Anda di halaman 1dari 21

IDENTITAS NASIONAL, NEGARA DAN ASPEK-ASPEK

KEWARGANEGARAAN
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Drs. Ahmad Syaefudin, M. Pd.

Oleh :
1. Annisa Kautsara (23060200044)
2. Fatimatuzzahro (23060200003)
3. I’dad Zamzami (23060200039)
4. Vina Anisah Khofifatul Hasanah (23060200033)
5. Primanda Rabbani (23060200049)
6. Fawwaz Lu`ay Fadhisma Mahmud (23060200054)

JURUSAN TADRIS IPA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2020
1
KATA PENGANTAR

Kami kelompok satu mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah berjudul "Otonomi
Daerah" ini dapat diselesaikan dengan lancar tanpa halangan suatu apapun.
Makalah yang disusun dengan metode penelitian literatur ini bertujuan untuk
mencari tahu mengenai deskripsiotonomi daerah, dan mengidentifikasi fungsi serta
tujuan daerah. Selama penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak petunjuk,
bimbingan, dan fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
1) Allah SWT yang telah melimpahkan bimbingan dan karunia-Nya.
2) Kedua orang tua kami, atas motivasi dan doa yang telah diberikan dalam kegiatan ini.
3) Bapak Drs. Ahmad Syaefudin, M. Pd., dosen mata kuliah Kewarganegaraan IAIN
Salatiga yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, dan nasihat dalam proses
penulisan dan penyelesaian makalah ini.
4) Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah
ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami juga menekankan bahwa tentu makalah ini masih kurang sempurna karena
adanya ketidaktelitian. Kritik dan saran yang berguna untuk perbaikan makalah agar
lebih berkualitas sangat kami harapkan.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi
banyak pihak. Sekian dan terimakasih.
Sal
atiga, 14 Oktober 2020

Atas nama Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1

1.3 Tujuan Pembahasan.......................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................................... 2

2.1 Makna Otonomi Daerah.................................................................................... 2

2.2 Asas-asas Otonomi Daerah dan Pengertiannya................................................. 3

2.3 Prinsip Otonomi Daerah.................................................................................... 10

2.4 Tujuan Otonomi Daerah.................................................................................... 11

2.5 Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah .......................................................... 12

2.6 Arti Penting Otonomi Daerah............................................................................ 13

BAB III. PENUTUP.................................................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 15

3.2 Saran .................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 16

ii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Prinsip perencanaan kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia


sejak awal berdirinya telah diatur menggunakan cita desentralisasi. Dengan adanya sistem
pemerintahan ini lahirlah berbagai peraturan perundangan. Namun, dalam prakteknya cita
desentralisasi ini masih jauh dari harapan. Maksudnya otonomi daerah belum terwujud sesuai
dengan yang diharapkan. Bebeberapa faktor yang menentukan prospek otonomi daerah di
antaranya.

1. Faktor manusia, yang harus baik secara moral maupun kapasitasnya.

2. Faktor keuangan, sebagai tulang punggung terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah.

3. Faktor peralatan, sebagai sarana pendukung terselenggaranya aktivitas pemerintahan


daerah.

4. Faktor organisasi dan manajemen yang dibutuhkan setiap penyelenggara pemerintahan


daerah.

Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut


masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu kita harus bisa mewujudkan cita
desentralisasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal itu dapat kita laksanakan melalui
berbagai kegiatan sehari-hari, yang tentunya membantu terwujudnya cita desentralisasi
tersebut. Seperti membayar pajak tepat pada waktunya, dan mendukung setiap kegiatan
pemerintahan.

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa pengertian dari otonomi daerah?

B. Apa saja asas otonomi daerah, prinsip prinsip otonomi daerah, dan tujuan otonomi daerah?

C. Apa saja hak-hak dan kewajiban pemerintah daerah serta arti penting dari otonomi daerah?

1.3 Tujuan Pembahasan

A. Mengetahui pengertian dari otonomi daerah

B. Mengetahui berbagai asas otonomi daerah, prinsip prinsip otonomi daerah, dan tujuan
otonomi daerah

C. Mengetahui hak-hak dan kewajiban pemerintah daerah serta arti penting dari otonomi
daerah

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Makna otonomi daerah

Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Otonomi dalam
makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan
sebagai “berdaya”.

Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah
sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa
daerah sudah berdaya (mampu) untuk melakukan apa saja secaramandiri tanpa tekanan dan
paksaan dari pihak luar dan tentunya disesuaikan dengankondisi dan kebutuhan daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.

Pemerintahan daerah kini memasuki paradigma baru dengan mengutamakan


pendekatan yang lebih bersifat desentralistik, ketimbang semua urusan dan masalah daerah
dikelola secara terpusat oleh pemerintah pusat. Posisi pemerintah pusat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih bersifat melaksanakan fungsi standarisasi yakni
membuat sejumlah regulasi sebagai pedoman bagi daerah untuk melaksanakan pemerintahan
daerah, fungsi fasilitasi yakni membantu daerah untuk melakukan kegiatan tertentu dalam hal
daerah belum mampu untuk melaksanakan, dan fungsi supervisi yakni melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan agar sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan pemerintah.

Menurut Dr. J. Kristiadi, Peneliti Senior Centre for Strategic of International Studies
(CSIS), "Sejak era reformasi digulirkan di Indonesia hingga saat ini, kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah terasa masih belum menemukan format yang tepat. Pemerintahan era
reformasi misalnya, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah nyatanya

2
belum memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebaliknya, menimbulkan permasalahan baik dari sisi formulasi maupun implementasinya."
Saat ini, Indonesia berjalan seperti halnya raksasa, hal tersebut terjadi karena adanya distorsi
pejabat publik yang banyak memikirkan kepentingan pribadi dan kelompok dibandingkan
dengan kepentingan umum.

Makna otonomi daerah dewasa ini masih sebatas kemampuan yang dimiliki
pemerintahan daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan pemerintah pusat, yang
disertakan dengan kemampuan untuk membe-lanjakan keuangan negara yang dikelola daerah
belum memberi nilai tambah terhadap kemajuan daerah.

2.2 Asas-Asas Otonomi Daerah dan Pengertiannya

Dalam menjalankan pemerintahan di daerah ini, pemerintah daerah memiliki


hak otonomi daerah Indonesia. Otonomi daerah adalah segala hak, kuasa, kewenangan, dan
kewajiban dari daerah otonom dalam rangka mengatur dan menyelenggarakan sendiri perihal
pemerintahan ataupun kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan adanya otonomi daerah ini, diharapkan pelayanan masyarakat dapat meningkat,
begitupun dengan pengembangan demokrasi. Ketika daerah otonom menjalankan otonomi
daerahnya, daerah tersebut dapat meningkatkan daya saing beserta pemberdayaan
masyarakatnya. Selain itu, otonomi daerah juga dapat menjadikan komunikasi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi lebih intens dan masih banyak lagi manfaat
yang diperoleh dengan adanya otonomi daerah ini.

Mengingat banyaknya manfaat dari pelaksanaan dari otonomi daerah ini, diperlukan
adanya asas yang menjadi dasar bagi pelaksanaan otonomi daerah. Terdapat tiga
asas pengertian daerah otonom yang tercantum dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah, yaitu asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas
pembantuan. Dalam kesempatan ini, penulis akan menyampaikan penjelasan dari masing-
masing asas tersebut. Berikut uraian asas-asas otonomi daerah dan penjelasan lengkapnya
berdasarkan pendapat Dr. Agussalim Andi Gajong S.H. dalam bukunya yang berjudul
“Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum”:

1.  Asas Desentralisasi

Menurut UU No. 32 tahun 2004 secara lugas menyebutkan bahwa desentralisasi


adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya dalam sistem negara kesatuan
republik Indonesia. Terdapat empat perbedaan pandangan dari para pakar ini:

3
● Sementara itu, De Ruiter secara lebih lanjut menjelaskan bahwa penyerahan kekuasaan
atau wewenang ini terjadi bukan dari pemerintah pusat, tetapi dari badan yang lebih
tinggi ke badan yang lebih rendah. Dalam ketatanegaraan pula, pemaknaan desentralisasi
dibedakan dalam empat hal, yaitu:

1) Kewenangan untuk mengambil keputusan diserahkan dari seorang pejabat


administrasi atau pemerintah kepada yang lain,

2) Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu memiliki lingkungan pekerjaan


yang lebih luas dibanding pejabat yang diserahi kewenangan.

3) Pejabat yang menyerahkan kewenangan tidak dapat memberi perintah kepada


pejabat yang telah diserahi kewenangan tersebut mengenai pengambilan
keputusan atau isi keputusan yang dibuatnya.

● Sementara itu, Ateng Sjafruddin dalam bukunya “Pemerintah Daerah dan Pembangunan”
menjadikan sarana dekonsentrasi sebagai pelimpahan kewenangan dalam rangka
desentralisasi. Pakar lain seperti GS Cheema dan JR Nellis memandang bahwa pelimpahan
kewenangan dari pusat ke daerah itu berkisar pada perencanaan dan pengambilan
keputusan. Di sisi lain, The Liang Gie menganggap bahwa desentralisasi di bidang
pemerintahan dapat dimaknai sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada
unit-unit turunan organisasi pemerintah untuk menyelenggarakan seluruh kepentingan
dari kelompok yang mendiami suatu daerah. Pelaksanaan desentralisasi memang memiliki
banyak kelebihan, diantaranya yaitu:

1) Memperpendek jalur birokrasi yang rumit dari pemerintah daerah ke


pemerintah pusat karena kewenangan pemerintah daerah cukup untuk
melaksanakan keputusannya sendiri.

2) Mengurangi beban pemerintah pusat dalam mengurus negara karena sebagian


tanggung jawab diberikan kepada pemerintah daerah.

3) Bila terjadi suatu masalah yang membutuhkan keputusan cepat, pemerintah


daerah tidak perlu menunggu persetujuan dari pemerintah pusat.

4) Harmonisasi dalam negara dapat segera tercapai karena hubungan


pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi lebih erat.

Namun, sama halnya dengan sekeping koin, desentralisasi memiliki beberapa


kekurangan pula, berikut ini merupakan kekurangan dari pemberlakuan desentralisasi dalam
tujuan pelaksanaan otonomi daerah  sebagai berikut:

1) Struktur pemerintah menjadi jauh lebih kompleks dan dapat menyebabkan


variasi tingkatan koordinasi antar daerah.

2) Adanya desentralisasi dapat menimbulkan keegoisan daerah untuk


mengembangkan daerahnya sendiri.

4
3) Pemberlakuan desentralisasi dapat menyebabkan anggaran belanja negara
menjadi membesar dan terdapat kemungkinan terjadi kesenjangan anggaran
belanja antar daerah.

Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat yang lebih rendah


merancangkan dan menerapkan kebijakan secara independen, tanpa adanya intervensi.
Adanya pelimpahan kewenangan ini bukanlah sesuatu yang harus ditakuti oleh pemerintah
pusat, karena pemberian kewenangan tersebut tidak akan lepas dari koordinasi dan
pengawasan pemerintah pusat. Hal ini merupakan perwujudan dari desentralisasi politik,
dimana pemerintah pusat melimpahkan kuasa atau wewenang di bidang politik pada
pemerintah daerah.

Pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi dalam sistem pemerintahan


merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan, dan kewenangan
dapat dilihat dari pandangan yang dikemukakan oleh Gerald S Maryanov dan Philip Mawhood,
bahwa masalah desentralisasi berujung pada pembagian kekuasaan atau kewenangan dalam
suatu pemerintahan. Sementara itu, R Tresna memiliki pandangan bahwa desentralisasi
dimaknai sebagai pemberian kuasa mengatur diri kepada daerah-daerah dalam lingkungannya
guna mewujudkan asas demokrasi di dalam pemerintahan negara. Sedangkan Soehino dalam
bukunya “Asas-asas Hukum Pemerintahan” menyampaikan pandangannya bahwa
desentralisasi kedaerahan memberi wewenang kepada alat perlengkapan suatu lembaga
hukum untuk membentuk aturan hukum in abstracto (aturan hukum yang belum diterapkan
pada suatu kasus) dan pemberian delegasi kepada alat perlengkapan dari lembaga hukum
publik untuk membentuk aturan hukum in concerto (aturan hukum yang telah diterapkan pada
suatu kasus).

Pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan sarana dalam


pembagian dan pembentukan daerah dapat dilihat dari Aldelfer, yaitu desentralisasi adalah
pembentukan sistem politik di berbagai negara  daerah otonomi dengan kekuasaan-kekuasaan
tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan
pertimbangan, inisiatif, dan administrasi sendiri. Jadi, desentralisasi itu menyangkut
pembentukan daerah otonom dengan dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu dan
bidang-bidang kegiatan tertentu. Dalam desentralisasi, pelimpahan wewenang adalah sesuatu
yang bersifat hak, dalam hal membuat aturan dan keputusan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dengan dibatasi oleh peraturan dari badan yang lebih tinggi. Jadi, pelimpahan
wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan
lembaga-lembaga otonom di daerah. Ketegangan atas tarik ulur kewenangan yang muncul
sampai saat ini semuanya mengacu pada pembagian kekuasaan atau kewenangan, dan siapa
yang paling berwenang mengurus atau mengatur urusan tersebut. Bagi Manan memandang
bahwa desentralisasi dilihat dari hubungan pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945,
maka:

1) Bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak
rakyat daerah untuk turut serta secara bebas dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah,

5
2) Bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak
daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa,

3) Bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah
satu dengan daerah lainnya, dan

4) Bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah.

2. Asas Dekonsentrasi

Sama halnya dengan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi memiliki makna yaitu
pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah atau dari badan
otonom yang memiliki wewenang lebih tinggi ke badan otonom yang wewenangnya lebih
rendah. Hanya saja dalam dekonsentrasi, pendelegasian wewenang hanya pada sektor
administrasi, tidak ada pendelegasian wewenang dalam sektor politik seperti pada
desentralisasi dan wewenang politik berada di tangan pemerintah pusat. Maka dari itu, pada
dekonsentrasi, badan otonom yang diserahi wewenang hanya dapat melaksanakan peraturan-
peraturan dan keputusan-keputusan dari pemerintah pusat. Sedangkan menurut Laica
Marzuki, dekonsentrasi adalah ambtelijke decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid,
yaitu pendelegasian kewenangan dari alat kelengkapan negara di pusat kepada instansi di
bawahnya, untuk melakukan pekerjaan tertentu dalam terselenggaranya pemerintahan.
Pemerintah pusat tidak mungkin kehilangan kewenangannya karena instansi di bawahnya
melaksanakan tugas mereka atas nama pemerintah pusat.

Jadi dekonsentrasi diartikan sebagai penyebaran atau pemancaran kewenangan pusat


kepada petugasnya yang tersebar di wilayah-wilayah untuk melaksanakan kebijakan pusat.
Namun pelimpahan wewenang ini hanya terjadi pada bidang administratif alias tata usaha
dalam penyelenggaraan negara. Mereka yang diserahi wewenang ini tidak memiliki kuasa
untuk membuat suatu aturan tentang pelaksanaan dekonsentrasi dan mereka diwajibkan
untuk menjalankan aturan atau putusan dari pemerintah pusat atau badan otonom yang lebih
besar wewenangnya. Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administrasi dan politik.
Dalam asas desentralisasi, pelimpahan wewenang tetapi hanya pada bidang yang bersangkut
paut dengan tata usaha atau administrasi penyelenggaraan negara merupakan makna dari
sifat administratif asas desentralisasi, yang dapat kita sebut sebagai dekonsentrasi. Di sisi lain,
pelaksanaan desentralisasi dapat pula bersifat politik, yang dapat kita maknai bahwa dalam
asas desentralisasi, dibolehkan adanya pelimpahan wewenang dalam hal perancangan
keputusan, pembuatan kebijakan, atau pengawasan dan pengendalian terhadap sumber daya
lokal pada badan otonom yang diserahi kewenangan tersebut.

Pada dasarnya, badan otonom yang diserahi wewenang administratif dalam rangka
dekonsentrasi ini sedang menjalankan sebuah pemerintahan pusat, hanya saja lingkup
wilayanya menjadi lebih kecil, yaitu daerah yang berada dalam kewenangannya tersebut. Di
sisi yang sama, Bayu Sunaningrat memaknai dekonsentrasi sebagai desentralisasi jabatan,
bahwa pemencaran kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian

6
atau jabatan dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja. Silverman
mengatakan bahwa dekonsentrasi merupakan bentuk desentralisasi yang paling umum yang
digunakan di dalam sup-sektor kependudukan. Di dalam sistem demikian, fungsi yang telah
diseleksi diserahkan kepada unit-unit subnasional di dalam departemen sektoral atau badan-
badan nasional yang sektoral spesifik lainnya. Menurut RG Kertasapoetra, dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau juga kepala instansi
vertikal tingkat atas kepada pejabat-pejabat bawahannya di daerah. Evolusi adalah pelimpahan
wewenang yang merupakan tugas jabatan yang diserahkan kepada pemerintah daerah
otonom tingkat provinsi, kabupaten dan kotamadya, serta kepada badan atau perusahaan
yang mempunyai tugas lembaga negara   sebagai public coorporation atau perusahaan
publik. Bulthuis mengartikan dekonsentrasi sebagai:

1) Kewenangan untuk mengambil keputusan yang diserahkann dari pejabat


administrasi/pemerintah yang satu kepada yang  lain.

2) Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu mempunyai lingkungan pekerjaan


yang lebih luas daripada pejabat yang diserahkan kewenangan.

3) Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu dapat membarikan perintah


kepada pejabat yang diserai kewenangan mengenai pengambilan/pembuatan
keputusan itu dan isi dari yang akan diambil/dibuat itu.

Perlu kita camkan bersama bahwa dalam dekonsentrasi, pemerintah pusat tidak
mungkin kehilangan kewenangannya karena instansi di bawahnya melakukan tugas atas nama
pemerintah pusat, karena suatu delegatie van bevoegdheid bersifat instruktif. Maka dari itu,
terdapat beberapa kelebihan dari berlakunya asas dekonsentrasi, yaitu:

1) Kontak langsung antara rakyat dan pemerintah baik pusat maupun daerah
menjadi lebih intens.

2) Adanya perangkat pelaksana dekonsentrasi di daerah dapat mengontrol


dengan baik segala pelaksanaan kebijakan pemerintah di berbagai bidang.

3) Dekonsentrasi adalah alat yang efektif untuk menjaga persatuan dan kesatuan
karena adanya perangkat politik di daerah.

Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan


daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain UU No. 1
tahun 1945, UU No. 22 tahun 1948, UU No. 1 tahun 1957, Penpres RI No. 1959, dan UU No. 18
tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan UU
No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, dan UU No. 32 tahun 2004 menegaskan secara jelas
bahwa dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan. Jadi, dimensi makna yang
tercipta adalah adanya pelimpahan kewenangan secara fungsional dari pejabat atasan (dari
pemerintah pusat kepada pejabat di daerah).

3. Asas Tugas Pembantuan (Medebewind)

7
Medebewind atau tugas pembantuan merupakan suatu asas dasar hukum otonomi
daerah yang memiliki sifat membantu pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi
tingkatannya dalam menyelenggarakan negara atau daerah melalui kewenangan yang dimiliki
oleh pemerintah atau badan otonom yang dimintai bantuannya tersebut. Dalam hal ini, badan
otonom yang dimintai bantuan memiliki kewajiban untuk melakukan hal atau tugas dari badan
otonom yang lebih tinggi kekuasaannya. Mereka diwajibkan karena berdasarkan ketentuan
hukum yang lebih tinggi, daerah terikat untuk melakukan hal atau tugas dalam rangka
memenuhi asas tugas pembantuan. UU No. 22 tahun 1948 menyatakan bahwa pemerintahan
daerah diserahi tugas untuk menjalankan kewajiban pemerintah pusat di daerah, begitu juga
dari pemerintah daerah yang lebih atas kepada daerah yang tingkatannya lebih rendah. UU No.
1 tahun 1957 menyatakan, tugas pembantuan adalah sebagai menjalankan peraturan
perundang-undangan. UU No. 18 tahun 1965 menyatakan tugas pembantuan sebagai
pelaksanaan urusan pusat atau daerah yang lebih atas tingkatannya.

UU No. 5 tahun 1974 tentang desa secara lugas menyatakan, tugas pembantuan ialah
tugas untuk ikut serta dalam menjalankan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada
perangkat desa oleh pemerintah pusat atau perangkat daerah tingkat atasnya dengan
kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Sementara itu, UU No. 22
tahun 1999 tentang pemerintahan daerah menyebutkan dalam Bab I, Pasal 1 huruf g bahwa
tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintah pusat pada daerah dan desa, serta dari
daerah ke desa untuk menjalankan suatu tugas yang diikuti anggaran, sarana, dan prasarana
serta sumber daya manusia dengan diharuskan melaporkan jalannya tugas pembantuan dan
bertanggung jawab pada yang menugaskan. UU No. 32 tahun 2004 menegaskan dalam Bab I,
Pasal 1 butir 9 tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pada daerah dan atau
desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota  kepada desa untuk melakukan tugas tertentu.

Dari paparan pengertian tugas pembantuan yang termaktub dalam undang-undang


yang telah disebutkan sebelumnya, hanya UU No. 1 tahun 1957 yang dengan tegas
menyatakan bahwa tugas pembantuan adalah untuk menjalankan peraturan perundang-
undangan (yang lebih atas tingkatannya). UU No. 5 tahun 1974 memuat dua hal penugasan
dan pertanggungjawaban yang bisa mengandung pemahaman kaidah dekonsentrasi, yang
menyiratkan adanya hubungan atasan-bawahan, yang secara yuridis, pendekatannya tidak
sesuai dengan kaidah tugas pembantuan. Jadi, menurut kajian hukum, maka yang lebih tepat
adalah definisi kaidah tugas pembantuan yang ada dalam UU No. 1 tahun 1957 karena
menyiratkan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam tugas
pembantuan semata-mata karena ditentukan atau berdasarkan ketentuan hukum atau
peraturan perundang-undangan. Kemudian, dalam pasal 12 ayat (1) dan (2) disebutkan (a)
dengan peraturan perundang-undangan, pemerintah dapat menugaskan kepada pemerintah
daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan, (b) dengan peraturan daerah,
pemerintah daerah tingkat I dapat menugaskan kepada pemerintah daerah tingkat II untuk
melaksanakan tugas pembantuan.

Tugas pembantuan dari pengertian yang ditegaskan dalam UU No. 5 tahun 1974
tentang desa, mengandung unsur-unsur:

8
1) Ada urusan pemerintahan dari satuan pemerintahan tingkat lebih atas yang
harus dibantu pelaksanaannya oleh pemerintahan daerah,

2) Bantuan tersebut dalam bentuk penugasan yang diatur dengan peraturan


perundang-undangan,

3) Pemerintah daerah yang membantu harus mempertanggungjawabkan kepada


yang dibantu.

Tugas pembantuan dapat menjadi terminal ke arah “penyerahan penuh” suatu urusan pada
daerah atau tugas pembantuan ialah langkah awal sebagai persiapan ke arah penyerahan
penuh. Kaitan tugas antara tugas pembantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari :
1) Tugas pembantuan adalah bagian dari desentralisasi. Jadi,
pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan tugas pembantuan adalah
tanggung jawab daerah yang bersangkutan.

2) Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena
dalam tugas pembantuan terkandung unsur otonomi, daerah punya cara-cara
sendiri melaksanakan tugas pembantuan.

3) Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, yang mengandung unsur


penyerahan, bukan penugasan. Yang dapat dibedakan secara mendasar bahwa
kalau otonomi adalah penyerahan penuh, maka tugas pembantuan adalah
penyerahan tidak penuh.

Itulah asas-asas otonomi daerah dengan penjelasan lengkapnya. Wah, sangat panjang ya,
semoga pembaca tidak lelah dalam membaca artikel ini. Semoga juga para pembaca dapat
lebih memahami secara mendalam mengenai asas-asas otonomi daerah ini. Karena jangan
lupa, kemanapun kita pergi, alangkah baiknya jika kita membangun dan mengembangkan
daerah-daerah di Indonesia. Agar Indonesia menjadi negara yang lebih maju.

Nilai dan Prinsip Otonomi Daerah di Indonesia

Otonomi diartikan sebagai pengaturan sendiri atau memerintah sendiri. Otonomi berasal dari
kata autos dari Yunani yang artinya sendiri dan nomos berarti aturan. Secara garis besar,
pengertian otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan
masyarakat atau kepentingan dalam membuat aturan untuk mengurus daerahnya sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otonomi adalah pemerintahan sendiri. Sedangkan
otonomi daerah artinya hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

● Nilai otonomi daerah

Menurut buku Hukum Pemda: Otonomi Daerah dan Implikasinya (2013) karya Busrizalti,
terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 terkait pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Baca juga:

9
Pengertian Desentrasliasi, Bagian, dan Tujuannya Berikut dua nilai dasar otonomi daerah di
Indonesia:

● Nilai unitaris

Nilai unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak memiliki kesatuan
pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara. Artinya kedaulatan berada di tangan
rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia. Tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan.

● Nilai dasar desentralisasi teritorial

Nilai ini bersumber dari isi dan jiwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Di mana pemerintah diwajibkan melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentralisasi di bidang ketatanegaraan. Dari dua nilai tersebut, desentralisasi di Indonesia
terpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pelimpahan tersebut untuk mengatur
dan mengurus sebagian kekuasaan dan kewenangan daerah itu sendiri sesuai UUD 1945.

Otonomi secara harafiah bisa dikatakan sebagai daerah. Dalam bahasa Yunani berasal dari kata
autos artinya diri mereka sendiri dan namos artinya hukum atau aturan. Berdasarkan Undang-
undang No 32 Tahun 2004, definisi otonomi daerah atau desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi. Untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pencapaian otonomi tidak hanya dalam pemberitahuan hukum, melainkan juga kebutuhan
globalisasi, yang diperkuat dengan memberi daerah kewenangan yang lebih besar.

Nilai dasar otonomi daerah

Dalam buku Desentralisasi dan Otonomi Daerah (2007) karya Syamsuddin Haris, otonomi
daerah memiliki beberapa nilai dasar yaitu:

● Kebebasan

Kebebasan masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengambil tindakan dan kebijakan
untuk memecahkan masalah bersama.

● Partisipasi

Masyarakat berperan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan


kebijakan publik di daerahnya.

● Efektivas dan efisiensi

Melalui kebebasan dan partisipasi masyarakat, jalannya pemerintahan akan lebih tepat
sasaran (efektif) dan tidak menghamburkan anggaran atau tidak terjadi pemborosan.

10
2.3 Prinsip Otonomi daerah

Otonomi daerah membawa asas dan prinsip sebagai berikut:

1. Menggunakan asas desentralisasi, dekonsentralisasi dan tugas pembantuan.


2. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di
daerah kabupaten dan kota.

3. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah provinsi, kabupaten, kota,
dan desa.

       Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman


dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32
Tahun 2004) :
a)      Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-undang ini. Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
b)      Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk
tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

11
2.4 Tujuan otonomi daerah

Terdapat beberapa tujuan pemberian otonomi daerah, di antaranya:

● Distribusi regional yang merata dan adil

● Peningkatan terhadap pelayanan masyarakat yang semakin baik

● Adanya sebuah keadilan secara nasional

● Adanya pengembangan dalam kehidupan demokratis

● Menjaga hubungan yang harmonis antara pusat, daerah, dan antardaerah terhadap
integritas Republik Indonesia.

● Mendorong pemberdayaan masyarakat

● Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan


mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

2.5 Hak dan kewajiban pemerintah daerah

Menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 21, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah memiliki
hak sebagai berikut:

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya


2. Memilih pimpinan daerah
3. Mengelola aparatur daerah
4. Mengelola kekayaan daerah
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah


8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 22, terdapat kewajiban yang dimiliki daerah, yaitu:

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta


keutuhan NKRI.

12
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan

6. Menyediakan fasilitas kesehatan

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak

8. Mengembangkan sistem jaminan sosial

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah

10. Melestarikan lingkungan hidup

11. Mengolah administrasi kependudukan

12. Melestarikan nilai sosial budaya

13. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

2.6 Arti Penting Otonomi Daerah

- Agar daerah bisa mandiri dalam mengurusi daerahnya dan tidak bergantung kepada
pemerintah pusat

- Agar pelayanan umum cepat terpenuhi

- Dapat mengoptimalkan SDA dan SDM di daerah tertentu

- Agar permasalahan di suatu daerah bisa cepat terselesaikan dan ditangani

- Mengembangkan segala potensi yang terdapat di daerahnya

Arti Penting Otonomi Daerah di Berbagai Bidang

a.   Dari segi politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya penumpukan kekuasaan di satu tangan yang akhirnya akan
menimbulkan tirani atau otoritarianisme.

b.   Dalam bidang politik, desentralisasi dinilai  sebagai langkah  pendemokrasian


(demokratisasi), yakni melibatkan masyarakat turut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

c.    Dari segi organisasi pemerintahan, desentralisasi dilaksanakan untuk mencipta-kan


pemerintahan yang efisien.

13
d.   Dari segi kultur atau budaya, desentralisasi dilaksanakan sebagai upaya untuk
memberikan perhatian yang lebih terfokus pada kekhasan daerah, seperti dalam segi
geografi, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, dan latar belakang sejarah.

e.   Dari segi kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi dilaksanakan untuk


menyertakan pemerintah daerah lebih banyak dan secara langsung membantu
pelaksanaan pembangunan yang dimaksud.

Arti Penting Otonomi Daerah dalam Politik dan Pemerintahan

a.       Untuk terciptanya efisiensi-efektivitas penyelenggaraan pemerintah.

Pemerintah berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan seperti bidang sosial,


kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, integrasi sosial, pertahanan, dan
keamanan dalam negeri. Dan juga memiliki fungsi distributif akan hal-hal yang telah
diungkapkan, fungsi regulatif baik yang menyangkut penyediaan barang dan jasa ataupun
yang berhubungan dengan kompetensi dalam rangka membiayai aktifitas penyelenggaraan
negara dan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Menjaga keutuhan negara-
bangsa, serta mempertahankan diri dari kemungkinan serangan negara lain, merupakan
tugas pemerintah yang bersifat universal.    

b.      Sebagai sarana pendidikan politik.

Pendidikan politik pada tingkat lokal sangat bermanfaat bagi warga masyarakat untuk
menentukan pilihan politiknya. Dalam pencapaiannya pemerintah daerah akan
menyediakan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam rangka
memilih atau dipilih dalam suatu jabatan politik.  

c.       Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.

Maksudnya setelah seseorang berkarier politik di tingkat lokal atau daerah maka hal itu
dapat menjadi sebuah acuan bagi politisi tersebut untuk  melanjutkan karir politiknya
dalam kancah politik yang lebih tinggi yakni, dibidang politik dan pemerintahan ditingkat
nasional.

d.      Stabilitas politik.

Stabilitas politik harus dimulai dari tingkat lokal dan pemerintah harus lebih
memperhatikan masyarakat lokal tersebut dan menghindari sifat pemerintah yang hanya
dominan pada satu daerah atau satu hal yang dapat mengakibatkan kesenjangan sosial.
Yang dapat memicu pemberontakan dari suatu wilayah atau daerah kepada
pemerintah.      

e.       Kesetaraan politik.

Setelah dibentuknya pemerintah daerah maka kesetaraan politik di antara komponen


masyarakat akan terwujud. Karena, masyarakat ditingkat lokal akan memiliki kesempatan

14
untuk terlibat dalam politik baik pemberian suara, dan ikut terlibat dalam mempengaruhi
pemerintahnya untuk membuat kebijakan.

f.       Akuntabilitas politik

Memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan
sampai dengan evaluasi. Sehingga kewajiban yang dibuat dapat dipertanggung jawabkan
karena masyarakat terlibat secara langsung dalam penyelenggaran pemerintahan.

PENUTUP

3.1 Simpulan

Jadi, otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang
lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian
suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri.

Otonomi daerah memiliki tiga asas yaitu asas desentralisasi, asas dekonsentralisasi, dan asas
Madewebind atau asas pembantuan.

Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaran pemerintahan,


karena pemerintah pusat akan sulit untuk mengatur daerah-daerah kecil yang sangat banyak.
Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pemberian Otonomi Daerah adalah UU No. 32
Tahun 2004.

Kewajiban Pemerintah Daerah telah diatur dalam pasal 67 UU no. 23 Th 2014. Sedangkan
kepala daerah memiliki hak yang telah diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014.

Otonomi Daerah memiliki arti yang sangat penting yaitu :

1. Agar daerah bisa mandiri dalam mengurusi daerahnya dan tidak bergantung kepada
pemerintah pusat
2. Agar pelayanan umum cepat terpenuhi
3. Dapat mengoptimalkan SDA dan SDM di daerah tertentu
4. Agar permasalahan di suatu daerah bisa cepat terselesaikan dan ditangani
5. Mengembangkan segala potensi yang terdapat di daerahnya.
2. Otonomi daerah dilakukan untuk meringankan beban pemerintahan pusat dan
meningkatkan penyelenggaraan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat daerah
otonomi.

3.2 Saran

Sebagai warga negara Indonesia kita diharapkan untuk turut serta melaksanakan cita
desentralisasi yang telah dibentuk oleh pendiri negara kita sejak zaman dahulu. Setelah
membaca makalah ini, pengertian otonomi daerah asas asas otonomi daerah, prinsip-prinsip

15
otonomi daerah, tujuan otonomi daerah, hak-hak dan kewajiban pemerintah daerah serta arti
penting otonomi daerah

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/39218566/MAKALAH_OTONOMI_DAERAH

https://brainly.co.id/tugas/8293924

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
www.seputarpengetahuan.co.id/2018/03/pengertian-pemerintah-daerah-syarat-asas-asas-
tugas-hak-
kewajiban.html&ved=2ahUKEwiCoKGWlovtAhValEsFHeqyAPQQFjABegQIARAF&usg=AOvVaw1
kMX5P4_2Q7JUqtfjns9iL

https://www.google.com/amp/s/guruppkn.com/asas-asas-otonomi-daerah/amp

https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/07/180000469/nilai-dan-prinsip-otonomi-
daerah-di-indonesia?page=all#page2

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/160000769/otonomi-daerah--definisi-asas-
tujuan-hak-dan-kewajibannya?page=all#page2

https://www.zonareferensi.com/asas-otonomi-daerah/#:~:text=Terdapat%203%20asas
%20pelaksanaan%20otonomi,dekonsentrasi%2C%20dan%20asas%20tugas%20pembantuan.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/07/180000469/nilai-dan-prinsip-otonomi-
daerah-di-indonesia?page=all#page2

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/160000769/otonomi-daerah--definisi-asas-
tujuan-hak-dan-kewajibannya?page=all#page2

16

Anda mungkin juga menyukai