Anda di halaman 1dari 6

EFEKTIFITAS SANKSI PIDAN BAGI WAJIB PAJAK YANG

MELANGGAR KETENTUAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2007

TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN “

STUDI KASUS KPP PRATAM BAUBAU”

PROPOSAL PENELITIAN

DISUSUN OLEH :

LA ODE NANANG DEFANNY

NPM : 21501021100

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Republik Indonesia merupakan negara hukum sebagaiamana diatur dalam

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

yang berbunyi : “ Negar Indonesi adalah negara hukum” yang berarti negara

Indonesia menjunjung tinggi kedulatan hukum. Hukum memiliki kedudukan

dimana hukum tidak memandang penguasa atau derajat seseorang. Kekuasaan

hukum terletak diatas segala kekuasaan yang ada dalam negara. Oleh sebab itu,

segala tindakan serta perilaku dari warga negara diatur oleh norma-norma dan

ketentuan-ketentuan yang diatur oleh negara dan tidak bertentangan dengan

hukum yang berlaku, termasuk merealisasikan kepentingan negara maupun

keperluan warganya dalam bernegara.

Saat ini, Indonesia merupakan negara yang tengah berkembang serta

mengalami banyak perubahan. Pembangunan dalam skala nasional menjadi

prioritas saat ini demi terwujudnya cita-cita serta tujuan dari negara yaitu

tercapainya kesejahteraan dari seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan nasinonl

yang merata mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Salah satu daerah yang

memiliki pembangunan yang pesat adalah kota Baubau, Sulawesi Tenggara.

Pembangunan di kota Baubau, Sulawesi Tenggara bisa dilaksanakan oleh adanya

dana. Sumber dana untuk pembangunan berasal dari pajak.

Menurut Rizka et al (2014), pajak merupakan sumber pemasukan dari kas

negara yang memiliki kontribusi cukup besar dalam penerimaan negara non
migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara yang

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip dasar

menghimpun dana yang diperoleh dari dan untuk masyarakat melalui mekanisme

yang mengacu pada peraturan perundang.undangan. Pembayaran pajak

merupakan suatu kewajiban bagi wajib pajak.

Menurut Widyaningsih( dalam Putra et al, 2019) mendefinisikan pajak

sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang No 6 tahun

1983 sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

langsung. Masalah dalam pemungutan wajib pajak adalah masalah penting karena

jika wajib pajak tidak patuh maka keinginn untuk melakukan tindakan

penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan penggelapan pajak. Self

Assesment adalah pemungutan yang memberikan kewenangan kepada wajib pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, membayar serta menyetorkan sendiri

besarnya pajak terutang, dengan demikin kepatuhan sukarel dari wajib pajak

menjadi tujuan dari sistem tersebut. Namun, fenomen perlawanan terhadap sistem

sering terjadi dengan memanfaatkan celah hukum (Tax avoidance ) maupun upaya

penggelapan pajak ( Tax evasion ).

Berbagi upaya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak telah

dilakukan. Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah

dengan memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Peningkatan

kualitas layanan tarhadap wajib pajak diharapkan meningkatkan kesadaran sukarel

serta kepatuhan untuk membayar pajak. Paradigma baru yang menempatkan

aparat pemerinthan sebagi abdi negara dan masyarakat ( wajib pajak ) harus

diutamakan supaya dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik.


Penggelapan pajak (tax evasion) sendiri pengertiannya adalah tindak

pidana karena merupakan rekayasa subjek (pelaku) dan objek (transaksi) pajak

untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawful), dan

penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang yurisdiksi. Begitupun

penggelapan pajak mempunyai risiko terdeteksi yang inherent pula, serta

mengandung sanksi pidana dan denda.melekat (inherent) pada setiap sistem pajak

yang berlaku dihampir setiap Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

tentang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan untuk selanjutnya disebut UU

KUP menyatakan bahwa “pelanggaran pajak” termasuk dalam ayat (1) tidak

menyampaikan SPT; dan pada ayat (2) menyampaikan SPT dengan isi yang tidak

benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar.

Sementara Pasal 39 UU Perpajakan menyatakan bahwa “kejahatan pajak”

termasuk dalam ayat (1) tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok

Wajib Pajak untuk selanjutnya disingkat NPWP, tidak menyampaian surat

pemberitahuan dan lain-lain.

Berdsrkn permslhn dits penulis tertrik untuk melkukn penelitin dengn

judul “ EFEKTIFITAS SANKSI PIDAN BAGI WAJIB PAJAK YANG

MELANGGAR KETENTUAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2007

TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

( STUDI KASUS KPP PRATAM BAUBAU)’.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diambil berdasarkan latar belakangadalah

sebagai berikut :
1. Seberapa efektif sanksi pidana yang diberikan pada wajib pajak yang

melanggar UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan di kot bubu?

2. Hambatan serta kendala apa saja yang dihadapi dalam penerapan sanksi

pidana dalam pasal 38 dan 39 UU KUP di kot bubu

1.3 Tujuan penelitian

Adapun tujun penelitin dri penulisn skripsi dlh :

1. Untuk mengetahui efektifitas sanksi pidana yang diberikan pada wajib

pajak yang melanggar UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum

dan tata cara perpajakan.

2. Unutk mengetahui hambatan serta kendala apa saja yang dihadapi dalam

penerapan sanksi pidana dalam pasal 38 dan 39 UU KUP.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat untuk menambah

pengetahuan tentang sanksi pidana wajib pajak serta mengkaji efeketifitas

penerapan sanksi pidana terhadap Undng-undng No. 28 tahun 2007.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitjn

Dpun jenis penelitin yng dilkukn dengn metode kulittif. Metode

kulttif merupkn sutu metode dengn mendetngi lngsung kntpr KPP PRTM Kot

Bubu dengn cr mewwncri objek


.

Anda mungkin juga menyukai