Anda di halaman 1dari 21

DASAR PERHITUNGAN PAJAK, DEPRESIASI,

DAN AMORTISASI

MAKALAH

DOSEN PENGAMPU
DRA. SUSFA YETTI, M.SI, AK.

DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 7 :
1. CLARISA PRAGITA C1C022091
2. M. FAJRI C1C022063

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Dasar perhitungan pajak, depresiasi,
amortisasi”.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis haturkan ucapan terimakasih
kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Terutama
kepada Ibu Dra. Susfa Yetti, MSi.,Ak, selaku dosen pengampu mata kuliah
“Perpajakan 1”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun
kami sebagai penyusun tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif sehingga bisa menjadi acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Jambi, 20 Mei 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I ....................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 3

BAB II ..................................................................................................................... 4

KAJIAN TEORI .................................................................................................... 4

2.1 Dasar Perhitungan Pajak ....................................................................... 4

2.2 Depresiasi ........................................................................................... ...10

2.3 Amortisasi …………………………………………………………..11

BAB III.................................................................................................................. 16

PENUTUP............................................................................................................. 16

3.1 Kesimpulan ……...…………………………….…………………….16

3.2 Saran …………………………………………..……………………18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kata ‘pajak’ berasal dari bahasa latin ‘taxo’ yang memiliki arti iuran wajib
yang dibayarkan oleh rakyat untuk kepentingan pemerintah dan kepentingan
masyarakat itu sendiri. Dimana pun kita berada selalu di pungut pajak baik itu di
rumah, di sekolah, di rumah sakit, di pusat perbelanjaan (mall) dan di tempat-
tempat lainnya. Pajak juga merupakan pungutan wajib orang pribadi maupun
badan usaha yang bersifat memaksa sebagai balas jasa atas konstribusi yang telah
diberikan oleh pemerintah, uang tersebut nantinya akan digunakan untuk
mensejahterahkan rakyat seperti membangun fasilitas umum layaknya rumah sakit,
stasiun, jalan raya, jalan tol, sekolah dan lain-lain.
Pada mulanya, pajak bukan sebuah pungutan, melainkan pemberian secara
sukarela yang diberi oleh rakyat kepada raja yang sudah menjaga kepentingan
negara, melindungi negara dari serangan musuh, membayar pegawai kerajaan, dan
lain-lain. Umumnya, warga negara yang tidak memberikan penyetoran dalam
bentuk natura diharuskan untuk mengerjakan hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum dalam periode yang telah ditentukan.
Seiring berjalannya waktu, pemberian upeti oleh rakyat tidak lagi dipakai
demi kepentingan suatu pihak saja, melainkan mulai mengarah ke kepentingan
rakyat. Dengan demikian, pemberian harta dari rakyat dipakai demi kepentingan
rakyat juga. Contoh, menjaga keamanan rakyat, membangun saluran air dan sarana
sosial, maupun yang lainnya. Selain itu, pada akhirnya dibuat sebuah aturan yang
lebih baik dengan memedulikan unsur keadilan. Oleh sebab itu, rakyat pun
dilibatkan dalam pembuatan aturan-aturan pemungutan pajak sebab hasil pajak
tersebut nantinya dipakai demi kepentingan rakyat.
Kewajban sebagai warga negara yang baik salah satunya adalah membayar
pajak hal ini juga dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 pada pasal 23A yang berbunyi sebagai berikut : “Pajak dan pungutan
lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-

1
undang". Dasar hukum pemungutan pajak juga dimuat dalam dasar hukum
ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 yang berbunyi: “Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka, rumusan masalah adalah sebagai


berikut ;

1. Bagaimana dasar perhitungan pajak itu?

2. Apa itu depresiasi pajak?

3. Apa itu amortisasi pajak?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, tujuan penulisan adalah sebagai


berikut ;

1. Untuk menjelaskan mengenai dasar perhitungan pajak.

2. Untuk menjelaskan mengenai depresiasi pajak.

3. Untuk Menjelaskan mengenai amortisasi pajak.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Dasar Perhitungan Pajak

A. Dasar Pengenaan Pajak


Untuk dapat menghitung pajak penghasilan, maka harus diketahui terlebih
dahulu dasar pengenaan pajaknya. Untuk waijib pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah
Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah
penghasilan bruto.
 Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = Penghasilan neto
 Penghasilan Kena Pajak (WP Pribadi) = Penghasilan neto – PTKP
* Penghasilan Netto = Penghasilan bruto – Biaya yang
diperkenankan UU PPh.
Menurut UU PPh terdapat 2 jenis biaya ( pengeluaran )
1. Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
2. Yang tidak dapat/ tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto.
B. Cara Menghitung penghasilan kena Pajak
Perhitungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
 Menggunakan Pembukuan
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan neto –PTKP
= (Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh) –
PTKP
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan )
= Penghasilan neto
= Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh

3
 Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, upah, gaji,
honor dsb kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan/Amortisasi yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan
Menkeu.
4. Kerugian karena penjualan, dan atau pengalihan harta
dalam perusahaan untuk mendaatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahan yang
dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang dan penelitian.
8. PTKP untuk wajib pajak dalam negeri.
9. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat tertagih, dengan
syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan
keuangan komersil.
b. Telah diserahkan ke Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara (BUPLN).
c. Telah dipublikasikan.
d. Menyerahkan daftar piutang tidak tertagih ke dirjen
pajak.
10. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja.
11. Penggantian atau imbalan atas pekerjaan/ jasa yang
dilakukan dalam bnetuk natura berupa penyediaan makan
dan minum bagi seluruh pegawai.
12. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimum
5 tahun).

4
 Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
menurut UU PPh adalah :
1. Pembagian laba dalam bentuk apapun.
2. Biaya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu dan
anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak
opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dll.
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan
bantuan social.
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin
Simpanan.
d. Cadangan biaya reklamsasi untuk usaha
pertambangan.
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha
kehutanan.
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
tempat pembuangan limbah industry.
4. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna,
beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali
yang dibayar pemberi kerja tersebut.
5. Penggantian atau imbalan yang bersifat natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makan dan minum atau
yang ditetapkan oleh keputusan menkeu.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran dibayarkan kepada
pemegang saham.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, kecuali
zakat atas penghasilan dari wajib pribadi/badan dalam
negeri, melalui BAZNAS yang disahkan oleh pemerintah
8. Pajak penghasilan

5
9. Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan
pribadi wajib pajak
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, Fa atau
CV, yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan perundangan dibidang perpajakan.
12. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang:
a. Dikenakan PPh yang bersifat final
b. Bukan objek pajak
c. PPh yang dihitung dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan netto.

C. Cara mneghitung menggunakan norma perhitungan penghasilan neto


Besarnya penghasilan neto sama besarnya dengan besarnya persentase
Norma Perhitungan Penghasilan Neto dikalikan dengan jumlah peredaran
usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000,00 per tahun.
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.

 Contoh Perhitungan
WP Bima kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai dua orang anak. Ia
seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta. Misalnya besar persentase
norma untuk dokter di Jakarta 50%.
Jawab :
Penerimaan bruto praktik dokter di rumah di Jakarta setahun
Rp500.000.000,00, maka penghasilan neto dapat dihitung :

6
Sebagai dokter : 50% x Rp500.000.000,00 Rp250.000.000,00
Penghasilan tidak Kena Pajak (K/2) Rp 67.500.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp182.500.000,00

D. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Besarnya PTKP setahun berlaku mulai 1 januari 2016 adalah :
1. Rp54.000.000,00 untuk diri Wp orang pribadi.
2. Rp4.500.000,00 tambahan untuk WP yang kawin.
3. Rp54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan
syarat:
a. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh
dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak
berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21.
b. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dngan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lain.
4. Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap keluarga sedarah serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maks 3 orang).

 Contoh perhitungan
Budi sudah menikah dan mempunyai seorang anak. PTKP budi
adalah :
Untuk Wajib Pajak sendiri Rp54.000.000,00
Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00
Tambahan 1 anak Rp 4.500.000,00
Jumlah Rp63.000.000,00

7
E. Tarif Pajak
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
diatas Rp50.000.000,00- Rp250.000.000,00 15%
diatas Rp250.000.000,00-Rp500.000.000,00 25%
diatas Rp500.000.000,00 30%
Tarif tertinggi bagi WP orang pribadi dalam negeri dapat
diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
Tarif pajak yang diterapkan adalah sebesar 28%, yang kemudian
diturunkan menjadi 25% pada Tahun Pajak 2010. WP badan
dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% dari keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa
efek Indonesia dan memenuhi persyaratan lainnya dapat
memperoleh tariff sebesar 5% lebih rendah daripada tariff yang
berlaku. WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa
pengurangan tariff sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00.

F. Cara Menghitung Pajak


Rumus menghitung PPh :
Pajak Penghasilan (Wajib pajak Badan)
= Penghasilan kena Pajak x tarif pasal 17
= penghasilan neto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yg diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17

8
Pajak Penghasilan (WP orang pribadi)
= Penghasilan kena pajak x tarif pajak 17
= (penghasilan neto – PTKP) x tarif pasal 17
= {(penghasilan bruto – biaya yg diperkenankan UU PPh) - PTKP} x tarif
pasal 17

Catatan : untuk keperluan perhitungan PPh yg terutang pada akhir tahun,


Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.

 Contoh Perhitungan :
1. Peredaran bruto PT makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar
RP4.500.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang terutang :
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tariff pajak penghasilan badan
yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT makmur tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang :
(50% x 25%) x Rp 500.000.000,00 = Rp62.500.000,00.

2. Gunawan pada tahun 2018 mempunyai Penghasilan Kena Pajak


sebesar Rp241.850.600,00. Besarnya pajak penghasilan yang harus
dibayar atau terutang oleh gunawan adalah :
Penghasilan KenaPajak Rp241.850.600,00
(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar :
5% x Rp.50.000.000,00 Rp2.500.000,00
15% x Rp191.850.000,00 Rp28.777.500,00
Jumlah Rp31.277.500,00

9
2.2 Depresiasi (Penyusutan Untuk Aktiva Tetap Berwujud)
Menurut UU Pajak Penghasilan, penyusutan atau depresiasi adalah konsep
alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Pengeluaran atas pembelian,
pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan aktiva berwujud, kecuali tanah
yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfat lebih dari 1 tahun. Tidak boleh dibebankan sekaligus,
melainkan dengan depresiasi.
 Harta Tetap Berwujud dibagi 2 golongan :
1. Harta Tetap Berwujud yang bukan bangunan, terdiri dari 4
kelompok :
a. Kelompok 1: Kelompok harta berwujud bukan bangunan
yang punya masa manfaat 4 tahun.
b. Kelompok 2: Kelompok harta berwujud bukan bangunan
yang punya masa manfaat 8 tahun.
c. Kelompok 3: Kelompok harta berwujud bukan bangunan
yang punya masa manfaat 16 tahun.
d. Kelompok 4: Kelompok harta berwujud bukan bangunan
yang punya masa manfaat 20 tahun.
2. Harta Tetap Berwujud yang berupa bangunan terdiri dari 2
kelompok :
a. Permanen: Masa manfaat 20 tahun.
b. Tidak permanen: Masa manfaat tidak lebih 10 tahun.
 Metode dan Tarif Penyusutan
Metode penyusutan yang diperbolehkan menurut undang-undang :
1. Metode Garis Lurus (Straigh line Methode).
Diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap
berwujud,
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Methode).
Hanya diperkenakan digunakan untuk kelompok harta berwujud
bukan bangunan saja.

10
Tabel berikut menggambarkan pengelompokkan harta berwujud,
metode, serta tarif penyusutannya :

 Saat dimulainya penyusutan


Saat penyusutan dapat dimulai pada :
1. Bulan dilakukannya pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai
pada bulan pengerjaan harta tersebut selesai.
3. Dengan ijin Dirjen Pajak, penyusutan dimulai pada bulan harta
berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan menagih,
memelihara penghasilan atau pada bulan harat tersebut mulai
menghasilkan.
 Contoh Perhitungan penyusutan
1. PT Agri Jaya pada bulan juli 2014 membeli sebuah alat pertanian
yang mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp1.000.000,00.
Perhitungan penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut :
 Alternatif 1 : Metode Garis Lurus
Penyusutan tahun 2014 :
6/12 x 25% x Rp1.000.000,00 = Rp125.000,00
Penyusutan tahun 2015 :
25% x Rp1.000.000,00 = Rp250.000,00
Penyusutan tahun 2016 :
25% x Rp1.000.000,00 = Rp250.000,00
Penyusutan 2017 :
25% x Rp1.000.000,00 = Rp250.000,00

11
Penyusutan tahun 2018 :
Sisanya disusutkan sekaligus = Rp125.000,00

 Alternatif II : Metode Saldo Menurun.


Penyusutan tahun 2014 :
6/1 x 25% x Rp1.000.000,00 = Rp250.000,00
Penyusutan tahun 2015 :
50% x (Rp1.000.000,00 – Rp250.000,00)
50% x Rp750.000,00 = Rp375.000,00
Penyusutan tahun 2016
50% x (Rp750.000,00 – Rp375.000,00)
50% x Rp375.000,00 = Rp 187.500,00
Penyusutan tahun 2017
50% x (Rp375.000,00 – Rp187.500,00)
50% x Rp187.500,00 = Rp93.750,00
Penyusutan tahun 2018 :
Sisanya disusutkan sekaligus = Rp93.750,00

2.3 Amortisasi ( Penyusutan Untuk Aktiva Tetap Tidak Berwujud )


Amortisasi adalah konsep alokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud
dan harga perolehan harta sumber alam. Pengeluaran untuk memperoleh aktiva
tidak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna dan
hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang digunakan
untuk mendapatkan, menagih memelihara penghasilan. Tidak boleh dibebankan
sekaligus, melainkan dengan amortisasi.
 Harta Tetap Tidak Berwujud digolongkan menjadi 4 kelompok :
a. Kelompok 1: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang
punya masa manfaat 4 tahun.
b. Kelompok 2: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang
punya masa manfaat 8 tahun.

12
c. Kelompok 3: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang
punya masa manfaat 16 tahun.
d. Kelompok 4: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang
punya masa manfaat 20 tahun.
 Metode penyusutan yang diperbolehkan menurut undang – undang :
a. Metode Garis Lurus ( Straigh line Methode ).
b. Metode Saldo Menurun ( Declining Balance Methode ).

Yang disebutkan dalam table diatas berlaku juga untuk :


 Pengeluaran untuk biaya pendirian dan perluasan modal suatu
perusahaan. Pengeluaran ini dapat juga dibebankan pada tahun
terjadinya pengeluaran.
 Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial,
misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun.pengeluaran ini dikapitalisasikan kemudia diamortisasi
sesuai table diatas.

 Contoh Perhitungan Amortisasi


1. PT Asti Jaya pada tanggal 4 Januari 2014 mengeluarkan
uang sebanyak Rp100.000.000,00 untuk memperoleh hak
lisensi dari Phoenixcycle Ltd. Selama 4 tahun untuk
memproduksi sepeda Phoenix. Perhitungan amortisasi atas hak
lisensi tersebut adalah sebagai berikut :
 Alternative 1 : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2014 :
25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00

13
Amortisasi tahun 2015 :
25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00
Amortisasi tahun 2016 :
25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00
Amortisasi tahun 2017 :
25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00

 Alternatif II : Metode Saldo Menurun


Amortisasi tahun 2014 :
50% x Rp100.000.000,00 = Rp50.000.000,00
Amortisasi tahun 2015 :
50% x Rp (Rp100.000.000,00 – Rp50.000.000,00)
50% x Rp50.000.000,00 = Rp25.000.000,00
Amortisasi tahun 2016 :
50% x (Rp50.000.000,00 – Rp25.000.000,00)
50% x Rp25.000.000,00 = Rp12.500.000,00
Amortisasi tahun 2017 :
Diamortisasi sekaligus = Rp12.500.000,00

 Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi


a. Hak/pengeluaran di bidang penambangan minyak gas dan
bumi.
Menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya
setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara
realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun
yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh
kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang
dapat diproduksi.

14
 Contoh

b. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak


pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber dan hasil
alam lainnya.
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-
tingginya 20% setahun, diterapkan pada amortisasi atas :
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan
selain minyak dan gas bumi.
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan
hutan.
3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan
sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun.

 Contoh

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari kajian teori yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa
Untuk dapat menghitung pajak penghasilan, maka harus diketahui terlebih dahulu
dasar pengenaan pajaknya. Untuk waijib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak.
Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto, dengan rumus
untuk Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = Penghasilan neto, sedangkan untuk
Penghasilan Kena Pajak (WP Pribadi) = Penghasilan neto – PTKP. Menurut UU
PPh terdapat 2 jenis biaya yaitu, yang pertama yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dan yang tidak dapat/ tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto.
Menurut UU Pajak Penghasilan, penyusutan atau depresiasi adalah konsep
alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Pengeluaran atas pembelian,
pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan aktiva berwujud, kecuali tanah
yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih memelihara penghasilan
yang mempunyai masa manfat lebih dari 1 tahun. Tidak boleh dibebankan
sekaligus, melainkan dengan depresiasi. Dalam Depresiasi terdapat harta Tetap
Berwujud yang terbagi atas 2 golongan, yaitu Harta Tetap Berwujud yang bukan
bangunan dan Harta Tetap Berupa Bangunan.
Sedangkan Amortisasi adalah konsep alokasi harga perolehan harta tetap
tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber alam. Pengeluaran untuk
memperoleh aktiva tidak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna dan hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun, yang digunakan untuk mendapatkan, menagih memelihara penghasilan.
Tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dengan amortisasi.

16
3.2 Saran
Penghasilan negara terbesar adalah dari pajak. Pajak memiliki peranan
penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu,
pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat
dirasakan oleh rakyat. Selain itu juga para wajib pajak harus rutin dalam membayar
pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
Dengan adanya pembahasan diatas, diharapkan pembaca dapat memahami
lebih lanjut tentang pajak dan dapat menerapkannya di dunia perkuliahan nantinya.
Penulis juga membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
dengan harapan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Eka Putra, Wirmie dan Kamadie Sumanda S. (2016). Modul Ajar Pengantar
Perpajakan. Jambi: Salim Media Indonesia.
FEBRIYANTI, B. N. DASAR PERHITUNGAN PAJAK, DEPRESIASI, DAN
AMORTISASI.
Mardiasmo. (2019). Perpajakan Edisi 2019. Penerbit Andi.
Resmi, Siti. (2019). Perpajakan Teori & Kasus Edisi 11 Buku 1. Jakarta: Salemba
Empat

18

Anda mungkin juga menyukai