (Pasal 183 UUK & PKPU);
bb. Kurator wajib membayar piutang Kreditor yang mempunyai hak menahan suatu
benda, sehingga benda itu masuk Kembali dan menguntungkan harta pailit (Pasal 185 (4)
UUK & PKPU);
cc. Apabila Hakim Pengawas berpendapat terdapat cukup uang tunai, Kurator diperintahkan
untuk melakukan pembagian kepada Kreditor yang piutangnya telah dicocokkan (Pasal 188
UUK & PKPU;
dd. Kreditor yang terlambat dalam pencocokan piutang diberikan hak pembagian apabila
uang masih ada (Pasal 200 UUk & PKPU);
ee. Setelah Daftar Pembagian Penutup, Kreditor memperoleh Kembali hak eksekusi
terhadap harta Debitor mengenai piutang yang belum dibayar (Pasal 204 UUK 7 PKPU);
ff. Pembayaran semua utang oleh Debitor PKPU tidak boleh dilakukan kecuali
pembayaran dilakukan kepada semua Kreditor (Pasal 245 UUK & PKPU);
gg. Kreditor Konkuren dan Kreditor Separatis berhak mengeluarkan suara dalam Voting
untuk menyetujui atau menolak rencana Perdamaian atau perpanjangan PKPU (PKPU Tetap)
Pasal 229 dan Pasal 281 UUK & PKPU
hh. Keseluruhan tindakan Kurator (dalam Kepailitan) dan Pengurus (dalam PKPU) adalah
untuk kepentingan perlindungan Kreditor serta Debitor secara seimbang.
IMBALAN JASA KURATOR

▶ PERMENKUMHAM No. 2 Tahun 2017


tentang Perubahan PERMENKUMHAM
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman
Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus.
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN
Ada dua kemungkinan posisi Negara dalam Kepailitan atau PKPU :

(i) NEGARA SEBAGAI KREDITOR :

A. UTANG PAJAK DEBITOR


Jumlah terbanyak posisi Negara dalam aktifitas kepailitan adalah Kantor Pajak selaku Kreditur Preferen.
Menurut Pasal 21 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) disebutkan :

(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagiamana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi
administrasi berupa bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak.
(3) Hak Mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap :
a. Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak
b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan atau;
c. Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan
(3a) Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar atau dilikuidasi, maka kurator, likuidator atau orang
atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta
tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…
B. UTANG SELAIN PAJAK
Kedudukan Negara sebagai Kreditor dapat menjadi Kreditor Preferen, Kreditor Separatis maupun Kreditor Konkuren sesuai
dengan posisi hukumnya dalam kerjasama dengan Debitor.

▶ Dalam bidang Kredit Perbankan, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BBPN) qq Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan
Bank-bank BUMN juga banyak mengisi daftar Kreditor Separatis dalam Kepailitan dan PKPU.

▶ Dalam Kontrak-kontrak Kerjasama antara Pemerintah (baca ; Negara) Dengan Swasta meliputi Kontrak Pengadaan Barang
dan Jasa, Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) atau kerjasama lain dalam Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi,
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam Pembangunan Infrastruktur atau kontrak-kontrak kerjasama lainnya
antara Pemerintah dengan swasta tidak dapat dipungkiri bahwa masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban yang dapat
saja menimbulkan perselisihan (disputes) manakala terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan perjanjian (breach of
contract).

▶ Pada saat terjadi perselisihan yang menimbulkan hak yang dapat dikategorikan sebagai Utang, pihak Pemerintah dapat saja
mengambil Langkah hukum Kepailitan atau PKPU.

Kedudukan Pemerintah dalam kontrak-kontrak kerjasama seperti itu pada umumnya adalah sebagai Kreditor Konkuren karena
tidak memiliki kualifikasi sebagai Kreditor Separatis maupun Kreditur Preferen. Untuk Kreditor Separatis memegang jaminan
kebendaan meliputi Gadai, Hak Tanggungan, Fidusia dan Hipotik. Sedangkan kedudukan sebagai Kreditor Preferen yang memiliki
hak istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata (Preferen Umum) dan Pasal 1149 KUHP Perdata (Preferen
Khusus).

Kedudukan sebagai Kreditor Konkuren dalam Praktek Kepailitan di Indonesia masih sangat rendah dalam tingkat pelunasan
utang (debt recovery) dikarenakan Badan Usaha pada umumnya telah memberikan harta kekayaannya sebagai jaminan
kebendaan kepada Bank selaku Pemberi Kredit, sedangkan untuk mengharapkan sisa dari hasil eksekusi jaminan kredit tersebut
sangat kecil harapannya. Dalam praktek pembagian hasil penjualan harta pailit, jarang ditemui adanya kelebihan nilai hasil
penjualan jaminan kredit kebendaan (Gadai, Hak Tanggungan dan Fidusia) untuk dibagikan kepada Para Kreditor Konkuren.
Justru Para Kreditur Separatis seringkali membagi sebagian tagihannya menjadi tagihan Konkuren karena nilai jaminan
kebendaan tidak mencukupi untuk melunasi seluruh Utang. (Pasal 60 (3), Pasal 138 dan Pasal 189 (5) UUK & PKPU).
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…

▶ Menurut Robertus Bilitea (Pejabat pada BPPN, sekarang Komisaris Independen Bank Mandiri) dalam
halaman 154 Buku Dr. Andriani Nurdin, SH, MH berjudul “ Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas
Kepastian Hukum” disebutkan bahwa upaya BPPN yang dibentuk untuk menyelamatkan ekonomi Negara
dengan melakukan penagihan piutang negara melalui Pengadilan Niaga masih jauh dari harapan. Dari tagihan
Negara sebesar Rp. 5,5 Triliun yang berhasil dikembalikan tidak lebih dari 7 %.
▶ Menurut Dr. Bernard Nainggolan, SH, MH (Dosen dan Kurator) dalam Buku “Perlindungan Hukum Seimbang
Debitor, Kreditor dan Pihak-pihak Dalam Kepailitan” disebutkan bahwa nilai pemulihan utang yang umum
dicapai dalam kepailitan rata-rata hanya sebesar 11,6 %.
▶ Pembicara sendiri selaku Kurator/Pengurus dan Kuasa Hukum dari beberapa bank Swasta yang menangani
perkara-perkara Kepailitan dan PKPU menghitung tingkat rata-rata pemulihan utang tidak sampai 15 %.
▶ Mengantisipasi kekurangan dari Kepailitan dalam hal tingkat recovery tersebut Para Kreditor termasuk
Pemerintah sebaiknya menempuh Upaya Permohonan PKPU terhadap Debitor-debitor yang melakukan
pelanggaran perjanjian dan dikategorikan memiliki Utang karena dengan PKPU diharapkan Debitor memiliki
itikad baik mengajukan Rencana Perdamaian dan rencana Perdamaian yang disetujui oleh mayoritas Kreditor
Konkuren dan Kreditor Preferen (Pasal 229 dan Pasal 281 UUK & PKPU) potensi pemulihan utang masih
lebih besar dibandingkan apabila terjadi Kepailitan yang diselesaikan dengan Pemberesan Harta Pailit.
▶ Dalam pengelolaan kegiatan usaha sektor hulu minyak dan gas bumi dilaksanakan oleh SKK Migas selaku
Badan Pelaksana dengan Para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) beserta Para Kontraktor Pengadaan,
Supplier dan Vendor.
▶ Dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) yang baku mengandung prinsip bahwa seluruh asset
(baik peralatan maupun tanah) yang diperoleh dari pembelian, yang diperlukan untuk pelaksanaan eksplorasi
dan eksploitasi menjadi milik negara sehingga berlaku ketentuan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
▶ Apabila terjadi kepailitan pada KKKS, Kontraktor Pengadaan, Supplier atau Vendor sebagai Debitor Pailit akan
bersinggungan dengan tugas-tugas Kurator yang mengambilalih peran Debitor Pailit untuk pengurusan harta
pailit. Kurator diharapkan memahami aspek-aspek hukum didalam pengelolaan kegiatan usaha sektor hulu
migas meliputi seluruh peraturan terkait dan kontrak kerja samanya.
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…

(ii) Negara sebagai Debitor


a. Pengajuan Kepailitan terhadap BUMN
▶ Dalam hal Debitor adalah Perusahan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. (Pasal 2 (5 ) UUK
& PKPU.
▶ Dalam penjelasan Pasal 2 (5) UUK & PKPU disebutkan bahwa yang dimaksud
BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham (BUMN Perum).
▶ Sejak tanggal 31 Desember 2012 kewenangan Menteri Keuangan untuk
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan
Pasal 55 (1) UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.
▶ Sejak tanggal 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank
Indonesia ke OJK.
▶ Dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN disebutkan adanya dua bentuk
BUMN yaitu Persero dan Perum.
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…

• Persero adalah BUMN yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %
sahamnya dimiliki Negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan (Pasal 1 (2) UU BUMN);
• Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang maupun jasa yang bermutu tinggi
dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan (Pasal 1 (4) UU
BUMN).

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka terhadap BUMN yang berbentuk Persero dapat diajukan
Kepailitan maupun PKPU oleh pihak swasta, sedangkan BUMN Perum diajukan oleh Menteri
Keuangan.
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…
BEBERAPA CONTOH BUMN SEBAGAI DEBITOR DALAM KASUS KEPAILITAN DAN
PKPU :
(i) PT Leces (Persero) (Dalam Pailit)
- PT Lautan Warna Sari selaku Pemohon PKPU;
- Putusan PKPU Dikabulkan;
- Homologasi
- Pembatalan Perdamaian (Pasal 291 Jo. Pasal 170 UUK & PKPU)
- Pailit dan Pemberesan
(ii) PT Dok & Perkapalan Koja Bahari
- BNP Paribas Hongkong dkk selaku Pemohon Pernyataan Pailit;
- Putusan Permohonan Pailit Ditolak sampai tingkat Peninjauan Kembali
(iii) PT Dirgantara Indonesia (Persero)
- Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan DI selaku Pemohon Pernyataan
Pailit
- Putusan Tolak sampai Tingkat Kasasi
(iv) PT Iglas (Persero)
- PT Interchem Plasagro Jaya selaku Pemohon Pernyataan Pailit;
- Putusan Permohonan Pailit PN Ditolak krn harus diajukan Menkeu, tetapi
dibatalkan oleh Putusan Kasasi MA, selanjutnya pada saat tingkat PK
terjadi perdamaian.
HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…
▶ Dari Putusan-putusan tersebut ternyata Majelis Hakim Tingkat Pertama maupun Mahkamah Agung memiliki
perbedaan penafsiran tentang frasa “BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik” yang mencakup
BUMN Persero dan BUMN Perum, maka beberapa Perkara kepailitan ditolak.
▶ Upaya yang sebaiknya ditempuh pihak swasta terhadap BUMN Persero adalah PKPU karena Majelis Hakim
sebagaimana berhasil dalam permohonan PKPU dalam kasus PT Leces (Persero) karena PKPU memang pada
dasarnya ditujukan untuk terciptanya perdamaian dengan restukturisasi utang. Bahwa dalam kelanjutannya PKPU
sampai pada Kepailitan hal itu dimungkinkan dibandingkan upaya hukum Permohonan Pernyataan Pailit secara
langsung kepada BUMN Persero sebagaimana kasus PT Dok & Perkapalan, PT DI dan PT Iglas tersebut di atas.

Sepatutnya Majelis Hakim dapat mempedomani Penjelasan Pasal 2 (5) UUK & PKPU serta Pasal 11 UU BUMN :

Pasal 11 UU BUMN :
“Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana
diatur dalam Undang-undang No. 1Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas”

Pengajuan PKPU terhadap BUMN yang berbentuk Perum dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 223 UUK &
PKPU).

b. Selain BUMN
- UUKPKPU tidak mengatur tentang kepailitan atau PKPU terhadap institusi Negara selain BUMN;
- Apabila Pemerintah melakukan wanprestasi terhadap Kontrak-kontrak Kerjasama dengan Badan
Usaha dan menimbulkan piutang bagi pihak swasta, maka pihak Swasta tidak dapat mengajukan
upaya hukum Kepailitan karena berdasarkan Pasal 50 Jo. Pasal 1 butir 10 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (“UUPN”) disebutkan terhadap harta kekayaan negara tidak dapat
dilakukan Penyitaan, karena pengertian Kepailitan adalah “Sita Umum”.
▶ Bunyi Pasal 50 UUPN : HAK NEGARA DALAM KEPAILITAN…

“Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap :


1. Uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi
Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
2. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada Negara/daerah;
3. Barang bergerak milik negara/daerah yang berada pada instansi Pemerintah
maupun pada pihak ketiga;
4. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
5. Barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan
untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan”

Bunyi Pasal 1 butir 10 UUPN :

“Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN
atau diperoleh dari perolehan lainnya yang sah”

Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Badan Usaha atau pihak swasta yang merasa
dirugikan dalam Kontrak Perdata Dengan Pemerintah adalah mengajukan upaya gugatan
perdata melalui Pengadilan Negeri ataupun melalui Arbitrase apabila terdapat Klausula
Arbitrase dalam kontrak kerjasamanya.
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai