Anda di halaman 1dari 45

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Data Sekunder

Setelah dilaksanakan penelitian mengenai perkara kepailitan khususnya

berkaitan dengan kajian yuridis terhadap penentuan kurator di Pengadilan Niaga

Semarang dan di Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam kurun waktu mei 2012

sampai dengan oktober 2016 ternyata terdapat sembilan perkara permohonan

kepailitan yakni sebagian dituangkan pada tabel dibawah ini:

Tabel

Jumlah Perkara Kepailitan

Di Pengadilan Niaga Semarang

Mei 2012 – Okober 2016

No. Urtaian Th. Th. Th. Th. Th. Jml.

2012 2013 2014 2015 2016

1 Masuk 6 1 2 9

2 Dikabulkan 6 1 2 9

3 Ditolak

4 Tidak diterima

5 Gugur

1
2

6 Perdamaian

7 Dicabut

8 Kurator BHP 1 1

9 Kurator 6 2 8
lainnya
10 Sisa Perkara

Penjelasan sebagai berikut:

Jumlah perkara permohonan kepailitan yang masuk tergolong sangat rendah

karena enam tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998

sampai diganti dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 jumlah perkara

permohonan kepailitan yang masuk pada Pengadilan Niaga Semarang dalam

kurun waktu mei 2012 sampai dengan oktober 2016 terdapat 9 perkara

permohonan kepailitan masing-masing terdaftar perkara:

1. NO. : 01/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg.

Pemohon: Sulistiawati Subekti

Alamat di Jln. Lingkar Tanjung Mas A-8 Kelurahan Panggung Lor,

Kecamatan Semarang Utara,Kota Semarang

Termohon:

a. Poedji Harsono Hardjosanjoyo,

b. Lily
3

Alamat Jln.Tambak Mas III/150 RT.003/RW.005,Kelurahan Panggung

Lor,Kecamatan Semarang Utara

Perkara antara para pemohon dengan para termohon adalah mengenai

adanya utang para termohon kepada pemohon yang telah jatuh tempo dan

dapat ditagih.Pemohon adalah seorang wiraswasta yang bergerak di bidang

penjualan bahan-bahan bangunan.Termohon adalah pasangan suami-isteri

yang berwiraswasta dibidang usaha gesek tunai kartu kredit, dengan

menerima pendebetan dari para pemegang kartu kredit untuk ditukarkan

dengan uang tunai kepada para pemilik kartu kredit yang membutuhkan

uang kontan.membutuhkan uang kontan yang cukup besar dan untuk

melayani kebutuhan para pelanggannya, maka Para Termohon melalui

Termohon I kemudian meminjam uang kepada Pemohon dengan cara

menukar cek ataupun warkat Kospin Jasa yang mana menurut Termohon I

akan dicairkan pada saat jatuh tempo cek atau warkat tersebut

Karena termohon tidak dapat mengembalikan uang milik para

pemohon maka para pemohon mengajukan permohonan pailit kepada

Pengadilan Niaga Semarang agar para termohon dinyatakan pailit. Dalam

jawabannya termohon mengakui seluruh utang-utangnya kepada para

pemohon Pengadilan Niaga Semarang dengan pertimbangan berdasarkan

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 bahwa Debitur

adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang


4

yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan maka Pengadilan

Niaga Semarang menjatuhkan putus sebagai berikut:

Mengadili

 Mengabulkan Permohonan pemohon

 Menyatakan termohon I dan termohon II pailit

 Menunjuk dan mengangkat Saudara WINARTO,SH. Hakim Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang sebagai Hakim Pengawas

 Menunjuk dan mengangkat Sdr.SOENYOTO,SH.M.Hum. Kurator dan

Pengurus

 Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk membayar biaya

perkara yang timbul sejumlah Rp.2.311.000,- ( dua juta tiga ratus

sebelas ribu rupiah );

2. Perkara No. 02/Pailit/2012/PN. Niaga. Smg

Pemohon: PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA, Tbk.

Berkedudukan di Jakarta Pusat

LAWAN

1. Jung Dianto

2. Lily Eriani Budiono


5

Keduanya adalah suami istri, pekerjaan swasta, beralamat Tn. di jalan

Baturan Raya Blok A-3 Rt.06/03 Baturan, Colomadu Karang Anyar atau

Fajar Indah IXA No. 10 RT. 006/RW. 007, Ktehurahari Jajar,

Kecamatan Laweyan, Surakarta.

Tentang duduknya perkara, termohon pailit mempunyai utang kepada

pemohon pailit yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,dengan perincian

sebagai berikut:

1. Bahwa Termohon I dan Termohon II adalah suami istri dalam ikatan

perkawinan telah mengajukan pinjaman uang kepada Pemohon pada tanggal

28 Agustus 2007 yang digunakan untuk tujuan Modal Kerja dalam Usaha

Bidang Plastik;

2. Bahwa Pemohon memberikan pinjaman dan dibuatlah Perjanjian antara

Pemohon Pailit dan Para Termohon Pailit sebagaimana Akta Nomor 76

tentang Perjanjian Kredit Pinjaman Rekening Koran pada tanggal 28

Agustus 2007 dihadapan Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di

Surakarta). Yang pada intinya disebutkan pada Pasal 1 bahwa “atas dasar

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini dan tersedianya

dana pada BANK, BANK menyetujui untuk memberikan fasilitas kredit

dalam bentuk fasilitas Pinjaman Rekening Koran (Overdraft Ltoan) sampai

jumlah setinggitingginya sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

untuk jangka waktu terhitung 28 Agustus 2007 samtpai dengan 28 Agustus

2008 berikut setiap perpanjangannya. Fasilitas krtedit tersebut selanjutnya


6

akan disebut “Fasilitas Kredit”, sedangkan sejumlah dana yang ditarik oleh

DEBITUR berdasarkan Fasilitas Kredit akan disebut sebagai “Pinjaman”.

3. Bahwa pada hari yang sama yaitu pada tanggal 28 Agustus 2007 dibuat

Akta Nomor 77 tentang Perjanjian Kredit Pinjaman Promes Berulang

(antara Pemohon Pailit dengan Para Termohon Pailit dihadapan Notaris Ina

Megahwati, SH. (Notaris di Surakarta) bahwa Pemohon Pailit memberikan

fasilitas kredit kepada Termohon Pailit dalam bentuk fasilitas Pinjaman

Promes Berulang (Demand Loan) sampai jumlah setinggi-tingginya sebesar

Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) untuk jangka waktu terhitung 28

Agustus 2007 sampai dengan 28 Agustus 2008 berikut perpanjangannya.

4. Bahwa pada hari yang sama juga yaitu pada tanggal 28 Agustus 2007

dibuat Akta No. 78 tentang Perjanjian Kredit Pinjaman Berjangka antara

Pemohon Pailit dengan Para Termohon Pailit dihadapan Notaris Ina

Megahwati, SH. (Notaris di Surakarta) bahwa Pemohon Pailit memberikan

fasilitas kredit kepada Para Termohon Pailit dalam bentuk fasilitas Pinjaman

Promes Berjangka (Term Loan) sampai jumlah setinggi-tingginya sebesar

Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) untuk jangka waktu terhitung 28

Agustus 2007 sampai dengan 28 Agustus 2010;.

5. Bahwa selanjutnya berdasarkan pada Akta Nomor 76, Akta Nomor 77

dan Akta Nomor 78, maka pada hari yang sama telah dibuat Akta Nomor 83

tentang Akta Jaminan Fidusia oleh Para Termohon Pailit dihadapan Notaris

Ina Megahwati, S.H. (Notaris di Surakarta). Pada akta ini disebutkan


7

“bahwa untuk memenuhi ketentuan tentang pemberian jaminan yang

ditentukan dalam Perjanjian Kredit, Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia

telah sepakat dan setuju mengadakan perjanjian sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 (seribu sembilan ratus

sembilan puluh sembilan);

6. Bahwa berdasarkan pada Akta Nomor 76, Akta Nomor 77, Akta Nomor

78 dan Akta Nomor 83, maka pada hari yang sama telah dibuat Akta Nomor

84 tentang Pemberian Jaminan (Borghtocht) oleh Termohon Pailit II (Ny.

LILY ERIANI BUDIONO) (dihadapan Notaris Ina Megahwati, S.H.

(Notaris di Surakarta);

7. Bahwa guna menjamin seluruh pembayaran kembali segala sesuatu yang

terhutang oleh Debitur kepada Bank berdasarkan Fasilitas Kredit, Debitur

dan/atau penjamin/pemilik jaminan telah memberikan jaminan kepada

BANK berupa:

a) Sebidang tanah Hak Milik Nomor: 842, terletak di Propinsi Jawa Tengah,

Kotamadya Surakarta, Kecamatan Laweyan, Kelurahan Purwosari, setempat

dikenal sebagai Jalan Kantil Nomor 15 Rukun Tetangga 02 Rukun Warga

10, berdasarkan Hak Tanggunan I No. 2435 2007 Akta No.

427/Laweyan/2007 tanggal 28-8-2007 yang dibuat oleh Ina Megahwati, SH.

PPAT Kota Surakarta dengan nilai sejumlah Rp 574.600.000 jo Hak

Tanggungan II No. 3069/2008 Akta No. 570/Laweyan/2008 tanggal 25-09-


8

2008 yang dibuat oleh Ina Megahwati, SH. PPAT Kota Surakarta nilai

sejumlah Rp 80.000.000;

b) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 2346, terletak di Propinsi Jawa

Tengah, Kotamadya Surakarta, Kecamatan Banjarsari, Kelurahan

Banyuanyar, setempat dikenal sebagai Jalan Pleret, berdasarkan Hak

Tanggungan I No. 2578/2007 Akta No. 428/Banjarsari/2007 tanggal 28-08-

2007 yang dibuat oleh Ina Megahwati, SH. PPAT Kota Surakarta Nilai

sejumlah Rp 78.050.000 jo Hak Tanggungan II No. 3088/2008 Akta No.

571/Banjarsari/2008 tanggal 25-09-2008 yang dibuat oleh Ina Megahwati,

SH. PPAT Kota Surakarta dengan nilai sejumlah Rp 76.350.000;

c) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 3005, terletak di Propinsi Jawa Tengah

Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Grogol, Desa Kwarasan, setempat

dikenal sebagai Jalan Kencur, berdasarkan Hak Tanggungan No. 2680/2007

peringkat pertama APHT PPAT Shinta Yuanianingsih jo Hak Tanggungan

Nomor 3917/2008 Peringkat kedua APHT PPAT Shinta Yunianingsih, SH.

Nomor 99/Grogol/2008 tanggal 24/10/2008;

d) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 107, terletak di Propinsi Jawa Tengah

Kabupaten Karanganyar, Kecamatan Colomadu, Desa Klodran, setempat

dikenal sebagai Jalan Mantren Rukun Tetangga 04 – Rukun Warga 07,

bedasarkan Hak Tanggungan Nomor 2316/2007 Peringkat Pertama APHT

PPAT Bahari Sriwijaya Dewi, SH. Nomor: 218/2007 tanggal 27/09/2007 jo

Hak Tanggungan Nomor 2953/2008 Peringkat Kedua APHT PPAT Bahari


9

Sriwijaya Dewi, SH. Nomor 479/2008 tanggal 24/10/2008 sebesar Rp

16.100.000

e) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 2291, terletak di Propinsi Jawa

Tengah, Desa Baturan Jl Fajar Indah 02 No. 17 Rt. 05 Rw. 07 Kecamatan

Laweyan, SURAKARTA setempat dikenal sebagai Jalan Fajar Indah 02 No.

17 Rt 05 Rw 07, berdasarkan Hak Tanggungan Nomor 2317/2007 Peringkat

Pertama APHT PPAT Bahari Sriwijaya Dewi, SH. Nomor 219/2007 tanggal

27/09/2007 jo Hak Tanggungan Nomor 186/2009 Peringkat Kedua APHT

PPAT Bahari Sriwijaya Dewi, SH. Nomor 481/2008 tanggal 24/10/2008/

sebesar Rp 418.500.000;

f) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 1667 (dahulu sebagian dari sebidang

tanah Hak Milik nomor 475) terletak di Propinsi Jawa Tengah , kelurahan

kalisoro kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, berdasarkan

Hak Tanggungan Nomor 191/2008 Peringkat Pertama APHT PPAT Bahari

Sriwijaya Dewi, SH. Nomor 266/2007 tanggal 21 November 2007 jo Hak

Tanggungan Nomor 2931/2008 Peringkat Kedua APHT PPAT Bahari

Sriwijaya Dewi, SH Nomor 480/2008 bersama M. 1668/Kalisoro tanggal 24

November 2008 sebesar 66.000.000.

g) Sebidang tanah Hak Milik Nomor 1668 (dahulu sebagian dari sebidang

tanah Hak Milik nomor 475) terletak di Propinsi jawa Tengah kelurahan

kalisoro kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, berdasarkan

Hak Tanggungan Nomor 191/2008 Peringkat pertama APHT PPAT Bahari


10

Sriwijaya Dewi, SH. Nomor 266/2007 tanggal 21/11/2007 jo Hak

Tanggungan Nomor 2931/2008 Peringkat Kedua APHT PPAT Bahari

Sriwijaya Dewi, SH. Nomor 480/2008 bersama M. 1667 Kalisoro tanggal

24 Oktober 2008 sebesar Rp 66.000.000

8. Bahwa pada tanggal 22 Pebruari 2008 dibuat Akta Nomor: 65 dan

Perubahan Perjanjian Kredit Pinjaman Rekening Koran Nomor 67 yang

dibuat dihadapan Notaris Ina Megahwati (Notaris di Surakarta).

9. Bahwa pada tanggal 25 September 2008 di buat Akta nomor: 139 tentang

Perubahan Perjanjian Kredit antara Pemohon Pailit dengan Para Termohon

Pailit di hadapan Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di Surakarta). Pada

Akta ini disebutkan bahwa PT.Bank Internasional Indonesia, Tbk

menambah fasilitas kredit baru dalam bentuk fasilitas Pinjaman Berjangka

(PB) sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);

10. Bahwa pada tanggal 25 September 2008 dibuat Akta nomor: 145 tentang

Akta Jaminan Fiducia atas Piutang-piutang (tagihantagihan) oleh Para

Termohon Pailit dihadapan Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di

Surakarta). Pada akta ini disebutkan “bahwa untuk memenuhi ketentuan

tentang pemberian jaminan yang ditentukan dalam Perjanjian Kredit,

Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia telah sepakat dan setuju mengadakan

perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun

1999 tentang Jaminan Fiducia;


11

11. Bahwa pada tanggal 25 September 2008 dibuat Akta Nomor: 146

tentang Pemberian Jaminan (Borgtocht) oleh Termohon Pailit II (Ny. LILY

ERIANI BUDIONO) dihadapan Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di

Surakarta );

12. Bahwa pada tanggal 1 September 2009 telah dibuat Akta Nomor 3

tentang Perubahan Perjanjian Kredit antara Pemohon Pailit dengan Para

Termohon Pailit dihadapan Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di

Surakarta), pada Akta ini disebutkan bahwa PT.Bank Internasional

Indonesia, Tbk. menyetujui untuk memberikan fasilitas kredit kepada

Debitur dalam bentuk:

1) Pinjaman Rekening Koran (PRK) sampai jumlah setinggitingginya

sebesar Rp. 2.250.000.000,- (dua milyar dua ratus lima puluh juta rupiah);

2) Pinjaman Promes Berulang (PPB) sampai jumlah setinggitingginya

sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah);

3) Pinjaman Berjangka I (PB I) sampai jumlah setinggi-tingginya sebesar

Rp. 1.000.000.000,- (satu milyard rupiah) dengan outstanding pinjaman

pertanggal 28 Agustus 2009 sebesar Rp. 381.276.000,- (tiga ratus delapan

puluh satu juta dua ratus tujuh puluh enam ribu rupiah);

4) Pinjaman Berjangka II (PB II) sampai jumlah setinggi-tingginya sebesar

Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan outstanding pinjaman

pertanggal 28 Agustus 2009 sebesar Rp. 744.143.000,- (tujuh ratus empat

puluh empat juta seratus empat puluh tiga ribu rupiah);


12

13. Bahwa berdasarkan pada Akta Nomor 3 tentang Perubahan Perjanjian

Kredit antara Pemohon Pailit dengan Para Termohon Pailit dihadapan

Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di Surakarta), pada tanggal

September 2009 telah juga dibuatkan Akta Nomor: 5 tentang Pemberian

jaminan (Borghtocht) oleh Termohon Pailit II (Ny. LILY ERIANI

BUDIONO) dihadapan Notaris Ina Megahwati, SH. (Notaris di Surakarta).

Yang pada intinya bahwa guna menjamin seluruh pembayaran kembali

segala sesuatu yang terhutang oleh Debitur kepada Bank berdasarkan

Fasilitas Kredit, Debitur dan/atau penjamin/pemilik jaminan telah

memberikan jaminan;

14. Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2010 telah dibuat Akta Nomor 11

tentang Perubahan Perjanjian Kredit antara Pemohon Pailit dengan Para

Termohon Pailit dihadapan Notaris Ina Megahwati, S.H. (Notaris di

Surakarta), pada Akta ini disebutkan bahwa Bank menyetujui untuk

memberikan fasilitas kredit kepada Debitur serta fasilitas kredit tersebut

telah jatuh tempo tanggal 28 Agustus 2011 (untuk Penjaman Rekening

Koran dan Pinjaman Promes Berulang) dan tanggal 25 September 2011

(untuk Pinjaman Berjangka).

15. Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2010 berdasarkan Akta Nomor 11

tentang Perubahan Perjanjian Kredit antara Pemohon Pailit dengan Para

Termohon Pailit dihadapan Notaris Ina Megahwati, SH. (Notaris di

Surakarta), juga telah dibuatkan Akta Nomor: 18 tentang Perjanjian


13

Pemberian Jaminan Perorangan (Personal Guarantee) pada Akta ini

disebutkan bahwa Penjamin setuju bahwa mengenai jaminan yang diberikan

berdasarkan perjanjian ini kepada Bank, Penjamin melepaskan semua dan

setiap hak serta hak-hak utama yang menurut peraturan hukum diberikan

kepada seorang penjaming (borg)”, dengan demikian kedudukan Termohon

Pailit II sama kedudukannya dengan Termohon Pailit I;

16. Bahwa ternyata sebagaimana Perjanjian Kerdit yang telah di sepakati

antara Para Termohon Pailit dengan pemohon Pailit tersebut telah terbukti

bahwa Para Termohon Pailit memiliki hutang (kewajiban) kepada Pemohon

Pailit, yang telah jatuh tempo dan telah menunggak terhitung sejak tanggal

01 November 2010” serta dapat ditagih dengan seketika dan sekaligus”

17. Bahwa terhadap kewajiban Para Termohon tPailit pinjaman uang

tersebut diatas telah resmi ditagih pembayarannya oleh Pemohon Pailit agar

dilakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit

dan perjanjian-perjanjian yang mengikutinya;

18. Bahwa Termohon Pailit telah cidera janji (wanprestasi) kepada

Pemohon Pailit, maka Pemohon Pailit telah memberikan Surat Peringatan

kepada Para Termohon Pailit, yaitu sebagai berikut:

a. Peringatan I: Surat No. 2010.309/DIRSMEC.RB6-SME.SOLO

tertanggal 10 November 2010;

b. Peringatan II: Surat No. 2010.316/DIRSMEC.RB6-SME.SOLO

tertanggal 24 November 2010;


14

c. Peringatan III: Surat No. 2010.335/DIRSMEC.RB6-SME.SOLO

tertanggal 10 Desember 2010;

d. Surat Pemberitahuan dan Peringatan Terakhir No. 2010.358/

DIRSMEC.RB6-SME.SOLO tertanggal 28 Desember 2010;

19. Bahwa Pihak Parta Termohon, selain diberikan surat peringatan dari

Pihak Pemhon Pailit juga telah diberikan surat peringatan melalui kuasa

Hukum pemohon pailit, sebagai berikut:

1) Somasi Pertama, tertanggal 19 Agustus 2011 Nomor: 279/Sekret/

Djw/Smg/VIII/2011

2) Somasi Kedua, tertanggal 15 September 2011 Nomor: 313/Sekret/

Djw/Smg/VIII/2011

3) Somasi Ketiga, tertanggal 29 September 2011 Nomor: 336/Sekret/

Djw/Smg/VIII/2011

4) Somasi dan Pernyataan Wanprestasi tertanggal 27 Februari 2011

dengan no surat 077/Sekret/Djw/Smg/II/2012

20. Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan informasi yang diperoleh, ternyata

disamping mempunyai hutang kepada Pemohon Pailit, Para Termohon Pailit

juga memiliki hutang kepada kreditur lain yakni PT. Bank UOB

Indonenesia Cabang Solo yang beralamat di Jl. Urip Sumoharjo No. 13-17

Solo hal ini ditunjukkan dengan surat dari PT. Bank UOB Indonesia No.

12/SLO/BB/JAN/063 tertanggal 31 Januari 2012 yang telah jatuh tempto;


15

21. Bahwa Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dibuktikan

secara sederhana (sumir) bahwa Para Termohon Pailit mempunyai hutang

yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) kepada

Pemohon Pailit dan kepada kreditur lain, sehingga dengan demikian Para

Termohon Pailit demi hukum harus dinyatakan Pailit, karena unsur-unsur

pokok untuk menyatakan Pailit terhadap Termohon Pailit sebagaimana yang

dipersyaratkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (4) UU No.

37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU) telah terpenuhi dengan sempurna yaitu PT. Bank UOB

Indonenesia Cabang Solo yang beralamat di Jl. Urip Sumoharjo No. 13-17

Solo

 Para Termohon Pailit tidak membayar lunas sedikitnya 1 (satu)

utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, yaitu utang kepada

Pemohon Pailit.

Pasal 2 ayat 1 UU tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan:

“ Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar

lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan Pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditor ”.

Pasal 8 ayat (4) UU tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan:


16

“ Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk

dinyatakan Pailit sebagaimana di maksud dalam pasal 2 ayat (1) telah

dipenuhi”.

22. Bahwa terhadap hal-hal tersebut di atas, Para Termohon Pailit telah

menjaminkan asetnya kepada Pemohon Pailit sebagaimana terurai dalam

point 7 di atas

Berdasarkan pasal 1, pasal 2,pasal 5,pasal 7, pasal 8, pasal 15 dan pasal 23

serta pasal 70 Undang undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan

dan PKPU serta peratusan Perundang-undangan yang bersangkutan.maka

Pengadilan Negeri Semarangt , memutuskan sebagai berikut;

1. Mengabulkan Permohonan Pernyataan Pailit dari Pemohon Pailit.

2. Menyatakan Para Termohon Pailit berada dalam keadaan Pailit dengan

segala akibat hukumnya.

3. Mengangkat Sdr. NOOR EDIYONO, SH.MH. Hakim Niaga pada

Pengadilan Niaga Semarang sebagai Hakim Pengawas dalam

Kepailitan ini.

4. Mengangkat :

1. WENANG NOTO BUWONO, SH.MH

2. MUHAMMAD DIPA YUSTIA PASA,SH,M.Kn

sebagai Team Kurator dalam perkara Kepailitan ini.


17

5. Menghukum Para Termohon untuk membayar biaya perkara yang

timbul jumlah Rp.2.061.000,-(Dua juta Enam puluh satu Ribu

Rupiah).

3. Perkara Nomor : 03/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Smg

Pemohon:

1. Yakub Iwan Widiarto

Alamat Jln. Sidomulyo II/04 RT 009 RW. 020, Kel. Muktiharjo Kidul,

Kec. Pedurungan, Kota Semarang.

2. Jeremy Kurniawa Siaw

Alamat Jln. Anggrek VII/4-A RT. 04 RW. 05, Kel. Pekunden, Kec.

Semarang Tengah, Kota Semarang

Termohon :

PT RIVERSIDE INDONESIA

Berkedudukan di Jl. Gajah Raya No. 28 Blok A-7, Kelurahgan Siwalan,

Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang,

Permohonan Pailit diajukan pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 12

Januari 2015, telah mengajukan permohonan pailit terhadap Termohon Pailit, di

Kepaniteraa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dalam Register

Nomor 03/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Smg, dengan duduknya perkara sebagai

berikut:
18

1. Bahwa Pemohon I kenal dengan Termohon karena hubungan bisnis, dimana pada

mulanya Pemohon I sebagai supplier bahan baku mebel, dan karena pihak Termohon

bergerak di bidang usaha Finishing Mebel, membutuhkan pinjaman kepada Pemohon

I untuk menambah modal usahanya, maka Pemohon I rela memberikan pinjaman

uang tunai kepada Termohon ;

2. Bahwa setelah Pemohon I mengetahui bahwa Termohon memiliki usaha yang

berjalan dengan baik, maka akhirnya Pemohon I memberikan uang sejumlah Rp

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) kepada Termohon dan oleh Termohon diberikan

tanda terima berupa Kwitansi dengan No. 001702 tertanggal 09 Januari 2013 dengan

memberi pembagian keuntungan sebesar 5 % (lima persen) per bulan ;

3. Bahwa jumlah hutang Termohon kepada Pemohon I sebagaimana Posita angka 2

tersebut di atas sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang telah jatuh

tempo pada tanggal 09 Januari 2014 sampai saat Permohonan Kepailitan ini diajukan

di Pengadilan Niaga Semarang tidak terbayar oleh Termohon, dengan kata lain

Termohon dalam keadaan berhenti membayar ;

4. Bahwa dengan adanya kejadian tersebut, maka Pemohon I secara kekeluargaan dan

telah menegur secara tertulis agar Termohon segera membayar kewajibannya

tersebut, tetapi Termohon tidak mampu mengembalikan pinjamannya tersebut sama

sekali dengan alasan Termohon masih memiliki tagihan (piutang) yang belum
19

dibayar oleh pihak Ketiga, sehingga Termohon tidak dapat membayar, baik

hutangnya yang telah jatuh tempo maupun ganti keuntungan yang diperjanjikan ;

5. Bahwa karena Termohon sama sekali tidak membayar hutangnya maupun

pembagian keuntungan sebesar 5 % (lima persen) per bulan, maka Pemohon I

dirugikan sejumlah pinjaman pokok Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

ditambah pembagian keuntungan sebesar 5% x 12 bulan = Rp600.000.000,- (enam

ratus juta rupiah), menjadi sejumlah Rp 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta

rupiah) ;

6. Bahwa selain mempunyai pinjaman kepada Pemohon I ternyata Termohon juga

masih mempunyai hutang kepada Pemohon II sejumlah Rp 800.000.000,- (delapan

ratus juta rupiah) dengan bukti Kwitansi tanda terima yang dikeluarkan dan

ditandatangani Termohon dengan Kwitansi No. 001749, tanggal 11 April 2013, jatuh

tempo 11 April 2014, dimana Termohon juga telah ada kesepakatan untuk

memberikan pembagian keuntungan kepada Pemohon II sebesar 5% (lima persen)

setiap bulannya, sehingga jumlah hutang Termohon kepada Pemohon II adalah Rp

800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) ditambah 5% x 12 = Rp 480.000.000,-

(empat ratus delapan puluh juta rupiah) = Rp 1.280.000.000,- (satu milyar dua ratus

delapan puluh juta rupiah) ;

7. Bahwa hubungan bisnis dengan Pemohon II diawali dimana Termohon telah

meminjam uang untuk penambahan modal kerja dengan kesepakatan pembagian


20

keuntungan sebesar 5% (lima persen) untuk setia bulannya, dan hutang pokok

maupun pembagian keuntungan tersebut akan dikembalikan dalam tempo 1 (satu)

tahun, ialah 11 April 2014 ;

8. Bahwa karena hutang tersebut sebagaimana posita angka 7 telah jatuh tempo, dan

Termohon ternyata tidak mampu untuk membayar hutangnya tersebut baik hutang

pokok maupun pembagian keuntungan yang diperjanjikan kepada Pemohon II, maka

Pemohon II berusaha untuk menagih baik melalui telepon maupun bertemu secara

langsung, tetapi Termohon senantiasa menjanjikan kepada Pemohon II agar sabar

terlebih dahulu, tetapi sampai habis kesabaran Pemohon II janji-janji Termohon

untuk melunasi pinjamannya tersebut tidak pernah direalisasikan ;

9. Bahwa Pemohon II telah dirugikan oleh Termohon sejumlah Rp 800.000.000,- +

Rp 480.000.000,- = Rp 1.280.000.000,- (satu milyar dua ratus delapan puluh juta

rupiah) ;

10. Bahwa dengan demikian jelaslah atas kejadian ini, terdapat fakta hukum dimana

Termohon telah wanprestasi yang menimbulkan kerugian bagi Para Pemohon, karena

Termohon sekarang dalam keadaan tidak mampu membayar hutangnya, oleh karena

itu sudah seharusnya dinyatakan Pailit ;

11. Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ditentukan Debitur

yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas setidak-tidaknya
21

satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatalan Pailit dengan Putusan

Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) baik atas

permohonan sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditur ;

12. Bahwa jelaslah Para Pemohon telah dapat mendalilkan dan juga telah

membuktikan adanya minimal 2 (dua) orang Kreditur sebagaimana dipersyaratkan

oleh Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan adanya piutang Para Pemohon

terhadap Termohon yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, juga adanya Debitur

yaitu pihak Termohon sehingga Permohonan Pailit layaklah dikabulkan ;

13. Bahwa untuk mengurus kepailitan ini, maka Para Pemohon berkepentingan agar

Yang Mulia Majelis Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang yang memriksa

dan mengadili perkara ini agar berkenan untuk menunjuk seoranng Hakim Pengawas

pada Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang dan mengangkat Balai harta

Peninggalan Semarang sebagai Kurator.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1), jo. Pasal 8 ayat (4) , Pasal 70 ayat (2) jo.

Pasal 15 ayat (1) dan Pasal – pasal yang berkenaan dari Undangundang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU), serta peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku, maka Pengadilan

Negeri Semarang Memutuskan, sebagai berikut:

1. Mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk Seluruhnya ;


22

2. Menyatakan Termohon : PT. Riverside Indonesia, berkedudukan di Jl. Gajah

Raya No. 28 Blok A-7, Kelurahan Siwalan, Kecamatan Gayamsari, Kota

Semarang, pailit dengan segala akibat hukumnya ;

3. Mengangkat Sdr. SITI JAMZANAH , SH ,MH Hakim Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Semarang sebagai Hakim Pengawas ;

4. Mengangkat Balai Harta Peninggalan Semarang sebagai Kurator Termohon

Pailit ;

5. Menetapkan imbalan jasa Kurator ditentukan kemudian berdasarkan peraturan

yang berlaku setelah Kurator selesai menjalankan tugasnya;

6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp

1.611.000,- (Satu juta enam ratus sebelas ribu rupiah).

a. Hasil Penelitian Data Primer

Mulai dari berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 hingga

digantinya undang-undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 di Pengadilan Niaga Semarang sampai pada tahun 2016 perkara

permohonan kepailitan kian bertambah meskipun tidak terlalu signifikan.

Faturrochman berpendapat bahwa ada beberapa alasan yang

menyebabkan terjadinya sedikit perkara kepailitan yang diajukan pada

Pengadilan Niaga Semarang:

a. Sebelum mengajukan tuntutan mereka harus melengkapi banyak

dokumen
23

b. Mungkin juga para pihak mencoba menyelesaikan secara

musyawarah terlebih dahulu. Jadi, penyelesaian pihak kreditur dan

debitur itu sendiri, karena kalau dipailitka asset atau barang-barang

debitur akan laku dalam jangka waktu lama bahkan bisa terjadi

harganya murah, utang piutang terntu masih dapat

dimusyawarahkan mungkin bisa terjadi. Jadi, tidak perlu ke

Pengadilan.1

Nirwana juga berpendapat bahwa pernyataan pailit yang diajukan

kepada pengadilan Niaga Semarang haruslah memenuhi syarat yaitu:

a. Syarat formal, menyangkut kelengkapan pengajuan perkara

kepailitan berupa dokumen bagi pihak yang akan mengajukan

permohonan pernyataan pailit.

b. Syarat substansial, yaitu mengenai adanya debitur yang

mempunyai dua atau lebih kreditur dan adanya hutang yang telah

jatuh tempo serta dapat ditagih. Dan dilengkapi persyaratan

permohonan yang disebut chek list.2

Menurut Poppy Indarjati, syarat-syarat yang harus dipenuhi, untuk

mengajukan permohonan penyataan pailit harus sesuai dengan ketentuan

Pasal 1 UU Kepailitan, yaitu debitur mempunyai dua orang kreditur atau

lebih dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo
1
Wawancara pribadi Faturrochman, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Semarang, tanggal 11
November 2004
2
Wawancara pribadi Nirwana Hakim Pengadilan Negeri Semarang, tanggal 7 Desembera2004
24

dan dapat ditagih. Terjadinya utang tersebut karena diperjanjikan antara

debitur dan kreditur, debitur meminjam uang yang didasari perjanjian-

perjanjian utang.3

Menurut Ineng Mudani persyaratan formil permohonan pernyataan

pailit adalah menyangkut kelengkapan pengajuan perkara kepailitan berupa

dokumen-dokumen, sedangkan persyaratan substansial adalah mengenai

adanya debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan adanya utang

telah jatuh tempo dan dapat ditagih.4

Dari ketiga perkara permohonan kepailitan kurator yang ditunjuk

adalah kurator Balai Harta Peninggalan/BHP.

Menurut Muslich anggota teknis hukum pada Balai Harta Peninggalan

Semarang hal tersebut diatas karena:

a. Kurator Balai Harta Peninggalan institusi pemerintah sehingga

jaminannya lebih kuata karena bertanggung jawab kepada

pemerintah.

b. Kurator Balai Harta Peninggalan lebih berpengalaman karena telah

lama keberadaaanya.

3
Wawancara pribadi Poppy Indarjati, Ketua Balai Harta Peninggalan Semarang, tanggal 11
November 2004
4
Wawancara pribadi Ineng Mudani, Petugas Balai Harta Peninggalan Semarang, tanggal 11
November 2004
25

c. Kurator Balai Harta Peninggalan biaya lebih ringan daripada

kurator swasta.

d. Uang biaya pengurusan masuk ke Negara.

Sedangkan kurator swasta terdapat kelemahan diantaranya:

a. Keberadaannya masih relative muda sehingga kurang professional

pembentukan Undang-Undang Kepailitan yang mewujudkan

adanya kurator swasta adanya kehendak Internasional Monetary

Fund/IMF yang menganggap kurator BHP kurang professional.

b. Kurator swasta bertanggung jawab sebatas pada asosiasi, tidak ada

jaminan sepenuhnya apabila kurator tersebut melarikan diri karena

menangani perkara besar dan membawa uang terpailit.

c. Menggunakan kurator swasta biayanya lebih besar dibandingkan

kurator BHP

d. Biaya masuk kepribadi kurator tersebut.

e. Dalam praktek penunjukan kurator swasta bisa terjadi permainan.5

Dijelaskan pula oleh anggota jenis hukum yang lain pada kantor

Balai Harta Peninggalan yaitu Prawoto, dalam pelaksanaan pengurusan

pemberesan harta pailit dengan kantor BHP lebih menguntungkan karena:

a. Kewanangan Balai Harta Peninggalan untuk mengurus dan

membereskan harta pailit jam terbangnya lebih dahulu yakni sejak


5
Wawancara pribadi Muslich, Anggota teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Semarang,
tanggal 11 November 2004
26

berlakunya Faillissement Verordening/FV S. 1905 No.217 jo. S.

1906 No.348.

b. Dari segi biaya kurator Balai Harta Peninggalan lebih murah

c. Dilihat dari sudut independensinya lebih independen dengan

alasan Balai Harta Peninggalan hanya sebagai pelaksanaan, karena

pada dasarnya yang menjadi kurator adalah pemerintah.

Sedangkan kurator swasta disamping keberadaannya relative lebih

muda, akan juga dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

a. Jaminan keselamatan asset akan terjadi tidak optimal

b. Akan memperhitungkan untung rugi

c. Biaya lebih besar dan hanya mengurusi kepailitan yang nilainya

besar

d. Tanggung jawabnya bisa tidak optimal.6

Dari hasil penelitian ternyata dari ketiga perkara kepailitan yang diajukan

dan telah diputus Pengadilan Niaga Semarang untuk pengurusan dan/atau

pemberesan harta pailit kesemuannya ditunjuk Kurator BHP.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penulis mencoba untuk

menganalisis hasil penelitian tersebut guna menjawab permasalahan yang ada

dengan kajian teori yang telah didiskripsikan pada bab II sebagai berikut:

6
Wawancara pribadi Purwoto, Anggota teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Semarang,
tanggal 11 November 2004
27

Pada umumnya dikenal pembagian peradilan menjadi peradilan umum

dan peradilan khusus. Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada

umumnya baik menyangkut perkara perdata maupun perkara pidana sedangkan

peradilan khusus mengadili perkara atau golongan rakyat tertentu.7

Pada Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No 4 Tahun 2004 menyebutkan

bahwa Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi Badan

Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan

Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Pengadilan Niaga masuk kedalam ruang lingkup Peradilan Umum, hai ini

sesuai dengan Pasal 1 butir 17 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dikatakan

yang dimaksud pengadilan adalah pengadilan Niaga dalam lingkup peradilan

umum.

Sebagaimana dikatakan Umar Mansyur Syah, tugas pokok dari pengadilan

yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman adalah untuk menerima,

memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan

kepadanya.8

Berkaitan dengan kewenangan mengadili Pengadilan Niaga Semarang

mempunyai wewenang mutlak atas kompetensi absolut yang merupakan

wewenang untuk memerikasa jenis perkara tertentu dalam hal ini perkara niaga

7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 17
8
Umar Mansyur Syah, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama menurut Teori dan Praktek,
Yayasan Al-Umaro, Garut, 1997, hlm. 6
28

diantaranya perkara kepailitan yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh

Badan Peradilan yang lain.

Sejak berlakunya Undnag-Undang Nomor 4 Tahun 1998 sampai diganti

dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan adanya kewenangan

Pengadilan Niaga Semarang memeriksa perkara kepailitan terdapat 3 perkara

permohonan kepailitan yang masuk Pengadilan Niaga Semarang sebagaimana

termuat dalam tabel hasil penelitian. Dilihat dari jumlah itu permohonan

pernyataan pailit tergolong sangat rendah, pada tahun 1998 s/d 2001 tidak ada

perkara kepailitan, yang masuk dan baru pada tahun 2002 masuk satu perkera,

tahun 2003 tidak ada perkara kemudian di tahun 2004 masuk sebanyak 2

perkara kepailitan. Permohonan kepailitan tersebut berasal dari permohona

kreditur badan hukum dan pemohon kreditur perorangan, keseluruhannya telah

diputus oleh Pengadilan Niaga Semarang.

Sehubungan dengan itu pula berdasarkan hasil wawancara dengan para

narasumber tersebut diatas, terhadap 3 perkara itu dapat disimpulkan bahwa

permohonan pernyataan pailit dapat dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Niaga

apabila permohonan tersebut telah memenuhi syarat formil dan syara substansial.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 sudah lebih dari lima tahun

dioperasikan sejak 20 Agustus 1998 kemudian diganti menjadi Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang yang semula lahir karena desakan IMF, undang-undang ini

diharapkan dapat mengatasi masalah kredit macet dan dapat memberikan


29

kepastian hukum secara nyata kepada kreditur dan debitur. Pada saat

diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 perusahaan banyak sekali

mengalami nasib buruk, mereka dalam kondisi sulit membayar utang dan bunga

bank atau lainnya. Melalui keputusan pailit oleh Pengadilan Niaga, kreditur yang

kebanyakan perusahaan asing bisa memperoleh kembali piutangnya secara cepat

dari debitur yang sebagian besar perusahaan local. Di Pengadilan Niaga

Semarang diperkirakan perkara kepailitan terhadap debitur bisa menumpuk

sampai ratusan kasus perkara kepailitan, ternyata yang terjadi hanya 3 kasus

perkara permohonan kepailitan. Sedikitnya jumlah kasus tersebut disebabkan

karena beratnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak yang mengajukan

permohonan pailit, antara lain selain persyaratan dalam Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1998 yang diganti dengan Pasal Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 juga karena perusahaan yang memiliki perselisihan bisnis baik

memilih jalur penyelesaian utang diluar pengadilan misalnya melalu arbitrase.

Disamping itu terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi, diantaranya:

a. Factor ekonomis, para kreditur berpandangan masih belum saatnya

mengajukan permohonan kepailitan jika daya beli masyarakat masih

rendah untuk membeli lelang terhadap asset pailit.

b. Factor social, banyak kreditur bersikap hati-hati untuk menuntut kepailitan

yang berdampak tumbuhnya pengangguran.


30

c. Factor pelayanan hukum, proses penanganan sengketa kepailitan masih

tergolong lama dda nadabeberapa putusan Hakim yang terkesan

kontradiktif bahkan non executable.

Penjualan asset milik debitur yang diapailitkan memerlukan waktu lama

dan belum dapat memberikan hasil maksimal bagi kreditur. Kalau debitur

dinyatakan pailit bukan berarti pihak kreditur dapat mengambil kekayaan debitur

seenaknya sendiri, tetapi untuk pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit

Pengadilan Niaga akan menunjuk kurator baik atau usul maupun tidak dari

kreditur atau debitur pailit.

Berikut ini akan dianalisis mengenai permasalahan yang telah disebutkan

diatas sebagai berikut ini:

I. Kurator yang dipilih atau ditentukan para pihak dalam perkara kepailitan di

Pengadilan Niaga Semarang

Pasal 13 ayat 2 Peraturan Kepailitan Stb. 1905 No. 217 jo. Stb. 1906

No. 348 menentukan: dalam putusan pernyataan pailit ditetapkan seorang

Hakim dari Pengadilan Negeri sebagai Hakim komosaris Urusan Kepailitan,

kemudian ayat 2 nya menyebutkan pengampuan atas harta pailit demi

hukum ditugaskan kepada BHP yang berkedudukan dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri, yang memutuskan pernyataan pailit atau yang dalam


31

tingkat banding putusannya mengenai penolakan laporan atau permohonan

pailit dibatalkan.

Dirubah Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

yang menentukan dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat:

a. Seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan; dan

b. Kurator

Diganti menjadi Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 yang menentukan pula dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat

kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.

Pasal 67A ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menyebutkan

kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 adalah:

a. Balai Harta Peninggalan, atau

b. Kurator lainnya.

Diganti menjadi Pasal 70 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 menyebutkan kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 adalah:

a. Balai Harta Peninggalan, atau

b. Kurator lainnya.

Kurator lainnya dapat dilakukan oleh orang perorangan sesuai dengan

ketentuan Pasal 67 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang

digantikan menjadi Pasal 70 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004.
32

Pasal 67A ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998

menentukan dapat menjadi kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

huruf b adalah:

a. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di

Indonesia, yang memiliki keahlian khusu yang dibutuhkan dalam

rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan

b. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman.

Sedangkan Pasal 70 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

menentukan pula yang dapat menjadi kurator sebagaimana dimaksud dalam

ayat 1 huruf b adalah:

a. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di

Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan

dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan

b. Tedaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan

tanggungjawabnya dibidang hukum dan peraturan perundang-

undangan.

Kedua kurator tersebut diatas bertugas untuk melaksanakan pengurusan

dan/atau pemberesan terhadap kekayaan debitur yang dinyatakan pailit.

Bila dilihat dari ketentutan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1998 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka

terlihat tugas kurator dapat dibagi menjadi tahap yakni tahap pertama

tentang pengurusan dan tahap kedua tentang pemberesan harta pailit.


33

Tugas pengurusan diantaranya meliputi:

a. Tugas pengumuman pada lembaran Negara dan surat kabar

tentang adanya putusan pailit;

b. Pemanggilan debitur dan para kreditu;

c. Inventarisasi harta pailit;

d. Rapat verifikasi.

Adapun tugas pemberesan merupakan kegiatan penguangan harta

pailit dan selanjutnya diberikan kepada para kreditur sebagai pembayaran

utang debitur. Dengan dibayarnya utang debitur maka berakhirlah

kepailitan.

Dari putusan 3 perkara kepailitan pada Pengadilan Niaga Semarang

ternyata keseluruhannya ditentukan sebagai kurator adalah BHP Semarang.

Fakta ini menunjukkan ternyata bahwa di Jawa Tengah meskipun

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 menetapkan adanya kurator lainnya selai BHP tidak

menenggelamkan keberadaan kantor BHP sebagai pelaksana kurator dari

pemerintah. Hal tersebut dapat dipahami karena kurator lainnya yang dapat

dilakukan swasta yang bergerak dalam bidang jasa yakni jasa pengurusan

dan/atau pemberesan harta pailit keberadaannya relative masih baru maka

perlu sosialisasi, juga perlu membangun kepercayaan kepada masyarakat


34

disamping perlu juga adanya penekanan biaya agar dapat dijangkau

masyarakat, terlihat menggunakan kurator swasta biayanya lebih besar

dibandingkan kurator BHP.

Demikian juga dalam pelaksanaannya bagi pihak yang berperkara

terasa lebih aman menggunakan kurator BHP dibandingkan kurator lainnya,

karena kurator BHP dilhat dari independensinya akan lebih independen,

karena pada dasarnya kurator BHP adalah kurator pemerintah sehingga

tidak mempunyai kepentingan.

Kurator swasta yang dapat dijabat oleh orang perorangan yang

professional dengan pesyaratan berdomisili di Indonesia dan terdaftar pada

kementertian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang hukum

dan peraturan perundang-undangan. Kurator baru ini diberi kekuasaan atau

wewenang cukup luas, yakni dapat meminjam uang dengan jaminan

mempergunakan harta pailit yang belum digunakan sebagai jaminan setelah

memperoleh izin dari Hakim Pengawas.

Putusan pailit bersifat serta merta kurator dapat membereskan harta

pailit yang berarti harta kurator dapat menjual harta pailit, meskipun

putusan pailit kemudian dibatalkan oleh putusan kasasi dan atau putusan

peninjauan kembali perbuatan hukum yang telah dilakukan kurator tetap

sah.
35

Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menyebutkan

dalam hal debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator

lain kepada pengadilan, maka BHP bertindak selaku kurator.

Diganti Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

menyebutkan dalam hal debitur, kreditur atau pihak berwenang mengajukan

permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2,

ayat 3, ayat 4 atau ayat 5 tidak mengajukan usul pengangkatan kurator

kepada pengadilan maka BHP diangkat selaku kurator.

Memperhatikan hal tersebut terkesan adanya diskriminasi diantara

keduanya seakan-akan BHP merupakan kurator pilihan sesudah kurator

swasta, padahal disamping jaminan kurator swasta tidak sekuat kurator BHP

juga dalam penunjukan kurator swasta dapat terjadi permainan diantara

mereka. Meskipun UUK terlah dikeluarkan yang baru tetapi pasal 67 o.

pasal 13 berkaitan dengan kurator perlu ditinjau kembali. Sehingga kurator

BHP tidak disampingkan, dirubah bunyi pasal agar tidak memberikan

peluang yaitu berbunyi pemohon diharuskan menunjuk kurator pemerintah

dan lainnya, sebab kalau tidak demikian dalam praktek dapat terjadi peluang

permainan. Didalam hal memperdayakan kurator diharapkan hakim harus

objektif dapat memperdayakan BHP dan kurator swasta, hal yang lain untuk

menghindari rasa iri sesame kurator aturan pembatasan kurator swasta untuk

menangani pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit hal yang tepat.


36

Pasal 67 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menyebutkan

tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta

pailit dan ayat 2 nya menyebutkan dalam menjalankan tugasnya kurator

tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan

pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur,

meskipun dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan

demikian dipersyaratkan. Kemudian pasal 67c menentukan kurator

bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam

melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebutkan

kerugian terhadap harta pailit.

Diganti pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta

pailit dan ayat 2 nya menyebutkan dalam menjalankan tugasnya kurator

tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan

pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur,

meskipun dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan

demikian dipersyaratkan. Kemudian pasal 67c menentukan kurator

bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam

melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebutkan

kerugian terhadap harta pailit.


37

Sebagai jaminan tanggung jawab kuratoe swasta disamping

kemampuan keahlian untuk menjadi kurator swasta perlu adanya syarat

tertentu dalam tingkat kemampuan ekonomi, sehingga apabila terjadi

kesalahan yang disengaja atau kelalaian kurator yang mengakibatkan

kerugian materil bagi kreditur atau debitur ada jaminan dari kurator tersebut

akan dapat menggantinya.

Bila diperhatikan keberadaan kurator swasta adalah hal yang baru

sehingga kemampuan professional perlu diuji karena proses pengurusan dan

pemberesan perlu kecermatan dan waktu cukup lama. UUK belum mampu

menjadi instrument untuk penyelesaian utang piutang secara cepat sehingga

banyak pula para pengusaha yang mengalami perselisihan bisnis memilih

jalur penyelesaian utang piutang diluar pengadilan .

Hal tersebut diperbolehkan dalam undang-undang, dapat dibaca

dalam rumusan yang diberikan dalam pasal 6 ayat 2 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 disana dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak

dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul

diantara mereka. Kesempatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya

harus ditungakan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

Dalam hal-hal tertentu kurator diwajibkan memperoleh ijin dari

hakim pengawas. Bagi kurator ijin sangatlah penting dan berguna karena
38

sering terjadi apa yang diijinkan oleh hakim pengawas berbeda yang

dilakukan dilapangan. Sehubungan hal tersebut maka dalam menjalankan

tugasnya kurator harus melaporkan kepada hakim pengawas tentang:

a. Penetapan penunjukan surat kabar harian;

b. Pengumuman isi putusan pailit dan undangan kreditur pertama dalam

surat kabar harian yang telah ditentukan hakim pengawas;

c. Undangan rapat kreditur yang dibuat oleh kurator dan dilanjutkan pada

kreditur dan debitur beserta penasehat hukumnya;

d. Daftar hadir setiap rapat kreditur ;

e. Bukti pailit;

f. Anggaran dasar atau anggaran rumah tangga jika debitur perusahaan;

g. Besarnya tagihan baik dari kreditur pemohon maupun kreditur lainnya;

h. Laporan penolakan beserta alasan penolakan.

i. Daftar tagihan kreditur yang sementara diakuinya;

j. Daftar hadir setiap hadir adanya perselisihan

k. Batas akhir tagihan;

l. Undang dari kurator kepada kreditur dan debitur beserta penasehat

hukumnya pada setiap rapat verifikasi;

m. Daftar hadir setiap rapat verifikasi;

n. Hasil verifikasi;

o. Daftar pembagian penutup;


39

p. Tentang pelaksanaan pemberesan;9

II. Kendala yang dihadapi kurator dalam menjalankan tugas pengurusan

dan/atau pemberesan harta pailit.

Dalam kepailitan yang menjadi titik akhir adalah bagaimana

pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit yang dilakukan

oleh kurator agar seluruh kreditur dapat menerima pembayaran piutang dari

harta debitur pailit.

Pada pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit kurator

tidak hanya membaca isi putusan pengadilan saja, tetapi melakukan

tindakan koordinasi dengan hakim pengawas, rapat dengan hakim pengawas

dan para kreditur, inventarisasi harta pailit dan lain-lain bahkan turun

kelokasi dimana harta pailit itu berada secara fisik pada akhirnya menjual

atau menguangkan dan uang penjualan tersebut dibagi-bagikan kepada para

kreditur sebagai pembayaran piutangnya.

Kurator dalam menjalankan tugas tersebut tidak selalu berjalan mulus

tetapi banyak masalah yang sekaligus menjadi kendala-kendala.

Sebagaiman dikatakan Aria Suyudi dan kawan-kawan dalam

kepailitan terdapat masalah yaitu;

9
Aslam Nur, 2004, Standar Pelaporan Kurator Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan,
Jakarta: Pusat Kajian Hukum.
40

a. Masalah penegakan hukum, yakni masalah konsistensi hakim

dalam menafsirkan ketentuan UUK variasi pendapat antara majelis

hakim mencapai pada tingkat yang luar biasa. Mejelis yang

berbeda pada tingkat yang sama dapat mengambil posisi yang

bertolak belakang. Indikasi penyimpangan dalam penegakan

hukum kepailitan juga merupakan masalah.

b. Masalah hubungan kurator dengna debitur dan kreditur.

Masalah utama dalam hubungan kurator dengan debitur adalah

mengenai tingkat kooperasi debitur terhadap kurator dalam melaksanakan

tugasnya. Meskipu ada debitur yang sangat kooperatif dan mendukung

pekerjaan kurator dalam mengelola perusahaan debitur.

Hambatan debitur bisa beragam bentuknya mulai dari tidak

memberikan dokumen, data atau buku-buku yang diperlukan sampai dengan

melarang kurator untuk menginjakkan kakinya di kantor debitur maupun

pabrik-pabrik milik debitur dengan ancama fisik atau bahkan terror.

Sementara itu dalam hal hubungan kurator dengan kreditur yang kerap

terjadi ialah dugaan dari para kreditur bahwa telah tejadi kolusi antara

kurator dengan debitur. Hal ini tentunya dirasakan kreditur sangat

merugikan posisinya.10

10
Aria Suyudi, Op.cit, hlm. 110
41

Selain masalah sebagaimana tersebut diatas ada kendala-kendala

yang terjadi adalah:

a. Banyak harta oailit yang sudah tidak jelas keberadaannya baik

secara fisik maupun surat-surat kepemilikannya.

b. Harata pailit yang sudah dialihkan oleh debitur sebelum putusan

pailit oleh pengadilan.

c. Banyaknya harta pailit yang tumpang tindih kepemilikannya

yang sengaja disewakan atau diagunkan.

d. Sikap tidak sportif pihak debitur.

Pindah tugas hakim pengawas ke pengadilan lain juga merupakan

kendala, demikian juga berkaitan dengan ketentuan pasal 95 ayat 1

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 yang diganti menjadi pasal

104 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 yang

memberikan kewenangan kepada kurator yakni Berdasarkan

persetujuan panitia kreditor sementara, Kurator dapat melanjutkan

usaha Debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan

pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali,

apabila kurator dalam meneruskan usahanya debitur pailit tidak

dapat berjalan baik merupakan kendala dalam pemberesan harta

pailit.
42

Banyaknya kendala-kendala kurator dalam pelaksanaan tugasnya

meskipun UUK tidak mengatur, agar kurator dalam menjalankan tugasnya

terasa aman, tidak terganggu dan efektif perlu perlindungan hukum baginya.

Perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh POLRI bukannya hanya

bentuk pengamanan fisik saja yakni pada saat kurator mendatangi tempat

usaha atau aset-aset debitur yang menjadi harta pailit, akan tetapi dapat pula

perlindungan berkaitan dengan kewenangan dalam proses penyidikan.

Perlindungan hukum bagi kurator dalam menjalankan tugasnya dapat

digolongkan menjadi dua yakni :

a. Perlindungan hukum berupa pengamanan fisik yakni pada waktu

kurator mendatangi debitur untuk menyerahkan kekayaannya

mendapat perlawanan dari debitur, pada saat kurator memasuki

tanah, rumah, perusahaan harta pailit dilindungi hukum karena

sedang menjalankan tugas.

b. Perlindungan dalam proses pidana

Guna memperlancar tugasnya kurator dapat minta kepada POLRI

untuk memeriksa keabsahan suatu dokumen yang terkait dengan harta pailit

yang akan menjadi obyek pelaksanaan. Apabila kurator mengalami

kesulitan dala mengidentifikasi barang-barang atau dokumen-dokumen

maka perlu bantuan POLRI dengan cara teknik forensic.11


11
Ismoko, Revitalisasi Tugas dan Wewenag Kurator, Hakim Pengawas dan Hakim Niaga
dalam Rangka Kepailitan, Pusat Kajian Hukum Komplek Wijaya Putri, Jakarta,hlm. 15.
43
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari uraian dan pembahasan serta analisis yang telah

dilakukan penulis maka kesimpulan sebagai berikut:

1. Menurut ketentuan Pasal 67A ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998

yang digantikan menjadi Pasal 70 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 terdapat dua macam kurator yakni kurator balai harta peninggalan dan

kurator lainnya .

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 sampai digantinya

undang-undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 di

Pengadilan Niaga Semarang baru ada tiga perkara permohonan kepailitan.

utntuk pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit oleh Pengadilan Niaga

Semarang semuannya ditunjuk sebagai kurator adalah kurator BHP penunjuk

kurator oleh Pengadilan Niaga Semarang hanya pada kurator BHP, karena

para pihak yang berperkara tidak menyajikan kurator lainnya.

2. Kurator tugasnya meskipun telah diatur dalam UUK di dalam menjalankan

tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit tidak selalu berjalan

mulus, tetapi banyak kendala-kendala yang dihadapi yang disebabkan oleh

para oknum penegak hukum, debitur dan para kreditur ataupun karena

kurator sendiri.

44
45

B. Saran

1. Undang-Undang kepailitan merupakan salah satu alat untuk membangun

kepercayaan bagi para kreditur bahwa piutang yang ada pada para debitur

akan kembali dengan cepat, untuk itu para penegak hukum hendaknya

menyambut dengan serius bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

jujur, adil tanpa membedakan para pencari keadilan.

2. Hakim pengawas, kurator, para kreditur dan para debitur dalam melakukan

tindakan apapun yang menyangkut kepailitan hendaknya dilakukan dengan

jelas dan transparan terutama dalam melaksanakan pemberesan harta

kekayaan debitur pailit, sehingga semua pihak jelas dan mengetahui segala

tindakan yang dilakukan dalam proses kepailitan. Hal berguna agar tidak

terjadi penyimpangan dan manipulasi yang merugikan semua pihak.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 telah berlaku cukup lama yang

kemudian sampai diganti dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 ini,

ternyata di Pengadilan Niaga Semarang perkara permohonan kepailitan

tergolong sangat rendah, sehingga di Jawa Tengah perlu adanya sosialisasi

yang cukup intensif agar para kreditur akan lebih mengetahui kelebihan

penyelesaian sengketa utang-piutang melalui permohonan kepailitan daripada

mengajukan gugatan keperdataan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai