Di atara unsur kebudayaan India yang sangat penting bagi perkembangan sastra Jawa adalah aksara Pallawa dan Dewanagasari, yang pada awal pertumbuhan kerajaan Hindu Jawa di gunakan untuk menulis prasasti. Selanjutnya, aksara Pallawa menjadi dasar penciptaan aksara-aksara daerah di Nusantara yang bersifat silabis sebagai ciri umumnya. Di Jawa pun tercipta aksara Jawa yang juga di pakai untuk menulis prasasti, di kenal dengan sebutan aksara Jawa kuno. Pemakaian aksara tersebut kemudian tidak terbatas prasati saja, tetapi juga untuk menulis karya sastra di atas daun rontal yang menggunakan penguntik. Tradisi penulisan kitab lontar ini sampai sekarang di lestarikan di Bali( Zoetmulder, 1985 :10-19). Bahasa sanskerta merupakan bahasa ilmu sastra dan bahasa yang di pakai dalam masyarakat lapisan atas, khususnya di istana. Selain itu juga di pakai di kalangan agama, baik dalam bentuk sastra keagamaan maupun untuk keperluan ibadah berupa mantra dan doa. Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap sastra Jawa ternyata hanya terbatas pada kosakata. Khazanah sastra Jawa kuno, baik yang berbentuk puisi maupun prosa, memang sarat dengan kosakata Sanskerta, tetapi terbatas pada bentuk kata dasarnya. Sedangkam struktur morfologis dan sintaksisnya tetap mempertahankan kaidah bahsa Jawa kuno. Dalam sastra Sanskerta ada puisi yang di kenal dengan istilah “kawya”. Bentuk kawya inilah yang di jadikan dasar peniruan untuk mengubah karya sastra dalam bahasa Jawa kuno dan di kenal dengan istilah “kakawin”. Dalam kakawin banyak kosakata Jawa kuno yang berasal dari bahasa Sanskerta, yan di sebut “bahasa kawi”. Kata “kawi” berarti ‘pujangga’. Jadi bahasa kawi artinya bahasa yang di gunakan oleh para pujangga. Penyerapan bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Jawa Kuno itu hanyalah terbatas pada dasarnya, kemudian dalam pembentukan bahasa Jawa Kuno melalui proses morfologis terlebih dahulu. Dalam kakawin kalimat-kalimat Sanskerta sering di cantumkan dengan di ikuti terjemahan atau penjelasan maknanya dalam bahasa Jawa Kuno (Zoemulder, 1985:103)