Anda di halaman 1dari 8

HUKUM ACARA

PERADILAN NIAGA
Pengertian

Pengadilan Niaga berada di bawah peradilan umum yang diatur di dalam UU


No. 2/1986 yang terakhir diubah dengan UU No. 8/2004 tentang Peradilan
Umum. Pengadilan Niaga berada di lingkungan peradilan umum. Secara
umum, tugas pokok badan peradilan adalah menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Oleh karena itu, Pengadilan Niaga bertugas menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan perkara niaga yang datang kepadanya.
Eksistensi pengadilan niaga sejalan dengan perwujudan Undang-Undang No.
14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah
beberapa kali disempurnakan yang terakhir diatur dalam Undang-Undang
Nomor 48 tahun 2009. Pasal 27 UU 48 Tahun 2009 mengatur bahwa terdapat
pengadilan khusus dalam sistem peradilan Indonesia yang salah satunya
adalah Pengadilan Niaga. Kategori perkara niaga adalah Perkara kepailitan,
dan Perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Sumber Hukum

Pengadilan Niaga belum diatur dalam sebuah undang-undang khusus, dasar


hukumnya tersebar di dalam UU tentang Kepailitan dan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI).
a. Kepailitan:
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang: Pasal 1 angka 7
UU No. 37/2004 (UUK), bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam
lingkungan peradilan umum. Pasal 2 ayat (1) UUK bahwa Debitor yang
mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditornya.
b. HAKI:
1) Desain Industri: Pasal 38 ayat (1) UU No. 31/2000, bahwa gugatan
pembatalan pendaftaran Desain Industri dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan dengan alasan sebagaimana yang dimaksud di dalam
Pasal 2 atau Pasal 4 kepada Pengadilan Niaga.
2) Tata Letak Sirkuit: Pasal 31 ayat (1) UU No. 32/2000, bahwa gugatan
pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diajukan
kepada ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau
domisli tergugat.
3) Paten: Pasal 117 – 122 UU No. 14/2001.
4) Merek: Pasal 76 (2) UU No. 15/2001, bahwa gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.
5) Hak Cipta: Pasal 57 – 61 UU No. 19/2002.

Karakteristik Pengadilan Niaga


Pemeriksaan perkara yang masuk ke pengadilan niaga dilakukan oleh hakim
tetap dan hakim ad hoc. Merujuk dari Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung, hakim Ad Hoc merupakan hakim ahli telah diangkat berdasarkan
Keputusan Presiden. Pengadilan khusus ini juga memiliki 4 karakteristik
yang memberdakan dari pengadilan lain, yakni:
1. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut merupakan kewenangan lembaga pengadilan
melakukan pemeriksaan jenis perkara tertentu dengan mutlak. Awalnya,
seperti termuat dalam Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Kepailitan, kompetensi absolut dari pengadilan niaga yaitu
memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit serta penundaan
kewajiban pembayaran utang.
Selanjutnya, ditandai dengan resmi berlakunya Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyebabkan
kompetensi absolut pengadilan niaga semakin meluas. Dimana penyelesaian
sengketa yang dapat dilakukan atas bidang kekayaan intelektual yakni hak
paten, hak cipta, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu,
memutuskan sengketa terkait proses likuidasi, dan pembatalan segala
perbuatan hukum bank terkait pencabutan izin usaha.
2. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif merupakan kewenangan atau kekuasaan mengadili antar
Pengadilan Niaga. Pengadilan niaga memiliki tempat kedudukan terbatas di
Indonesia. Hanya ditemukan pada kota-kota besar, seperti Medan, Jakarta,
Makassar, Semarang, dan Surabaya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
pembagian wilayah yurisdiksi relatif bagi perkara yang diajukan kepada
Pengadilan Niaga berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999.
Setiap pengadilan niaga memiliki wilayah regional. Contohnya pengadilan
niaga Jakarta menangani wilayah regional Sumatera Utara, Aceh, Jambi,
Sumatera Barat, dan Riau.
3. Sistem Pembuktian
Ditinjau dari aspek hukum acara, karakteristik penanganan perkara
pengadilan niaga dalam sengketa kepailitan menggunakan sistem
pembuktian sederhana. Misalnya, syarat kepailitan terdapat dua atau lebih
kreditur dan jatuh tempo hutang. Sementara, hutang tersebut telah ditagih
dan tidak dilunasi oleh debitur.
4. Upaya Hukum
Penyelesaian perkara pengadilan umum meliputi jenjang upaya hukum
standar. Dimulai dari upaya hukum tingkat banding di pengadilan tinggi,
kasasi di mahkamah agung, dan peninjauan kembali.
Berbeda dari pengadilan niaga, tidak memungkinkan dilakukan upaya
hukum banding. Oleh sebab itu, tidak ada pengadilan tinggi niaga. Apabila
salah satu pihak yang terlibat berperkara tidak puas dengan putusan hakim
maka langsung mengajukan upaya hukum kasasi. Upaya hukum langsung
ini juga berlaku dalam sengketa merek dagang
Sementara, menurut Undang-Undang Kepailitan terdapat upaya hukum
tambahan yang dapat diajukan kepada pengadilan niaga yaitu peninjauan
kembali (PK). Syarat PK dalam sengketa kepailitan diajukan atas dasar :
a) Ditemukan bukti baru setelah putusan diucapkan oleh hakim,
b) Ditemukan kekeliruan nyata dalam putusan hakim atau hakim
melakukan pelanggaran berat atas penerapan hukum.
Eksistensi pengadilan niaga diakui sebagai jalur litigasi sengketa bisnis
secara ultimum remedium. Terutama penyelesaian dan pemutusan perkara
dilakukan berlandaskan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hal ini
membuat perkara perniagaan dan bisnis diproses dan diputus kelima
pengadilan niaga di Indonesia tidak pernah surut.

Para Pihak dalam Peradilan Niaga

a. Kepailitan
Pihak-Pihak yang dapat dipailitkan, yaitu Orang (termasuk perseorangan,
korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan
hukum dalam likuidas)I dan Debitor (atas utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan).
Sedangkan, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu:
1) Debitur sendiri secara sukarela (pasal 2 ayat (1));
2) Kreditor, baik kreditor konkuren, kreditor separatis, ataupun kreditor
preferen (Pasal 2 ayat (1) dan Penjelasannya)
 Kreditor Preferen: Kreditor yang mempunyai hak mendahului karena
sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa.
 Kreditor Separatis: Kreditor pemegang jaminan kebendaan berdasarkan
Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata yaitu Gadai dan Hipotik.
 Kreditor Konkuren: Kreditor yang tidak termasuk dalam kreditor
separatis dan preferen (1131 jo 1132 KUHPerdata).
3) Kejaksaan untuk kepentingan umum;
4) Pengecualian bagi debitor-debitor tertentu :
 Bank, oleh Bank Sentral
 Perusahaan Asuransi, Reasuransi, DPLK dan BUMN, oleh Menteri
Keuangan
 Perusahaan Efek, Bursa Efek, LKP, LPP, oleh Bapepam. (pasal 4 UU
Kepailitan)
b. HAKI
1) Paten :
Pihak yang dapat mengajukan gugatan adalah Pihak yang berhak
memperoleh paten yaitu Inventor atau Orang yang menerima lebih lanjut
hak Inventor yang bersangkutan, seorang atau beberapa orang yang untuk
pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam permohonan, pihak yang
memberikan pekerjaan, instansi pemerintah. Sedangkan tergugat adalah
pihak yang bukan Inventor atau yang menerima lebih lanjut hak Inventor
yang bersangkutan.
2) Merek:
Pihak yang dapat mengajukan gugatan adalah Pemilik Merek terdaftar
dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar. Sedangkan, tergugat adalah
pihak lain yang menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis yang telah terdaftar.
3) Hak Cipta:
Pihak yang dapat mengajukan gugatan adalah Pencipta, Pemegang Hak
Cipta atau penerima Hak Cipta. Sedangkan pihak tergugat adalah pihak lain
yang melakukan pelanggaran hak cipta.
4) Desain Industri
Pihak yang dapat mengajukan gugatan adalah pemegang hak Desain
Industri, atau penerima lisensi. Sedangkan, pihak tergugat adalah siapa pun
yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat,
memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang
yang diberi Hak Desain Industri.
5) Tata Letak Sirkuit
Pihak yang dapat mengajukan gugatan adalah Pendesain atau yang
menerima hak tersebut dari Pendesain yang terdaftar dalam Daftar Umum
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Sedangkan tergugat adalah pihak laian
yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan desain tata letak sirkuit
terpadu.

Mekanisme Beracara

Secara umum hukum acara yang dipergunakan di Pengadilan Niaga adalah


hukum acara perdata. Persyaratan Mengajukan perkara (Pasal 8 Nomor 3
Rv):
b. Identitas para pihak, yang biasanya memuat nama dan alamat.
c. Dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan
dasar serta alasan-alasan dari tuntutan (middelen van den eis) atau sering
disebut fundamentum petendi, ada juga yang menyebut posita; dan
d. Tuntutan (onderwerp van den eis met een duidelijke en bepaalde
conclusie) atau sering disebut petitum.
Tahapan Persidangan:
a. Pemeriksaan Pendahuluan, yaitu pendaftaran dan pencatatan perkara di
pengadilan, penetapan besarnya biaya perkara, penetapan majelis hakim,
penetapan hari sidang, pemanggilan pihak-pihak yang berperkara
b. Intervensi, beberapa bentuk intervensi: 1) Voeging, pihak ketiga
memihak kepada salah satu pihak dalam perkara; 2) Tussenkomst: pihak
ketiga tidak memihak kepada salah satu pihak, tapi memperjuangkan
kepentingannya sendiri; 3) Vrijwaring: pihak ketiga ditarik salah satu
pihak untuk memperjuangkan kepentingannya.
c. Jawaban Tergugat, jawaban tidak wajib, boleh digunakan atau tidak oleh
Tergugat. Jawaban terbagi dua, yaitu jawaban yang tidak menyangkut
pokok perkara (eksepsi) dan jawaban yang menyangkut pokok perkara
(verweer ten principale)
d. Replik dan Duplik, replik adalah anggapan Penggugat atas jawaban
Tergugat. Duplik adalah tanggapan Tergugat atas replik Penggugat.
e. Pembuktian
Hal yang dapat dijadikan bukti, yaitu surat (surat biasa yang bukan akta,
akta otentik, dan akta di bawah tangan), saksi, persangkaan (diatur di
dalam Pasal 173 HIR, 310 RBg dan Pasal 1915-1922 KUHPer),
pengakuan (diatur di dalam Pasal 174, 175, 176 HIR, Pasal 311, 312,
313 RBg dan Pasal 1923-1928 KUHPerdata), sumpah, keterangan ahli
(diatur di dalam Psl 154 HIR, 181 RBg dan 215 Rv).
f. Kesimpulan
Kesempatan para pihak pada akhir proses persidangan (sebelum putusan
dibacakan) untuk menyusun kesimpulan masing- masing terhadap
seluruh hasil-hasil (temuan) selama persidangan.
g. Putusan
Keputusan majelis hakim yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara
dalam suatu tingkatan peradilan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai