Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Bahasa Jawa

Sejarah sastra Jawa dibagi menjadi empat jaman. Selain itu ada lagi kategori
Mirunggan yaitu sastra Jawa Bali. Sastra ini merupakan terusan dari sastra Jawa
Tengahan. Selanjutnya ada juga sastra Jawa lombok, Jawa Sunda, Jawa Madura dan
sastra Jawa Palembang. Dari semua sastra tradisional nusantara, dalam sejarah bahasa
Jawa adalah yang paling unggul dan terbanyak tersimpan karya sastranya. Lebih dari
12 abad yang lalu para peneliti sejarah bahasa Jawa menemukan empat tahap
penulisan.
Awalnya mereka ditulis menggunakan huruf turunan dari huruf Brahmi atau Pallawa
yang berasal dari sebelah selatan India. Huruf Hanacaraka yang di pakai hingga
sekarang. Kemudian pada masa kejayaan Islam pada abad 1516 huruf Arab juga
digunakan untuk menulis bahasa Jawa. Huruf ini dinamakan aksara Pegon. Dan
setelah datangnya bangsa Eropa di tanah Jawa huruf Latin mulai digunakan.

Di tahun 1980, 22 dari 27 provinsi di Indonesia waktu itu yang mengucapkan bahasa
lainnya. Misalnya Kawi sebagai bahasa sastra mereka. Banyak perkataan dari bahasa
Kawi diambil dari Sansekreta. Bahasa Kawi sering juga disebut sebagai bahasa Jawa
kuno. Bahasa ini banyak ditemukan pada prasasti atau kakawin. Meskipun kata-
katanya beda dengan bahasa Jawa kuno, karena bahasa kawi hanya untuk
kesusastraan. Karena dari sejarah bahasa Jawa kuno adalah alat komunikasi seperti
yang diucapkan saat ini.

Tapi sebenarnya bahasa Kawi ini belum punah juga karena masih sering di pakai pada
pagelaran wayang golek, wayang wong dan wayang kulit. Selain itu juga sering
dipakai pada acara adat Jawa seperti pada acara palakrama atau upacara perkawinan.
Hal ini ditemukan pada pembuka sastra pada prasasti yang ditemukan di sebuah
perkebunan Sukabumi. Prasasti Sukabumi ini ditulis pada tanggal 25 maret tahun 804
masehi. Isinya ditulis menggunakan bahasa Jawa kuno. Terdapat juga prasasti lainnya
yaitu di kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur dari tahun 856 masehi yang berisi
tembang kakawin. Namun kakawin tersebut isinya sudah tidak utuh lagi. Di situ
tertulis tembang bahasa Jawa kuno yang tertua.

Perkembangan Bahasa Jawa Kuno Tidak Statis


Penggunaan mereka mencakup periode sekitar 500 tahun sejak prasasti Sukabumi
sampai berdirinya Kerajaan Majapahit pada tahun 1292. Memang terdapat beberapa
perubahan hingga hampir menyamai bahasa Jawa modern. Pengaruh linguistik India
dalam bahasa Sansekerta ini hampir secara eksklusif mempengaruhi bahasa ini.
Karena tidak ada bukti unsur linguistik India di Jawa selain Sanskerta. Ini adalah
bentuk yang berbeda, misalnya pengaruh linguistik India dalam bahasa Melayu
Sanskerta telah berdampak mendalam dan langgeng pada kosakatanya.

Bahasa Austronesia adalah kekuatan pembentuk yang paling kuat pada Jawa kuno,
yang mewariskan nayka sekali kosa kata, struktur kalimat dan tata bahasa. Dibagikan
dengan bahasa saudara serumpunnya di Asia Tenggara yang dipengaruhi bahasa
Sanskerta. Terlepas dari pengaruh Sanskerta yang luar biasa, pada akhirnya tetap
juga merupakan bahasa Austronesia. Namun bahasa Sanskerta juga memengaruhi
fonologi dan kosakata ini. Dalam Sejarah bahasa Jawa kuno mengandung konsonan
retroflex, yang mungkin berasal dari bahasa Sansekerta.
Itulah yang diperdebatkan oleh beberapa ahli bahasa yang berpendapat bahwa ada
kemungkinan juga terjadinya konsonan retroflex. Itu adalah perkembangan
independen dalam kosakata keluarga bahasa Austronesia. Pertanyaan terkait adalah
bentuk di mana kata-kata Sanskerta dipinjamkan dalam bahasa Jawa kuno. Kata-kata
Sanskerta yang dipinjam di sini hampir tanpa kecuali kata benda dan kata sifat. Di
sana di bawah klien membentuk daftar kata dari 200 item kosakata dasar. Ini tersedia
di database kosa kata dasar Austronesia yang menunjukkan beberapa pinjaman ini.

Pembagian Bahasa Jawa

Pada perkembangan di era modern Bahasa ini bisa dibagi menjadi tiga dialek. Yaitu
dialek Jawa Barat, dialek Jawa Tengah dan dialek Jawa Timur. Di pulau Jawa ada
yang dinamakan “Dialect continuum” atau kesinambungan; yaitu dialek dari Banten di
ujung barat hingga ujung timur Banyuwangi. Dan semua dialek bahasa Jawa kurang
lebih bisa dimengerti oleh masing-masing ketiganya. Istilahnya “mutually intelligible
fonem”. Ini terlihat pada penulisan dengan huruf latin di era modern, suara konsonan
wyanjana menggunakan tanda fonem alofon.

Di bawah ini terdapat beberapa pembagian oleh para ahli sejarah bahasa Jawa yaitu:
Poerwadarminta dan Uhlenbeck. Selain itu juga ditambahkan pendapat oleh Wurm
dan Hattori. Dalam hal ini Hattori menggambarkan peta pembagian dialek. Meskipun
ada perbedaan pendapat diantara para ahli ini dengan Poerwadarminta dalam buku
“Sarining Paramasastra Djawa” yang menyatakan bahwa dalam dialek-dialek ada
dialek-dialek. Dan menurut ahli bahasa dari Belanda EM Uhlenbeck di bukunnya “A
critical survey of studies on the languages of java and madura 1964” dikelompokkan
menjadi tiga rumpun kelompok yang umumnya disebut:

1. Ngapak atau penginyongan


2. Jawa baku
3. Jawa wetanan
Dan menurut Wurm dan Hattori bahasa Jawa di pulau Jawa dibagi menjadi banyak
dialek. Menurutnya bahasa Jawa bisa dibagi menurut perilaku atau juga dinamakan
strata menurut undha usuk atau tatakrama. Di sini juga ada beberapa perkataan krama
inggil dan krama andhap yang bisa dipakai disetiap masing-masing strata.

Contoh Dalam Bahasa Jawa:


 Ngoko: “Yen ndasmu lara gek ndang madang wae”
 Ngoko Halus: “Menowo sirahmu lara gek ndang madang wae”
 Krama: “Menawi sirah sampean sakit enggal neda mawon”
 Krama Inggil: “Mbok menawi mustaka panjenengan gerah kula aturi enggal dahar
kemawon”
Dari contoh di atas kita bisa tahu bahwa bahasa Jawa punya banyak sekali cara
pengucapannya; terdapat dialek sosial yang dibagi menurut hierarkhi, dari kasar
hingga halus. Ngoko dan ngoko halus atau bahasa Jawa rendah diucapkan oleh orang
kebanyakan. Atau juga bahasa orang-orang yang berpangkat lebih tinggi berbicara
kepada yang lebih rendah. Begitu sebaliknya krama atau krama inggil adalah bahasa
sopan yang diucapkan kepada orang-orang yang lebih tinggi strata sosialnya. Selain
itu ada dialek yang berdasarkan daerahnya. Dan tidak semua dialek dalam sejarah
bahasa Jawa dimengarti oleh semua orang Jawa.

Bentuk dan penulisan Huruf Jawa

Aksara Jawa – Aksara jawa atau hanacaraka adalah salah satu pengetahuan
mengenai aksara turunan yang berasal dari aksara Bhrahmi. Aksara jawa tersebut
sudah digunakan di nusantara Indonesia sejak dahulu kala, seperti misalnya di
Pulau Jawa itu sendiri, Makassar, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak. Aksara jawa
tersebut digunakan untuk penulisan segala jenis karya sastra yang berbahasa Jawa.
Awal mula digunakannya aksara jawa ini adalah pada saat kerajaan Mataram Islam
pertama kali didirikan, sekitar abad ke17 masehi. Pada saat itu mulai diterapkan
tulisan hanacaraka atau carakan, yang kita kenal hingga saat ini. baru di abad ke19
masehi cetakan aksara jawa baru dibuat, aksara jawa tersebut merupakan
gabungan dari aksara kawi dan abugida.
TULISAN AKSARA JAWA CARAKAN DAN PASANGAN

Aksara Jawa Carakan dan Pasangan


AKSARA JAWA CARAKAN
Aksara carakan merupakan jenis aksara jawa yang dikategorikan dalam aksara
dasar, jika dilihat dari namanya yaitu carakan maka artinya aksara tersebut
memang dipakai untuk menuliskan kata-kata dalam bahasa Jawa. Di dalam setiap
aksara carakan ini memiliki bentuk pasangannya masing-masing. Misalnya aksara
pasangan digunakan untuk mematikan aksara vokal sebelumnya.
AKSARA JAWA PASANGAN
Aksara jawa dan pasangannya memiliki arti dan simbolnya masing-masing, simbol
tersebut merupakan aturan dari pasangannya. Pasangan di dalam aksara jawa
adalah bentuk khusus dari aksara jawa itu sendiri, yang kegunaannya adalah untuk
mematikan atau menghilangkan vokal dari aksara sebelumnya. Aksara pasangan
digunakan untuk menulis suku kata yang tidak ada vokalnya.
CONTOH PENGGUNAAN PASANGAN DALAM AKSARA JAWA
Kata mangan sega atau yang artinya makan nasi, harus dihilangkan terlebih dahulu
huruf Na nya agar cara membacanya tidak manganasega. Cara menghilangkannya
adalah dengan memberi pasangan pada huruf Se, dengan menghilangkan kata
tersebut maka cara membacanya yaitu mangan sega.
AKSARA JAWA SWARA

Aksara Jawa Swara


Lalu apa yang dimaksud dengan aksara swara, aksara swara merupakan jenis aksara
yang dipakai untuk untuk menuliskan beberapa huruf vokal. Yang berasal dari
suatu kata serapan dari bahasa asing, yang tujuannya adalah untuk menegaskan
pelafalan aksara swara tersebut.
AKSARA JAWA SANDANGAN

Aksara Jawa Sandangan


Sandangan aksara jawa ini dijelaskan setelah aksara swara dijelaskan, karena
masih banyak yang kebingungan mengenai sandangan aksara jawa tersebut.
kebanyakan dari mereka sulit membedakan antara sandangan dengan aksara
swara. Lalu apa itu sandangan, artinya adalah suatu huruf vokal yang tidak
mandiri.
Yang biasanya digunakan hanya di tengah kata saja, di dalam sandangan dapat
dibedakan dengan berdasarkan cara bacanya. Misalnya saja aksara rekan, yang
dimaksud dengan aksara rekan adalah aksara yang digunakan untuk menuliskan
beberapa huruf serapan yang asalnya dari bahasa Arab. Misalnya seperti F, KH, DZ
dan lain sebagainya.
AKSARA JAWA MURDA

Aksara Jawa Murda


Agar lebih mudah dipahami, aksara murda adalah segala jenis huruf kapital yang
terdapat di dalam aksara jawa. Aksara murda merupakan aksara khusus yang
digunakan untuk menulis huruf depan pada suatu tempat, nama orang, atau semua
jenis kata yang huruf depannya menggunakan huruf kapital. Huruf-huruf tersebut
digunakan di setiap awal paragraf atau kalimat.
AKSARA JAWA WILANGAN

Aksara Jawa Wilangan


Sedangkan definisi dari aksara wilangan adalah sebuah bilangan atau aksara yang
digunakan untuk menuliskan angka di dalam bahasa Jawa. Di dalam aksara jawa
biasanya terdapat banyak bunyi yang jika diucapkan, bunyinya menjadi berbeda.
Walaupun hal itu tergantung pada setiap kata yang ditulis dengan aksara tersebut.
Misalnya saja huruf A bisa dibaca A pada kata papat, atau kata A bisa dibaca A
pada kata Lara, aturan tersebut juga bisa digunakan pada setiap kata yang
mengandung huruf E.
PERSEBARAN AKSARA JAWA

Persebaran Aksara Jawa


Di dalam sejarahnya sudah tercatat bahwa aksara jawa ini mulai dicetak di abad 19
Masehi, hal tersebut bukan merupakan hal yang aneh karena di zaman dahulu
memang belum ditemukan mesin cetak. Aksara jawa merupakan salah satu jenis
aksara yang menginspirasi banyak orang, jika diperhatikan lebih lanjut jenis aksara
jawa juga tidak berbeda jauh dengan jenis aksara lainnya.
Misalnya di wilayah Asia Tenggara, contohnya jenis aksara yang digunakan oleh
seluruh masyarakat Thailand hingga saat ini. ternyata aksara jawa juga memiliki
kemiripan dengan aksara Thailand, yang di mana goresan, struktur dan
lengkungannya pun memiliki banyak kesamaan. Oleh sebab itu ada kemungkinan
bahwa aksara jawa ini memang telah populer sejak zaman dahulu.
Sehingga penyebaran aksara jawa di zaman dahulu menyebar di sekitar wilayah
Asia Tenggara. Bahkan menurut penelitian yang ada, aksara jawa memang
gabungan dari aksara kawi dan aksara abugida. Aksara ini sangat berbeda dengan
aksara latin, yang kita pelajari dan gunakan di zaman sekarang.
Contohnya adalah huruf Ha memiliki 2 perwakilan dari 2 huruf sekaligus, yaitu
huruf konsonan H dan huruf vokal A. Yang merupakan satu suku kata yang utuh jika
dibandingkan dengan kata hari. Penggunaan aksaranya juga terlihat lebih simpel,
dibandingkan dengan huruf latin yang tersusun atas 1 huruf per 1 huruf.
Untuk penulisannya, aksara jawa ini memiliki kemiripan dengan aksara hindi. Tata
cara penulisan dari aksara jawa dilakukan dengan cara menggantung. Atau
terdapat garis di bagian bawahnya. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu,
terdapat modifikasi di era modern dari para pendidik yang mengajarkan aksara
jawa melalui penulisan aksara hanacaraka di atas garis.
TENTANG HANACARAKA

Tentang Hanacaraka
Kesulitan cara menulis dari aksara jawa atau hanacaraka di dunia serba digital ini,
membuat aksara tersebut menjadi kurang populer di kalangan preservasionis. Di
dalam aksara jawa atau hanacaraka tersebut, ada suku kata yang ditulis dengan
satu aksara. Penggunaan tanda bacanya juga dapat mengubah, menghilangkan atau
menambah vokal dari suku kata tersebut.
Aksara jawa ini juga memiliki aneka bentuk penulisan nama, pengejaan asing dan
juga konsonan bertumpuk. Aksara jawa ini termasuk ke dalam sistem tulisan
abugida, yang cara penulisannya dimulai dari kiri ke kanan. Setiap aksara
melambangkan suatu suku kata yang ditentukan oleh posisi aksara, yang terdapat
di dalam kata tersebut.
Selain itu penggunaannya juga tidak menggunakan spasi atau scriptio continua,
sehingga pembaca harus memahami teks bacaan yang gunanya adalah untuk
membedakan setiap kata tersebut. jika dibandingkan dengan cara penulisan aksara
latin, maka aksara jawa ini memang kekurangan tanda baca.
Terutama untuk tanda baca dasar seperti misalnya tanda tanya, tanda seru, titik
dua, dan tanda hubung. Aksara ini terbagi lagi menurut beberapa jenis yang sesuai
dengan fungsinya, aksara dasar terdiri dari 20 kata yang telah digunakan di dalam
penulisan bahasa Jawa modern. Jenis-jenis lainnya meliputi aksara suara, angka
jawa dan juga tanda baca.
Tiap suku kata tersebut memiliki 2 bentuk, yang pertama adalah nglegena atau
aksara telanjang dan pasangan. Kebanyakan aksara selain dari aksara dasar adalah
konsonan teraspirasi atau disebut juga retrofleks yang sering digunakan di dalam
bahasa jawa kuno. Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman dalam hal aksara
dan bahasa Jawa, huruf-huruf itu mulai kehilangan representasinya.
Yaitu representasi dari suara dari suara asli, yang kemudian fungsinya mulai
berubah. Tanda diakritik di dalam aksara jawa, disebut juga shandangan yang
berguna untuk menambah konsonan akhir serta menandakan adanya ejaan asing.
Terdapat juga beberapa tanda diakritik atau shandangan, yang boleh digunakan
secara bersamaan tetapi tidak semua kombinasi tersebut dapat digunakan.
Hanacaraka ini ialah salah satu peninggalan dari nenek moyang, yang sangat
bersejarah sehingga harus dilestarikan oleh kita semua sebagai penerus
kebudayaan bangsa. Pengenalan mengenai aksara jawa ini biasanya dilakukan di
sekolah-sekolah di dalam mata pelajaran bahasa Jawa.
DERET AKSARA JAWA

Deret Aksara Jawa


Sederet aksara yang diciptakan oleh Aji Shaka dalam mengenang kedua Abdinya
yang setia yaitu Dora dan Sembada, hingga saat ini dikenal dengan aksara jawa.
Dengan total 4 deret aksara jawa yang ia ciptakan. Diantaranya yaitu :
1. Ha Na Ca Ra Ka yang artinya Ono Wong Loro atau ada 2 orang.
2. Da Ta Wa Sa Wal yang artinya Podho Kerengan atau mereka berkelahi bersama-
sama.
3. Pa Da Ja Ya Nyha yang artinya Podho Joyone atau mereka sama-sama kuat.
4. Ma Ga Ba Tha Nga yang artinya Merdo Dadi Bathang Lorone atau Maka dari itu,
keduanya sama-sama menjadi bangkai atau sama-sama meninggal dunia.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa di dalam aksara jawa ini terdapat
aksara murda dan aksara swara. Keduanya merupakan huruf khusus yang ada di
dalam aksara jawa. Aksara murda terdiri dari Na Ka Ta Sa Nya Pa Ga dan Ba.
Sedangkan aksara swara terdiri dari A I U E O atau huruf vokal dalam bahasa latin.

Anda mungkin juga menyukai