Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGANTAR PERPAJAKAN

Mata Kuliah : Ketentuan Umum Perpajakan


Dosen : Alfita Rakhmayani, S.E., M.Ak.

Disusun oleh:

1. Dwi Hidayati (40011422650042)


2. Reza Kania Putri Verlisa (40011422650044)
3. Adinda Sade Devita Sari (40011422650049)
4. Aprilia Handina W (40011422650056)
5. Femi Anggita (40011422650061)
6. Daud Broto Prihandoko (40011420650306)

KELAS B
PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERPAJAKAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KOTA SEMARANG
2022/ 2023

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…................................................................................................................3
A. PEMBAGIAN PAJAK MENURUT GOLONGAN, SIFAT, DAN PEMUNGUTAN...........4
1. Menurut golongan….............................................................................................4
2. Menurut sifat…..................................................................................................................4
3. Menurut pemungutan….....................................................................................................4
B. PENGERTIAN PERLAWANAN PAJAK…...........................................................................5
1. Perlawanan Aktif…..........................................................................................................5
2. Perlawanan Pasif…............................................................................................................6
C. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK..............................................................................................6
1. Asas Equality….................................................................................................................6
2. Asas Certainty…................................................................................................................7
3. Asas Convinience of Payment….......................................................................................7
4. Asas Effeciency.................................................................................................................7
D. CARA PEMUNGUTAN PAJAK…......................................................................................7
1. Stelsel Pajak…...................................................................................................................7
2. Asas Pemungutan Pajak.....................................................................................................8
3. Sistem Pemungutan Pajak…..............................................................................................9
Tarif Pajak…...................................................................................................................11
1. Tarif Progresif….............................................................................................................11
2. Tarif Degresif…..............................................................................................................11
3. Tarif Proporsional….......................................................................................................11
4. Tarif Tetap/Regresif…....................................................................................................12
E. CARA PENGHAPUSAN UTANG PAJAK..........................................................................12
1. Pembayaran….................................................................................................................12
2. Kompensasi….................................................................................................................12
3. Kedaluwarsa...................................................................................................................13
4. Pembebasan….................................................................................................................13
5. Penghapusan/Peniadaan..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
karunia- Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Adapun tema dari makalah ini
adalah "Pengantar Perpajakan".

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata
kuliah Ketentuan Umum Perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga
dapat menambah ilmu tentang perpajakan.

Kami sadar sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif agar penulisan makalah bisa lebih baik lagi kedepannya.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberi tambahan ilmu bagi kita semua.

Semarang, 30 Agustus 2022

3
A. PEMBAGIAN PAJAK MENURUT GOLONGAN, SIFAT, DAN PEMUNGUTAN
1. Menurut golongan
a. Pajak langsung: Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak
lain, contoh: pajak penghasilan (PPH)
b. Pajak tidak langsung: Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain
atau orang ketiga, contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Untuk menentukan
apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti
ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban
pemenuhan perpajakannya:
1. Penanggung pajak: orang yang secara formal yuridis harus melunasi pajak.
2. Penanggung pajak: orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu
beban pajaknya.
3. Pemikul pajak: orang yang menurut Undang-Undang harus dibebani pajak
Untuk perbedaannya, apabila ketiga pihak diatas ialah satu orang, maka
disebut sebagai Pajak Langsung, sebaliknya apabila terdapat lebih dari satu
orang, maka disebut pajak tidak langsung.
2. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif: Pajak yang pemungutannya berpangkal atau berdasarkan
subjeknya dengan memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak subjeknya, seperti
status perkawinan, jumlah tanggungan, dan tanggungan lainnya, contoh: PPH atau
Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif: Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya,
contohnya: PPN dan PPNBM (PPN untuk barang mewah).
3. Menurut Pemungutan
a. Pajak Pusat/Pajak Negara: Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan,
PPN, PPNBM, PBB, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah: Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
rumah tangga daerah. Contoh: Pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan PBB sector perkotaan dan pedesaan (PBB
P2),

4
Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak
Restoran. Untuk ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam:
1. Ketentuan Umum Perpajakan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
B. PENGERTIAN PERLAWANAN PAJAK
Perlawanan Pajak adalah berkurangnya penerimaan kas negara karena terdapat tindakan
yang melakukan penghindaran dalam membayar pajak yang menjadikan hambatan –
hambatan dalam pemungutan pajak. Perlawanan Pajak terdiri dari:
1. Perlawanan Aktif merupakan perlawanan yang memang sudah muncul dari inisiatif
wajib pajak sendiri untuk menghindari pembayaran pajak. Perlawanan Aktif terdiri dari
a. Perlawanan Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)
Merupakan upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal tetapi masih
dikategorikan dalam posisi aman karena tidak bertentangan dengan
kaidah/ketentuan pajak yang berlaku serta dilakukan dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan yang tertera di Undang-Undang dan Ketentuan Perpajakan,
namun hal ini tidak disetujui oleh pemerintah. Perlawanan pajak ini dapat
dilakukan melalui 3 cara, diantaranya sebagai berikut:
1) Menahan diri
Maksudnya Wajib Pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
Contoh: Mengganti bahan ikat pinggang,yang awalnya dibuat dengan bahan
kulit hewan (ular, buaya) asli diganti dengan plastik.
2) Pindah lokasi
Maksudnya wajib pajak berpindah tempat untuk menghindari tarif pajak
yang tinggi ke tarif pajak rendah. Contoh: Seorang wajib pajak memiliki
usaha ditengah kota dan ternyata pajak disana tinggi maka wajib pajak
tersebut berpindah lokasi untuk mencari yang lebih rendah.
3) Perlawanan pajak secara Yuridis dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidakjelasan UU.

5
b. Perlawanan Tax Evasion (Penggelapan Pajak) merupakan upaya menghindari pajak
yang dilakukan secara legal yang sudah dikategorikan dalam posisi tidak aman
karena tindakan yang dilakukan sudah melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang
berlaku.
c. Melalaikan Pajak merupakan upaya menolak dan menghindari dalam membayar
pajak yang dilakukan setelah SKP (Sasaran Kerja Pegawai) keluar dengan cara
melakukan penyitan. Disini wajib pajak akan melakukan penyitaan dengan cara
memindahtangankan hartanya ke oranglain/ keluarga secara pura-pura.
2. Perlawanan Pasif
Perlawanan yang tidak didasari oleh wajib pajak tetapi terinisiatif oleh faktor
lingkungan misalnya struktur ekonomi, perkembangan moral, intelektual penduduk,
serta teknik pemungutan pajak itu sendiri. Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan
perlawanan pasif, diantaranya sebagai berikut:
a. Struktur Ekonomi
Contoh pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris, padahal
seharusnya pajak ini diterapkan di masyarakat industri, dan oleh sebab itu terjadilah
perlawanan pasif pajak yang dikarenakan masyarakat agraris tidak bisa melakukan
pembukuan untuk menghitung pendapatan neto.
b. Perkembangan intelektual dan moral penduduk
Terjadi karena sulitnya objek pajak untuk dikontrol. Contoh: Pajak kepemilikan
permata. Karena permata begitu kecil dan sulit untuk ditemukan sehingga pemilik
permata tersebut bisa jadi menyembunyikan permatanya agar tidak terkena wajib
pajak.
c. Teknik Pemungutan Pajak itu sendiri
Pajak yang cara penghitunganya cukup rumit dan memerlukan formulir untuk
pegisiannya. Sehingga petugaslah yang harus ke kantor untuk melakukan
penyuluhan.
C. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Asas pemungutan perpajakan merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh
pemerintah saat membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak. Di dalam pajak
dikenal adanya beberapa asas yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir. Menurut

6
Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four
Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1. Asas Equality
Asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan yaitu pemungutan pajak
yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan pendapatan wajib
pajak. Negara tidak boleh mendiskriminasi pembayar pajak. Dalam mencari keadilan
dalam pemungutan pajak, salah satu jalan yang ditempuh adalah mengusahakan agar
pemungutan pajak diselenggarakan secara umum dan merata.
2. Asas Certainty
Asas kepastian hukum, artinya semua pemungutan pajak harus berdasarkan
UndangUndang, sehingga yang melanggar hukum dikenakan asas hukum. Dalam asas
certainty ini, kepastian hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subjek, objek,
besarnya pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
3. Asas Convinience of Payment
Asas pemungutan pajak tepat waktu atau asas kesenangan yaitu pajak harus dipungut
pada waktu yang tepat bagi wajib pajak (waktu terbaik), yaitu saat sedekat dekatnya
diterimanya penghasilan yang bersangkutan. Misalnya saat wajib pajak baru menerima
gaji/upah atau saat wajib pajak menerima hadiah.
4. Asas Effeciency
Dalam undang-undang pajak juga harus diperhitungkan rasio (perimbangan) antara
biaya pengumpulan/pemungutan dengan hasil pajak itu sendiri sehingga diharapkan
tidak terjadi hasil pajak yang negatif di mana biaya yang dikeluarkan bagi pemungutan
pajak justru lebih besar daripada jumlah pajak yang berhasil dihimpun. Dari sisi ini
sebaiknya pengeluaran untuk pemungutan pajak itu dibuat efisien.
Pengaturan pajak di dalam suatu undang-undang, seperti telah disinggung di muka,
mempunyai dasar filosofis yang penting karena pajak merupakan sesuatu yang
membebani rakyat, dan untuk itu harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
rakyat melalui mekanisme persetujuan wakil-wakil rakyat yang duduk di Dewan
Perwakilan Rakyat. Dengan demikian sekalipun pengaturan pajak dalam undang-
undang menjadi suatu keharusan, pelaksanaan ketentuan di bidang pajak ini sering kali
menghendaki pengaturan lebih lanjut melalui berbagai bentuk peraturan.

7
D. CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Tata cara pemungutan pajak terdiri dari stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem
pemungutan pajak.
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu stelsel nyata, stelsel
anggaran, dan stelsel campuran.
a. Stelsel Nyata (riil), menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek
yang sesungguhnya terjadi (untuk Pajak Penghasilan maka objeknya adalah
Penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam
sutu tahun pajak diketahui. Kelebihan dari stelsel nyata adalah penghitungan
pajak didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih akurat
dan realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat diketahui pada saat akhir
periode sehingga:
1) Wajib pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada
akhir tahun sementara pada waktu tersebut belum tersedia jumlah kas
yang memadai.
2) Semua Wajib pajak akan membayar pajak pada akhir tahun sehingga
jumlah uang yang beredar akan terpengaruh
b. Stelsel Anggapan (fiktif), menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada
suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Misalnya: penghasilan suatu
tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak
yang terhutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak terhutang
tahun sebelumnya. Dengan stelsel ini, besarnya pajak yang terhutang pada
tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal tahun yang
bersangkutan.
Kelebihan stelsel fiktif adalah dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus
menunggu sampai akhir tahun, misalnya pembayaran pajak dilakukan pada saat
wajib pajak memperoleh penghasilan tinggi atau mungkin dapat diangsur dalam
tahun berjalan. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak

8
berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya sehingga penentuan pajak
menjadi tidak akurat.
c. Stelsel Campuran, menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada
kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya
pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak dihitung berdasarkan keadaan sesungguhnya. Jika besarnya
pajak berdasarkan keadaan sesungguhnya lebih besar daripada besarnya pajak
menurut anggapan, Wajib Pajak harus membayar kekurangan tersebut.
Sebaliknya, jika besarnya pajak sesungguhnya lebih kecil daripada besarnya
pajak menurut anggapan, kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi)
ataupun dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya setelah diperhitungkan
dengan hutang pajak yang lain.
2. Asas Pemungutan Pajak
Terdapat tiga asas pemungutan pajak yaitu : asas domisili (asas tempat tinggal), asas
sumber, dan asas kebangsaan.
a. Asas Domisili, menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik itu penghasilan
yang berasal dari luar negeri. Setiap wajib pajak yang berdomisili atau bertempat
tinggal di wilayah Indonesia (wajib pajak dalam negeri) dikenakan pajak atas
seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia.
b. Asas Sumber, menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan
pajak atas penghasilan yang diperolehnya.
c. Asas Kebangsaan, menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas
setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem, yaitu : official assessment system,
self assessment system, dan withholding system.
9
a. Self-Assessment System
Sistem perpajakan ini yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang
harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam artian lain bahwa Wajib
Pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar dan
melaporkan pajak kepada kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau sistem administrasi
online yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berperan untuk
mengawasi wajib pajak. Contohnya adalah dalam PPN dan PPh.
b. Self-Assessment System sudah mulai masuk ke Indonesia setelah era reformasi
perpajakan pada tahun 1983 dan masih berlaku hingga saat ini, namun sistem
perpajakan tersebut memiliki konsekuensi karena wajib pajak berhak menghitung
jumlah pajak yang perlu dibayar, biasanya wajib pajak berusaha membayar pajak
sesedikit mungkin.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak self-assessment adalah;
1) Wajib Pajak menentukan besaran pajak terutang;
2) Wajib Pajak berperan aktif dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya
(perhitungan, pembayaran, dan pelaporan); serta
3) Pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan
bebas menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak atau
pemungut pajak. Dalam sistem pemungutan pajak ini biasanya wajib pajak bersifat
pasif dan hutang pajak hanya dapat digunakan setelah otoritas pajak mengeluarkan
surat ketetapan pajaknya. Sistem pemungutan pajak ini biasanya dapat diterapkan
pada penyelesaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah
lainnya. Dalam proses transaksi pembayaran PBB, KPP biasanya berperan sebagai
pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak yang memuat sejumlah PBB
terutang disetiap tahunnya, sehingga tidak perlu lagi untuk menghitung pajak yang
terutangnya, namun cukup dengan membayar PBB berdasarkan Surat Pernyataan
Terutang Pajak (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP yang terdaftar sebagai subjek
pajak.

10
1) Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak official assessment
adalah Petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak
terutang Wajib Pajak berperan pasif;
2) Besaran pajak akan diketahui oleh Wajib Pajak setelah petugas pajak melakukan
perhitungan dan menerbitkan SKP; serta
3) Pemerintah memiliki hak penuh pada saat menentukan besaran pajak yang perlu
dibayarkan.
d. Withholding Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan pengertian bahwa besarnya pajak akan
dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak atau petugas pajak. Contoh dari
sistem ini adalah pemotongan penghasilan pegawai oleh bendahara instansi,
sehingga pegawai tidak perlu lagi ke kantor pajak untuk membayar pajaknya.
Jenis-jenis pajak yang termasuk dalam sistem pemungutan pajak ini adalah PPh
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
Sebagai bukti bahwa pajak telah dibayar lunas dengan menggunakan withholding
assessment system pada umumnya berupa bukti potong atau bukti pungut. Namun
dalam beberapa kasus juga menggunakan sertifikat pajak (SSP) yang kemudian
sertifikat pemotongan tersebut kemudian akan dilampirkan pada PPh/SPT PPN
tahunan wajib pajak yang bersangkutan.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak withholding assessment adalah:
1.) Wajib Pajak dan pemerintah tidak berperan aktif dalam menghitung besaran
pajak;
2.) Pihak ketiga berwenang menentukan besarnya pajak terutang; serta
3.) Menerbitkan bukti potong/pungut bagi Wajib Pajak yang telah melunasi pajak
terutang

TARIF PAJAK

Tarif pajak adalah pengenaan biaya pajak atas objek yang menjadi tanggung jawab wajib
pajak. Tarif pajak terdiri dari berbagai jenis yang berbeda. Pengenaan pajak biasanya
dalam bentuk uang untuk menghitung pajak terutang dan besar persentase tarif pajak sudah
ditentukan oleh pemerintah. Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara
lain:
11
1. Tarif Progresif (a progressive tax rate).
Tarif pajak progresuf merupakan tarif yang apabila besaran nilai objek yang dikenai
pajak makin besar, maka persentase pungutannya pun makin besar juga. Contoh pajak
yang diterapkan dalam tarif progresif ini adalah pajak penghasilan (PPH) pribadi.
Di Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif ini diterapkan untuk pajak penghasilan
(PPh) wajib pajak orang pribadi, seperti:
a. Penghasilan kena pajak (gaji) sampai Rp 60.000.000, tarif pajaknya 5%
b. Penghasilan kena pajak lebih dari Rp 60.000.000–Rp250.000.000, tarif pajaknya
15%
c. Penghasilan kena pajak lebih dari Rp250.000.000–Rp500.000.000, tarif pajakya
25%
d. Penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000, tarif pajaknya 30%
2. Tarif Degresif (a degressive tax rate).
Tarif degresif merupakan tarif yang apabila besaran nilai objek yang dikenai makin
besar, maka persentase persentase tarif pengenaannya makin rendah. Artinya tarif
degresif ini merupakan kebalikan dari tarif progresif. Jadi, jika persentasenya semakin
kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil. Melainkan bisa jadi lebih besar
karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
3. Tarif Proporsional (a proportional tax rate).
Tarif proporsional merupakan tarif yang tetap meskipun terjadi perubahan terhadap
pengenaan pajak. Contohnya adalah PPN (10%) dan PBB (0,5%).
4. Tarif Tetap/regresif (a fixed tax rate).
Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa
memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya. Tarif tetap juga dapat
diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap sesuai dengan peraturan yang telah
diberlakukan, seperti Bea Meterai dengan nilai atau nominal sebesar Rp3.000 dan
Rp6.000.
E. CARA PENGHAPUSAN UTANG PAJAK
1. Pembayaran
Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan membayarnya pada negara.
Pembayarannya secara lunas dalam bentuk sejumlah uang oleh Wajib Pajak ke Kas
Negara. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat membayarnya sendiri atau menguasakannya

12
pada pihak lain selama pihak tersebut bertindak atas nama wajib pajak yang memiliki
utang pajak. Selain itu, pembayaran ini perlu menggunakan mata uang yang berlaku di
Indonesia, dalam hal ini adalah Rupiah.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam membayar
pajak sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak. Kelebihan bayar pajak
sendiri dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan undang-undang pajak,
kekeliruan pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya. Karena itu,
kelebihan pajak ini dapat dikreditkan. Wajib pajak dapat menghapus utang pajak
menggunakan cara ini dengan syarat ia wajib mengajukan sendiri kepada pejabat pajak.
Selain itu, Wajib Pajak tidak bisa mengkompensasikan utang pajak dengan utang biasa
karena berbeda konteks.
Kompensasi dapat berupa: Kompensasi kerugian, ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu
kompensasi kerugian yang mendatar (horizontal compensative), kompensasi yang
tegak (vertical compensative), dan kompensasi kerugian perang. Kompensasi
pembayaran, ini dapat dilakukan jika salah satu pihak memiliki utang dan memiliki
tagihan pada pihak lain. Jika ingin menggunakan cara kompensasi, ada beberapa syarat
yang perlu diperhatikan: Bahwa pada saat yang sama, kedua subjek saling mempunyai
tagihan. Hal yang dikompensasikan hanyalah dua utang berupa uang dan barang yang
sama macamnya. Kompensasi berlaku karena hukum, bahkan jika pihak yang
berhutang tidak mengetahuinya dan saling menghilangkan utang yang sama besarnya
pada saat yang sama.
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa di sini adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak untuk
menagih pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejat
tanggal terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak yang bersangkutan. Kedaluwarsa penagihan pajak dapat dicegah dengan
melakukan penagihan teguran, dan pengakhiran dengan mengajukan permohonan
keberatan atau penangguhan. Selain itu, ada dua macam kedaluwarsa dalam hal utang
pajak. Pertama adalah kedaluwarsa lemah (penagihannya kedaluwarsa), dan kedua
adalah kedaluwarsa kuat (utangnya kedaluwarsa).

13
4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara pembebasan. Namun,
pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti menghilangkan pokok utang pajak,
meniadakan sanksi administratif terkait utang pajak. Tetapi, utang pajak dapat berakhir
dengan pembebasan karena cara ini merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan
tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan. Perbedaannya, cara
penghapusan diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak. Penghapusan juga
merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak. Namun, hanya dengan alasan tertentu,
seperti Wajib Pajak terkena musibah atau karena dasar penetapannya tidak benar.
Ketika utang pajak telah dihapus, perikatan pajak akan berakhir sehingga Wajib Pajak
tidak lagi memiliki kewajiban membayar pajak yang terutang.
Itulah pembahasan singkat mengenai timbul dan hapusnya utang pajak. Secara garis
besar, ada dua ajaran atau dua teori yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu ajaran
formil dan ajaran materil. Lalu untuk menghapus utang pajak tersebut, ada 5 alternatif
yang dapat Wajib Pajak lakukan, yang meliputi: pembayaran, kompensasi,
kedaluwarsa, pembebasan, dan penghapusan/peniadaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://attaxindonesia.co.id/pembagian-pajak-menurut-golongan-sifat-
danpemungutannyakonsultan-pajak-badung.html https://jendelaguru.com/jenis-pajak-menurut-
golongan-sifat-dan-lembaga-pemungut/
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2000/16TAHUN2000UU.htm
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/46986/uu-no-6-tahun-1983 https://bantuanhukum-
sbm.com/artikel-3-cara-perlawanan-aktif-terhadap-pajak
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam-ratulangi/teori-akuntansi/macam-
macamperlawanan-terhadap-pajak/16670481
Ramadhan, M. R. (2019). KEPASTIAN HUKUM PAJAK PENGHASILAN TERHADAP
ENDORSER BERDASARKAN PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2015
TENTANG NORMA PERHITUNGAN PENGHASLAN NETO DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK
PENGHASILAN (Doctoral dissertation, FAKULTAS HUKUM UNPAS).
Sinaga, N. A. (2018). Pemungutan pajak dan permasalahannya di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara, 7(1).
http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-II-kapita-
selektaperpajakan.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/974/3/2EA16812.pdf

https://www.pajakku.com/read/608291caeb01ba1922ccaa24/Kenali-3-Jenis-Sistem-

PemungutanPajak-di-Indonesia

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/menilik-timbul-dan-hapusnya-utang-
pajakdi-indonesia https://klikpajak.id/blog/jenis-tarif-pajak-pengelompokan-tarif-pajak-dan-
contohnya/

15

Anda mungkin juga menyukai