DARAT
Disusun oleh :
Kelas : XI MATIK
1
LEMBAR PENGESAH MAKALAH
Menyetujui/Mengesahkan :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya berupa kesehatan dan pengetahuan sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas pada mata pelajaran MANAJEMEN
TRANSPORTASI. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan teman-teman khususnya, serta para pembaca pada
umumnya, dan mudah-mudahan makalah ini bisa dengan mudah dipahami oleh
siapapun yang membacanya.
Dalam proses penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan maupun penyusunan, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi
iii
BAB I. PENGANGKUTAN SECARA UMUM
1.1 Definisi Pengangkutan 1
1.2 Asas-Asas Hukum Pengangkutan 2
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Kewirausahaan 2
2.2 Produksi 2
2.3 Pemasaran 2
2.4 Distribusi 3
BAB III. PROFIL BADAN USAHA
3.1 Manajemen 4
3.2 Pemasaran 4
3.3 Keunikan Produk 4
3.4 Logo Hungry Help 5
3.5 Makna Logo 5
3.6 Proses Produksi 6
3.7 Anggaran Pengeluaran 7
3.8 Analisa SWOT
8 BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan 9
4.2 Saran 9
4.3 Foto Produk 10
i
BAB I
PENGANGKUTAN SECARA UMUM
dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini
ditetapkan.
1
Abdulkadir Muhammad mendefinisikan pengangkutan
pengangkut mekanik.
a. Bersifat Publik
rakyat.
2
masyarakat.
b. Bersifat Perdata
itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan atau didukung
3
2. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan
guna dan nilai. Disini jelas meningkatnya daya guna dan nilai merupakan
tujuan dari pengangkutan, yang artinya apabila daya guna dan nilai di
tempat yang baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan,
pedagang/penjual.
waktunya.
4
3. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya
a. Pengangkutan Darat
orang. Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan
hukum.
5
kehendak. Badan hukum adalah subjek hukum menurut konsep yuridis,
sebagai badan ciptaan manusia berdasar pada hukum, memiliki hak dan
kewajiban seperti
manusia.65 Subjek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan
6
7
pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum
berikut:
atau penumpang. Alat angkut misalnya seperti kapal, kereta api, bus,
8
B. PERJANJIAN PENGANGKUTAN
membayar ongkosnya.
diatur dalam bagian III buku I KUHD, tetapi diatur dalam bagian II buku
9
I KUHD. Mengenai saat kapan perjanjian pengangkutan itu terjadi dan
yakni bedasarkan tempat, tanggal, dan tanda tangan yang tertulis pada
dokumen angkutan.76
sebagai bukti bahwa perjanjian sudah terjadi dan biaya angkutan sudah
tanggal yang tertera pada dokumen angkutan. Dalam hal biaya angkutan
umum.77
75
Ibid., hlm 90.
76
Ibid., hlm 91.
77
Ibid., hlm 92.
1
Setelah perjanjian itu terjadi maka hal yang terpenting adalah
yaitu:78
keinginan yang disimpan dalam hati, tidak dapat diketahui oleh pihak
78
Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif
Perbandingan, Bagian Pertama, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), hlm 168.
79
Ibid., hlm 168.
80
Firman F. Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju,
2014), hlm
76.
1
pihak lawan menyatakan menerima atau menyetujui kehendak, baru
terjadi kata sepakat.81 Dengan demikian yang akan menjadi tolak ukur
Pasal 1330 KUHPer menetukan siapa saja yang tidak cakap untuk
undang-undang.
81
Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif
Perbandingan, Bagian Pertama, op. cit., hlm 169.
82
Firman F. Adonara, op. cit., hlm 76.
83
Ibid., hlm 84.
84
Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif
Perbandingan, Bagian Pertama, op. cit., hlm 176.
1
memberikan sesuatu, berbuat sesuati, atau tidak berbuat sesuatu. Prestasi
Syarat sah keempat adalah kausa hukum yang halah. Kausa yang
objektif, karena syarat suatu hal tertentu dan kausa hukum yang halal
pada pengadilan, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan dan
mengikat para pihak. Adapun jika syarat ketiga dan keempat tidak
dipenuhi oleh para pihak maka perjanjian tersebut batal demi hukum,
85
Ibid., hlm 186.
86
Ibid., hlm 186.
87
Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm 73.
88
Firman F. Adonara, op. cit., hlm 87.
1
3. Dokumen dalam Pengangkutan
angkutan laut dan perairan darat, surat muatan udara dan tiket
454 KUHD tentang perjanjian charter kapal, pasal 504 dan 506 KUHD
89
H. M. Hudi Asrori S., Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2010), hlm. 41.
1
Pada Pasal 90 KUHD ditentukan bahwa surat angkutan merupakan
ganti kerugian.
90
Sution Usman Adji, et. al., op. cit., hlm. 16.
1
91
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, op.
cit., hlm 107
1
Berakhirnya perjanjian pengangkutan tidak sama dengan
ditulis dalam surat muatan. Pengertian tempat tujuan tidak selalu sama
tempat tersebut, tetapi ada tempat lain yang disepakati sebagai tempat
Perjanjian dalam bahasa arab disebut dengan akad. Akad atau al-
‘akd secara bahasa berarti al-rabth atau ikatan atau mengikat. Al-rabth
salah satu pada yang lainnya sehingga keduanya saling bersambung dan
mengenai akad atau janji yaitu antara lain sebagai berikut; QS. Al-Maidah
perikatan) di antara kamu”. Selain itu dalam QS. Ali Imran ayat 76 “Ya,
siapa saja menepati janjinya dan takut kepada Allah, sesungguhnya Allah
92
Ibid., hlm 108.
93
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2002), hlm 75.
1
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh
perikatan oleh satu pihak yang biasanya disebut sebagai pihak pertama.
ijab.94 Akad adalah salah satu bentuk perbuatan hukum atau disebut
beberapa
Tasharruf qauli terbagi dua yaitu aqdi dan bukan aqdi. Aqdi
maka timbil bagi kedua belah pihak haq dan iltijam yang diwujudkan oleh
94
Ibid., hlm 76-77.
95
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cetakan Kesembilan (Jakarta: PT.
1
RajaGrafindo Persada, 2014), hlm 43.
96
Ibid., hlm 43-44.
1
di kalangan fuqaha berkenaan dengan rukum akad. Secara umunya rukun
hal ini bersifat pasif. Sebaliknya pada perjanian pengangkutan orang, tidak
ada
97
Ibid., hlm 46.
2
98
Zainal Asikin, op. cit. hlm 154.
2
penyerahan subjek hukum itu kepada pengangkut. Mereka memiliki
sebagai berikut:
1) Kendaraan Bermotor
99
Sution Usman Adji, et. al., op. cit., hlm. 80.
5
Lihat Pasal 1 Angka (8) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
100
Angkutan Jalan.
5
a) Sepeda motor
rumah.101
b) Mobil penumpang
3500 kilogram.102
c) Mobil bus
kilogram.103
d) Mobil barang
barang.104
Lihat Pasal 1 Angka (20) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
101
Angkutan Jalan.
5
102
Lihat Pasal 1 Angka (10) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
103
Lihat Pasal 1 Angka (11) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
104
Lihat Pasal 1 Angka (12) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
5
e) Kendaraan khusus
105
Lihat Penjelasan Pasal 47 Ayat (2) huruf e UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
106
Lihat Pasal 1 Angka (9) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Linta dan
5
Angkutan Jalan.
107
H.M.N Purowsujipto, op. cit., hlm 77-78.
5
3) Pengangkutan barang muatan : barang-barang yang beratnya lebih
5
Lihat Pasal 139 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2007 tentang
108
Perkeretaapian.
5
c) melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila barang yang
a. Pengangkut
bermotor khusus
109
Zainal Asikin, op. cit. hlm 163
5
110
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 46.
111
Achmad Insani, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), hlm.
407.
112
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, op.
cit., hlm 64.
5
mengangkut barang yang dimaksud adalah kendaraan bermotor umum
b. Pengirim
kita lihat dalam KUHD tidak mengatur definisi pengirim secara umum.
Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum yang
113
Ibid., hlm 64.
114
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, op.
5
cit. hlm 35.
115
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 49-50.
6
c. Penerima
yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan
penerima: 118
terhadap pengangkut.
si pengirim
5
116
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, op. cit., hlm 376.
117
Zainal Asikin, op. cit., hlm 164.
118
H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 5-6.
5
4. Penyerahan Barang Muatan
barang.
119
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, laut, dan Udara,
5
op. cit., hlm 223- 224.
6
Konsep penyerahan barang muatan ini terjadi antara
pelengkap.
seseorang sehingga dapat menguasai sesuatu dari orang lain, dan kewajiban
dari orang lain untuk berperilaku sesuai dengan wewenang yang ada. Isi dari
hukum adalah hubungan kewajiban dan hak secara bertimbal balik, yang
keadaan. Peristiwa hukum tersebut dapat berasal dari perjanjian atau ketentuan
undang- undang.121
61
5
120
Neng Yani Nurhayani, op. cit., hlm 75.
121
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 107.
62
5
Hubungan hukum dalam pengangkutan adalah hubungan hak dan
kewajiban secara timbal balik yang timbul karena adanya perbuatan, keadaan,
atau kejadian dalam proses pengangkutan. Hak dan kewajiban yang dimaksud
dalam kegiatan pengangkutan adalah hak dan kewajiban para pihaknya yakni
perjanjian pengangkutan, pada umumnya hak dan kewajiban para pihak telah
dirumuskan dalam perjanjian yang mereka buat. Namun dalam praktik, hak
dan kewajiban para pihak biasanya tertulis pada dokumen angkutan. Apabila
harus beralasan yang jelas, karena jika alasan penolakan tidak jelas maka
penolakan pengangkut
6
122
Ibid., hlm 107-108
6
tersebut sudah merupakan wanprestasi. Dengan perjanjian yang dibuat
lain yang dimiliki pengirim adalah menuntut ganti rugi apabila terjadi
tempat tujuan yakni penerimalah yang akan membayarnya, hal ini sesuai
6
123
H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 4.
124
Lihat Pasal 91 KUHD
6
KUHD, kewajiban membayar uang angkutan ada pada penerima, setelah
dikirimnya.
maka sejak saat itulah penerima mulai mendapatkan haknya sesuai dengan
haknya untuk menerima barang angkutan, oleh karena itu penerima adalah
perjanjian pengangutannya.126
125
Ibid., hlm 6
6
126
Ibid., hlm 6
6
E. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN BARANG
127
E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 19.
128
Ibid., hlm 19.
6
129
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 184-185.
6
a. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Kesalahan (Liability based
on Fault Principle)
bentuknya yang lebih moderen, prinsip ini dikenal pada tahap awal
mengharuskan
130
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm
377-378.
131
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm 37.
6
132
Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 25.
133
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., hlm 346.
6
pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar
Liability Principle)
ia
134
Toto T. Suriaatmadja, loc. cit.
6
135
H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional
dan Nasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 11.
6
tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
sebagai berikut:139
136
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm 28.
137
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 188.
138
E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 30.
139
H.K. Martono dan Agus Pramono, op. cit., hlm 14.
7
2) tanggung jawab terbatas yakni yang dibebankan pada
berlaku,
tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa
140
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm
7
382-383.
7
“pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul
istilah tersebut.
141
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 41.
7
142
E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 37.
143
Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 30.
7
2. Tanggung Jawab Pengangkut
perusahaan tersebut.144
dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Ada dua
kemungkinan yang akan terjadi apabila barang yang dikirm tidak selamat
yaitu barang sampai pada tujuan dalam keadaan musnah atau barang
sampai pada tujuan dalam keadaan rusak. Barang musnah artinya barang
sehingga harus memberikan ganti rugi atas barang yang musnah atau
sebab-sebab seperti cacat pada barang itu sendiri, karena kesalahan atau
7
144
H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, op. cit., hlm 167
7
7