Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A) Latar Belakang Masalah


Hukum acara perdata sangat penting untuk mempertahankan hukum perdata materiil, karena
hukum acara perdata sebagai hukum perdata formil memang berfungsi agar hukum perdata
materiil dapat berjalan sebagaimana mestinya, termasuk hukum acara pengajuan permohonan
pernyataan pailit. Hukum acara pengajuan permohonan pernyataan pailit berlaku hukum acara
yang diaturdalam Undang UndangKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(UU
Kepailitan dan PKPU) Nomor 37 tahun 2004, sebagai kekhususan (lex spesialis), dan hukum
acara perdata pada umumnya sebagai lex generalis terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam UU
Kepailitan dan PKPU. Menyatunya sistem hukum formil pengajuan permohonan pernyataan
paipit dalam sistem hukum materiil yaitu dalam UU Kepailitan dan PKPU, adalah berdasarkan
asas intergrasi yang dianut dalam undang-undang tersebut.
Dalam makalah ini, kami fokus terhadap unsur-unsur proses acara dalam hal kepailitan.
Pengajuan permohonan pernyataan pailit adalah merupakan kompetensi absolut pengadilan niaga
sebagai pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum (pengadilan negeri).
Dilihat dari segi kompetensi relatif,di Indonesia sampai saat ini baru ada lima pengadilan niaga.
Kekhususan proses beracara diantaranya: mediasi tidak wajib; beracara dengan surat; wajib
menggunakan advokat, kecuali permohonan diajukan oleh kejaksaan, BI, Bapepam atau oleh
Menteri Keuangan; waktu pemeriksaan terbatas; pembuktian sederhana;dapat melakukan
penyimpangan klausula arbitrase; putusan bersifat serta merta dan terhadap putusan kepailitan
tidak tersedia upaya hukum banding.

B) Rumusan Masalah
A. Apa itu kepailitan?
B. Bagaimanakah Kompetensi pengadilan niaga dalam penyelesaian perkara kepailitan?
C. Bagaimanakah kekhususan proses beracara dalam permohonan kepailitan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepailitan
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu
membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial) dari usaha debitor
yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit baik yang telah ada maupun yang
akan ada dikemudian hari. pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator
dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta
kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional dan
sesuai dengan struktur kreditor. 1
Kartono menyatakan, bahwa kepailitan memang tidak merendahkan martabatnya sebagai
manusia, tetapi apabila ia berusaha untuk memperoleh kredit, di sanalah baru terada baginya apa
artinya sudah pernah dinyatakan pailit. Dengan perkataan lain, kepailitan mempengaruhi
“credietwaardigheid”- nya dalam arti yang merugikannya ia tidak akan mudah mendapatkan
kredit.2
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan
utang piutang yang mneghimpit seorang debitur, dimana debitur tersebut tidak mempunyai
kemampuan lagi untuk membayar utang-utang tersebut kepada para krediturnya. Sehingga, bila
keadaan ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari
oleh debitur, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap
dirinya (voluntary petition for self bankruptcy) menjadi suatu langkah yang memungkinkan atau
penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian ditemukan bukti
bahwa debitor tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih (involuntary petition for bankruptcy).3

1
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 1
2
Kartono, Kepailitan dan pengunduran Pembayaran (Jakarta : Pradnya Paramita,1982), hlm.42
3
Ricardo Simanjutak, Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan ( Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum. 2005),
hlm. 55-56
Kepailitan bisa dikatakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan
prinsip pari passu prorate parte yang dalam rezim hukum harta kekayaan (vermogensrechts).
Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitur baik yang berupa barang
bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah di punyai debitur dan
barang-barang dikemudian hari akan dimiliki debitur terikat kepada penyelesaian kewajiban
debitur..4 sedangkan prinsip pari passu prorata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut
merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara
proporsional antara mereka, kecuali apabila antara para kreditor itu ada yang menurut undang-
undang harus di dahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.5
Prinsip paritas Creditorium dianut didalam sistem hukum perdata di Indonesia. Hal itu
termuat dalam pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang,
baik tyang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Sedangkan
prinsip pari passu prorate parte termuat dalam Pasal 1132 KUH perdata yang menyatakan
bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangannya, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di
anatara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Dengan demikian,
maka kepailitan adalah pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan yang ada dalam pasal 1131 dan
1132 KUH Perdata.

4
Kartini Mulyadi, Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang ( Bandung: Alumni,2001), hlm. 168
5
Ibid, hlm. 168
B. Kompetensi Pengadilan Niaga

Pengadilan niaga adalah merupakan pengadilan khusus6 dalam lingkungan peradilan umum.
Pasal 11 UU Kepailitan dan PKPU juga menentukan mengenai kompetensi absolut yang
berkenaan dengan upaya hukum putusan atas suatu permohonan pailit pada pengadilan niaga
adalah kasasi pada Mahkamah Agung bukan banding ke pengadilan tinggi. Kompetensi absolut
pengadilan niaga, sesuai dengan ketentuan Pasal 300 ayat (1)di samping mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara kepailitan dan PKPU, juga
mempunyai kewenanngan memeriksa, mengadili dan memutus perkaralain dalam bidang
perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang.
Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan kompetensi pengadilan niaga disamping memiliki kewenangan memeriksan mengadili
dan memutus perkara kepailitan dan PKPU, juga mempunyai kompetensi absolut untuk
memeriksa mengadili dan memutus perkara-perkara yang berkenaan denganhak kekakyaan
intelektuan HAKI diantaranya:7
1) .desaian industri berdasarkan Undang Undang Nomor 31 Tahun 2000;
2) . perkara desain tata letak sirkuitterpaduberdasarkan Undang Undang Nomor 14 Tahun
2001;
3) perkara-perkara tentang merekdan indikasi geografis berdasarkan Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2016;
4) perkara-perkara hak cipta berdasarkan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002;
5)perkara-perkara likuidasi bank dan lembaga penjamin simpanan berdasarkan Undang
Undang Nomor 24 tahun 2004.

6
Pasal 1 angka 8 Undang Undang Kekuasaan Kehakiman menentukan; Pengadilan khusus adalah pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara tertentu yang hanya dapat
dibentuk dalam salah satulingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung.
7
Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, et.al, 2016, Buku Ajar, Penyelesaian Sengketa Bisnis,cetakan pertama, Pustaka
Ekspresi, Tabanan, h. 103
Berbicara masalah kewenangan relatif sebagaimana telah di kemukakan diatas adalah
kewenangan dari lembaga peradilan yang sejenis dalam lingkungan peradilan yang sama, maka
perlu dikemaukan disini bahwa pengadilan niaga adalah pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan umum. Namun sampai saat ini tidak setiap lingkungan peradilan umum didalamnya
ada pengadilan niaga. Sampai saat ini di seluruh Indonesia baru ada 5 pengadilan niaga yaitu:8
1. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, meliputi wilayah Provinsi Jawa
Barat, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Barat;
2. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar, meliputi wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah, Provinsi
Sulawesi Utara, provinsi Maluku dan Provinsi Irian Jaya;
3. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, meliputi wilayah Provinsi Jawa
Timur; Provinsi Kalimantan Selatan; Provinsi Kalimantan Tengah; Provinsi Kalimantan
Timur; Provinsi Bali; Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur;
4. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, meliputi wilayah Provinsi Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta;
5. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan, meliputi wilayah Provinsi Sumatra
Utara, Provinsi Riau; Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu; Provinsi Jambi, dan
Daerah Istimewa Aceh.

Dalam kompetensi relatif dikenal apa yang dimaksud dengan asas actor sequitor forum rei
sebagai indikator yang dipakai untuk menentukan kepada pembanag peradilan yang mempunyai
kewenangan relatif, yaitu tempat tinggal tergugat. Terhadap penyelesaian sengketa bisnis dalam
bidang kepeilitan, gugatan diajukan atau permohonan pailit diajukan kepada salah satudari
pengadilan niaga yang ada, yaitu pada pengadilan niaga dimana debitor berkedudukan, dalam

8
Ibid. h. 105
arti kedudukan hukum dari debitor.9 Selengkapnya sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU
Kepailitan dan PKPU

C. Proses Acara Kepailitan

1. Syarat dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Kepailitan


Permohonan kepailitan diajukan ke Pengadilan Niaga melalui panitera Pengadilan Niaga
tersebut. Adapun yang dapat mengajukan permohonan kepailitan adalah :
 Debitor
 Kreditor
 Kejaksaan, dalam hal debitornya merupakan bank
 Bank Indonesia, dalam hal debitornya merupakan bank
 Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dalam hal debiturnya perusahaan efek, bursa
efek, atau lembaga kliring dan penjaminan; dan
 Menteri Keuangan, dalam hal debiturnya adalah perusahaan asuransi, operusahaan
reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkecimpung di
bidang kepentingan publik.

Permohonan kepailitan tersebut wajib diajukan melalui advokat kecuali jika pemohonnya
10
adalah kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan. Ketentuan ini
merupakan satu kemajuan dalam hukum acara perdata, karena dalam hukum acara perdata
(biasa) tidak ada ketentuan mengenai kewajiban bahwa gugatan harus dikuasakan kepada
advokat. Kelengkapan yang harus dipenuhi dalam pengajuan kepailitan sesua dengan formulir
yang disediakan oleh Pengadilan Niaga adalah, antara lain :11

9
Pasal 3 UU Kepeilitan dan PKPU menentukan:(1)Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal alin yang
berkaian dan/atau diatur dalam undang-undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
daerah tempat kedudukan hukum debitor;(2)Dalam hal debitor telah meninggalkan wilayah negara Repuplik
Indonesia, Pengadilan yang berwenang untuk menjatuhkan putusan terdapat permohonan pernyataan pailit adalah
Pengadilanyang didaerah hukumnya meliputi tempat kedudukan terakhir dibitor;(3)Dalam hal debitor adalah suatu
pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan firmatersebut juga berwenang
memutuskan;(4)Dalam hal debitor tidak berkedudukun di wulayah negara Republik Indonesia, akan tetapi
menjalankan profesi atau usahanya didalam wilayah negara republik indonesia, Pengadilan yang berwenang adalah
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau
usahanya di wilayah negara Republik Indonesia;(5)Dalam hal debitor merupakan bandan hukum, tempat kedudukan
hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya
10
Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2) UUK
11
M. Hadi Shubhan, Op.cit., hlm 120
 Surat permohonan bermaterai dari advokat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Niaga setempat;
 Izin/kartu advokat yang dilegalisir pada kepaniteraan pengadilan niaga setempat;
 Surat kuasa khusus
 Surat tanda bukti diri/KTP suami/istri yang masih berlaku(bagi debitur perorangan), akta
pendirian dan tanda daftar perusahaan/TDP yang di legalisir (bagi debitur perseroan terbatas),
akta pendaftaran yayasan/asosiasi yang dilegalisir (bagi debitur yayasan/partner), surat
pendaftaran perusahaan/bank/perusahaan efek yang dilegalisir (bagi pemohon
kejaksaan/BI/Bapepam);
 Surat persetujuan suami/istri (bagi debitur perorangan), berita acara RUPS tentang
permohonan pailit (bagi debitur perseroan terbatas), putusan dewan pengurus (bagi
yayasan/partner; dan
 Daftar aset dan kewajiban (bagi debitur perorangan), neraca keuangan terakhir (bagi
perseroan terbatas/yayasan/partner); dan
 Nama serta alamat kreditur dan debitur

Jika yang mengajukan kreditur, maka ditambah dengan beberapa kelengkapan, antara lain
surat perjanjian utang dan perincian utang yang tidak dibayar.

Setelah permohonan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Niaga, maka pada tanggal hari
itu juga panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan tersebut dan dalam waktu paling
lambat 1 x 24 jam terhitung sejak tanggal pendaftaran, panitera harus menyampaikan
permohonan itu kepada ketua pengadilan niaga. Selanjutnya dalam waktu paling lambat 20 hari
terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan, dan hanya atas permohonan debitur berdasarkan
alasan yang cukup saja pengadilan niaga dapat menunda penyelenggaraan sidang paling lama 25
hari terhitung sejak tanggal permohonan pendaftaran.12

2. Pemanggilan Para Pihak

Setelah proses pendaftaran selesai, selanjutnya pengadilan memanggil debitur untuk


menghadiri persidangan. Ratio legis dari ketentuan yang mewajibkan untuk memanggil debitur
adalah untuk melakukan konfrontir terhadap apa yang didalilkan oleh pihak kreditur mengenai
12
Pasal 6 UUK
hubungan hukumnya dan mengenai jumlah utang piutangnya. Selanjutnya pengadilan dapat
memanggil kreditur dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur serta terdapat
keraguan bahwa persyaratan untuk dinyataka pailit telah terpenuhi.

Pemanggilan selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama


diselenggarakan. Adapun putusan pengadilan niaga selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak
13
tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. pembatasan waktu ketentuan acara dalam
Pengadilan Niaga adalah sangat positif karena dengan pembatasan ini tidak akan terjadi
penumpukan perkara sebagaimana di pengadilan negeri. Tidak ada satupun perkara kepailitan
yang putusannya sampai berlatur-larut melewati jangka waktu yang ditentukan oleh Undang-
Undang Kepailitan, kalaupun ada yang melampaui waktu tidak sampai berlarut-larut dan
biasanya yang melampaui waktu tersebut adalah perkara-perkara kepailitan yang cukup
kompleks dimana hakim memerlukan waktu untuk mengkaji secara lebih komprehensif
sehingga putusannya berkualitas

3. Proses Persidangan

Setelah pemanggilan para pihak untuk bersidang pada waktu yang telah ditetapkan, maka
proses persidangan permohonan penetapan pailit dimulai oleh majelis hakim Pengadilan Niaga.
Permohonan pernyataan pailit harus harus dikabulkan apabila terbukti secara sumir bahwa
persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 1 Ayat (1) UUK
terpenuhi, yakni syarat adanya utang yang telah jatuh tempo dan adanya minimal dua kreditur.

Dalam proses persidangan kepailitan tidak dikenal adanya replik dan duplik sebagaimana
yang dikenal dalam hukum acara perdata biasa yang diatur dalam HIR. Inti persidangan dalam
kepailitan adalah hanya pembuktian apakah debitur mempunyai utang yang telah jatuh tempo
dan tidak dibayar serta adanya minam dua kreditur, namu demikian, dalam praktiknya tidak
demikian. Dalam persidangan, sering terlihat adanya proses replik, duplik dan yang semacamnya
sehingga mirip pada hukum acara perdata biasa

Sealama putusan atar permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan, maka kreditu atau
pemohon lainnya dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk meletakkan sita

13
Pasal 8 Ayat (4) UUK
jaminan terhadap sebaian atau seluruh kekayaan debitor dan menunjuk kurator sementara untuk
mengawasi pengelolaan usaha debitur dan mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan
atau penjaminan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan
kurator.14 Apabila setelah sita jaminan dijatuhkan dan ada pihak ketiga yang mengklaim sebagai
pemilik barang yang distita, maka bantahannya harus diajukan ke Pengadilan Niaga tersebut.

Setelah proses pemeriksaan terhadap permohonan dilakukan, maka hakim Pengadilan Niaga
harus menetapkan putusannya paling lambat 60 haru sejak permohonan tersebut didaftarkan di
pengadilan. Dalam undang-undang tidak diatur konsekuensi yuridis jika waktu 60 hari tersebut
dilampaui. Cukup diselesaikan dalam Undang-Undang Kepailitan 2004 tidak diatur tentang
konsekuensi tersebut. UUK hanya mengubah waktu 30 hari menjadi 60 hari.

Berbeda dengan hukum acara perdata biasa yang mengatur bahwa putusan bisa dilaksanakan
jika sudah inkracht van gewijsde, kecuali jika ditetapkan sebaliknya yaitu putusan yang uit
voorbaar bijvoorrad (putusan serta-merta), maka putusan dalam kepailitan pada prinsipnya dapat
15
dijalankan terlebih dahulu meskipun yerhadap putusan tersbut diajukan upaya hukum.
Filososfi yuridis ketentuan ini adalah bahwa oleh karena perkara kepailitan menggunakan proses
pembuktian suir, maka putusan yang ada juga dianggap mudah kemana arahnya disamping
bahwa asas beraacara kepailitan adalah cepat prosesnya. Disamping itu pula, tujuan kepailitan
adalah melakukan distribusi aset untuk membayar utang-utang debitur terhadap kreditur,
sehingga jika para kreditur telah terlanjur terbayar karena putusan pailit tersebut dibatalkan,
maka pembayaran tersebut pada hakikatnya tidak merugikan debitur pailit itu sendiri karena
utang pada prinsipnya harus dibayar baik sekarang atau nanti hanya persoalan waktu saja.
Dengan kata lain, bahwa jika pada akhirnya putusan pailit tersbut dianulir maka tidak
menjadikan hapusnya utang-utang debitur terhadap krediturnya.

Di dalam putusan pailit harus ditunjuk hakim pengawas dan kurator. Hakim pengawas yang
ditunjuk biasanya adalah hakim niaga lain yang tidak menjadi hakim dalam perkara kepailitan
yang bersangkutan. Sedangkan kurator yang di tunjuk adalah kurator yang diusulkan oleh pihak
yang mengajukan permohonan pailit. Jika pemohontidak mengusulkan kurator, maka biasanya
hakim akan menunjuk Balai Harta Peninggalan (BHP) sebagai kuratornya. Kendatipun kurator
14
Pasal 7 UUK
15
Pasal 8 Ayat (7) UUK
yang akan ditetapkan oleh hakim adalah kuarator yang diusulkan oleh pemohon, namun undang-
undang membatasi bahwa seorang kurator hanya dapat menangani kepailitan maksimal 3
kepailitan dalam waktu yang sama.

4. Proses Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

Setelah putusan pailit dijatuhkan, maka si pailit langsung kehilangan hak untuk melakukan
pengurusan dan penguasaan terhadap harta kekayaannya. Segenap harta kekayaannya akan
menjadi boedel pailit. Kurator yang ditetapkan dalam putusan pailit segera bertugas untuk
melakukan pengurusan dan penguasaan bodel pailit tersebut dibawah pengawasan hakim
pengawas, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum baik berupa kasasi
ataupun peninjauan kembali. Kurator dalam kepailitan adalah pihak yang telah ditetapkan oleh
undang-undang untuk melakukan penguasaan dan pengurusan terhadap harta pailit. 16 Pengurusan
adalah menginventarisasi, menjaga, dan memelihara agar harta pailit tidak berkurang dalam:

 Jumlah;
 Nilai;
 Bahkan bertambah dalam jumlah dan nilai

4.1 Pengumuman dan Rapat Kreditor

Langkah pertama yang harus dilakukan kurator setelah adanya putusan pailit dalam proses
pengurusan dan penguasaan harta pailit adalah mengumumkan kepailitan debitor pailit dalam
Berita Negara Republik Indonesia serta dalam sekurang-kurangnya 2 surat kabar harian yang
ditetapkan oleh hakim pengawas. Makna diharuskannya kepailitan diumumkan dalam surat
kabar adalah untuk diketahui para kreditor dari si pailit tersebut. Terhadap perseroan yang hanya
memiliki beberapa kreditor saja dan kreditur tersebut memiliki tagihan yang besar dan sudah
dilibatkan dalam proses persidangan permohonan kepailitan, maka makna pengumuman tersebut
tidak perlu signifikan. Adapun makna pentingnya kreditu mengetahui adanya kepailitan
debiturnya adalah untuk pengajuan tagihan serta verifikasi utang. Pengumuman ini diumumkan

16
M. Hadi Shubhan, Op.Cit, hlm. 135
dalam jangka waktu 5 hari sejak putusan pailit ditetapkan. Hal-hal yang harus dimuat dalam
pengumuman tersebut adalah :
 Nama, alamat dan pekerjaan debitur;
 Nama hakim pengawas;
 Nama, alamat, dan pekerjaan kurator;
 Nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia kreditur sementara apabila telah ditunjuk;
 Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur.

Hakim pengawas wajib menyampaikan rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama


kepada kurator. Kemudian kurator wajib memberitahukan mengenai rapat kreditur pertama
tersebut kepada para kreditur dengan surat tercatat ataupun melalui kurir selambat-lambatnya 5
hari sejak putusan pailit ditetapkan. Hakim pengawas menentukan hari, tanggal, waktu dan
tempat rapat kreditur pertama, yang harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 15
hari terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan. Biasanya tempat yang paling
lazim digunakan adalah di Pengadilan Niaga atau di tempat kantor hukum dari kurator yang
bersangkutan. 17

4.2 Melanjutkan Usaha (On Going Concern)

Jika dipandang perlu, kurator juga berwenang atas persetujuan panitera kreditur untuk
melanjutkan usaha debitur, jika hal itu dipandang akan menguntungkan harta pailit. Langkah ini
merupakan langkah yang sangat strategis, khususnya jika debitur pailit adalah sebuat perseroan
terbatas. Sebelum kurator memutuskan untuk melanjutkan usaha si pailit, maka harus
mempertimbangkan bahwa dengan dilanjutkannya usaha debitur akan mendatangkan pendapatan
yang lebih daripada ongkos operasionalnya, serta mempertimbangkan dari manakah modal kerja
itu akan di dapat apakah harus melakukan utang baru ataukah tidak. Jika pertimbangkan ini tidak
memadai, maka kurator tidak boleh untuk melanjutkan usaha debitur, malah sebaliknya harus
segera melepaskan atau menjual usaha itu dengan nilai yang tertinggi.

Untuk melancarkan pemberesan kepailitan, kurator harus segera membuat daftar utang-
utang dan piutang-piutang harta pailit dan nama-nama dan tempat tinggal/tenpat kedudukan para
berpiutang serta jumlah piutang mereka. Tagihan kreditur diajukan kepada kurator dengan
17
Ibid. Hlm. 136
melampirkan surat-surat atau bukti-bukti perhitungan agar dapat diketahui apakah kreditur yang
bersangkutan mempunyai hak kebendaan seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, retensi dan lain-
lain. Segala tagihan ini diteliti kebenarannya oleh kurator dan dicocokkan dengan catatan dan
keterangan si pailit, yang kemudian dimasukkan ke dalam daftar piutang yang diakui, dan yang
dibantah dimasukkan ke dalam daftar yang terpisah dengan mencantumkan alasan-alasan
bantahannya, serta daftarpiutang yang diragukan atau sementara di akui, yakni jika kurator hanya
membantah adanya hak untuk didahulukan atau adanya hak retensi pada suatu piutang. 18 Masing-
masing daftar tersebut dibuatkan salinannya dan oleh kuratir salinan-salinan tersebut harus
diletakkan di kantornya selama tujuh hari sebelum hari rapat verifikasi piutang dan secara Cuma-
Cuma diperlihatkan kepada siapa saja yang hendak melihatnya. Selnajutnya kurator harus
melakukan panggilang terhadap semua kreditur guna diminta menghadiri rapat verifikasi piutang
yang telah ditentukan.

4.3 Rapat verifikasi (Pencocokan Piutang)

Pada hari yang telah ditentukan diadakanlah rapat verifikasi (pencocokan) utang yang
dipimpin oleh hakim pengawas. Rapat verifikasi pencocokan utang adalah rapat untuk
mencocokkan utang-utang si pailit sebagai penentuan klasifikasi tentang tagihan-tagihan yang
masuk terhadap harta pailit, guna merinci tentang berapa besarnya piutang-piutang yang dapat
dibayarkan kepada masing-masing kreditur, yang diklasifikasikan menjadi daftar piutang diakui,
piutang uang diragukan (sementara diakui), maupun piutan yang dibantah, yang akan
menentukan pertimbangan dan urutan hak dari masing-masing kreditur. Dalam rapat verifikasi
tersebut dihadiri oleh hakim pengawas sebagai pimpinan rapat, panitera sebagai pencatat, si pailit
harus datang sendiri dan tidak boleh diwakilkan, semua kreditur baik menghadap sendiri dan
diperbolehkan mewakilkan kepada kuasanya, dan kurator.19

Pentingnya diadakan rapat verifikasi adalah untuk menghindari adanya kreditur-kreditur


fiktif yang sengaja di adakan oleh debitur yang beriktikad tidak baik. Adapun mengenai daftar
yang dibacakan oleh kurator tersebut, maka kreditur dapat memberikan opininya, antara lain
meminta supaya kurator memberikan keterangan tentang penempatannya ke dalam salah satu
daftar, membantah kebenaran piutang tersebut, membantah adanya hak privilege/retensi/lainnya,
18
Paulus Effendi Lotulung, Pencocokan Piutang (Bandung : Alumni, 2001), hlm. 390-391
19
M. Hadi Shubhan, Op.cit. hlm. 139
atau menyatakan bantahan/penolakan piha kurator. Dalam hal adanya bantahan terhadap piutang
dan kedua belah pihak tidak dapat di damaikan, maka dilakukan suatu prosedur yang disebut
renvooi. Renvooi adalah bantahan dikembalikan kepada majelis hakim niaga yang menjatuhkan
putusan pailit, sehingga tidak perlu diadakan gugatan secara terpisah, dimana hakim pengawas
cukup menujuk pihak-pihak untuk hadir dipersidangan pengadilan niaga. Tujuan prosedur
renvooi ini adalah untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dalam rapat verifikasi
serta pemeriksaannya dilakukan secara sumir.20

Apabila rapat verifikasi piutang selesai, maka kurator harus memberikan laporan mengenai
keadaan harta pailit, dengan memberika kepada kreditur tentang apa yang mereka pandang perlu.
Berita acara verifikasi piutang harus ditempatkan di kepaniteraan Pengadilan Niaga dan
salinannya diletakan di kantor kuarator agar dapat dilihat dan dibaca secara Cuma-Cuma oleh
tiap orang yang berkepentingan.

4.4 Perdamaian (Akkord)

Walaupun debitur telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga lewat putusannya, namun
bagi si pailit diberikan kesempatan oleh undang-undang untuk mengajukan remcana perdamaian
dengan para kreditornya. Adapun prosedur perdamaian dalam perkara kepailitan dimulai dengan
debitur pailit mengajukan rencana perdamain kepada seluruh kreditur secara berama-sama.
Rencana perdamaian yang diajukan oleh si pailit harus dibahas dan diambil keputusannya setelah
rapat verifiksi piutang telah selesai dilaksanakan. Rencana perdamaian yang diajukan oleh
debitur pailit harus diajukan dalam jangka waktu 8 hari sebelum rapat verifikasi utang serta
diletakkan di kepaniteraan pengadilan dan kantor kurator serta salinan yang ada harus di
kirimkan kepada masing-masing anggota panitia sementara para kreditur. Kurator dan panitia
para kreditur diwajibkan memberikan suatu nasihat tertulis tentang rencana perdamaian tersebut
dalam rapat itu. 21

Dalam rapat perdamaian yang berhak memutuskan diterima atau tidak diterimanya rencana
perdamaian adalah mereka yang mempunyai hak suara dalam rapat, yaitu para kreditur
konkuren yang hadir dalam rapat. Para kreditur yang tidak hadir dalam rapat tidak berpengaruh

20
Paulus Effendi Lotulung, Op.cit. hlm 392
21
M. Hadi Shubhan. Op.cit. hlm 140-141
pada diterima atau tidak diterimanya perdamaian tersebut, kendatipun jumlahnya signifikan.
Ratio legis dari ketentuan ini adalah bahwa kreditur yang tidak hadir di anggap telah melepaskan
hak sehingga akan menerima keputusan apa pun yang diambil serta untuk menghindari tirani
minoritas dalam proses perdamaian dengan cara memboikot kehadiran dalam perdamaian
tersebut.

Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditur oleh lebih dari 1/2 (satu
perdua) jumlah kreditur konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang
untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh
piutang konkuren yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditur konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur
yang hadir pada rapat kreditur dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang
kreditur yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, maka
dalam jangka paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan,
diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan. Pada pemungutan
suara kedua, kreditur tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama.

Apabila rapat pengambilan suara dalam perdamaian ini telahdi lakukan sesuai dengan
prosedur dan ternyata rapat memutuskan untuk menolak rencana perdamaian tersebut, maka
debitur pailit tidak boleh untuk mengajukan rencana perdamaian yang kedua dan sebagai
konsekuensi yuridisnya adalah bahwa proses kepailitan dilanjutkan pada tahap berikutnya, yakni
tahap insolven.

Jika rencana perdamaian tersebut disetuji oleh rapat, maka rencana perdamaian tersebut
harus disahkan oleh Pengadilan Niaga. Pengesahan perdamaian oleh pengadilan disebut
homologasi. Dalam sidang homologasi ini, hakim akan memutuskan apakah rencana perdamaian
tersebut ditolak ataukan akan dihomologasi. Hakim dapat menolak rencana perdamaian apabila
ditemukan alasan yang sah menurut undang-undang,22 yakni :

 Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda,
jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
 Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau;
22
Pasal 159 ayat (2) UUK
 Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih
kreditur atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah
debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

Ratio legis dari ketentuan ini adalah bahwa jika harta debitur jauh lebih besar daripada
jumlah yang disetujui dalam perdamaian adalah karena hal itu akan merugikan para kreditur.
Untuk apa dilakukan perdamaian yang dalam perdamaian tersebut malah justru lebih kecil dari
jumlah harta pailit. Jika harta pailit mampu meng-cover utang-utang debitur pailit pada para
kreditur, maka lebih adil jika dilakukan pemberesan pailit tanpa melalui perdamaian, yang
dimana kalau melalui perdamaian justru para kreditur jauh memperoleh lebih kecil dari yang
seharusnya mereka terima. Demikian pula sebaliknya, jika pelaksanaan perdamaian tidak cukup
terjamin, maka perdamaian tidak akan dihomologasi karena hanya akan terjadi putusan ompong
yang tidak dapat dilaksanakan.

Terhadap penolakan hakim untuk menghomologasi, bisa diajukan kasasi ke Mahkamah


Agung. Sedangkan dalam hal pengesahan perdamaian dikabulkan, dalam waktu 8 (delapan) hari
setelah tanggal pengesahan tersebut diucapkan, data diajukan kasasi oleh :

a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada saat diadakan pemungutan
suara.
b. Kreditur yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut
dicapai berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (2) Huruf c
UUK.

Adapun terhadap rencana perdamaian yang dihomologasi akan mempunyai akibat hukum
sebagai berikut:

 Kepailitan dinyatakan berakhir;


 Keputusan penerimaan perdamaian mengikat seluruh kreditur konkuren;
 Perdamaian tidak berlaku bagi kreditur separatis dan kreditur yang diistimewakan;
 Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali;
 Perdamaian merupakan alas hak bagi garantor;
 Hak-hak kreditur tetap berlaku terhadap garantor dan rekan debitur;
 Hak-hak kreditur tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga;
 Penangguhan eksekusi jaminan utang berakhir;
 Actio pauliana berakhir;
 Si pailit dapat di rehabilitasi

4.5 Insolvensi

Jika upaya perdamaian tidak ada dalam proses kepailitan yang disebabkan karena debitur
pailit tidak menawarkan perdamaian, debitur pailit menawarkan perdamaian akan tetapi ditolak
oleh kreditur atau debitur pailit menawarkan perdamaian kemudia disetujui oleh para kreditur
akan tetapi ditolak oleh hakim Pengadilan Niaga maka proses selanjutnya adalah tahap insolven.

Konsekuensi yuridis dari insolven debitur pailit adalah harta pailit akan segara dilakukan
pemberesan. Kurator akan mengadakan pemberesan dan menjual harta pailit dimuka umum atau
di bawah tangan serta menyusun daftar pembagian dengan izin hakim pengawas, demikian juga
dengan hakim pengawas dapat mengadakan rapat dengan kreditur untuk menentukan cara
pemberesan.

Hasil penjualan harta pailit ditambah hasil penagihan piutang dikurangi biaya pailit dan
utang harta pailit merupakan harta yang dapat dibagikan kepada para kreditur dengan urutan
sebagai berikut:

a. Kreditur preferen yaitu jenis kreditor yang memiliki hak istimewa atau prioritas. Dalam
pembayaran hak, kreditor jenis ini lebih diutamakan dibandingkan dengan kreditor
lainnya. Yang termasuk dalam kategori kreditor preferen biasanya Kantor Pajak dan
karyawan.
b. Kreditur Separatis yaitu kreditur dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan atau
hipotek yang belum dilunasi dan untuk sisa tersebut para kreditur tersebut didaftar
sebagai kreditur separatis.
c. Kreditur konkuren adalah kreditor yang tidak memegang jaminan apa-apa. Biasanya
terdiri dari rekan bisnis yang barang atau jasanya belum dibayar. Kreditor konkuren
berada di urutan terakhir prioritas pembayaran utang.
Setelah dilakukan pemberesan terhadap harta pailit, maka kemungkinan akan terjadi suatu
kondisi bahwa harta pailit tersebut mencukupi untuk membayar utang-utang debitur kepada
krediturnya atau sebaliknya harta pailit tidak dapat mencukupi pelunasan terhadap utang-utang
debitur kepada para krediturnya.

Dalam hal harta pailit mampu mencukupi pembayaran utang-utang debitur pailit kepada
para krediturnya, maka langkah selanjutnya adalah rehabilitasi atau pemulihan status debitur
pailit menjadi subjek hukum penuh atas harta kekayaannya. 23 Syarat utama adanya rehabilitasi
adalah bahwa si pailit telah membayar semua utangnya pada kreditur dengan dibuktikan surat
tanda bukti pelunasan dari para kreditur bahwa utang debitur pailit telah dibayar semuanya. Di
samping itu, permohonan rehabilitasi tersebut harus diumumkan dalam dua harian surat kabar
yang ditunjuk oleh pengadilan. Setelah dua bulan diiklankan, maka pengadilan harus memutus
permohonan rehabilitasi tersebut. Putusan pengadilan mengenai diterima atau ditolaknya
permohonan rehabilitasi adalah putusan final dan tidak ada upaya hukum terhadap putusan
tersebut.

Sedangkan apabila dalam proses pemberesan tersebut, ternyata harta pailit tidak dapat
mencukupi untuk melunasi pembayaran utang-utang debitur kepada para krediturnya, maka:24

a. Jika debitur pailit itu suatu badan hukum, maka demi hukum badan hukum tersebut
menjadi bubar. Dengan bubarnya badan hukum tersebut maka utang-utang badan hukum
yang belum terbayarkan menjadi utang di atas kertas saja tanpa bisa dilakukan penagihan
karena badan hukumnya sudah bubar. Dalam pada itu, badan hukum pailit harta
kekayaannya tidak mencukupi untuk membayar semua utangnya kepada para krediturnya,
tidak dapat mengajukan pencabutan kepailitan. Hal ini karena demi hukum badan hukum
pailit ini menjadi bubar.
b. Sedangkan jika debitur pailit itu subjek hukum manusia, maka kepailitan tersebut akan
dicabut oleh pengadilan. Atas dicabutnya status pailit terhadap debitur pailit ini, maka
debitur pailit menjadi subjek hukum yang sempurna tanpa status pailit. Sedangkan sisa
utang yang belum terbayarkan masih tetap mengikuti debitur ini, dan bahkan secara
teoritis debitur ini masih bisa dimohonkan pailit lagi. Konstruksi hukum semacam ini
23
Pasal 215 UUK
24
M. Hadi Shubhan, Op.Cit. Hlm 146
dikarenakan dalam sistem hukum kepailitan di Indonesia tidak dikenal prinsip debt
forgiveness, sehingga tidak dikenal adanya pengampunan utang terhadap debitur pailit.

Kekhususan Dalam Proses Acara Pailit


Kekhususan dari penyelesaian perkara melalui pengadilan niaga diantaranya adalah sebaga
berikut:
1. Mediasi Tidak Wajib
Untuk sengketa atau perkara kepailitan dan penundaan pembayaran utang tidak
diwajibkanatau dikecualikan dari kewajiban menempuh mediasi (Pasal 4 ayat (2) UU Kepeilitan
dan PKPU). Sesuai dengan ketentuanPasal 4 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2016, menentukan;
semua sengketa perdata yang diajukanke pengadilan termasukperkara perlawanan (verzet) atas
putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) terdapat putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
mediasi, kecuali ditentukan laindalam Peraturan Mahkamah Agungini.Penyelesaian sengketa
melalui pengadilan niagatermasuk kedalam salah satu yang dikecualikan dari keawajiban
menempuh prosedur mediasi(Pasal 4 ayat (2) huruf a angka 1). Namun atas kesepakatan para
pihak,penyelesaiansengketa melalui pengadilan niaga yang dikecuali dari kewajiban mediasi,
tetap dapat menenpuh mediasi sukarela baik pada tingkat pemeriksaan persidangan maupun pada
tingkat upaya hukum.Apa yang dimaksud dengan mediasisuka tidak ada diatur lebih
lanjut.Ketetuan ini bermakna bahwa walaupun para pihak tidak diwajibkan, namum peluang
untuk menempuh jalur perdamaian tetap terbuka sebelum putusan mempunyai kekuatan hukum
tetap. Khusus untuk kepailitan perdamain diatur didalam Pasal 265 s/d Pasal 294 UU Kepailitan
dan PKPU.25

2. Wajib Menggunakan Advokat


Sesuai UU kepailitan dan PKPU, menggunakan advokat diwajibkan dalam mengajukan
permohonan pailit, kecuali permohonnan diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan
Pengawas Pasar Modal dan Menteri Keuangan. Demikian dalam ditentukan dalam Pasal 7 dan
demikian pula Pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU.

25
M. Hadi Shubhan, 2012, Hukum Kapailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Pengadilan, Cetakan ke-3, Kencana
Predana Media Group, Jakarta, h. 119
3. Beracara Dengan Surat

Sesuai UU Kepailitan dan PKPU, beracara pada pengadilan niaga selalu beracara dengan
surat (schiftelijke procedure),berlainan dengan beracara pada peradilan umum (PN) beracara
dapat dilakukan secara lisan dan juga dapat dilakukan dengan tulisan atau surat (modelinge
procedure)26

4. Waktu Pemeriksaaan Terbatas

Pembatasan pemeriksaan perkara juga berlaku untuk peradilan umum. Sesuai dengan SEMA
Nomor 2 Tahun 2014, pemeriksaan perkara pada peradiulan tingkat pertama harus sudah selesai
dalam jangka waktu 5 (lima) bulan, dan untuk tingkat banding selama 3 (tiga)bulan. Sedangkan
pemeriksaan perkara kepailitan harus sudah dijatuhkan putusan dalam jangka waktu 60 hari
terhitung sejak diajukannya permohonan pailit (Pasal 8 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU).
Pembatasan waktu untukperkara kepailitan, sudah dimulai sejak pengajuan permohonanpailit itu
masuk ke meja panitera, dimana panitera dalam jangka waktu 2 (dua) hari harus sudah
menyampaikan permohonan pailit tersebut kepada ketua pengadilan. Setelah 3 (tiga) setelah
tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan
menentapkan hari dan tanggal sidang, dan sidang sudah harus diselenggarakan paling lambat 20
(dua puluh) hari terhitung sejak permohonan didaftarkan. Demikian ditentukan pada Pasal 6 UU
Kepailitan dan PKPU.

5. Pembuktian Sederhana

Kata sederhana memang masih sangat relatif, sebagaimana halnya dengan asas “Tri Logi
Peradilan” Pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan jelas diatur pada Pasal 8 ayat (4)
yang menentukan permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apa bila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana, bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)27telah terpenuhi.

6. Putusan Bersifat Serta Merta

26
http://www.gresnews.com/berita/tips/012312-tips-hukum-acara-pengadilan-niaga-dalam-perkara-
kepailitan/0/#sthash.H8e97rfe.dpuf, ( Tanggal 14/11/2019)
27
Pasal 2 ayat (1)UU Kepailitan dan PKPUmenentukan: Debitor yang mempunyai dua ataulebih kreditor, dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri atau atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (7) UU Kepailitan dan PKPU, Putusan permohonan
pernyataan pailit dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad).Hal ini berarti
bahwa putusan pengadilan tingkat pertama atas permohonan pailit dapat dilaksanakan walaupun
masih ada upaya hukum kasasi ataupun PK.

7. Dapat Melakukan Penyimpangan Klausula Arbitrase

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa melalui
arbitrase adalah merupakan kompetensi absolut. Ini berarti setiap perjanjian yang telah
menentukan klausula arbitrase menghapuskan kewenangan pengadilan untuk menyelesaiankan
perselisihan tersebut.Berbeda dengan penyelesaian sengketa atau permohonan pernyataan pailit
pengadilan niaga tetap berweang untuk menanganinya.Dalam suatu perjanjian yang memuat
kalusula arbitrase, tidak menghilangkan kompetensi/kewenangan absolut dari pengadilan niaga
untuk menangani permohonan pertanyaan pailit. Dalam hal ini sepertinmya telah terjadi konflik
norma antara UU No.30 Tahun 1999 dengan UU Kepailitann dan PKPU.

8. Tidak Tersedia Hukum Banding

Dalam hukum acar perdata, upaya hukum terhadap putusan pengadilan tingkat pertama,
tersedai upaya hukum biasa yang disebut dengan upaya hukum banding. Sedangkan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan niaga sebagai pengadilan khusus termasuk permohonan pernyataan
pailit tidak tersedia upaya hukum banding, melainkan hanya tersedia upaya hukum kasasi
sebagai upaya hukum biasa dan peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyelesaian sengketa bisnis adalah merupakan kewenangan absolut dari pengadilan niaga
sebagai pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum.

Dalam hal kompetensi pengadilan niaga memiliki kompetensi absolut yaitu sesuai dengan
ketentuan Pasal 300 ayat (1)di samping mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili
dan memutus perkara kepailitan dan PKPU, juga mempunyai kewenanngan memeriksa,
mengadili dan memutus perkaralain dalam bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan
dengan undang-undang yang berwenang secara relatif(competensi relatif), sampai saat ini baru
ada 5(lima)pengadilan niaga di seluruh Indonesiadengan wilayah hukumnya masing-masing
pada tingkat provinsi yaitu:1). Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;25dengan
wilayah hukum: Provinsi Jawabarat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat; 2).
Pengadilan Niagapada Pengadilan Negeri Makasar dengan wilayah hukum Provinsi Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara; Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya; 3).
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabayameliputi wilayah hukum Provinsi Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur; 4). Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negri Semarangmeliputi
wilayah hukum Provinsi Jawa Tengah, dan DaerahIstimewa Yogyakarta; dan 5).
PengadilanNiaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi wilayah hukum provinsi Sumatera
Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Daerah Istimewa Aceh.

Kekhususan beracara permohonan pernyataan pailit, diantaranya: mediasi tidak wajib,


namun masih dimungkinkan mediasi sukarela; beracara dengan surat; permohonan diajukan oleh
seorang advokat, kecuali permohonan pailit diajukan oleh Menteri Keuangan, Kejaksaan,
Bapepam atau Menteri Keuangan; pemeriksaan dan pembuktian sederhana; putusan bersifat serta
merta (uitvoerbaar bij vooraad); dapat menyimpang dari kalusula arbitrase, serta tidak tersedia
upaya hukum banding, namun hanya tersedia upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali
DAFTAR PUSTAKA

Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2016, Penyelesaian Sengketa Bisnis,cetakan pertama,
Tabanan: Pustaka Ekspresi.

Fuady, Munir, 2010, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kartini Mulyadi. 2001. Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang . Bandung: Alumni.

Kartono. 1982. Kepailitan dan pengunduran Pembayaran. Jakarta : Pradnya Paramita


Paulus Effendi Lotulung. 2001. Pencocokan Piutang. Bandung : Alumni

Ricardo Simanjutak. 2005. Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan . Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum.

Shubhan, M. Hadi. 2009. Hukum Kepailitan. Jakarta: Kencana

Sophar Maru Hutagalung, 2012, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Perdata,cetakan pertama, Jakarta:sinar Grafika,

Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum Acara Perdata, Cetakan pertama,Edisi ketiga, Yogyakarta:
Liberty,

Susanti Adi Nugroho, 2015, Penyelesaian Sengkerta Arbitrase dan Penerapan Hukumnya,
cetakan ke-1, Jakarta: Kencana,

Taufik Makarao, Moh. 2004, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Cetakan Pertama, Jakarta: PT
Rineka Cipta.

Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang Lembaran Negara 2004 Nomor 131; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4443

Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;
Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3872.

http://www.gresnews.com/berita/tips/012312-tips-hukum-acara-pengadilan-niaga-dalam-
perkara-kepailitan/0/#sthash.H8e97rfe.dpuf,
MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA

TENTANG:

HUKUM ACARA KEPAILITAN

OLEH

KELOMPOK 8

CONNIE DWI KURNIA 1710112083

YUNI ZAKIRA 1710113114

INAYATUL HUSNA 1810112187

KELAS: HUKUM ACARA PERDATA 2.9 (S1)

DOSEN PENGAMPU: MISNAR SYAM., S.H.,M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS

TA: 2019-2020

Anda mungkin juga menyukai