Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa daerah merupakan bahasa yang perlu dipelajari, supaya kita sebagai
calon guru Madrasah Ibtidaiyah (MI), jika dituntut untuk mengisi pelajaran Bahasa
Daerah mampu melaksanakannya dengan baik. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang
mayoritas dipakai di beberapa daerah di Jawa Timur.
Bahasa Jawa khususnya mengenai Sastra Jawa sampai dengan saat ini belum
banyak dipahami secara luas oleh masyarakat dan guru. Menurut banyak orang, Sastra
Jawa itu identik dengan Bahasa Jawa, padahal tidaklah demikian. Sastra Jawa memang
erat kaitannya dengan Bahasa Jawa tetapi Sastra Jawa tidak sekedar Bahasa Jawa.
Studi Sastra Jawa merupakan dunia yang sangat luas, yang menantang kita para calon
guru untuk mempelajari Sastra Jawa. Maka dari itu dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai Kasusastraan Jawa.

Dunia Sastra Jawa sampai dengan saat ini belum banyak dipahami masyarakat.
Dan Mahasiswa mungkin juga belum sepenuhnya mengetahui seberapa luas dunia
sastra kita. Menurut banyak orang, Sastra Jawa itu identik dengan Bahasa Jawa,
padahal tidaklah demikian.
Sastra Jawa memang erat kaitannya dengan bahasa Jawa tetapi Sastra Jawa
tidak sekedar Bahasa Jawa. Studi Sastra Jawa dengan demikian tidak hanya studi
tentang Bahasa Jawa. Studi Sastra Jawa merupakan dunia yang sangat luas, yang
menantang kita, para peneliti dan calon peneliti untuk segera menggarapnya.
Seberapa luas Sastra Jawa itu, kita bicarakan pada bagian berikut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian Kesusastraan?
2. Apa macam-macam Kesusastraan Jawa?
3. Apa contoh-contoh dari macam-macam Kesusastraan Jawa?
2

1. Apa pengertian dari Sastra Jawa


2. Apa yang membedakan Sastra Jawa dengan sastra yang lain ?
3. Apa saja jenis-jenis Sastra Jawa dan pembagiannya ?
4. Apa saja pembagian Kasusastraan Jawa dan contohnnya ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami tentang pengertian Kesusastraan.
2. Memahami tentang macam-macam Kesusastraan Jawa.
3. Memahami contoh-contoh dari macam-macam Kesusastraan Jawa.

1. Sebagai bentuk penyelesaian tugas mata kuliah Bahasa Daerah.


2. Untuk menjelaskan pengertian dari Sastra Jawa.
3. Untuk menjelaskan apa yang membedakan Sastra Jawa dengan sastra yang
lain.
4. Untuk menjelaskan jenis-jenis Sastra Jawa dan pembagiannya.
5. Untuk mengetahui pembagian Kasusastraan Jawa dan contohnnya.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sastra Jawa


Kesusastraan berasal dari kata ke-susastra-an, susastra berasal dari akar kata
sastra, sastra berasal dari akar kata sas artinya ajar dan tra artinya alat.Sastra berarti
alat belajar. Su awalan yang berarti baik, bagus, dan indah. Kesusastraan yaitu segala
hasil cipta manusia dengan bahasa sebagai alatnya yang indah dan baik isinya,
sehingga dapat meningkatkan budi pekerti manusia. Kesusastraan berupa karangan
seperti pantun, puisi, pribahasa dan lain-lain.

A. Pengertian Sastra Jawa


Sastra atau Karya Sastra adalah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai
media. Kita mengenal banyak jenis karya seni. Lukisan adalah karya seni yang
menggunakan garis dan warna sebagai media. Patung adalah karya seni yang
menggunakan bentuk sebagai media. Lagu adalah karya seni yang menggunakan
titi nada sebagai media. Berbeda dengan lukisan, patung, dan lagu, Sastra
menggunakan bahasa sebagai media ekspresinya. Kalau kita berpijak pada
pengertian Sastra tersebut, maka yang dimaksud dengan Sastra Jawa adalah karya
seni yang menggunakan Bahasa Jawa sebagai media.
Di dalam pengertian Sastra terdapat empat komponen yang saling
berhubungan. Ke empat komponen tersebut adalah karya (sastra), penulis,
pembaca, dan realitas (dunia). Karya sastra merupakan komponen pokok dan
pusat di antara ketiga komponen yang lain. Jika tidak ada karya sastra tidak akan
ada komponen yang lain. Karya Sastra biasanya berbentuk prosa, puisi, dan
drama; lisan dan tulis.
Penulis adalah manusia penghasil karya sastra. Penulis karya sastra disebut
dengan berbagai istilah, misalnya Kawi, pujangga, penggurit, novelis, sastrawan.
Di dalam komponen penulis dapat pula diamati tentang proses kreatif yang
berbeda-beda dari zaman ke zaman. Istilah Penulis sebenarnya memiliki
4

pengertian Pengarang/Pencipta; sehingga termuat juga para pencipta sastra lisan,


bukan hanya sastra tulis saja.
Pembaca adalah manusia penikmat karya sastra. Dalam hubungan antara
karya dengan pembaca terdapat proses resepsi/tanggapan/tafsir/pemaknaan. Pada
komponen ini termasuk juga hasil proses pembacaan/mendengarkan; yang bisa
berupa kritik atau pun karya baru.
Komponen yang ke empat, realitas dunia. Ini merupakan tempat hidup ketiga
komponen sebelumnya. Penulis hidup di dunia, ia mendapat inspirasi dari dunia
pula. Karya sastra menceritakan orang-orang yang hidup dalam dunia, maka karya
sastra juga mencerminkan realitas dunia. Pembaca juga memerlukan pengetahuan
tentang dunia untuk dapat memahami karya sastra yang dibacanya.
Karya Sastra adalah benda budaya, karena ia diciptakan oleh manusia, hasil
sentuhan tangan manusia. Sebagai benda budaya karya sastra memuat ide/gagasan
penciptanya, sedangkan gagasan pokok dalam sastra adalah kemanusiaan.

B. Perbedaan Sastra Jawa dengan yang lain


Hal yang membedakan antara Sastra Jawa dengan sastra yang lain adalah pada
penggunaan Bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki sejarah yang sangat panjang,
yakni sejak zaman kuna hingga saat ini. Oleh karena itu Bahasa Jawa dapat
dibedakan berdasarkan kesejarahannya. Sejalan dengan itu maka Sastra Jawa juga
dapat dipilah-pilah sesuai dengan perkembangan historis Bahasa Jawa.
Selain itu, karena sastra berbicara tentang manusia dan kemanusiaan, maka
sastra juga memuat seluruh aspek hidup manusia. Oleh karena itu terdapat
berbagai kategori/jenis sastra, maka Sastra Jawa juga dapat digolongkan
berdasarkan jenisnya.

C. Jenis Sastra Jawa


1. Berdasarkan Bahasa
Berdasarkan Bahasa Jawa yang digunakan, Sastra Jawa dapat dibedakan
menjadi Sastra Jawa Kuna, Sastra Jawa Tengahan, Sastra Jawa Baru, dan Sastra
Jawa modern.
a. Sastra Jawa Kuna
5

Sebagian besar Sastra Jawa Kuna berbentuk Kakawin (puisi) yang


menggunakan metrum India, tetapi terdapat juga yang berbentuk Parwa
(prosa). Bahasa Jawa Kuna sering disebut sebagai Bahasa Kawi, akan tetapi
sebutan Bahasa Kawi bagi Bahasa Jawa Kuna tidaklah tepat. Bahasa Kawi
hanya berarti bahasa para Kawi, yakni para penulis Kakawin, akan tetapi
Bahasa Jawa Kuna tidak hanya digunakan dalam Kakawin saja. Parwa juga
menggunakan Bahasa Jawa Kuna, sehingga sebutan Bahasa Kawi lalu menjadi
terlalu sempit. Memang pernah ada penggunaan istilah Bahasa Parwa, tetapi
sebagaimana sebutan Bahasa Kawi, sebutan Bahasa Parwa juga terlalu sempit,
hanya mencakup sebagian saja, tidak mencakup semuanya.
Sastra Jawa Kuna hidup pada abad IX- XVII, atau pada masa kejayaan
kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, yakni sejak Mataram Hindu sampai Majapahit.
b. Sastra Jawa Tengahan
Bahasa Jawa Tengahan digunakan sekitar abad XVI, atau pada masa
akhir Majapahit sampai dengan masuknya Islam ke Jawa. Karya Sastra
Jawa Tengahan sebagian besar dalam bentuk Kidung (Puisi). Berbeda
dengan Kakawin yang menggunakan metrum India, Kidung menggunakan
metrum Jawa.
c. Sastra Jawa Baru
Penggunaan Bahasa Jawa Baru sejak masuknya Islam ke Jawa, dan
semakin berkembang saat Kerajaan Demak berkuasa. Berbeda dengan
Sastra Jawa Kuna dan Sastra Jawa Tengahan yang tidak menyisakan sastra
lisan, Sastra Jawa Baru masih meninggalkan sastra dalam bentuk lisan.
Sastra Lisan kebanyakan berkembang dalam tradisi masyarakat lokal
bersama folklor (adat istiadat) setempat. Sastra Lisan ini sering juga
disebut sebagai Cerita Rakyat.
Sastra Jawa Baru yang tertulis juga sering disebut Sastra Kapujanggan.
Disebut demikian karena sastra ini kebanyakan ditulis oleh para pujangga
kerajaan.
d. Sastra Jawa Modern
R.Ng. Ranggawarsita dikenal sebagai pujangga terakhir Sastra Jawa.
Setelah kematiannya berkembanglah Sastra Jawa Modern. Kemunculan
6

Sastra Jawa Modern bersamaan dengan munculnya penerbit dan surat


kabar, seperti Penerbit Balai Pustaka (1917), Surat Khabar Bromartani
(1885), Surat Khabar Retnodumilah (1895), Surat Khabar Budi Utomo
(1920) dan lain-lain.
Tokoh Sastra yang muncul pada masa ini adalah Ki Padmosusastra, yang
oleh Imam Supardi dijuluki “Wong mardika kang kang marsudi kasusastran
Jawa” (Suripan, 1975: 8). Ki Padmosusastra lebih banyak menulis prosa daripada
puisi (tembang).

2. Berdasarkan Kategori Isi


D. Jenis Sastra Jawa
3. Berdasarkan Kategori Isi
Karya sastra jawa dibagi pinten-pinten kategori dados:
a. Sejarah
Teks sejarah wonten katah macem abad seng nyritakake peristiwa sejarah
lan legendaris, milai penciptaan dunia lantos perang dunia kaping 1.
b. Silsilah
Katah sejarah seng isinne ngandung penjabaran silsilah Raja Jawa. Dateng
bagian niki, katah naskah kang eksplisit fokus dateng silsilah kang masuk.
c. Hukum
Isi teks mbahas hukum, peraturan lan adat-istiadat ing kraton jawa.
d. Bab Wayang
Teks sing masuk kategori “wayang” iki akehe di karang ing njerone bentuk
prosa lan isine pekem (ringkes utowo lengkap)gawe lakon-lakon wayang
purwa, mmadya, golek, gedhog, wong. Kategori iki melbu kategori ruwat,
pedhalangan lan pembuatan wayang.
e. Sastra Wayang
teks iki saduran langsung saking pakem wayang, di garap ing bentuk
tembang macepat.
f. Sastra
Kategori iki sing paling luas antarane kategori sing di dhamel, lan paling
angel di jabarne, kasare, kabeh crito, sing di ubah ing bentuk prosa utowo
7

puisi, sing nyritakake peristiwa sing mboten di anggap dhamel peristiwa


sejarah, iki sing tergolong teng mriku.
g. Piwulang
Teks sing maringi ajaran tiang saleh, suci lan bijaksana. Sebagian
mentingake keislaman ing njerone ajaran, tapi sebagian mentingake
kejawen. Iku termasuk sastra suluk.
h. Islam
Teks mbahas fiqih, syarat lan hukum islam, teks turunan teks kitab suci Al-
quran. Akehe teks iki ditulis saka huruf arab lan pegong.
i. Primbon
Macem teks sing mbahas kemujuran lan kemalangan sing landesane ilmu-
ilmu, tradisional, termasuk buku petangan, pawukon, impen.
j. Bahasa
Teks bahasa lan kesusastraan jawa, terutama jenis kamus. Enggih meniko
wonten tembang, aksara jawa, cendrasengkala, daftar sinonim, wangsulan.
k. Musik
Notasi gendhing jawa saka surakarta lan yogyakarta, lan catetan-catetan
lain sing mbahas dunia gamelan.
l. Tari-tarian
Teks mbahas seni tari jawa lan kelengkapane, termasuk tari wireng, tayub,
bondhan, kridharini, srimpi, lan bedhaya.
m. Adat-istiadat
Teks macem-maceme kebiasaan lan kerajinan ing jawa, mbuh menawi niku
ing kalangan rakyat cilik utowo kraton, termasuk carane klamben,
songsong, dolanan, sopan santun ing dhalem istana, sadranan, keris lan
para empu, kaweruh kalang, upacara.

B. Kasusastraan Jawa
a) Paribasan - Bebasan – Saloka - Sanepan
8

Paribasan yaiku ukara/unen-unen sing tegese wantah dudu pepindhan.1


Tuladha :
1. Adigang, adigung, adiguna
 Wong sing ngendelake kekuwatan, kaluhuran, lan kapinterane.
2. Becik ketitik ala ketara
 Becik ala bakal ketara ing tembe burine.
3. Cincing-cincing meksa klebus
 rekane arep ngirit nanging meksa entek akeh.
4. Criwis cawis
 Akeh alesan nanging gelem nindakake.
5. Dahwen ati open
 Nyacad nanging duwe pamrih.
Babasan yaiku unen-unen ajeg panggone ngemu surasa pepindan kang
dipindahake sifate utawa kahanane wong.2
Tuladha :
1. Adol lenga kari busik
 Andum barang marang wong liya nanging awake dhewe malah ora keduman.
2. Aji godhong jati aking(garing)
 Asor banget, ora ana ajine.
3. Ancik-ancik pucuking eri
 Uripe tansah kuwatir.
4. Anggenthong umos
 Ora bisa nyimpen wadi.
5. Angon ulat ngumbar tangan
 Ngulatake kahanan jalaran arep gelem rekasane.
Saloka inggih punikamenowo lereging teges magepokan karo seng disemoni
disanepani, utawa dipindhakake.3
Tuladha :
1. Asu belang kalung wang

1
G. Setyo Nugraha, M. Abi Tofani, Gagrag Anyar basa Jawi Pepak, (Surabaya:Pustaka Agung
Harapan). 85-94.
2
G. Setyo Nugraha, M. Abi Tofani, Buku Pinter Basa jawa, (Surabaya: Kartika)103.
3
Daryanto,Kawruh Basa Jawa pepak, (Surabaya:Apollo Lestari,1999).122.
9

 Wong ala (asor) ananging sugih bandha.


2. Asu gedhe menang kerahe
 Wong sing gedhe pangkate mesthi luweh gedhe panguwasane.
3. Ati bengkong oleh oncong
 Duwe niat ala , ana sing nyarujuki, oleh dalan.
4. Baladewa ilang kapite
 Ilang kaluhurane.
5. Bathok bolu isi madu
 Wong asor nanging sugih kapinteran.
Sanepan yaiku unen-unen sing ngemu tegese kosok balen.4
Tuladha:

1. Abang dluwang (Putih/pucet banget)


2. Abot Kapuk (Entheng banget)
3. Amba godhong kelor (Ciyut banget)
4. Antheng kitiran (Polah ora karu-karuan)
5. Arang kranjang (Kerep banget)

PARIBASAN

Paribasan adalah ucapan singkat mengandung makna arti yang dapat di


jelaskan lebih luas. Ungkapan atau ucapan ini telah menjadi milik masyarakat
pemakainya dan tidak diketahui lagi siapa penciptanya semula. Serta memiliki
nilai-nilai etika yang digunakan masyarakat tersebut dan bersifat denotasi.

Paribasan dibagi menjadi dua yaitu:

a. BEBASAN

Bebasan adalah ungkapan yang tetap penggunaannya, bermakna kias, serta


menggunakan perbandingan atau penggambaran. Yang digambarkan disini
adalah keadaan atau sifat manusia.

b. SALOKA

4
Hendra Prayetna-M. Abi Tofani, Buku Pinter Basa Jawa Pepak, (Surabaya: Karya Utama).120.
10

Saloka adalah ungkapan yang tetap penggunaannya, mempunyai makna


kias serat mengandung pengertian persamaan, yang disamakan disini
adalah orangnya dengan menggunakan penggambaran hewan, barang atau
keadaan.

PARIBASAN, BEBASAN, LAN SALOKA


6. Adigang, adigung, adiguna
 Wong sing ngendelake kekuwatan, kaluhuran, lan kapinterane
7. Adhang-adhang tetesing embun
 Njagakake barang mung saolehe bae
8. Aji godhong garing
 Barang kang ora nduwe aji babar pisan
9. Ana catur mungkur
 Ora gelem ngrungokake rerasan sing ora becik
10. Ana dhaulate ora ana begjane
 Wis arep nemu kabegjan nanging ora sida
11. Ana gula ana semut
 Panggonan sing ngrejekeni mesthi akeh sing nekani
12. Anak polah bapa kepradah
 Wong tuwa nemu reribed amarga saka polahe anak
13. Ancik-ancik pucuking eri
 Wong kang tansah sumelang yen keluputan
14. Anggutuk lor kena kidul
 Ngangkah marang sawijining wong katibak ake marang wong liya
15. Angon mangsa
 Golek wektu sing prayoga
16. Angon ulat ngumbar tangan
 nyawang kahanan arep nglimpe
17. Arep jamure emoh watange
 Gelem kepenake ora gelem rekasane
18. Asu arebut balung
11

 Padu rebutan barang sepele


19. Asu gedhe menang kerahe
 Wong sing gedhe pangkate mesthi luweh gedhe panguwasane
20. Asu marani gepuk
 Njarak marani bebaya
21. Ati bengkong oleh oncong
 Duwe niyat ala oleh dalan
22. Baladewa ilang kapite
 Ilang kaluhurane
23. Banyu pinerang
 Pasulayane sedulur mesthi enggal pulihe
24. Bathang lelaku
 Wong lelungan ngambah pangonan sing mbebayani
25. Bathok bolu isi madu
 Wong asor nanging sugih kapinteran
26. Bebek mungsuh mliwis
 Wong pinter mungsuh wong pinter
27. Becik ketitik ala ketara
 Becik ala bakal ketara ing tembe burine
28. Belo melu seton
 Mung melu-melu bae ora ngerti karepe
29. Beras wutah ora muleh marang takere
 Samu barang kang wis owah arang bisa pulih kaya maune
30. Mbidung apirowang
 Arep grewangi malah ngrusuhi
31. Blaba wuda
 Saking lomane nganti uripe kacingkrangan
32. Blilu tau pinter durung nglakoni
 Senajan durung mangerti nanginh wis bisa nglakoni
33. Bubuk oleh leng
 Duwe niyat ala oleh dalan
12

34. Buru uceng kelangan dheleg


 Mburu barang sepele kelangan barang sing aji
35. Busuk ketekuk pinter keblinger
 Bodho lan pinter padha dene nemoni cilaka
36. Mbuwang tilas
 Nutupi patrape ethok-ethok nyambut gawe liya
37. Bung pring petung
 Bocah sing gelis gedhe
38. Buntel kadhut ora nginang ora udud
 Wong nyambut gawe borongan, ora oleh mangan lan rokok
39. Car-cor kaya kurang janganan
 Guneman waton metu tanpa dipikir dhisik
40. Cathok gawel
 Ora diajak rembungan nanging melu-melu ngrembung
41. Cebol nggayuh lintang
 Duwe kekarepan sing mokal bakal kelakon
42. Cecak nguntal empyak
 Gegayuhan sing ora timbang karo kekuwatane
43. Cedhak celeng boloten ( cedhak kebo gupak )
 Cedhak karo wong ala njalari katut ala
44. Cincing-cincing meksa klebus
 rekane arep ngirit nanging meksa entek akeh
45. Ciri wanci lelai ginawa mati
 Pakulinan ilange menawa wis mati
46. Criwis cawis
 Akeh alesan nanging gelem nindakake
47. Cuplak andheng-andheng ora prenah panggonane bakal disingkirake
 Samubarang kang njalari ala prayogane disingkirake
48. Dadia suket suthik nyenggut
 Emoh sapa aruh
49. Dahwen ati open
13

 Nacad sejatine melik


50. Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang
 Ala diunakake apik, apik diunakake ala
51. Desa mawa cara, Negara mawa tata
 Saben panggonan duwe cara dhewe-dhewe
52. Dhemit ora ndulit setan ora doyan
 Tansah ginanjar slamet, ora ana recibed
53. Digarokake dilukokake
 Dikon nyambut gawe abot
54. Dikena iwake aja ganti buthek banyune
 Bisa kaleksanan karepe tanpa gawe gendra
55. Dipalangana mlumpat, ditalenana medhot
 Ora kena dipenggak
56. Diwenehi ati ngrogoh rempela
 Diwenehi sethithik njaluk sing akeh
57. Dom samurup ing banyu
 Laku samar
58. Dudu berase ditumpurake
 Nyambungi guneme liyan nanging ora gathuk
59. Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan
 Senajan wong liya, yen ana rekasane melu ngerasakake
60. Dudutan lan anculan
 Padha kethikan, sing siji api-api ora ngerti
61. Durung ilang puput lempuyange
 Dipadhakake bocah cilik, durung dianggep diwasa
62. Eman-eman ora keduman
 Rekane welas nanging rugi
63. Emban cidhe emban siladan
 Siji lan sijine ora padha pangrengkuhe ( ora adil )
64. Embat-embat clarat
 Nyambut gawe sing ngati-ati banget
65. Emprit abuntut bedhug.
14

 Prakara sepele dadi gedhe


66. Endhas gundhul dikepeti.
 Wis kepenak ditambahi luwih kepenak maneh
67. Endhas pethak ketiban empyak.
 Nemahi kasusahan bola-bali
68. Enggon welud didoli udhet
 Panggonane wong pinter, dipameri kapinteran
69. Entek golek kurang amek
 Olehe ngenen-uneni sakatoge
70. Entek jarake
 Entek kasugihane
71. Esuk dhele sore tempe
 Ora teteg atine ( mencla-mencle )
72. Gagak nganggo laring merak
 Wong asor duwe tumindak kaya wong luhur
73. Gajah aligan suket teki
 Lair karo batine beda banget, mesthi bakal ketara
74. Nggajah elar
 Sarwa gedhe lan santosa kekarepane
75. Gajah ngidak rapah
 Wong sing nrajang wewalere dhewe
76. Gajah tumbuk, kancil mati tengah
 Wong gedhe padha padudon, wong cilik sing sengsara
77. Garang garing
 Umuk sugih nanging sejatine kacingkrangan
78. Gawe luwangan, ngurungi luwangan
 Golek utang kanggo nyaur utang
79. Nggayuh-nggayuh luput
 Samubarang sing dijangka ora kaleksanan
80. Genthong umos
 Ora bisa nyimpen wadi
81. Giri lusi janma tan kena ingina
15

 Ora ken angina marang wong liya


82. Gliyak-gliyak tumindak sareh pakoleh
 Alon-alon olehe tumindak, nanging kaleksanan sedyane
83. Golek banyu bening
 Golek pitutur sing becik
84. Golek-golek ketanggor wong luru-luru
 Karepe arep golek-golek malah dijaluki
85. Golek uceng kelangan dheleg
 Golek sethithik malah kelangan akeh
86. Gong lumaku tinabuh
 Wong kang kumudu-kudu ditakoni
87. Gumembrang ora adang
 Entek-entekan, wis ora ana babar pisan
88. Gupak pulut ora mangan nangkane
 Melu rekasae ora melu kepenake
89. Idu didilat maneh
 Njabel gunem sing wis kawetu
90. Iwak klebu ing wuwu
 Kena apus sarana gampang banget
91. Njagakake endhoke si blorok
 Njagakake barang sing durung mesthi
92. Njajah desa milang kori
 Lelungan menyang ngendi-endi
93. Jalma angkara mati murka
 Nemu bilahi jalaran saka murka
94. Jalukan ora wewehan
 Seneng njaluk nanging ora gelem weweh
95. Jaran krubuhan empyak
 Wong sing wis kapok banget
96. Jarit luwas ing sampiran
 Wong duwe kapinteran nanging ora digunakake
97. Jati ketlubusan ruyung
16

 Golongane wong becik kalebon wong ala


98. Jer basuki mawa beya
 Kabeh gegayuhan mbutuhake wragad
99. Njujul wuwul
 Prakara sing ngundhak-undhaki rekasa
100. Njunjuing ngentebake
 Ngalembana nanging niyate ngasorake
101. Kacang mangsa ninggala lanjaran
 Kelakuane anak akeh-akehe niru wong tuwane
102. Kadang konang
 Ngakoni sudulur mung karo sing sugih-sugih
103. Kakehan gludhug kurang udan
 Kakehan omong nanging ora ana buktine
104. Kalah cacak menang cacak
 Embuh kalah embuh menang wani nyoba
105. Kandhang langit kemul mega
 Wong sing ora nduwe papan panggonan
106. Karubyung kabotan pinjung sarwa
 Wong wadon iku anane ribed
107. Katepang ngrangsang gunung
 Kegedhen pajangka mokal bokal kelakon
108. Katon cempaka sewakul
 Disenengi wong akeh
109. Kaya banyu karo lenga
 Paseduluran sing ora bisa rukun
110. Kaya dhayang oleh kedhung
 Nglakoni gawean sing cocok karo atine
111. Kaya wedhus diumbar ing kacangan
 Kesenengan amarga nemoni apa sing dibutuhake
112. Kebat kliwat gancang pincang
 Yen tumindak sarwa kesusu asile ora becik
113. Kebanjiran segara madu
17

 nemoni kabegjan sing gedhe banget


114. Kebo ilang tombok kandhang
 Wis kelangan isih tombok maneh
115. Kebo bule mati setra
 Wong pinter nanging ora ana sing mbutuhake
116. Kebo kabotan sungu
 Wong tuwa sing rekasa amarga kakehan anak
117. Kebo lumumpat ing palang
 Ngadili prekara orang nganggo wewaton
118. Kebo muleh menyang kandhange
 Wong lungo bali maneh menyang asale
119. Kebo nusu gudel
 Wong tuwa njaluk wuruk marang wong enom
120. Kegedhen empyak kurang cagak
 Kegedhen kekarepan nanging ora sembada
121. Kejugrugan gunung menyan
 Nemu kabegjan gedhe banget
122. Kekudhung walulang macan
 Ngapusi wong sarana njaluk tulung marang wong sing dipercaya
dening wong diapusi mau
123. Kelacak kepathak
 Wis ora bisa selak amarga kabukten
124. Kemladheyan ngajak sempal
 Wong manut marakake rusak
125. Kena iwake aja buthek banyune
 Bisa kelakon kekarepane nanging ora gawe rame
126. Kendel ngringkel dhadhag ora godag
 Ngakune kendel lan pinter jebule jirih tur bodho
127. Kencana katon wingka
 Senajan apik tetep ora seneng
128. Kenes ora ethes
 Sugih nanging bodhoh
18

129. Keplok ora tombok


 Melu seneng nanging ora wragad
130. Kere munggah bale
 Wong asor didadekake wong mulya
131. Kere nemoni malem
 Wong kang bedhigasan
132. Kerot ora nduwe untu
 Duwe kekarepan nanging ora duwe wragad
133. Karubuhan gunung
 Nemoni kasusahan sing gedhe banget
134. Kesandhung ing rata, kebenthus ing tawang
 Nemu bebaya sing ora dinyana-nyana
135. Ketepang ngrangsang gunung
 Njangka prakara sing mokal kelakone
136. Ketiban awu anget
 Ora ngerti apa-apa didakwa
137. Ketula-tula ketali
 Tansah nandhang rekasa
138. Kethek saranggon
 Wong ala sagrombolan
139. Klenthing wadhah masin
 Wong sing kulina laku ala, senajan dimareni kala mangsane isih
nglakoni ala
140. Kleyang kabur kanginan
 Wong urip sing kalunta-lunta
141. Kongsi jambul uwanan
 Nganti tuwa banget
142. Krokot ing galeng
 Wong sing mlarat banget
143. Kriwikan dadi grojogan
 Prakara cilik dadi gedhe
144. Kumenthus ora pecus
19

 Doyan umuk nanging ora sembada


145. Kuncung nganti gelung
 Suwe banget ora netepi janji
146. Kurung munggah lumbung
 Batur dipek bojo bendrana
147. Kutuk gendhong kemiri
 Nyandhang sarwa aji ngliwati papan sing gawat
148. Kutuk marani sunduk
 Njarak marang bebaya
149. Ladak kecangklak
 Wong angkuh nemahi cilaka amarga polahe dhewe
150. Lahang koroban manis
 Rupa bagus ( ayu ) tur luhur bebudene
151. Lambe satumang kari samerang
 Aweh pitutur bola-bali ora digape
152. Lanang kemangi
 Wong lanang sing jirih
153. Legan golek momongan
 Wong seng kepenak golek rekasa
154. Lumpuh ngideri jagad
 Duwe kekarepan sing mokal kelakone
155. Madu balung tanpa isi
 Padudon amarga barang sepele
156. Maju tatu mundur ajur
 Kabeh budidayane ora kasil
157. Matang tuna numbak luput
 Tansah luput kekarepane
158. Meneng widara uleran
 Wong sing laire katon anteng nanging ala atine
159. Menthung koja kena sembagine
 Karepe ngapusi malah kapusan
160. Merangi tatal
20

 Mentahake rembung sing wis dadi


161. Mikul dhuwur mendhem jerro
 Njunjung drajade wong tuwa
162. Milih-milih tebu oleh boleng
 Amarga kakehan pilihan wusanane oleh sing ala
163. Mrojol selaning garu
 Kalis ing sambekala
164. Mubra-mubru blabur madu
 Sarwa kacukupan
165. Nabok nyilih tangan
 Nindakake tumindak ala sarana kongkonan
166. Nambong laku
 Ethok-ethok ora ngerti
167. Nucuk ngiberake
 Disuguh mulihe mbrekat
168. Nututi layangan pedhot
 Ngupaya barang sepele sing wis ilang
169. Ngagar metu kawul
 Ngojok-ojoki supaya dadi pasulayan
170. Ngalasake Negara
 Ora manut pranatan negara
171. Ngalem legining gula
 Nyebut kaluwihane wong liya
172. Ngaturake kidang lumayu
 Nuduhake gegayuhan sing angel kecekel
173. Ngemut legining gula
 Bareng karasa kepenak lali marang asale
174. Ngenteni timbule watu item
 Ngenteni barang sing tangeh kelakon
175. Nglungguhi klasa gumelar
 Nemu kepenake tanpa melu rekasane
176. Ngontragage gunung
21

 Wong asor bisa ngalahake wong luhur


177. Ngunthik-uthik
 Gawe nesune wong
178. Nguyahi segara
 Tandang gawe sing muspra
179. Nyagoni kawula minggat
 Ndandani barang sing pijer rusak
180. Nyolong pethek
 Ora dinyana-nyana
181. Nyungghi lumping kentheng
 Munggah drajade nanging ora ana pametuhe
182. Obah ngarep kobet mburi
 Solah bawane wong gedhe dadi panutane wong cilik
183. Opor bebek mentas awak dhewek
 Mentas saka rekadayane dhewe
184. Othak-athik didudut angel
 Rembuge sajake kepenak bareng ditenani jebul angel
185. Ora ana banyu mili mendhuwur
 Watake anak mesthi niru wong tuwane
186. Ora ana kukus tanpa geni
 Ora ana sebab tanpa musabab
187. Ora ganja ora unus
 Ala samubarange
188. Ora ngerti kenthang kimpule
 Ora ngerti jalarange prekara
189. Ora mambu enthong irus
 Dudu sanak dudu kadang
190. Ora tenbung ora lawung
 Njupuk barang tanpa nembung dhisik
191. Ora uwur ora sembur
 Ora gelem cawe-cawe sethithika bae
192. Pager mangan tanduran
22

 Dipercaya malah ngerusak


193. Pandengan karo srengenge
 Mungsuh karo wong kuwasa
194. Pandhitaning antake
 Laire suci, nanging batine reged
195. Pitik trondhol diumbar ing padaringan
 Wong ala dipasrahi tunggu barang aji
196. Petruk tunggu bara
 Dipasrahi sing dadi kesenengane
197. Pupur sawise banjut
 Ngati-ati sawise kebacut kelakon
198. Rampek-rampek kethek
 Nyedhak-nyedhak mung arep gawe kapitunan
199. Rawe-rawe rantas malang-malang putung
 Kabeh sing ngalang-alangi disingkirake
200. Rebut balung tanpa isi, rebut kemiri kopong
 Padudon rebutan barang sepele
201. Rindhik asu digithik
 Dikongkon ngelakoni gaweyan sing cocok karo kekarepane
202. Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah
 Kerukunan ndedekke sentosa, congkrah ndadekake karusakan
203. Sabaya pati sabaya mukti
 Rukun nganti tekan pati
204. Sadumuk bathuk sanyari bumi
 Nglabuhi pati marang bebener
205. Sapa salah saleh
 Sapa sing salah bakal kalah
206. Satru munggwing cangklakan
 Mungsuh kang isih sedulur
207. Sedhakep ngawe-awe
 Mareni tumindak ala, nanging isih kepingin tumindak maneh
23

208. Sembur-sembur adas, siram-siram bayem


 Bisa kaleksanan marga dongane wong akeh
209. Sepi ing pamrih rame ing gawe
 Tumandang gawe tanpa duwe melik
210. Sluman slumun slamet
 Tandang tanduke tansah ngati-ati
211. Sumur lumaku tinimba
 Nawak-nawakake ilmu supa diangsu
212. Tebu tuwuh socane
 Prekara sing wis becik dadi bubrah marga dirusuhi
213. Tekek mati ing ulone
 Nemahi cilaka amarga saka guneme dhewe
214. Tembang rawat-rawat, ujare bakul sinambewara
 Kabar sing durung mesthi bener lupute
215. Thenguk-thenguk akeklumpuk
 Wis kepenak tambah kepenak maneh
216. Trenggiling api mati
 Sejatine ngrungokake nanging ethok-ethok ora merduli
217. Timun jinara
 Samubarang sing gampang banget
218. Timun mungsuh duren
 Wong ringkih ungsuh wong kuwat
219. Timun wungkuk jaga imbuh
 Mung kanggo jagan yen ana kurange
220. Tinggal glanggang colong playu
 Keplayu saka tanggung jawab
221. Tulung menthung
 Katone nulung nanging marahi susah
222. Tumbak cucukan
 Seneng adul-adul
223. Tumbu oleh tutup
 Wong kekancan sing cocok banget
24

224. Tuna sathak bathi sanak


 Rugi bandha nanging bathi sedulur
225. Tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati
 Turune wong cilik dadi wong gedhe, Turune wong gedhe dadi wong
cilik
226. Tunggal banyu
 Tunggal ngelmu, tungga guru

227. Tunggal welat


 Sedulur sinarawedi
228. Tut wuri handayani
 Menehi kalonggran lan uga menehi pepeling amrih becik
229. Ula marani gepuk
 Njarak marang bebaya
230. Ulat mandhep ati karep
 Wes mantep banget
231. Undhaking pawarta sudaning kiriman
 Pawarta iku lumrahe wes bedha karo nyatane
232. Ungak-ungak pager arang
 Ngisin-ngisine pokal gawene
233. Welas tanpa lalis
 Aweh rasa welas nanging njalari rekasane
234. Wis kebak sundukane
 Wong sing akeh banget keluputane
235. Wiwit kuncung nganti gelung
 Wiwit cilik nganti tuwa
236. Yitna yuwana lena kena
 Sing ngati-ati slamet, sing sembrana bakal cilaka
237. Yuyu rumpung mbarong ronge
 Omahe katon njenggarong nanging mlarat
238. Yiyidan mungging rampadan
25

 Maunedurjana dadi wong alim


239. Yoga anyangga yogi
 Murid nirokake piwulange gurune
240. Yuwana mati lena
 Wong becik nemoni cilaka amarga kurang ngati-ati

b) Cangkriman
Cangkriman iku unen-unun sing kudu dibedhek (dibatang). Mula cangkriman
diarani uga bedhekan. Cangkriman ana patang warna yaiku:5
1. Cangkriman wancah (cekakan)
 Pak bomba, pak lawa, pak ciyut : tepak kebo amba, tepak ula dawa, tepak
cempe ciyut.
 Nasgithel : panas, legi kenthel
 Kabaketan : nangka tiba nang suketan
 Yumaerong : yuyu omahe ngerong
 Suru bregitu : asu turu dibregi watu
 Karla ndheren : mbakar tela sumendhe keren
 Pak boletus : tepak kebo lelene satus
 Burnas kopen : bubur panas kokopen
 Pindhang kileng : sapi nang kandhang, kaki mentheleng

Nurani, Pepak Basa Jawa Lengkap, (Surabaya : Lingkar Media).75.


5
26

 Wiwa wite, lesbo dhonge, karwa pake : uwi dawa wite, tales amba
godhonge, cikar dawa tipake
 Pak lawa : tepak ula dawa
 Bot ginawa entheng, theng ginawa abot : klobot ginawa entheng, gentheng
ginawa abot
 Surles pe dheg wer-weran : susur teledipe neng gedheg jewer-jeweran

2. Cangkriman pepindhan (emper-emperan)


 Pitik walik saba kebon (nanas)
 Sega sakepel dirubung tinggi (salak)
 Ora mundhun-mundhun yen ora nggawa mrica sekanthong (kates)
 Pitik walik saba meja (sulak, kemucing)
 Emboke dielus-elus anak diidak-idak (andha)
 Gajah nguntal sangkrah (pawon)
 Ing dhuwur wayangan, ing ngisor jedhoran (undhuh kambil)
 Kebo bule cancan merang (buntil)
 Disuguh opak angin (ora disuguh apa-apa)
 Anake gelungan ibune ngrembyang (pakis)
 Wis gedhe kok bgguyu tawa (nangis)
 Yen ibune siji anake loro, yen anake siji ibune loro, yen ibune telu ora
duwe anak (salak)
 Lawa lima, kalong telu dadi piro (wolu)

3. Cangkriman awujud pelesedan utawa blenderan


 Wong wudunen kuwi sugih pari : pringisan
 Ora usah mutung. Mutung apa? Mutung kesarung (lutung kasarung)
 Wong adol tempe ditaleni : sing ditaleni tempe, dudu wong sing dodol
 Wong mati diitunggoni wong mesam-mesem : sing mesam-mesem wong
sing nunggu, dudu sing mati.

4. Cangkriman awujud sinawung ing tembang


27

Pucung
Bapak pucung renteng-renteng kaya kalung, dawa kaya ula
Pencokanmu wesi miring sing disaba sipucung mung turut kutha. (sepur)

Bapak pucung dudu watu dudu gunung,


Sangkamu ing Plembang ngon ingone sang Bupati.
Yen lumampah si pucung lembehan grana. (gajah)

Bapak pucung... amung sirah lawan gembung


Padha dikunjara – mati sajroning ngaurip
Mijil baka – si pucung dadi dahana (penthol korek)

Bapak pucung – cangkeme madhep mandhuwur


Sabamu ing sendhang pencoanmu lambung kereng
Prapteng wisma – si pucung mutah guwaya (klenthing/ jun)

c) Wangsalan
Wangsalan yaiku rumpakan sing saemper cangkriman, nanging tebusane utawa
ancase wis dikandhakake pisan. Wangsalan kaperang dadi 6 yaiku :6
1. Wangsalan padinan / sajroning pacelathon
Wangsalan Padinan yaiku wangsalan kang digunakake minangka pacelathon ing saben
dinane, mula ana sing nganggo nyebutake batangane la nana sing tanpa batangan,
amarga wong-wong sing padha krungu/maca wis ngerti maksude (batangane).7
Tuladha :
Njanur gunung, kadingaren gelem mampir!
Wangsalan : njanur gunung
Batangan : aren
Tebusan : kadingaren
Tembung njanur gunung iku arane aren, mula biasa dadi tembung kadingaren

6
G. Setyo Nugraha, M. Abi Tofani, Gagrag Anyar basa Jawi Pepak, (Surabaya:Pustaka Agung
Harapan). 85-94.
7
Budi Anwari, Baboning Pepak Basa Jawa, (Surabaya: Genta Group Production, 2016). 160-161
28

a. Njanur gunung, kadingaren dolan mrene (janur gunung : aren)


b. Ngrokok cendhak, bocah cilik ora kena neges-neges (rokok cendhak :
tegesan)
c. Njenang gulo lho, aja lali (jenang gulo : glali)
d. Nggodhong garing, esuk-esuk kok wis nglaras (Nggodhong garing :
klaras)
e. Balung klapa, ethok-ethok ora ngerti (Balung klapa : bathok)
f. Balung geni, mbok menawa aku ora bisa teka (Balung geni : mawa)
g. Balung janur, sida lunga apa ora ? (Balung janur : sada)
h. Balung pakel, aja seneng alok-alok (Balung pakel : pelok)
i. Balung klapa, ethok-ethokan wae (Balung klapa : bathok)
j. Balung jagung, punika sampun dados tanggel jawab kulo (Balung
jagung : janggel)
k. Nyaron bumbung, nganti cengklungan olehku ngenteni (saron bumbung
: angklung)
l. Jangan gori, nganti judheg anggonku mikir (Jangan gori : gudheg)
m. Kendhil dawa, enggal ditandangi (Kendhil dawa : dandang)
n. Mutra bebek, kawir mau mung wira-wiri wae (putra bebek : meri)
o. Mrica kecut, yen mung muni pancen gampang (Mrica kecut : wuni)
p. Sarung jagung, abot entheng taklakonane (Sarung jagung : klobot)
q. Bocah kok mentil kacang, tansah mbesengut bae (mentil kacang :
besengut)
r. Sekar aren, sampun dangu-dangu (Sekar aren : dangu)
s. Reca kayu, goleka kawruh rahayu (Reca kayu : golekan)
t. Roning mlinjo, sampun sayah nyuwun ngaso (Roning mlinjo : so)
u. Wohing tanjung, becik njunnjung bapa biyung (Wohing tanjung :
kecik)
v. Kapi jarwa, dak pethek mangsa wurunga (Kapi jarwa : kethek)
w. Kukus gantung, dak sawang kok sajake bingung (Kukus gantung :
sawang)
x. Kembang jambu, kamaruk duwe sepedha anyar (Kembang jambu :
karuk)
29

2. . Wangsalan lamba
Wangsalan lamba yaiku wangsalan kang mung isi batangane siji.
Tuladha :
 Roning mlinjo, sampun sayah nyuwun ngaso.
Tembung roning mlinjo iku arane eso, mula bisa dadi ngaso
 Widheng galeng, tekamu apa padha rahayu.
Tembung widheng galeng iku arane yuyu, mula bisa dadi tembung rahayu.
3. Wangsalan rangkep
Wangsalan rangkep yaiku wangsalan kang bisa batangane luwih saka siji.
Tuladha :
 Jenang sela, wader kalen sesonderan
Apuranta, yen wonten lepat kawula
Tembung jenanggula arane apu, mula dadi apuranta. Dene tembang wader kalen
sesonderan arane sepat, mula dadi tembung lepat.
4. Wangsalan memet
Wangsalan memet yaiku wangsalan kang carane nggoleki batangane sarana
ngonceki maksude tetmbungane ambal ping pindho.
Tuladha :
 Uler kambang, yen trima alon-alon bae.
Tembung uler kambang tegese lintah, mulabatangane dadi tembung satitahe. Tembung
satitahe tegese ora ngaya, mung tumindak sakepenake bae, kanthi alon-alonan.

5. Wangsalan edipeni
Wangsalan edipeni yaiku wangsalan kang mawa paugeran :8
a. Unen-unene kedadeyan saka 2 ukara (wangsalan rangkep)
b. Saben ukara kang kapisan (yaiku isi wangsalan) mawa purwakanthi guru swara lan
purwakanthi basa.
Tuladha :
 Tepi wastra, wastra kang tumrap mustak
Mumpung mudha, nggegulanga ngike basa

Ibid., 162
8
30

Tembung tepi wastra iku tegese kemadha, mula bisa dadi tembung mudha. Dene
tembung wastra kang tumrap mustaka iku tegese iket, mula bisa dadi tembung ngiket.
 Ancur kaca, kocak munggwing netra.
Wong wruh rasa, tan mama king tata karma.
(ancur kaca: rasa, kocakmunggwing netra: tesmak).
 Carang wreksa, wreksa wilis tanpa patra.
Ora gampang wong urip ing alam dunya.
(carang wreksa: pang, wreksa wilis tanpo patra: wit kayu urip).
 Kolik priya, wanara anjani putra.
Tahu eman, wong anom wedi kangelan.
(kolik priya : tuhu, wanara Anjani putra : anoman)
a. Yaksa dewa, dewa dewi lir danawa
Kala mudha, bangkit abengkas durmaga
(Yaksa dewa : bethara kala; dewa dewi lir danawa : bethari durga)
b. Roning kamal, putrane pandhita durna
Mumpung enom, ngudia laku utama
(Ron kamal : sinom; putrane pandhita durna : aswatama)
c. Witing klapa jawata ing ngarcapada
Salugune, wong sinau aja sembrana
(Wit klapa : glugu; jawata ing ngarcapada : wong)

6. Wangsalan ing sekar/wujud tembang


Wangsalan kang mapan ana sajroning sekar/tembang. Tuladha ana ing tembang
kinanthi lan pangkur:
Kinanthi
Kinanthi linging pitutur,
Kenthang rambat menyan putih,
Awasna dipun pratela,
Noleha wiranging wuri,
Cecangkok wohing klapa,
Kang dadi pathoking uri
 Kenthang rambat tegese tela, mula bisa dadi tembung pratela,
31

 Menyan putih tegese wlirang/ tawas, mula bisa dadi tembung


awasna,
 Cecongkak wohing klapa tegese bathok, mula bisa dadi tembung
pathoking.

Pangkur
Singgang gung kang piniyara,
Mardi siswa kakawinireng estri,
Wineh winulangaken wadu,
Di Peputhut mong pregiwa,
Kang sumewa pasewakaning kalangun,
Pangrantamireng pradangga,
Sesendhonan genti-genti.
 Singgang gung kang piniyara tegese winih, mula bisa dadi
tembung wineh.
 Mardi siswa tegese mulang, mula bisa dadi winulangaken.
 Kakawinireng estri tegese wada, mula bisa dadi wadu.
 Peputhut mong pregiwa: janaloka.
 Pangrantamireng pradangga tegese sendhon, mula bisa dadi
sesendhonan.

TEMBANG
Tembang jawa ana telu warna:
1. Tembang macapat, 2. Tembang tengahan, 3. Tembang gedhe
1. Tembang macapat ana 11 pupuh:
a. Asmaradana g. Megatruh
b. Dhandhang gula h. Mijil
c. Durma i. Pangkur
d. Gambuh j. Pucung
e. Kinanthi k. Sinom
f. Maskumambang
32

2. Tembang tengahan:
a. Balabak c. Jurudemung
b. Girisa d. Wirangrong

3. Tembang gedhe:
a. Citramengeng c. Mintajiwa
b. Kusumastuti d. Pamularsih

Ing tembang jawa saben sak baris diarani sak gatra


Dhandhang gulo ana : 10 gatra (baris)
Gambuh ana : 5 gatra (baris)
Kinanthi ana : 6 gatra (baris)
Megatruh ana : 7 gatra (baris)
Pangkur ana : 9 gatra (baris)

Guru wilangan lan guru lagu


Guru wilangan yaiku akehing kecap (ucap) utawa suku tembung saben sa gatra
(baris).
Guru lagu yaiku aksara urip (vokal) ing pungkasaning gatra (baris)
Tuladha :
Kinanthi Guru wilangan Guru lagu
Anoman malumpat sampun = 8 wanda u
Prapteng witing nagasari = 8 wanda i
Mulat mangandhap katingal = 8 wanda a
Wanodya yu kuru aking = 8 wanda i
Gelung rusak wor lan kisma = 8 wanda a
Kang iga-iga kaeksi = 8 wanda i

Pangkur
Mingkar-mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kertarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah jawa
33

Agama ageing aji.


(wedhatama, KGPAA mangkunagara IV)

Dhandhanggula
Dhuh kusuma ingkang milangoni,
Buron arumingkang sobeng wana,
Yen panggih sun arasane,
Sumber gung ngisor gunung,
Wreksa langking sisaning agni,
Sun sandhang pinarenga nedya amemanuh,
Wit saking tresnaning manah,
Surya ratri wong kuning sun kawulani
Sun adhep saben dina

d) Parikan
Parikan yaiku unen-unen kang dumadi saka rong ukara. Ukara sepisanan
kanggo narik kawigetan, lan ukara kapindho minangka isi. Parikan iku kayupantun
nanging mung rong larik, parikan migunakake purwakanthi guru swara.9
Paugeran utawa pathokane parikan :
1. Cacahing wanda kapisan, kudu padha karo ukara kapindho.
2. Ukara sing ngarep kanggo bebuka dene ukara sabanjure minangka isi, /wos.
3. Tibaning ukara kang kapisan kudu padha karo ukara sing kapindho.
4. Parikan bisa dumadi saka 2 gatra utaa 4 gatra.
Tuladha Parikan :
a. Parikan (4 wanda + 4 wanda) x 2
 Pitik blorok, manak siji. Jare kapok, malah dadi.
 Wajik klethik, gula Jawa. Luwih becik, sing prasaja.
 Nyangking ember, kiwa tengen. Lunggu jejer, tamba kangen.

9
Abi Kusno, Pepak Basa jawa,(Surabaya : Ekpress, 1996). hal, 97-98
34

 Wedang bubuk, gula Jawa. Yen kepethuk, ati lega.


 Wajik klethik, gula abang. Aja suthik, yen tumandang.
b. Parikan (4 wanda + 6 wanda) x 2
 Bisa nggender, ora bisa ndemung. Bisa jejer, ora bisa nembung.
 Bisa nggambang, ora bisa nyuling. Bisa nyawang, ora bisa nyandhing.
 Manuk emprit, menclok godhong tebu. Dadi murid, sing sregep sinau.
c. Parikan (3 wanda + 5 wanda) x 2
 Bayeme, wis kuning-kuning. Ayeme, yen uwis nyandhing.
 Timune, diiris-iris. Gumune, ora uwis-wis.
 Sirahe, dianguk-anguk. Senenge, yen wis kepethuk.
d. Parikan (4 wanda + 8 wanda) x 2
 Klapa sawit, wite dhuwur wohe alit. Isih murid, aja seneng keceh dhuwit.
 Embang menur, sinebar den awur-awur. Yen wis makmur, aja lali mring sedulur.
 Rujak dhondhong, pantes den wadhahi lodhong. Yen wis condhong, tindakena gotong
royong.
 Tawon madu, ngisep sari kembang jambu. Aja nesu, yen ditudhuhna luputmu.
e. Parikan (8 wanda + 8 wanda) x 2
 Gawe cao nangka sabrang, kurang sirup luwih banyu. Aja awatak gumampang, den
sengkud nggregut sinau.
 Jangan kacang winor kara, kaduk uyuh kurang gula. Piwelingku mring pra siswa, aja
wedi ing rekasa.
 Kayu urip ora ngepang, ijo-ijo godhong jati. Uwong urip ora gampang, mula padha
ngati-ati.
f. Parikan Padinan
 Kece, ora enak. Melu kowe ora kepenak.
 Ngetan, bali ngulon. Tiwas edan, ora klakon.
 Peyek diremet-remet. Ngenyek aja banget-banget.
 Pitik walik, jambu wulung. Dilirik, wadul mring kakung.
 Pitik walik saba kebon. Ketoke celik jebul babon.
 Manuk emprit nucuk pari, dadi murid buke keri.
35

PARIKAN
1. Abang-abang gendera landa, ana sing ijo kok milih putih
Bujang maneh ora kluyuran, sing wis duwe bojo ora tau mulih
2. Ana brambang sasen lima
Berjuang labuh Negara
3. Bisa ngendhang ora bisa nyuling
Bisa nyawang ora bisa nyandhing
4. Bibi surip tuku klobot, pethuk encik tuku roti
Uwong urip pancen abot, mula becik ngati-ati
5. Esuk nakir sore nakir, sing ditakir godhong paisa
Esok mikir sore mikir, sing dipikir ora rumangsa.
6. Gudheg manggar, bumbune mrica ketumbar
Lamun sabar, bisa lejar sarta binger
7. Jambu apa jeruk
Aku melu apa entuk
8. Jemek-jemek gula jawa
Aja sok ngenyek karo kanca
9. Jangan kacang jangan kara, kaduk uyah kurang gula.
Welingku marang para mudha, aja wedi ing rekasa
10. Kembang mlathi, warna peni ngganda wangi
Watak putri, kudu setiti angati-anti
11. Kembang kencur, ditadur tepining sumur
Sapa jujur, bakal luhur klawan makmur
12. Kembang menurtinandur ing pinggir sumur
Yen wis makmur aja, lali marang sedulur
13. Kutha kendhal kali wungu
Ajar kenal karo wina
14. Kembang aren sumebar pinggir kalen
Aja dahwen yen kowe kepingin kajen
15. Kembang kencur, ganda sedhep sandhing sumur
Kudu jujur, yen kowe kepingin makmur
16. Kembang mawar, ganda arum ngambar-ngambar
36

Ati binger, ajamung yen nampa bayar


17. Kembange kembang cempaka, dudu kembang aren dalu
Mumpung sira isih mudha, kudu sregep ngudi ngelmu
18. Manuk emprit ncuk pari
Dadi murid sing taberi
19. Manuk tuhu mencok pager
Yen sinau menthe pinter
20. Ngasah arit nganti landhep
Dadi murid kudu sregep
21. Rujak cengkir, pantese diwadhahi cangkir
Mlipar-mlipir, polahe wong lagi naksir
22. Semarang kaline banjir
Ja sumelang ra dipikir
23. Tawon madu ngisep sari kembang jambu
Aja nesu yan tinuding kaluputanmu
24. Tawon madu ngisep sekar
Dadi guru kudu sabar
25. Wajik klethik gula jawa
Luwih becik sing prasaja
26. Wedang bubuk gula tebu
Mata ngantuk njaluk turu
27. Wedang jeruk tanpa gula
Ja sok umuk tanpa guna
28. Korek gambar klenthing
Kula ndherek wonten wingking
29. Wong yen lagi gandrung
Ra preduli mbledose gunung
30. Wong yen lagi naksir
Ra preduli sing ditaksir kenthir
37

e) Tembang Jawa
Tembang yaiku susastra/ sastra, utawa anggitan/ karangan kang kaiket dening
guru lagu, guru wilangan, lan guru gatra (Indonesia : Puisi).10
 Guru lagu/ dhong ding: yaiku tibane swara vokal ing pungkasane gatra.
 Guru wilangan: yaiku cacahe wanda saben sagatra.
 Guru gatra: yaiku cacahe gatra saben sapada.
 Pupuh: yaiku tembang pirang-pirang pada kang isih sajenis.
 Pada: yaiku bait/ koplet.
 Wanda: yaiku pakecapan/ suku kata.
Tembang Jawa ana telung warna yaiku Tembung Macapat, Tembung Tengahan
lanTembung Gedhe.11
Tembang macapat yaiku reriptan kanthi paugeran tartamtu kang pamacane
dilagokake, lan bisa diiringi wiramaning gendhing. Tembang macapat kaiket ing guru
lagu lan guru wilangan lan duwe watak dhewe-dhewe.Mungguh cacahing larike utawa
guru gatrane tembang Macapat iku ora padha.
Tembang Macapat iku ana 11, yaiku : pocungm maskumambang, megatruh,
gambuh, mijil, kinanthi, asmaradana, durma, pangkur, sinom, lan dhandhang gula.
Tuladha tembung macapat:
a. Pocung (4gatra) : 12u, 6a, 8i, 12a
Ethik-ethik patenana si penunggul
Gek dosane apa
Dosane ngungkul-ngungkali
Dhi aja dhi malati sadulur tua
b. Maskumambang (4 gatra) : 12i, 6a, 8i, 8a
Aturipun risang pathak angeneni
Dhuh Gusti Rohulah
Ing pamirsa amba malih
Warna warna ning naraka
c. Megatruh (5 gatra) : 12u, 8i, 8u, 8i, 8o

10
Budi Anwari, Baboning Pepak Basa Jawa, hal,166
11
Sri Hartatik, Pepak Basa Jawa Lengkap, (Surabaya : dua media,2011). hal, 82-83.
38

Prawina siswus akeh ingkang amuwus


Wawasanwus ing dumadi
Dalaning tuduh rahayu
Parandene tanpa dadi
Tetula dhankang linakon
d. Gambuh (5 gatra) : 7u, 10u, 12i, 8u, 8o
Sekar gambuh ping catur
Kang cinatur polah kang kelantur
Tanpa tutur katula-tula katali
Kadulu warsa kapatuh
Katutuh pan dadi awon
e. Mijil (6 gatra) : 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u
Cep menenga anakku cah manis
Aja gawe kagol
Kae katon rembulane gedhe
Gilar gilar cayane nelahi
Ayo sun dolani
f. Kinanthi (6 gatra) : 8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i
Pinggir sendhang ana gadhung
Rumambat ing klapa gadhing
Pinencokan manuk podhang
Sajodho tanana tandhing
Jroning gedhong ana endhang
g. Asmaradana (7 gatra) : 8i, 8a, 8e/o, 8a, 7a, 8u, 8a
Aja turu sore kaki
Ana dewa nganlang jagad
Nyangking bokorken canane
Isine donga tetulak
Sandhanka lawan pangan
Yaiku bageani pun
Wong melek sabar narimo
h. Durma (7 gatra) : 12a, 7i, 6a, 7a, 8i, 5a, 7i
39

Damar wulan aja nguci reng ayuda


Tangi asun enteni
Tandhing lawan ing wang
Padha mangsa padhaa
Tadhah anapedhang mami
Ing kang prayitna
Kena mesthi ngemasi
i. Pangkur (7 gatra) : 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i
Mingkar-mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kertarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah jawa
Agama ageing aji.
(wedhatama, KGPAA mangkunagara IV)
j. Sinom (9 gatra) : 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a
Sun iki dhutaning nata
Prabu kenya Majapahit
Kekasih Damar Sasangka
Atma mantune ki patih
Magang anyar awak mami
Lahta bisma praptaningsun
Ingutus Sang Narpendah
Kinen mocok murdantaji
Marmaningsun ingutus ywa mindho karya
k. Dhandhang gula (10 gatra) : 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a
Dhuh kusuma ingkang milangoni,
Buron arumingkang sobeng wana,
Yen panggih sun arasane,
Sumber gung ngisor gunung,
Wreksa langking sisaning agni,
40

Sun sandhang pinarenga nedya amemanuh,


Wit saking tresnaning manah,
Surya ratri wong kuning sun kawulani
Sun adhep saben dina
Tembang tengahan iku akeh kang kanggo mbawani gendhing kang kalebu
tembang tengahan, yaiku:
•Balabak
•Wirangrong
•Jurudemung
•Duduk wuluh
•Lontang
Tembang gedhe iku sapada patang gatra, utawa patang pada pala. Cacahing
wanda pada-pada siji lan sijine padha. Lire, yen pada pala kapisan 7 wanda, pada
kapindho, katelu lan kang kaping papat uga mitung wanda. Cacahing wanda saben
sapada pala iku diarani laku. Saiki tembang gede iku akeh kang kanggo mbawani
gendhung, utawa kanggo sulukan.
Tuladha:
•Kusumastuti
•Pamularsih
•Maduretna
•Kuswarini
•Candrakusuma

Tabel Bedane Tembung Macapat Siji Lan Tembung Macapat Liyane

No Arane Tembang Sasmitane Watake


1 Pocung Pocung, kaluwak, Watake sakpenake lan kurang
wanda ‘cung’ greget, lumrahe kanggo
nelakake geguyonan lan pitutut
2 Maskumambang Maskumambang, Watake susah utawa sedhihlan
kampul, mas kentir, melas asih, mula cocok kanggo
kambang, kentir nelakake rasa kesedhihan kang
ngenesake
41

No Arane Tembang Sasmitane Watake


3 Megatruh Duduk wuluh, truh, Watake sedhih lan kentekan
megatruh, pagat, pangarep-arep, mula lumrah
duduk, wuluh, luh kanggo nelakake crita kang
nggrantesake ati
4 Gambuh Gambuh, buh, Watake grapyak, sumanak,
jumbuh, tambuh mulacocok kanggo nyritakake
pitutur
5 Mijil Mijil, pamijil, wijil, Watake tinarbaka, mula pantes
wiyos, raras, kanggo nelakake pitutur,
sulastri nasehat, lan uga crita katresnan
utara asmara
6 Kinanthi Kinanthi, kanthi, Watake seneng, tresna asih,
gandheng, kanthil mitutura, nuladani, mula
lumrahe kanggo menehi pitutur
lan crita kang nelakake rasa
tresna asih
7 Asmaradana Asmaradana Watake, asmara, brangta,
kingkin, yungyun – watake
tresna asih lan sedhih, mula
pantes kanggo nelakake,
katresnan
8 Durma Durma, dur, undur, Watake, galak, sereng, lan
sirna, galak nemu kanepson
9 Pangkur Pangkur, wuntat, Watake sereng, antepan ati, lan
pungkur, ungkur, gagah, mula lumrah kanggo,
yudakenaka, nyritakake wong kang nesu lan
ungkur kahanan paparengan
10 Sinom Sinom, taruna, Watake sabar , grapyak, lan
anom, weni, nom, sumanak, mula lumrahe
srinata, pamase, kanggo nelakake crita kang
logondhan, rema, ngemu piwulang lan pitutur
pangrawit, mudha
11 Dhandanggula Sarkara, hartati, Watake luwes, kewes, lan
dhandhang, madu, ndudut ati, mula pantes kanggo
42

No Arane Tembang Sasmitane Watake


manis, sari, nelakake crita apa wae, ing
bremana, ngendi wae, lan kahanan apa
guladrawa, gagak, wae
kaga, tresna

f) Purwakanthi
Purwa tegese wiwitan, kanthi tegese gandheng. Purwakanthi yaiku gandhenge
swara sing buri karo swara sing wis kasebut ing ngarepe. 12 Purwakanthi ana werna telu
yaiku :
a. Purwakanthi guru swara
Purwakanthi guru swara yaiku purwakanthi kang runtut swarane.
Tuladha:
1. Aja dumeh menang, banjur tunindak sawenang-wenang
2. Ana awan, ana pangan
3. Ana bungah, ana susah iku wis lumrah
4. Ana dina, ana upa
5. Ati karep, bandha cupet
6. Bareng wis makmur, lali marang sedulur
7. Becik ketitik, ala ketara
8. Gelem obah, mesthi mamah
9. Inggah inggih ora kepanggih
10. Ijo-ijo godhonge kara, bareng bodho lagi rumangsa
11. Ireng-ireng ketok untune, bareng seneng ketok guyune
12. Kudu sregep sing sinau, sapa sing kepingin maju
13. Ora cepet, ora ngliwet
14. Ora ngedan, ora keduman
15. Thenguk-thenguk nemu kethuk
16. Tuwas sayah, ora paedah
17. Wong bungah sok nemu susah
18. Welinging guru, wong iku kudu mituhu marang bapa ibu, supaya slamet
sing tinemu
12
Budi Anwari, Baboning Pepak Basa Jawa, 174
43

b. Purwakanthi guru sastra


Purwakanthi guru sastra yaiku purwakanthi kang runtut sastrane utawa
tulisane.
Tuladha:
1. Aja dhemen memada sameng dumadi
2. Bobot, bibit, bebet
3. Janji jujur jajahane mesthi makmur
4. Katula-tula ketali
5. Kala kula kelas kalih, kalung kula kolang kaling
6. Katula-tula ketali
7. Laras, lurus, leres, laris
8. Makuta, makuti, makuten
9. Pak kerta tuku kertudhuwita kertas, nunggang kreta pating kertep jiwat kreteg
kertosono
10. Petruk patrol karo putrane loro putra putri
11. Ruruh, rreh, ririh ing wewarah
12. Singsapa salah bakal seleh
13. Sing sapa goroh growah
14. Sing weweh bakal wuwuh
15. Sluman slumun slamet
16. Tatag, teteg bakal tutug
17. Tata titi, tentrem
18. Tatune menthunthung mentheng-mentheng
19. Tata, titi, tutug, tatag, tanggung tertib

c. Purwakanthi lumaksita
Purwakanthi lumaksita utawa ana sing ngarani purwakanthi guru basa yaiku
purwakanthi sing tembunge ing ukara sadurunge dibaleni maneh ing ukara candhake.
Tembung guru ing kene tegese paugeran utawa pathokan. Purwakanthi guru swara
ateges purwakanthi kang nganggo pathokan swara.
Tuladha :
44

1. Asung bekti, bektine kawula marang Gusti


2. Bayem arda, ardane ngrasuk busana
3. Lungguh dhingklik, dhingklike wong cilik-cilik
4. Mangan ati, atine sing kelara-lara
5. Nandhang lara, larane wong lara lapa
6. Pandhu suta, suta madyaningpandhawa
7. Raja putra, putra daleme ngastina
8. Rujak degan, degane krambil ijo
9. Remuk rempu, rempu dadi awu
10. Saking tresna, tresnane mung samudana
11. Rujak dhondhong, rujake sisaning kalong
12. Witing tresna, tresnane mung sawetara

g) Tembung Dolanan
Tembang dolanan yaiku jinis tembang reripta gagrak anyar sing ora nganggo
paugeran gatra, guru lagu, guru wilangan, lan dhong . Nanging biasa ditembangake
dening bocah-bocah cilik, utamane ing padesan, sinambi dolanan bebareng karo
kanca-kancane lan bisa dibarengi wiramaning gendhing. Lumantar lagu dolanan,
bocah-bocah dikenalake bab sato kewan, sato iwen, thethukulan, tetanduran, bebrayan,
lingkungan alam, lan sapanunggalane.13
Tuladha
 Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketudhung gudel
Pak empong lera-lere
Sapa ngguyu ndelikkake
Sir sir pong dhele gosong
Sir sir pong dhele gosong
 Jaranan
Jaranan-jaranan..... jarane jaran teji
13
Ibid., 177
45

Sing numpak ndara bei


Sing ngiring para mantra
Jeg jeg nong... jeg jeg gung
Prok prok turut lurung
Gedebug krincing gedebug krincing
Prok prok gedebug jedher
 Dhondhong opo salak
Dhonghong apa salak dhuku cilik-cilik
Gendong apa mbecak mlaku thimik-thimik
Adhik ndherek ibu tindak menyang pasar
Ora pareng rewel ora pareng nakal
Mengko ibu mesthi mundhut oleh-oleh
Kacangkaro roti adhik diparingi
 Kodok ngorek
Kodok ngorek kodok ngorek ngorek pinggir kali
Teyot teblung teyot teblung teyot teyot teblung
Bocah pinter bocah pinter besuk dadi dokter
Bocah bodho bocah bodho besuk kaya kebo

Gundul Pacul

h) Geguritan
Geguritan yaiku wohing susastra kang basane cekak, mentes lan endah.
Geguritan asale saka tembung “gurit”, kang ateges kidung utawa tulisan kang awujud
tatahan. Dene geguritan ingkene, ateges rumpakan kidung kang mawa paugeran
gumathok, yaiku:14
 Caching gatrane ora tertamtu, nanging apese 4 gatra.
 Saben-saben sagatrane guru wilangan lan guru lagu padha wae, runtut mawa
purwakanthi guru swara.
 Lumrahe kabuka utawa kawiwitan srana ukara “sun anggegurit”.

14
Ibid., 187
46

Geguritan iku klebu puisi Jawa modhern, amarga ora kaiket ing aturan
kayadene tembang. Geguritan bisa karipta amarga ana ilham utawa insprasi (angen-
angen). Geguritan mujudake karya kang sipate pribadi, mula geguritan panganggit siji
lan sijine beda-beda. Angen-angen kang ana sajrone pikirane pengarang banjur diolah
supaya dadi geguritan kaya kang dikarepake pengarang banjur diolah supaya dadi
geguritan kaya kang dikarepake penganggit. Kanthi mengkono, geguritan iku basane
katon endah, bisa migunakake nilai-nilai utawa amanat kang bisa kapethik kanthi
difrasekan dhisik. Memfrasekan geguritan iku ateges menganalisa utawa ngudari
ukara-ukara geguritan iku supaya maksude bisa ketangkep. Geguritan iku kawujud lan
majas. Sarana retorika lan majas paedahe kanggo gawe geguritan iku endah lan enak
kawaca.
 Cekak yaiku ora wujud ukara sing nggladrah.
 Menthes yaiku tembunge duwe makna kang jero.
 Endah ngemu purwakanthi swara, sastra utawa basa.
 Tembungane pilihan
Tuladha :
Raden Ajeng Kartini
Sanajan panjenengan wanita
Nanging gelem rekasa
Sanajan dipingit wong tuwa
Atine mbela
Mbela kaum wanita
Aja nganti kalah prakosa
Jejere wanita
Kudu tetep siyaga
Ngawohi nasibe bangsa
Nurunake nasibe bangsa
Duwea wawasan kang jembar
Kanggo nggayuh lintang kang sumunar
Amanat :
 Ngeluhurake derajad Pahlawan
 Ngagungake asmane
47

 Ngormati perjuangane
 Ora lali dongakake supaya ditampa ing sisi Gusti Allah

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Kesusastraan ialah sebuah jenis pemikiran dari perasaan manusia yang mendalam dan
memiliki arti ataupun suatu keindahan tertentu.
 Kasusastraan Jawa meliputi paribasan-bebasan-saloka, cangkriman, wangsalan,
parikan, tembang macapat, purwakanthi, tembang dolanan dan geguritan.
 Contoh dari macam-macam kasusastraan yakni, paribasan (Adigang, adigung,
adiguna), bebasan (Adol lenga kari busik), saloka (Asu belang kalung wang),
48

cangkriman (Wong wudunen kuwi sugih pari : pringisan), wangsalan (Njanur gunung,
kadingaren gelem mampir!), parikan (Wajik klethik, gula Jawa. Luwih becik, sing
prasaja), tembang macapat (sinom, gambuh, asmaradana, dll), purwakanthi (Ana
awan, ana pangan), tembang dolanan (Cublak-cublak suweng), dan geguritan (Raden
Ajeng Kartini).

Karya Sastra adalah benda budaya, karena ia diciptakan oleh manusia, hasil
sentuhan tangan manusia. Sebagai benda budaya karya sastra memuat ide/gagasan
penciptanya, sedangkan gagasan pokok dalam sastra adalah kemanusiaan. maka yang
dimaksud dengan Sastra Jawa adalah karya seni yang menggunakan Bahasa Jawa
sebagai media.
Hal yang membedakan antara Sastra Jawa dengan sastra yang lain adalah pada
penggunaan Bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki sejarah yang sangat panjang, yakni
sejak zaman kuna hingga saat ini. Oleh karena itu Bahasa Jawa dapat dibedakan
berdasarkan kesejarahannya. Sejalan dengan itu maka Sastra Jawa juga dapat dipilah-
pilah sesuai dengan perkembangan historis Bahasa Jawa.
Jenis Sastra Jawa dapat dikelompokkan berdasarkan Bahasa dan isi.
Berdasarkan Bahasa Jawa yang digunakan, Sastra Jawa dapat dibedakan menjadi
Sastra Jawa Kuna, Sastra Jawa Tengahan, Sastra Jawa Baru, dan Sastra Jawa modern.
Sedangkan Berdasarkan Kategori Isi antara lain : Sejarah, Silsilah, Hukum, Bab
Wayang, Sastra Wayang, Sastra, Piwulang, Islam, Primbon, Bahasa, Musik, Tari-
tarian, dan Adat-istiadat
Kasusastraan Jawa meliputi Paribasan, Bebasan, lan Saloka. Cangkriman dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu: Cangkriman Wancah, Cangkriman Pepindhan,
Cangkriman Wujud Tembang. Wangsalan juga dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu
Wangsalan Sajroning Pacelathon, Wangsalan Edi Peni, Wangsalan Wujud Tembang.
Sedangkan Tembang jawa ada tiga macam yaitu Tembang macapat, Tembang
tengahan, Tembang gedhe. Guru wilangan yaiku akehing kecap (ucap) utawa suku
tembung saben sa gatra (baris), sedangkan Guru lagu yaiku aksara urip (vokal) ing
49

pungkasaning gatra (baris). Purwakanthi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
Purwakanthi guru swara, Purwakanthi guru sastra, Purwakanthi lumaksita.

DAFTAR PUSTAKA
Abikusno. 1996. Pepak Basa Jawa.Surabaya: Ekspress.
Budi Anwari. 2016. Baboning Pepak Basa Jawa. Surabaya: Genta Group Production.
Daryanto.1999. Kawruh Basa Jawa Pepak.Surabaya:Apollo Lestari.
Hartatik, Sri. Pepak Basa Jawa Lengkap.Surabya: Dua Media.
Nugraha, G & Setyo. Tofani, M. Abi. Buku Pinter Basa Jawa. Surabaya: Kartika.
Nugraha, G & Setyo. Tofani, M. Abi. Gagrag Anyar basa Jawi Pepak, Surabaya:
Pustaka Agung Harapan.
Nurani. Pepak Basa Jawa Lengkap. Surabaya: Lingkar Media.

Behrend, T.E. (ed.) 1990. Museum Sonobudaya Yogyakarta. Jakarta: Jambatan.

Margana, S. 2004. Pujangga Jawa dan Bayang-bayang Kolonial. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Suripan Sadi Hutomo. 1975. Telaah Kesusastraan Jawa Modern. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Zoetmulder, PJ. 1985. Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta:
Jambatan.

S. Daryanto S., 1999. Kawruh Basa Jawa Pepak. Surabaya: Apollo.

Anda mungkin juga menyukai