Anda di halaman 1dari 5

Sumber sejarah Bahasa Kawi terutama berdasarkan piagam-piagam dan prasasti lama.

Sumber tertulis yang paling tua mengenai BahasaKawi (Jawa Kuno) ditemukan di Sukabumi,
sehingga disebut Prasasti Sukabumi. Pada prasti itu terdapat penanggalan sebagai
berikut: "Tahun 726 Saka, Bulan Caitra, hari kesebelas paro terang, hari Haryang, Wage,
Saniscara...". Prof. Dr. P.J. Zoetmulder menyimpulkan berdasarkan prasasti tersebut, bahwa
prasasti Sukabumi di tulis pada tanggal 25 Maret tahun 804 Masehi.
Prasasti Sukabumi merupakan piagam yang pertama memakai Bahasa Jawa Kuno
(Kawi), dan sejak saat itu Bahasa Jawa Kuno dipakai dalam kebanyakan dokumen resmi.
Berdasarkan hal itu maka Prasasti Sukabumi atau tanggal 25 Maret 804 dianggap sebagai
tonggak yang mengawali sejarah Bahasa Jawa Kuno (Bahasa Kawi).
Bukti tertulis lainnya tentang sejarah Bahasa Kawi adalah berupa
naskah Candakarana. Prof Dr. RMG Poerbatjaraka, dalam bukunya Kepustakaan Jawa
menyimpulkan bahwa naskah yang tertua adalah Candakarana. Naskah ini berisi pengetahuan
tentang bagaimana membuat Kakawin (Syair Jawa Kuna) dan daftar kata-kata Kawi (Kamus
Kawi). Naskah ini disebut naskah tertua karena di dalamnya disebut-sebut seorang raja
keturunan Syailendra yang mendirikan Candi Kalasan + tahun 700 Saka atau tahun 778
Masehi.
1.1 Pengertian Bahasa Kawi (Bahasa Jawa Kuna)

Bahasa-bahasa di dunia digolongkan berdasarkan kesamaan yang dimilikinya. Dasar penggolongan


itu bermacam-macam salah satunya adalah penggolongan bahasa berdasarkan penggolongan
genealogi yaitu pembagian yang didasarkan atas asal usul dan sejarah perkembangan yang sama.
Berdasarkan penggolongan genealogi ada bermacam-macam rumpun bahasa yaitu;

Rumpun Indo Eropa: bahasa-bahasa Gerrnan, Keltik, Baltik, Slavia, Albania,


Roman,Yunani, Armenia, Indo – Iran..

Rumpun Semito Hamit: yang terdiri dari bahasa-bahasa Semit dan Hamit.
Rumpun Fino Ugria.
Rumpun Urai Altali.
Rumpun Sino – Tibet.
Rumpun Austria yang terdiri dari:
Bahasa-bahasa Austro -Asia yaitu bahasa-bahasa yang terdapat di daratan
Asia Tenggara misalnya : Bahasa-bahasa Khasi, Nikobar, Mon, Khmer,
Munda, Tsyam, Palaung-Wa, Annam -Moung, dan Semang-Sakai.
Bahasa- bahasa Austronesia: dibagi lagi atas dua bahagian yaitu:
(1) Bahasa-bahasa Indonesia (Nusantara) meliputi bahasa-bahasa Malagasi, Formosa, bahasa-bahasa
di Kepulauan Filipina, Bahasa Melayu, Jawa Bali, Batak, Dayak, Sika, Solor dll.

(2) Bahasa-bahasa Oceania yang meliputi bahasa-bahasa: Melanesia (New Caledonia, Hibrid, Fiji,
Salomon dan Santa Cruz). Polinesia (Maori, Hawai, Tahiti dll).
Bahasa-Bahasa lain di Asia dan Oceania yang tidak termasuk salah satu rumpun di atas misalnya:
bahasa-bahasa Man, Dravida, bahasa Austria, dan Andaman.
Rumpun bahasa Bantu
Rumpun bahasa-bahasa Sudan.
Bahasa-bahasa Koisan: bahasa-bahasa bangsa kerdil di Afrika.
Bahasa-bahasa Amerika Utara antara lain: Algonkin, Irokes, Penutia, Sioux, Uto-Aztek,
Athabascan dan lain-lain.

Bahasa-bahasa Amerika tengah: Maya, Otomi, Mixe-Zoke.


Bahasa-bahasa Amerika Selatan: Arawak, Kairibi, Tupi-Guarani dll
Bahasa Jawa Kuno termasuk rumpun bahasa Nusantara yaitu sub- bagian dari Bahasa-bahasa
Austronesia. Zoutmulder (1985: 8) mengatakan di antara bahasa-bahasa nusantara itu yang secara
kasar meliputi 250 macam bahasa, terdapat beberapa yang kesusastraannya sangat membanggakan
seperti bahasa Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda, Bugis dan Bali. Diantara bahasa-bahasa
itu bahasa Jawa mempunyai kedudukan yang istimewa, karena karya-karya sastranya berasal dari
abad ke-9 dan ke-10.

Bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Jawa Tengahan, dan
Bahasa Baru/ Modern. Istilah Bahasa Jawa Kuno digunakan untuk menyebut Bahasa Jawa yang
paling kuna atau tua. Prof. Dr. P.J. Zoetmulder (1985:: 35) mengatakan bahwa bahasa Jawa Kuno
merupakan bahasa umum selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Berdasarkan
perkiraan para ahli setelah runtuhnya Majapahit orang-orang Majapahit yang tidak mau menganut
agama Islam menyingkir ke daerah pedalaman dan kearah Timur, dan ada sampai di Bali. Mereka
pergi dengan membawa serta naskah-naskah keagamaan, sastra dan lain-lain. Perbauran antara
bahasa Kawi dan Bali terjadi pada saat itu sehingga menimbulkan istilah Bahasa Kawi-Bali (Jawa
Tengahan atau Bali Tengahan). Di Bali bahasa ini digunakan dalam naskah-naskah tutur, usada,
babad, kidung. Semenjak kedatangan agama Islam Bahasa Jawa Kuno berkembang menjadi dua arah
yang berlainan yaitu bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa Modern. Bahasa Jawa Tengahan
memperlihatkan ciri yang erat antara budaya Hindu-Jawa Bali dimana pengaruh India masih tetap
terasa. Karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa tengahan adalah Tantu Pagelaran, Calonarang,
Tantri Kamandaka, Korawasrama, Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Babad Tanah Jawi dll.
Bahasa Jawa Modern ditandai dengan frekuensi penggunaaan bahasa Arab yang menggeser
kedudukan bahasa Sansekerta.

Bahasa Jawa Kuno disebut juga dengan istilah Bahasa Kawi. Kata kawi berasal dari kata kavya
(Sansekerta) yang artinya puisi/ syair, sama dengan Kakawin. Pada mulanya kata kawi ( India) berarti
seorang yang mempunyai pengertian luar biasa, seorang yang bisa melihat hari depan, seorang yang
bijak. Dalam sastra klasik berarti seorang penyair, pencipta atau pengarang (Zoutmulder, 1985: 119-
120). Berdasarkan pengertian ini maka Bahasa Kawi berarti bahasanya pengarang, atau pujangga
(bahasa ragam tulis yang merupakan bagian dari Bahasa Jawa Kuno.

Bahasa Kawi adalah merupakan Bahasa Jawa Kuna yang kata-katanya dipilih oleh para raja Kawi
(pengarang) untuk kesusastraan. Jadi bahasa Kawi hanyalah sebagian saja dari bahasa Jawa Kuno.
Karena itu lebih tepatlah bahwa yang dipergunakan dalam kesusastraan disebut Bahasa Kawi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pengertian Bahasa Kawi yaitu : Bahasa -Jawa Kuno
ragam tulis yang dipergunakan oleh para kawi untuk menampung buah pikirannya. Karya-karya
tersebut sebagian besar adalah warisan Hindu Jawa dari abad ke 9 sampai abad ke 15.

1.2 Sejarah Bahasa Kawi


Sumber sejarah Bahasa Kawi terutama berdasarkan piagam-piagam dan prasasti lama. Sumber
tertulis yang paling tua mengenai BahasaKawi (Jawa Kuno) ditemukan di Sukabumi, sehingga disebut
Prasasti Sukabumi. Pada prasti itu terdapat penanggalan sebagai berikut: “Tahun 726 Saka, Bulan
Caitra, hari kesebelas paro terang, hari Haryang, Wage, Saniscara…”. Prof. Dr. P.J. Zoetmulder
menyimpulkan berdasarkan prasasti tersebut, bahwa prasasti Sukabumi di tulis pada tanggal 25
Maret tahun 804 Masehi.

Prasasti Sukabumi merupakan piagam yang pertama memakai Bahasa Jawa Kuno (Kawi), dan sejak
saat itu Bahasa Jawa Kuno dipakai dalam kebanyakan dokumen resmi. Berdasarkan hal itu maka
Prasasti Sukabumi atau tanggal 25 Maret 804 dianggap sebagai tonggak yang mengawali sejarah
Bahasa Jawa Kuno (Bahasa Kawi).

Bukti tertulis lainnya tentang sejarah Bahasa Kawi adalah berupa naskah Candakarana. Prof Dr. RMG
Poerbatjaraka, dalam bukunya Kepustakaan Jawa menyimpulkan bahwa naskah yang tertua adalah
Candakarana. Naskah ini berisi pengetahuan tentang bagaimana membuat Kakawin (Syair Jawa
Kuna) dan daftar kata-kata Kawi (Kamus Kawi). Naskah ini disebut naskah tertua karena di dalamnya
disebut-sebut seorang raja keturunan Syailendra yang mendirikan Candi Kalasan + tahun 700 Saka
atau tahun 778 Masehi.

Prof. Dr. RMG. Poerbatjaraka mengelompokkan sastra Kawi berdasarkan gaya bahasa, tahun
penulisan dan nama raja yang disebut-sebut menjadi 3 bagian yaitu :

Naskah Jawa Kuna yang tergolong tua (abad 9-11) Nskah ini terdiri dari prosa dan puisi.
prosa:
Candakaraóa
Sang Hyang Kamahayanikan
Brahmãódapurãóa
Agastya Parwa
Uttarakãóða
Ãdiparwa
Kunjarakaróa dll.
Puisi:
Kakawin Rãmãyaóa
Kitab-kitab Jawa Kuna yang bertembang (abad 11-13)
Kakawin Arjunawiwãha
Kakawin Kåûódyana
Kakawin Gaþotkacãúraya
Kakawin Sumanasãntaka
Kakawin Smaradahana
Kakawin Bhomakãwya
Kakawin Bhãratayuddha
Kakawin Hariwangúa
Kitab-kitab Jawa Kuna Yang Tergolong baru (abad 14 sampai runtuhnya
Majapahit).
Kakawin Brahmãódapurãóa
Kakawin Kunjarakaróa
Kakawin Nãrakrþãgama
Kakawin Arjunawijaya
Kakawin Sutasoma
Kakawin Pãrthayajna
Kakawin Nitiúãstra
Kakawin Nirartha Prakerta
Kakawin Dharmaúunya
Kakawin Hariúraya
Wayan Simpen AB. dalam bukunya Riwayat Kesusastraan Jawa Kuna mengklasifikasikan
kesusastraan Kawi atas lima bagian sebagai berikut:

Zaman sebelum abad ke-9 (Zaman prasejarah sastra Kawi)


Kehidupan bersastra pada zaman sebelum abad ke-9 diduga zaman karya sastra Jawa Kuna lisan.
Cerita-cerita diwariskan secara lisan

Zaman Mataram
Zaman ini mulai abad ke 9 -10, yaitu zaman memerintahnya Mpu Sindok (tahun 925-962 Masehi), di
Mataram sampai zaman Raja Dharwangsa Teguh (tahun 991-1007 Masehi). Pada masa ini lahir karya
sastra prosa dan Kakawin Rãmãyana.

Zaman Kediri
Dimulai dari bertahtanya raja Kediri Prabu Airlangga (1019- 1049) masehi sampai masa
pemerintahan raja Kertanegara (1268- 1292) Masehi di Singasari. Karya sastra Kawi yang lahir pada
masa ini adalah karya sastra yang tergolong bertembang.

Zaman Majapahit I
Periode ini diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit (1239 Masehi) sampai kerajaan mencapai
puncak keemasannya yaitu masa bertahtanya Hayam Wuruk (1350-1389 Masehi). Karya sastra Kawi
yang lahir pada masa ini adalah Brahmãódapurãóa, Sutasoma, dan Pãrthayajna.

Zaman Majapahit II
Zaman ini mulai dari bertahtanya Wikrama Wardana (1389-1482 Masehi) sampai runtuhnya
kerajaan Majapahit (1518 Masehi). Karya-karya yang lahir pada periode ini antara lain: Kakawin
Nitiúãstra, Nirartha Prakerta,

Dharmaúunya, Hariúraya.

Pada zaman peralihan (abad ke-16) disebut-sebut seorang pujangga keraton Majapahit yang gemar
mengembara di pesisir pantai dan di gunung-gunung (nyagara -giri). Beliau adalah Dang Hyang
Nirartha. Pada tahun 1489 Masehi beliau pindah ke Bali. Bekas-bekas pesanggrahan beliau kini
menjadi tempat suci (pura ) di Bali yaitu : Pura Purancak, Rambut Siwi, Tanah Lot, Peti Tenget,
Uluwatu, Nusa Dua, Sakenan, Masceti, Air Jeruk, Batu Klotok. Di tempat-tempat ini beliau menikmati
keindahan, dan menciptakan karya sastra. Karya sastra beliau antara lain: Kidung Rasmi Sancaya,
Edan Lalangon, Kakawin Anyang Nirartha, Kakawin Mayadanawantaka, Kakawin Nirarta Prakerta,
Nitisastra, Dharma Sunya.

Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit Kesusastraan Kawi berkembang di Bali, yaitu pada zaman
Kerajaan Gelgel dengan rajanya yang bertahta pada saat itu Raja Waturenggong. Di Bali sastra Kawi
mendapat tempat istimewa di kalangan pecinta sastra. Mereka yang tergabung dalam sekaa
Mabebasan atau sekaa Makakawin dan Pasantian dengan tekun membaca, memahami dan
mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka menciptakan karya-karya
sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah ada sebataudandengan tekun membaca,
memahami dan mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka menciptakan
karya-karya sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah adaebataudandengan tekun
membaca, memahami dan mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka
menciptakan karya-karya sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah adaelumnya.
Sistem pendidikan tradisional ini dikenal dengan istilah malajah sambilang magending atau
magending sambilang malajah. Ada Dua tokoh terkenal yang lahir dari sistem tradisional ini yaitu:

Ida Padanda Made Sidemen (Wafat th 1984) dengan karya sastranya antara lain: Purwadigama
(Siwagama), Kakawin Gayadijaya (Kakawin Cantaka, Kakawin Candra Bherawa (Kakawin
Dharmawijaya), Kakawin Singhalayangyala, Kakawin Kalpasanghara, Kidung Pisaca Harana, Geguritan
Panitip, dll.
Ida Ketut Jelantik (wafat tanggal 18 -November 1961). Karya-karya beliau adalah; Geguritan lokika,
Geguritan Sucita Subudi, Geguritan Bhagawadgita, Satua Men Tingkes, Sebuah Kitab Tattwa (Filsafat)
yaitu Aji Sangkya. Kitab ini merupakan ringkasan dari ajaran Siwa Tattwa yang tertuang dalam lontar-
lontar yang tersimpan di Bali

Anda mungkin juga menyukai