0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian pengangkutan laut dan akibat hukumnya. Pengertian pengangkutan laut mencakup proses memuat, membawa, dan menurunkan barang atau penumpang di perairan Indonesia menggunakan kapal berbendera Indonesia. Dokumen juga menjelaskan jenis-jenis pengangkutan laut dalam negeri seperti pelayaran nusantara dan pengangkutan antarpulau.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian pengangkutan laut dan akibat hukumnya. Pengertian pengangkutan laut mencakup proses memuat, membawa, dan menurunkan barang atau penumpang di perairan Indonesia menggunakan kapal berbendera Indonesia. Dokumen juga menjelaskan jenis-jenis pengangkutan laut dalam negeri seperti pelayaran nusantara dan pengangkutan antarpulau.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian pengangkutan laut dan akibat hukumnya. Pengertian pengangkutan laut mencakup proses memuat, membawa, dan menurunkan barang atau penumpang di perairan Indonesia menggunakan kapal berbendera Indonesia. Dokumen juga menjelaskan jenis-jenis pengangkutan laut dalam negeri seperti pelayaran nusantara dan pengangkutan antarpulau.
20600114 Pengertian Pengangkutan Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan, sehingga diperlukan suatu sarana perhubungan yang dapat menjangkau hubungan antar daerah, dan antar pulau yang satu dengan yang lainnya. Bahkan hubungan-hubungan tersebut dewasa ini sudah semakin berkembang, yang tidak hanya dilakukan antar daerah atau antar pulau di Indonesia saja tetapi juga sudah dilakukan pengangkutan dari Indonesia ke negara lainnya. Sarana perhubungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan jasa perhubungan melalui pengangkutan udara, pengangkutan laut dan untuk daerah tertentu saat dilakukan melalui angkutan darat. Fungsi pengangkutan sendiri adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. R. Soekardono mengatakan bahwa: “Pengangkutan pada umumnya berisikan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi”. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada dasarnya dalam pengertian pengangkutan terkandung unsur perpindahan tempat dengan menggunakan alat pengangkut dengan tujuan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi, sedang yang menjadi objek yang diangkut adalah dapat berupa barang maupun orang. Pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana si pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Menurut Pasal 466 KUHD yang dimaksud dengan Pengangkutan adalah seseorang (atau suatu badan) yang berdasarkan suatu perjanjian-perjanjian itu berupa perjanjian charter waktu maupun perjanjian charter perjalanan ataupun perjanjian lainnya, mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang melalui laut baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagiannya. Pasal ini menjelaskan bahwa pengangkutan barang dapat menggunakan kapal dengan cara menyewa apabila pengangkut tidak memiliki kapal, dapat dicarter menurut waktu atau menurut perjalanan. Selain pengangkutan barang yang mencarter kapal untuk mengangkut barang-barang, pemlik kapal juga dapat menjadi pengangkut yang sebenarnya artinya dia sebagai pemilik dan pengangkut barang. Pasal 518 KUHD menegaskan bahwa pencarter dapat menjadi pengangkut pula terhadap pihak lain, baik dalam bentuk carter waktu, maupun carter perjalanan, dengan tetap memiliki tanggung jawab terhadap perjanjian carter yang diadakannya dengan pemilik atau pengusaha kapal, dan dalam pasal 518 a KUHD dikatakan bahwa pencarter kapal berhak menggunakan ruangan kapal yang disediakan untuk mengangkut barangnya. Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim. Adapun sifat perjanjian pengangkutan adalah timbal balik, artinya kedua belah pihak, baik pengangkut maupun pengirim masing-masing mempunyai kewajibannnya sendirisendiri. Suatu perjanjian pengangkutan adalah merupakan suatu perjanjian di mana satu pihak menyangupi untuk dengan aman membawa orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya, sedangkan pihak yang lain meyanggupi akan membayar ongkosnya. Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dengan selamat, sedangkan kewajiban dari pengirim adalah membayar sejumlah uang angkutan. Istilah “menyelenggarakan pengangkutan” berarti, bahwa pengangkutan itu dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan orang lain atas perintahnya. Istilah “dengan selamat” mengandung arti bila pengangkutan berjalan dengan “tidak selamat” maka itu menjadi tanggung jawab dari pengangkut. Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Dalam definisi pengangkutan tersebut dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan sebagai berikut: 1. Pelaku yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan. 2. Alat pengangkutan yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat UndangUndang seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, dan derek. Barang atau penumpang yaitu muatan yang diangkut. Barang muatan yang diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut Undang-Undang. Dalam pengertian juga hewan. 3. Perbuatan yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan. 4. Fungsi pengangkutan yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja). 5. Tujuan pengangkutan yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Pengangkutan Laut Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa “pengangkutan berasal dari kata: angkut dan bawa, muat dan bawa/kirimkan, mengangkut berarti mengangkut dan membawa, memuat dan membawa/mengirimkan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa “pengangkutan adalah proses, cara, perbuatan mengangkut dan usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain”. Menurut Abdul Kadir Muhammad, pengangkutan adalah pengangkutan dan pembawaan barang dan/atau orang yang diangkut. Jadi dalam pengertiannya pengangkutan itu merupakan suatu kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu mengandung kegiatan memuat barang dan/atau penumpang, membawa barang dan/atau penumpang ke tempat lain, dan menurunkan barang dan/atau penumpang. Dengan demikian apabila dirumuskan dalam suatu definisi, pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang dan/atau penumpang kedalam alat pengangkutan, membawa barang dan/atau penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan dan menurunkan barang dan/atau penumpang dari alat pengangkutan ketempat yang ditentukan. Dapat juga dikatakan proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal darimana kegiatan angkutan dimulai ketempat tujuan, kemana kegiatan angkutan diakhiri. Dari definisi pengangkutan tersebut dapat diketahui pula berbagai aspek pengangkutan, antara lain: a) Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini dapat berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan dan dapat pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan dipelabuhan; b) Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan; c) Barang atau penumpang (orang), yaitu muatan yang diangkut. Barang muatan yang diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut undang-undang. Dalam pengertian barang termasuk juga hewan; d) Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan ditempat tujuan yang ditentukan; e) Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja); f) Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba ditempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Macam-macam pengangkutan laut Pengangkutan diatur dalam beberapa ketentuan yang berlaku di Indonesia, seperti dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran yang mengatur mengenai tujuan dari pengangkutan dan telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 yaitu memperlancar arus perpindahan orang dan/ atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi pelayaran nasional dalam rangka menunjang, menggerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta memperkukuh ketahanan nasional. Pengangkutan itu sendiri menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran dan peraturan pelaksana Nomor 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan di Perairan, dibagi dalam dua bagian, antara lain: a) Pengangkutan Laut Dalam Negeri Menurut Pasal 73 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, yang dimaksud dengan pengangkutan laut dalam negeri adalah: “Penyelenggaraan angkutan laut dalam negeri dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia“. Menurut Pasal 3 Peraturan Pelaksana Nomor 82 tahun 1999 Tentang Angkutan di Perairan, yang dimaksudkan dengan pengangkutan laut dalam negeri adalah: “Pelayaran yang dilakukan oleh perusahaan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, untuk menghubungkan pelabuhan laut antar pulau dan angkutan laut lepas pantai di wilayah perairan Indonesia“. Pengangkutan laut dalam negeri bertujuan untuk menghubungkan wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang memiliki jarak yang berjauhan, selain itu bertujuan pula untuk menyalurkan bahan-bahan kebutuhan pokok yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh daerah yang bersangkutan. Jenis-jenis pengangkutan dalam negeri, antara lain: 1) Pelayaran Nusantara, adalah pelayaran yang dilakukan untuk kegiatan usaha pengangkutan antar pelabuhan di Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh, sesuai dengan ketentuan yang ada; 2) Pelayaran Lokal, adalah pelayaran yang dilakukan untuk kegiatan usaha pengangkutan antar pelabuhan di Indonesia dan ditujukan untuk menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan menggunakan kapal-kapal berukuran 500 m3 isi kotor ke bawah; 3) Pelayaran Rakyat, adalah pelayaran nusantara dengan menggunakan perahu layar; 4) Pelayaran Pedalaman, terusan dan sungai, adalah pelayaran yang dilakukan untuk melakukan kegiatan usaha pengangkutan di perairan darat; 5) Pelayaran Penundaan Laut, adalah pelayaran nusantara dengan menggunakan tongkang-tongkang yang ditarik oleh kapal tunda.
b) Pengangkutan Laut Luar Negeri Menurut Pasal 11 Undang-undang Nomor 17 Tahun
2008 Tentang Pelayaran, yang dimaksud dengan pengangkutan laut luar negeri adalah: “Penyelenggaraan angkutan laut dari dan ke luar negeri dilakukan oleh badan hukum Indonesia dan/atau perusahaan angkutan laut asing“. Menurut Pasal 4 Peraturan Pelaksana Nomor 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan di Perairan, yang dimaksud dengan pengangkutan laut luar negeri adalah: “Penyelenggaraan angkutan laut yang dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan angkutan laut asing, dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, yang terbuka untuk perdagangan laut luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya dan tidak melakukan kegiatan angkutan laut antar pulau“. Pengangkutan laut luar negeri memiliki tujuan untuk mengadakan kerjasama di pemerintahan dalam kaitannya untuk meningkatkan bidang perekonomian khususnya ekspor impor, selain itu dengan keluar masuknya kapal dapat meningkatkan pendapatan devisa negara khususnya Indonesia. Jenis-jenis pengangkutan laut luar negeri, antara lain: 1) Pelayaran Samudera dekat, adalah pelayaran ke pelabuhan negara tetangga dan tidak melebihi jarak 3000 mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia dan tanpa memandang jurusan; 2) Pelayaran Samudera, adalah pelayaran keluar dari luar negeri dan bukan merupakan pelayaran samudera dekat. Terkait dengan hal yang telah dijabarkan di atas, maka jelaslah bahwa fungsi pengangkutan pada umumnya adalah memindahkan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan guna dan nilai dan fungsi pengangkutan tersebut berlaku disemua bidang kehidupan seperti: politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Dasar Hukum Pengangkutan Laut Sehubungan dengan pengaturan hukum pengangkutan di Indonesia, kaidah hukum pengangkutan di bagi manjadi dua bagian, yaitu dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis. Dalam bentuk tertulis, dapat berupa undang-undang maupun perjanjian, sedangkan dalam bentuk tidak tertulis dapat berupa kebiasan-kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan pengangkutan di Indonesia dan hukum pengangkutan juga merupakan bagian dari hukum keperdataan, dasar hukum pengangkutan antara lain: 6 Hukum Pengangkutan Laut 1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1320 KUHPer, dinyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Pasal 1338 ayat (1) KUHPer Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal 1365 KUHPer “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal 1865 KUHPer “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. 2) Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengenai angkutan laut diatur dalam Buku II Tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelayaran, yaitu: a. Bab Va (tentang pengangkutan barang) dan b. Bab Vb (tentang pengangkutan orang). 3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, dengan ketentuan antara lain: Ketentuan umum (Bab I pasal 1), asas dan tujuan (Bab II Pasal 2 dan Pasal 3), ruang lingkup berlakunya undang-undang (Bab III pasal 4), pembinaan (Bab IV Pasal 5 dan Pasal 6), kenavigasian (Bab V Pasal 7 s/d Pasal 20), kepelabuhan (Bab VI Pasal 21 s/d Pasal 34), perkapalan (Bab VII Pasal 35 s/d Pasal 64), pencegahan dan penanggulangan pencemaran oleh kapal (Bab VIII Pasal 65 s/d Pasal 68), angkutan (Bab IX Pasal 69 dan Pasal 70), kecelakaan kapal pencarian dan pertolongan (Bab X pasal 88 s/d pasal 94), sumber daya manusia (Bab XI Pasal 95 s/d Pasal 98), penyidikan (Bab XII Pasal 99), ketentuan pidana (Bab XIII Pasal 100 s/d Pasal 129), ketentuan peralihan (Bab XIV Pasal 130) dan ketentuan penutup (Bab XV Pasal 131 dan Pasal 132). Bab 1 7 : Pendahuluan 4) Peraturan Pelaksana Nomor 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan di Perairan, dengan ketentuan antara lain: Ketentuan umum (Bab 1 Pasal 1), penyelenggaraan angkutan di perairan (Bab II Pasal 2 s/d Pasal 18), pengusahaan angkutan di perairan (Bab III Pasal 19 s/d Pasal 42), usaha penunjang angkutan laut (Bab IV Pasal 43 s/d Pasal 61), jaringan dan trayek angkutan di perairan (Bab V Pasal 62 s/d Pasal 77), tarif angkutan di perairan (Bab VI Pasal 78 s/d Pasal 85), pelayaran pengangkutan untuk penyandang cacat dan orang sakit (Bab VII Pasal 86), pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya (Bab VIII Pasal 87 s/d Pasal 89), wajib angkut (Bab IX Pasal 90 s/d Pasal 91), tanggung jawab pengangkut (Bab X Pasal 92), sistem informasi angkutan diperairan (Bab XI Pasal 93), pembinaan armada niaga nasional (Bab XII Pasal 94), ketentuan peralihan (Bab XIII Pasal 94 s/d Pasal 96), ketentuan penutup (Bab XIV Pasal 97 dan Pasal 98). 5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan.