Anda di halaman 1dari 22

Tugas Kelompok Dosen Pengampu

Makalah Hukum Pemerintahan Helen Last Fitriani, S.H., M.H.


Daerah & Otonomi Daerah

KEPALA DAERAH DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH


(PILKADA)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

Alami Citra Nurzia (12020723365)


Alfiani (12020723317)
Ananta Resty (12020723131)
Annisya Nur (12020723221)
Azizah Vachro (12020723435)
Bobby Febrian (12020713600)
Dahlia (12020723353)

PIH-F/4

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat dan

karunia-Nya yang tiada terkira. Semoga kita insan yang dhoif ini bisa selalu

istiqomah terhadap apa yang telah digariskan-Nya. Semoga kita selalu dalam ridha-

Nya. Shalawat beriring salam setulus hati kepada baginda Nabi Muhammad dan ahlul

baitnya (Shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam), sang reformis agung peradaban dunia

yang menjadi inspiring leader dan inspiring human bagi umat di seluruh belahan

dunia. Semoga syafa’atnya kelak menaungi kita di hari perhitungan kelak. Penulis

dapat sampai pada tahap ini dan dapat menyelesaikan Makalah dengan judul

“KEPALA DAERAH DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA)”.

Penulis menyadari Makalah ini masih belum sempurna karena keterbatasan penulis,

oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi makalah

yang lebih baik dan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. 

Pekanbaru, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1.Kepala Daerah.................................................................................................3
2.1.1.Pengertian Kepala Daerah.......................................................................3
2.1.2.Syarat Mencalon Sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.....5
2.1.3.Tugas dan Wewenang Kepala Daerah.....................................................7
2.1.4.Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.......................8
2.1.5.Kedudukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah...........................9
2.2.Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah)................................................................11
2.2.1.Pengertian Pilkada...................................................................................12
2.2.2.Penyelenggaraan Pilkada di Indonesia....................................................13
2.2.3.Peserta Pilkada.........................................................................................14
2.2.4.Manfaat Pilkada.......................................................................................14
2.2.5.Asas Pilkada............................................................................................15
2.2.6.Makna Pilkada.........................................................................................16
2.2.7.Parameter Demokrasi Pilkada.................................................................17
BAB III PENUTUP.............................................................................................18
3.1.Kesimpulan......................................................................................................18
3.2.Saran................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Berdasarkan realitas tersebut di atas, demokrasi yang terwujud dalam bentuk
kedaulatan rakyat, menjadi relevan dan penting, tidak saja bagi terpenuhinya sistem
berbangsa dan bernegara yang baik, tetapi juga sangat penting dan mendasar yaitu
dalam rangka rakyat diposisikan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
negara. Karena itu, demokrasi dinyatakan sebagai instrumen politik yang tidak saja
mengangkat harkat dan martabat manusia, tetapi juga menempatkan manusia sebagai
penguasa yang berdaulat, bebas mengekspresikan kehendak dan pendapatnya.
Salah satu implikasi dan konsekuensi logis dari sistem demokrasi, adalah
pemberian hak dan kebebasan bagi rakyat untuk memilih pemimpin atau kepala
daerahnya. Pengisian jabatan Kepala Daerah dalam prosesnya dipandang sebagai
salah satu alat ukur terselenggaranya demokratisasi dalam suatu negara, karena dalam
pengisian jabatan umum partisipasi politik, rakyat dapat terlihat secara nyata dalam
menentukan sikap dan tindakan menentukan pemimpinnya. Secara langsung, yang
saat ini populer disebut dengan Pilkada. Namun harus disadari, pelaksanaan Pilkada
tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas demokrasi di
daerah. Bahkan harapan yang berlebihan bahwa Pilkada akan meningkatkan kualitas
demokrasi, jika tidak, akan bisa mengaburkan pemahaman tentang strategi
demokratisasi dalam Pilkada, tanpa penghampiran terhadap aspek-aspek penting
Pilkada.
Pilkada selain menjadi pintu terbukanya proses demokratisasi, juga tidak
menegasikan pada saat yang bersamaan, Pilkada juga dapat menjadi bumerang bagi
demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya persoalan yang muncul, baik
sebelum, saat sedang, maupun pasca Pilkada berlangsung.
Pelaksanaan Pilkada pertama terjadi pada 2005, merupakan momentum
bersejarah bagi perjalanan demokrasi di Indonesia, dengan dilaksanakannya Pilkada
yang didasarkan kepada Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2005 Tentang

1
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Dalam perjalanannya, Pilkada telah mengalami pasang-surut
perkembangan. Dari pengalaman secara nasional, pelaksanaan Pilkada banyak
menuai polemik dan konflik.

1.2.Rumusan Masalah
Melihat kondisi dari latar belakang di atas, maka penulis ingin merumuskan
masalah diatas sebagai berikut :
1. Apa itu kepala daerah?
2. Apa saja syarat untuk mencalonkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala
daerah?
3. Apa saja tugas dan wewenang kepala daerah?
4. Apa saja larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah?
5. Bagaimana kedudukan kepala daerah dan wakil kepala daerah?
6. Apa itu pilkada?
7. Bagaimana penyelenggaraan pilkada di Indonesia?
8. Siapa saja peserta pilkada?
9. Apa saja manfaat pilkada?
10. Apa saja asas pilkada?
11. Apa makna dari pilkada?
12. Apa saja parameter demokrasi pilkada?

1.3.Tujuan
Tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini adalah memahami dan mengetahui
tentang kepala daerah dan pemilihan kepala daerah (pilkada).

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Kepala Daerah
2.1.1.Pengertian Kepala Daerah
Pengertian mengenai kepala daerah yaitu diantaranya, menurut Kamus
Hukum, Kepala Daerah adalah orang yang memiliki kewenangan dan kewajiban
untuk memimpin atau mengepalai suatu daerah, misalnya Gubernur untuk Provinsi
(daerah tingkat I) atau Bupati untuk Kabupaten dan Kota (daerah tingkat II).1
Istilah Kepala Daerah sejak awal kemerdekaan, khususnya dalam pengaturan
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah selalu mengandung arti sebagai
Kepala Daerah Otonom, yakni penjabaran asas desentralisasi, yang berlaku pada
tingkat Kabupaten dan Kota, yang pada masa Undang-Undang Pemerintahan Daerah
sebelum Undang-Undang No 22 Tahun 1999, lebih dikenal sebagai Daerah tingkat II.
Pengaturan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 telah mengubah pengaturan Daerah
Kabupaten/Kota hanya menjadi daerah otonom belaka, sedangkan Provinsi
berkedudukan sebagai wilayah administrasi dan daerah otonom terbatas.2
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah yang rumusannya, “Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom”. Dapat disimpulkan, bahwa
kepala daerah merupakan pemerintahan di daerah yang berkaitan dengan kewenangan
yang dimiliki dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sesuai dengan
otonomi daerah yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan dalam penyelenggara
pemerintahan di daerah yang meliputi kepala daerah adalah gubernur (kepala daerah
provinsi), bupati (kepala daerah kabupaten), atau wali kota (kepala daerah kota).
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan Pasal 1 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

1
Telly Sumbu, dkk, Kamus Umum Politik dan Hukum, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010), h.383.
2
J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), Cetakan kedua, h.2.

3
Kepala Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas PP Nomor 6 Tahun 2005 adalah : ”sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat di wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota berdasarkan Pancasila dan UUD
Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah”.
Joko J. Prihantoro menyatakan bahwa : ”Pemilihan Kepala Daerah merupakan
rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan
diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil
Bupati atau Walikota/Wakil Walikota”. Dalam kehidupan politik di daerah, pilkada
merupakan salah satu kegiatan yang nilainya equivalen dengan pemilihan anggota
DPRD. Equivalen tersebut ditunjukan dengan kedudukan yang sejajar antara kepala
daerah dan DPRD.
Pasal 56 (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam
satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan pasal 56
ayat (2) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah salah
seorang calon Kepala Daerah dari Provinsi NTB yang bernama Lalu Ranggalawe
mengajukan pengujian UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
khususnya terkait dengan ketentuan yang hanya membuka kesempatan bagi partai
politik atau gabungan partai politik dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala
daerah.3
1) Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, jelas disebutkan adanya institusi
pemerintahan daerah dinyatakan, “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah Provinsi, dan daerah provinsi ini dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang”.

3
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 5/PUU-V/2007 perihal Pengujian UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.

4
2) pasal 18 ayat (2) dinyatakan, “pemerintah daerah Provinsi, kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas perbantuan”.
3) Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 juga disebutkan, “pemerintah daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota memiliki dewan perwakilan rakyat daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.”
4) Pasal 18 ayat (4) yaitu, “Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala
Dearah Provinsi, Kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.
5) Pasal 18 ayat (5) menentukan, “pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan
6) sebagai urusan pemerintah pusat.”
7) Pasal 18 ayat (6) juga menentukan, “pemerintah daerah berhak menentapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksnakan otonomi
dan tugas perbantuan.”
8) Pasal 18 ayat (7) juga dinyatakan, “susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.”
Menurut ketentuan Pasal 59 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap Daerah dipimpin oleh
kepala Pemerintahan Daerah yang disebut kepala daerah”. Ayat (2) menyatakan
bahwa Kepala daerah untuk Daerah provinsi disebut Gubernur, untuk Daerah
Kabupaten disebut Bupati, dan untuk daerah Kota disebut Wali Kota. Dan pasal 63
ayat (1) Kepala Daerah dapat dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. (2) Wakil Kepala
Daerah untuk daerah Provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk Daerah Kabupaten
disebut Wakil Bupati, dan untuk daerah Kota disebut Wakil Wali Kota.4

2.1.2.Syarat Mencalon Sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah


Pasal 58 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa calon kepala daerah

4
Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

5
dan wakil kepala daerah adalah warga negara republik Indonesia yang memenuhi
syarat :
a) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b) Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD 1945, cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945 dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
Pemerintah;
c) Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau
sederajat.
d) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
e) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan
menyeluruh dari tim dokter.
f) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karean melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau lebih.
g) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
h) Mengenal daerahnya dan dikenal masyarakat di daerahnya.
i) Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan.
j) Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara
badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan
negara;
k) Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
l) Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
m) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum
mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak.
n) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat
pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau isteri.
o) Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah
selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

6
p) Tidak dalam status pejabat kepala daerah.
q) Mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah yang masih menduduki jabatannya.5

2.1.3.Tugas dan Wewenang Kepala Daerah


Pemerintahan daerah dalam menjalankan roda pemerintahan gubernur, bupati,
wali kota memiliki kewajiban mengatur tugas dan wewenang guna menjalankan tata
tertib dan terselenggaranya pemerintahan daerah di antaranya memimpin pelaksanaan
urusan rumah tangga pemerintahan yang diberikan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian ditetapkan kebijakan
bersama DPRD.
Paragraf ketiga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah mengatur mengenai tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah dan
wakil kepala daerah. Pasal 65 menerangkan, kepala daerah mempunyai tugas dan
wewenang:
a) Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD.
b) Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, Menyusun dan
mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang
RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan
menetapkan RKPD.
c) Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama.

5
Pada tanggal 14 Agustus 2008, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 58 huruf q Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan Pasal
28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7
d) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud kepala daerah berwenang:
a. Mengajukan rancangan perda;
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat; dan
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kepala daerah yang sedang menjalani tahanan dilarang melaksanakan tugas
dan kewenangannya yang dimiliki dalam Pasal 65 ayat (1), (2) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau
berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang
kepala daerah.

2.1.4.Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah


Paragraf keempat mengatur mengenai larangan bagi Kepala Daerah dan wakil
kepala daerah. Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menentukan, kepala
daerah dan wakil kepala daerah dilarang:
a. Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi,
keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan
sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau
golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

8
c. Menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik
negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apapun.
d. Menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau
merugikan daerah yang di pimpin.
e. Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang,
dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan
yang akan dilakukan.
f. Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan.
g. Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya.
h. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
i. Melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri
j. Meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) hari berturut-
turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 (satu) bulan tanpa izin
Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin gubernur untuk
bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota.

2.1.5.Kedudukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah


Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi dalam daerah provinsi
dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai
pemerintahan daerah. Daerah di samping memiliki status sebagai daerah otonom,
juga berkedudukan sebagai wilayah administrasi. Adapun daerah kabupaten dan
daerah kota sepenuhnya berkedudukan sebagai daerah otonom, yang menurut
ketentuan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diartikan
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.6

6
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta Timur:Sinar Grafika,
2010),h. 233.

9
Pemahaman terhadap kedudukan kepala daerah berkaitan sekali dengan
pemahaman terhadap pengertian daerah. Kata daerah dalam literatur-literatur tata
negara dan pemerintahan biasanya mempunyai pengertian tersendiri yang sering
dipahami dengan melawankannya pada pengertian “Negara Bagian”. Istilah daerah
digunakan untuk menunjuk pada wilayah yang terdapat pada negara kesatuan,
sedangkan negara bagian merupakan pada Negara Federasi. Sehubungan dengan hal
tersebut, uraian tentang kedudukan kepala daerah perlu di dahului dengan uraian
tentang negara kesatuan dan proses pembentukan daerah pada negara kesatuan
tersebut (lazim disebut desentralisasi). Dalam perkembangan sejarah perundangan-
undangan pemerintah daerah di Indonesia kadang kala kepala daerah “wilayah
administratif” ini juga dirangkap oleh kepala daerah.7
Dengan demikian, kedudukan kepala daerah dapat dipahami sebagai
kedudukan kepala pemerintahan lokal yang terdapat dalam negara kesatuan, yang
diperoleh sebagai konsekuensi diberlakukannya asas desentralisasi atau asas
dekonsentrasi. Karena negara kesatuan hanya mengenal satu kedaulatan, maka
hubungan daerah dengan pusat mestilah heararkis. Hubungan mana berpengaruh pula
pada kedudukan kepala daerah.
Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan
perundangan-undangan, dalam wujud konkritnya, lembaga pelaksana kebijakan
daerah adalah organisasi pemerintahan. Kepala daerah menyelenggarakan
pemerintahan di daerahnya, kepala daerah provinsi di sebut gubernur, kepala daerah
kabupaten di sebut bupati, kepala daerah kota di sebut wali kota untuk daerah
provinsi, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah pemerintah provinsi yang
dipimpin oleh gubernur. Dalam lingkup sempit tugas pokok gubernur sebagai
representasi lembaga pelaksana kebijakan yang di buat bersama DPRD provinsi.
Namun dalam prakteknya ruang lingkup tugas gubernur lebih luas lagi yaitu
melaksanakan peraturan perundangan-undangan baik yang dibuat bersama DPRD

7
Ibid., hlm. 74.

10
provinsi, DPR dan Presiden, maupun lembaga eksekutif pusat sebagai
operasionalisasi Undang-Undang.8
Lembaga pelaksana kebijakan daerah kabupaten adalah pemerintah kabupaten
yang dipimpin oleh bupati. Pemerintah kabupaten bukan bawahan provinsi tapi
sesama daerah otonom. Bedanya wilayahnya lebih kecil dari provinsi, wilayahnya
dibawah kordinasi suatu provinsi, sistem pemerintahanya hanya berasaskan
desentralisasi. Hubungannya adalah hubungan kordinatif, maksudnya pemerintahan
kabupaten yang daerahnya termasuk ke dalam suatu provinsi tertentu merupakan
daerah otonom dibawah kordinasi pemerintahan provinsi yang bersangkutan.9

2.2.Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah)


Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa
perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu
terkait dengan pengisian jabatan Kepala Daerah. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintahan Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis”.10
Dengan diundangkannya UU No.23 Tahun 2014 jo. UU No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan yang paling signifikan yang terdapat dalam
undang-undang baru adalah mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung.11
Berangkat dari proses pilkada secara langsung yang dimulai sejak 1 Juni 2005
bahwa harapan pemilihan secara langsung itu belum sepenuhnya menjadi kenyataan.
Meskipun dikatakan pilkada secara langsung disini lebih terfokus kepada adanya hak
pilih dari rakyat untuk memilih kepala daerah. Para calon kepala daerah lebih banyak
ditentukan oleh partai politik. Hal ini tidak lepas dari kerangka kelembagaan bahwa
proses pencalonan kepala daerah itu menggunakan party system. Artinya, yang
8
Hanif Nurcholis,Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,( Jakarta, Grasindo,2007). h.
210.
9
Ibid., hlm. 217.
10
Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang, (Jakarta: Raja Grafindo, 2011),
h.1.
11
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 55.

11
berhak mengajukan pasangan calon adalah partai politik atau sekumpulan partai
politik, baik yang memiliki kursi di DPRD maupun yang tidak.12

2.2.1.Pengertian Pilkada
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau biasa disebut
dengan Pilkada atau Pemilukada adalah Pemilihan Umum untuk memilih pasangan
calon Kepala Daerah yang diusulkan oleh Partai Politik (Parpol) atau gabungan
parpol dan perseorangan. Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) merupakan sebuah
pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh para penduduk daerah administratif
setempat yang telah memenuhi persyaratan.13
Pilkada merupakan pesta demokrasi rakyat. Rakyat memilih langsung
pemimpinnya adalah langkah maju dan legitimate sebagai salah satu upaya
perwujudan daripada Indonesia sebagai negara demokrasi, yang mana kedaulatan
tertinggi berada ditangan rakyat. Jargon pilkada langsung merupakan short cut yang
cukup berani dan prematur. Pilkada langsung yang sehat, demokratis, dan partisipatif,
mensyaratkan paling tidak pemahaman dan kesadaran politik dan demokrasi rakyat
yang menyeluruh dan mumpuni dan pilkada demokratis mensyaratkan kesejajaran
pemahaman, pengetahuan dan praktek-praktek demokrasi antara sebagian besar.
Pemilihan kepala daerah juga dapat dilakukan satu paket bersama dengan
wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud
mencakup sebagai berikut:
1.Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi.
2.Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten.
3.Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

2.2.2.Penyelenggaraan Pilkada di Indonesia


12
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), Cetakan ke-4, h.184.
13
Bambang Karsono, Amalia Syauket, Buku Ajar Otonomi Daerah Perspektif Human Security dalam
Negara Demokrasi, (Jawa Barat:Ubhara Jaya Press,2021), Cetakan ke-1, h.109

12
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu) Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Semangat pelaksanaan PILKADA langsung di Indonesia dipengaruhi oleh:
1.pemilu Presiden dan wakil presiden secara langsung pada Pemilu 2004
memberikan pengalaman yang sangat penting dalam kehidupan politik Indonesia.
Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah dan wakilnya yang selama ini
dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diubah menjadi
pemilihan langsung, yakni rakyat langsung menggunakan hak pilihnya dengan
memilih calon kepala daerahnya.
2.apa yang oleh Laode Ida sebut sebagai upaya “mengisi yang ‘bolong di
tengah’.” Menurutnya, pemilihan presiden dipilih langsung, pemilihan kepala
desa juga dipilih secara langsung; mengapa pemilihan kepala daerah tidak. Oleh
karena itu menurutnya, pemerintah dan elit politik harus “membayar utang kepada
rakyat” atas janji politik reformasi dengan cara mengubah mekanisme PILKADA:
dari DPRD kepada rakyat langsung.
3.PILKADA langsung diyakini sebagai jalan demokratis dalam memilih kepala
daerah setelah sekian lama dalam kungkungan Rezim Orde Baru yang tidak
memberikan kesempatan rakyat menentukan sendiri pemimpinya.
4.adanya desakan untuk merevisi secara terbatas, dalam hal ini mengenai
PILKADA dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau lebih popular disingkat menjadi
PILKADA, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah terdiri dari Gubernur dan Wakil Gubernur untuk provinsi, Bupati
dan Wakil Bupati untuk kabupaten,Walikota dan Wakil Walikota untuk kota.
Untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum, termasuk PILKADA, telah disahkan.

2.2.3.Peserta Pilkada

13
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon
yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah
dengan UU No. 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat
berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam UU No. 32 Tahun
2004.
Dasar Hukum Pilkada UU yang mengatur tentang Dasar Hukum
Penyelenggaraan PILKADA adalah sebagai berikut:
 UU No. 32 tentang Pemerintah Daerah.
 UU No. 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah.
 Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan,
dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.
 PP Pengganti UU No. 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005.

2.2.4.Manfaat Pilkada
1. Pilkada ditujukan sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Serta menunjukan
demokrasi terletak di tangan rakyat. Sehingga rakyat dapat menentukan wakil
rakyat yang akan mengatur jalannya pemerintahan.
2. Pilkada dijadikan sebagai sarana untuk membentuk perwakilan politik.
Sehingga rakyat dapat memilih wakil yang bisa dipercaya. Serta bisa
mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat yang memilihnya. Sehingga
semakin tinggi kualitas pemilu akan semakin baik juga kualitas para wakil
rakyatnya.
3. Pilkada dijadikan sebagai sarana guna melakukan penggantian pemimpin
secara konstitusional. Pilkada diadakan untuk mewujudkan reformasi
pemerintahan. Melalui pilkada, pemerintahan yang aspiratif dapat
memperoleh kepercayaan rakyat untuk memimpin kembali. Atau sebaliknya,
apabila rakyat tidak percaya maka pemerintahan akan berakhir dan diganti.

14
4. Pilkada sebagai sarana pemimpin politik dalam memperoleh legitimasi. Pada
dasarnya, pemberian suara adalah mandat yang diberikan rakyat kepada
pemimpin yang dipercaya untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin
yang terpilih akan mendapatkan legitimasi (keabsahan) dari rakyat.
5. Pemilu dijadikan sarana partisipasi politik masyarakat. Rakyat mampu secara
langsung menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya. Selanjutnya
pemimpin yang terpilih harus merealisasikan janji-janjinya.

2.2.5.Asas Pilkada
Undang-undang pemilu era reformasi telah menetapkan secara konsisten
enam asas pemilu, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Termasuk
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu sebagaimana yang disebutkan
dalam pasal 1 angka 1 pasal 2 menetapkan hal yang sama frasa langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil tanpa ditambah dan dikurangi. Hal ini menunjukkan
bahwa asas tersebut merupakan prinsip fundamental pemilu. 14 Berikut penjelasan
asas-asas pemilu:
1. Langsung
Rakyat yang berperan sebagai pemilih mempunyai hak yakni memberikan
suaranya secara langsung sesuai dengan hati serta tidak memakai perantara.
2. Umum
Asas umum membuat semua warga berhak mengikuti pemilu. Warga yang
berhak mengikuti pemilu harus sudah memenuhi perdyaratan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Dalam pemilu, tidak ada diskriminasi seperti
suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, status ppara
dan lain-lain.
3. Bebas
Rakyat bebas dalam menentukan pilihannya. Tidak ada paksaan dari siapapun,
setiap warga negara akan dijamin keamanannya.
4. Rahasia

14
Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, (Jakarta: Kencana, 2018), h, 27.

15
Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa
pun. Kerahasiaan ini merupakan trantai dari “makna” kebebasan sebagaimana
yang disebutkan sebelumnya.
5. Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilu, baik penyelenggara pemilu, aparat
pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu dilaksanakan secara jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undang.
6. Adil
Setiap pemilu dan orang yang di pilih mendapatkan peralatan yang sama dan
pasti terbebas dari kecurangan pihak manapun. Adil memiliki dua makna,
yakni: adil sebagai sikap moral dan adil karena perintah hukum. Oleh karena
itu pemilu memerlukan sikap fair dari semua pihak, baik dari masyarakat,
pemilih, partai politik maupun penyelenggara pemilu. Sikap adil ini dilakukan
agar tetap menjaga kualitas pemilu yang adil dan tidak berpihak kepada
kepentingan individu dan kelompok tertentu.15

2.2.6.Makna Pilkada
1) Perspektif Tujuan Pilkada ditujukan sebagai pemindahan konflik. Pemindahan
dari masyarakat kepada perwakilan politik bersama tujuan menanggung
integrasi masyarakat.
2) Perspektif Tingkat Perkembangan Negara Pilkada diselenggarakan sebagai
alat untuk membetulkan rezim yang berkuasa Perspektif Demokrasi Liberal
Pilkada merupakan upaya menegaskan serta melibatkan individu dalam tiap
tiap sistem politik.

2.2.7.Parameter Demokrasi Pilkada


Suatu parameter untuk mengamati terwujudnya suatu demokrasi apabila:
1. Menggunakan mekanisme pemilihan umum yang teratur

15
Fajlurrahman Jurdi, Op.Cit ,hlm, 30-32

16
2. Memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan
3. Mekanisme rekrutmen dilakukan secara terbuka
4. Akuntabilitas publik

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

17
Menurut Kamus Hukum, Kepala Daerah adalah orang yang memiliki
kewenangan dan kewajiban untuk memimpin atau mengepalai suatu daerah, misalnya
Gubernur untuk Provinsi (daerah tingkat I) atau Bupati untuk Kabupaten dan Kota
(daerah tingkat II). Pasal 58 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara republik Indonesia yang
memenuhi syarat. Dan paragraf ketiga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah mengatur mengenai tugas dan wewenang serta kewajiban
kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau biasa disebut
dengan Pilkada atau Pemilukada adalah Pemilihan Umum untuk memilih pasangan
calon Kepala Daerah yang diusulkan oleh Partai Politik (Parpol) atau gabungan
parpol dan perseorangan. Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) merupakan sebuah
pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh para penduduk daerah administratif
setempat yang telah memenuhi persyaratan. Undang-undang pemilu era reformasi
telah menetapkan secara konsisten enam asas pemilu, yakni langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil.

3.2.Saran
Demikianlah makalah ini di paparkan, semoga para pembaca dapat menambah
ilmu pengetahuan dan mengerti dengan mata kuliah Hukum Pemda dan Otonomi
Daerah tentang Kepala Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam penulisan makalah ini agar
menjadi makalah yang benar dan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdullah,Rozali.2011.Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah


Secara Langsung,Jakarta:Rajawali Pers
Asshiddiqie,Jimly.2010,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,Jakarta Timur:
Sinar Grafika
Jurdi,Fajlurrahman.2018,Pengantar Hukum Pemilihan Umum, Jakarta: Kencana

Karsono,Bambang.Syauket,Amalia.2021,Buku Ajar Otonomi Daerah Perspektif


Human Security dalam Negara Demokrasi,Cetakan ke-1,Jawa Barat:
Ubhara Jaya Press

Marijan,Kacung.2015,Sistem Politik Indonesia, Cetakan ke-4 , Jakarta: Kencana

Nurcholis,Hanif.2007,Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,Jakarta,


Grasindo
Suharizal,2011,Pemilukada:Regulasi,Dinamika,dan Konsep Mendatang,Jakarta: Raja
Grafindo

Sumbu,Telly.dkk,2010,Kamus Umum Politik dan Hukum,Jakarta:Jala Permata


Aksara
B. Peraturan Perundang-Undangan

Pada tanggal 14 Agustus 2008, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 58 huruf q


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun1945
Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 5/PUU-V/2007 perihal
Pengujian UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah

19

Anda mungkin juga menyukai