Anda di halaman 1dari 6

EKSISTENSI PENGGUNAAN BAHASA KAWI

DALAM UPACARA KEAGAMAAN DI BALI

EXISTENCE OF THE USE KAWI LANGUAGE


IN RELIGIUS RITUALS IN BALI

I Komang Alit Adi Sanjaya

Mahasiswa Program Studi Magister Brahma Widya, Pendidikan Pascasarjana,


Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, Denpasar
email: alitadisanjaya@yahoo.com

INTISARI
Bahasa Kawi merupakan bagian dari Bahasa Jawa Kuno yang telah dipergunakan sejak jaman
kerajaan Hindu di wilayah Jawa. Penggunaan bahasa ini lebih banyak digunakan untuk menyusun kitab-
kita Jawa Kuno maupun dipergunakan dalam penulisan prasasti dan yupa. Penggunaan Bahasa Kawi ini
mencapai puncak kejayaan pada jaman kerajaan majapahti sekitar abad ke XV. Runtuhnya kerajaan
terbesar di Nusantara ini berdampak pada eksistensi Bahasa Kawi. Beberapa upaya yang dilakukan
untuk melestarikan keberadaan Bahasa Kawi ini, walaupun telah dianggap sebagai bahasa mati. Di Bali,
penggunaan Bahasa Kawi masih banyak dijumpai baik dalam situasi formal maupun situasi non formal.
Dalam hal upacara adat dan keagamaan hindu di Bali, penggunaan Bahasa Kawi masih banyak
dijumpai, seperti pegelaran pewayangan, pegelaran topeng, bahkan see (doa) seorang sulinggih dalam
proses pemujaan masih menggunakan Bahasa Kawi. Hal ini menandakan masih eksisnya Bahasa Kawi
di Bali. Selama tradisi, adat, budaya dan Agama Hindu masih mengakar di dalam diri orang Bali, maka
eksistensi Bahasa Kawi masih tetap terjaga.

Kata kunci: Bahasa Kawi, Eksistensi, Upacara Agama.

PENDAHULUAN Bahasa Kawi saat ini sudah tidak


Pada jaman kerajaan Hindu di Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi (sebagai
terutama di pulau Jawa terdapat sebuah bahasa mati), namun saat ini bisa dirasakan
bahasa dengan masuknya bahasa Sanskerta di dimana bahasa Kawi hanya digunakan oleh
pulau Jawa yang dipadukan dengan bahasa para pengarang namun saat ini bahasa Kawi
Jawa, terciptalah sebuah bahasa yang disebut digunakan oleh para rohaniawan atau
dengan bahasa Kawi atau bahasa Jawa Kuno masyarakat Hindu dalam prosesi acara agama
(Yunairi & Bhattacarya, 2020). Pada masa itu. Hindu atau pelaksanaan ritual dalam
Bahasa Kawi sangat banyak menyerap kosa keagamaan. Bahasa Kawi merupakan Bahasa
kata dari bahasa Sanskerta, akan tetapi bahasa yang sudah mati karena sudah tidak
Kawi tidak meniru tata bahasa Sanskerta. digunakan dalam berkomunikasi namun masih
Bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno yang eksis digunakan sebagai Bahasa ritual
kata-katanya dipilih oleh para Kawi kehinduan.
(pengarang). Bahasa Kawi sudah Pengaruh Bahasa Kawi di Bali tampak
dipergunakan untuk mengubah karya sastra terjadi ketika berkembangnya Kerajaan Kediri
mulai abad IX sampai abad XV, namun di bawah kekuasaan Raja Erlangga.
penggunaan bahasa Kawi secara lisan Perkembangan semakin pesat ketika Majapahit
(diwariskan dari mulut ke mulut) sudah mulai menaklukkan dan menguasai Bali mulai 1343.
pada abad VIII atau sebelum abad IX (Surada, Pengaruh Jawa semakin berkembang, ketika
2018). wangsa Jawa itu mendirikan keratonnya di

1
Samprangan, Bali Selatan Bagian Tengah. analisis data sebagai upaya untuk menemukan
Selanjutnya dipindahkan ke Gelgel dan jawaban dari pokok masalah penelitian. Tahap
beberapa keluarganya memerintah kerajaan- terakhir penulismelakukann penulisan narasi
kerajaan kecil di Bali (Ardika et al., 2013). ilmiah sebagai research result (hasil penelitian)
Hingga kini, mereka masih dalam bentuk artikel ilmiah.
membanggakan diri mereka yang berasal dari
bangsawan-bangsawan Jawa. Orang Jawa yang HASIL & PEMBAHASAN
turut dalam ekspedisi tersebut kemudian Berbicara sastra tradisional di Indonesia,
menetap berangsur-angsur di Bali. Sejak saat eksistensi sastra Kawi tidak dapat dipisahkan.
itulah Bali mengalami suatu proses Sastra Kawi hidup dan mencapai puncaknya
“Jawanisasi” yang sistematis. Orang-orang pada abad ke-15 ketika zaman kerajaan
brahmana dari Jawa menetap di Bali sambil Majapahit. Pada abad ke-9 merupakan titik awal
membawa ajaran dan praktik keagamaannya. berkembangnya sastra Kawi ditandai dengan
Berbaurnya kedua aliran itu, yakni proses hadirnya kakawin Ramayana yang tersohor
“Jawanisasi” di satu pihak terhadap masyarakat tersebut. Bentuk karya sastra Kawi di samping
dan kebudayaan Bali melalui kontak dengan berupa karya sastra kakawin (puisi naratif), juga
kalangan keraton beserta peraturan-peraturan ada dalam bentuk parwa (prosa). Kedua bentuk
administratifnya, dan meningkatnya proses karya sastra Kawi mewarnai kehidupan sastra
“Balinisasi”di pihak lain di kalangan keraton- saat itu, seperti kakawin Sutasoma, kakawin
keraton itu sendiri. Suatu ketika keadaan di Bharatayudha, Arjunawiwaha, Adiparwa, dan
Jawa semakin berubah dan pengaruh Jawa sebagainya (Jirnaya, 2018).
semakin pudar sampai segala hubungan Bahasa Kawi merupakan Bahasa yang
terputus, sehingga menyebabkan Bali digunakan pada kebanyakan susastra maupun
melahirkan keanekaan bentuk kebudayaan yang Pustaka suci Hindu yang ada di Nusantara.
meriah (Zoetmulder, 1985; Erawati, 2015). Bahasa Kawi sering diistilahkan sebagai Bahasa
Eksistensi Bahasa Kawi perlu dikaji lebih Parwa, karena bahasa ini banyak ditemukan
mendalam dalam artikel ini untuk menemukan pada sastra-sastra parwa di Indonesia. Selain itu
sejauh mana penggunaan bahasa ini oleh bahasa ini juga banyak digunakan untuk
masyarakat Bali. menulis prasasti-prasasti, lontar-lontar dan
beberapa dokumentasi pada masa sejarah
METODE PENULISAN kerajaan Hindu di Indonesia.
Artikel ini disusun menggunakan
pendekatan kualitatif dengan menampilkan data Sejarah & Pengertian Bahasa Kawi
dari berbagai literatur (library research). Untuk Bahasa Kawi ditemukan di Sukabumi,
menggali data secara holistik dan memperoleh menurut sumber tertulis yang paling tua,
jawaban dari pokok masalah artikel ini, maka sehingga disebut dengan prasasti Sukabumi
penulis melakukan kajian dan telaah melalui (Zoetmulder, 1994). Prasasti Sukabumi ini
beberapa tahapan. merupakan prasasti pertama yang menggunakan
Pertama, mengumpulkan dan membaca bahasa Kawi Sejak ditemukannya prasasti
berbagai literatur yang terkait dengan pokok Sukabumi ini banyak dokumen resmi yang
masalah, yang kemudian melakukan identifikasi memakai bahasa Jawa Kuno. Prasasti Sukabumi
data yang ada sesuai dengan keperluan. Tahap adalah prasasti tertua yang menggunakan
selanjutnya adalah melakukan unitasi dan bahasa Kawi (Zoetmulder, 1983). Dalam
kodingisasi terhadap data yang ditemukan dan kesimpulannya bahwa prasasti Sukabuni ditulis
dikelompokan secara sistematis untuk pada tanggal 25 maret 804 masehi. Prof. Dr.
memudahkan dalam merangkai redaksi dan RMG Poerbatjaraka dalam bukunya,
narasi ilmiah, yang kemudian dilakukan kepustakaan Jawa, menyimpulkan hasil
analisis. Ketiga, melalui pendekatan contant penelitiannya terhadap sejumlah naskah sastra
analysis (analisis isi), penulis melakukan Kawi, yaitu Naskah Kawi yang tertua adalah

2
Candakarana, naskah ini berisikan tentang bahasa pergaulan sehari – hari. Bahasa Jawa
pelajaran bagaimana membuat sebuah kekawin Kuno saat ini, adalah bahasa yang terdapat
dalam Jawa Kuno dan daftar kata-kata Kawi. dalam naskah-naskah dan dokumen-dokumen,
Dalam naskah tersebut juga menyebutkan sehingga disebut bahasa documenter, sama
seorang raja keturunan bangsa Sailendra yang halnya dengan bahasa Sanskerta, Latin, Yunani
mendirikan candi Kalasan, kira-kira pada 700 (Zoetmulder, 1995).
saka atau 778 masehi.
Bahasa Kawi adalah bahasa yang dipakai di Eksistensi dan Dinamika Bahasa Kawi di
Jawa pada masa lampau. Bahasa kawi juga Bali
disebut dengan bahasa Jawa Kuno. Menurut Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau
I.G.K Ranuh dalam Sakuntala menyatakan KBBI (1995), kata ‘eksistensi’ dimaknai
bahwa, Bahasa kawi adalah bahasa Jawa Kuna, sebagai ‘keberadaan’. Artinya, eksistensi pada
akan tetapi bahasa Jawa Kuno tidak identik hakikatnya tentang penilaian ada atau tidak
dengan Bahasa Kawi (Surada, 2018). Kata kawi adanya pengaruh tentang suatu hal. Misalnya,
berasal dari kata kavya (Sanskerta) yang artinya suatu bahasa dapat muncul dan digunakan pada
puisi atau syair. Di India kata kawi berarti suatu masyarakat bahasa tertentu. Eksistensi
seseorang yang memiliki pengetahuan luar juga mengandung pengertian bahwa suatu
biasa, orang yang bijak dan mampu melihat hari keadaan nyata dan dapat diperhitungkan. Selain
depan. Tetapi dalam kesusastraan Sanskerta itu, eksistensi dianggap sebagai sebuah istilah
klasik, Kawi yaitu seorang penyair, pencipta yang dapat diapresiasi kepada seseorang yang
atau pengarang. sudah banyak memberi pengaruh positif kepada
Bahasa Kawi adalah bahasanya seorang orang lain.
pengarang atau seorang pujangga. Tidak setiap Istilah ‘dinamika’ pada awalnya digunakan
bahasa yang dipergunakan oleh seorang oleh bagian ilmu fisika yang berhubungan
pengarang disebut kawi. Namun istilah bahasa dengan benda yang bergerak dan tenaga yang
Kawi hanya istilah yang digunakan untuk menggerakkan. Selanjutnya berkembang
menunjukkan ragam tulis yang merupakan menjadi dinamika kelompok, yaitu gerakan atau
bagian dari bahasa Jawa Kuna. Jadi bahasa kekuatan yang dimiliki sekumpulan orang di
Kawi adalah bahasa Jawa Kuna, ragam tulis masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan
yang dipergunakan oleh para Kawi (pengarang) dalam tata hidup masyarakat yang
untuk menampung buah pikirannya. Bahasa bersangkutan. Di samping itu, di kenal adanya
kawi adalah bahasa campuran antara bahasa ‘dinamika pembangunan’ dan ‘dinamika sosial’
Sanskerta dan bahasa Jawa. Bahasa Kawi (KBBI, 1995).
banyak menyerap kosakata dari bahasa Bahasa Kawi tidak hanya dimaklumi
Sanskerta, akan tetapi bahasa Kawi tidak kehadirannya, tetapi dipelajari, ditiru, dan
meniru tatanan bahasa Sanskerta. Bahasa Kawi dikembangkan sehingga terwariskanlah karya-
merupakan bahasa Jawa Kuno yang kata- karya sastra yang ada di Bali saat ini berupa
katanya dipilih oleh Pengawi atau pengarang lontar-lontar yang mempergunakan Bahasa
untuk kesusastraan. Bahasa Kawi hanya Kawi. Zoetmulder dalam bukunya mengatakan
sebagian dari bahasa Jawa Kuna. Bahasa Kawi “kepada Bali lah kita berhutang budi karena
adalah bahasa Jawa Kuna ragam tulis yang sastra Jawa Kuna diselamatkan di Bali”.
dipergunakan oleh para Kawi untuk Saat ini di Bali, Bahasa Kawi tidak hanya
menampung buah pemikirannya. terdapat dalam karya sastra-karya sastra saja,
Bahasa Jawa Kuna adalah bahasa Jawa melainkan dibangkitkan lagi penggunaannya
yang umum dipergunakan oleh masyarakat dalam ranah-ranah tertentu; seperti mabebasan
Jawa selama periode Hindu Jawa sampai (acara menambangkan dan manfsirkan puisi
runtuhnya Majapahit. Setelah runtuh Majapahit tradisional Bali baris demi baris), upacara-
(abad XV), masyarakat Jawa diperkirakan tidak upacara, dan sebagainya. Selanjutnya, Dibia
lagi mempergunakan bahasa Jawa Kuna sebagai (2012) mengatakan bahwa Bahasa Kawi adalah

3
bahasa ungkap yang sangat penting dalam seni untuk menuliskan garis keturunan atau
pertunjukan Bali, walaupun penggunaannya silsilah atau klan di Bali. Seiring
seringkali tidak lagi secara murni. Dengan perkembangan desa adat di Bali
demikian, pemakaian Bahasa Kawi itu tidak penulisan awig-awig (peraturan desa)
hanya terbatas pada karya sastra tulis melainkan pada sebuah desa pakraman juga
juga dalam bentuk seni pertunjukan. semakin banyak. Pendokumentasian
Penggunaan Bahasa Kawi dapat menambah seperti di atas biasanya ditulis dengan
wibawa bahasa, para praktisi Bahasa Kawi aksara Bali di atas daun lontar. Namun,
mengatakan bahwa Bahasa Kawi taksu-nya saat ini pendokumentasian itu kerap kali
(karisma) budaya Bali. ditulis kembali dalam bentuk buku
Suatu fenomena penting di era 2000-an ini disertai transliterasi dan terjemahannya
bahwa pengarang atau pangawi di Bali masih ke dalam bahasa Indonesia melalui
mampu menggunakan Bahasa Kawi untuk teknologi yang lebih mutakhir.
mengekspresikan imajinasinya ke dalam karya Pemutakhiran tersebut dilakukan untuk
sastra kakawin. Hal itu dibuktikan adanya memudahkan dan memahami isi dan
ciptaan kakawin, seperti kakawin Ananda maknanya. Selain digunakan dalam
Bhuwana yang dikarang oleh I Wayan Seregeg, penulisan tersebut, kata-kata Bahasa
S.Pd. Disamping itu pula, parakawi Bali sering Kawi juga digunakan dalam penulisan
menyelipkan kosa kata-kosa kata, ungkapan- nama orang, organisasi/ kelompok
ungkapan Bahasa Kawi ke dalam karya sastra sosial, nama-nama tempat di Bali.
Bali, seperti dalam geguritan/ paparikan atau Dalam penulisan nama-nama tersebut
pun dalam karya sastra prosa. Ungkapan dipastikan mengandung makna-makna
“Bahasa Jawa Kuna adalah bahasa mati” tertentu dan tujuan tertentu yang
khususnya dalam masyarakat Bali tidaklah sandangnya.
sepenuhnya berlaku (Erawati, 2015). 2. Ranah Lisan
Maraknya wacana “ajeg bali” sejak awal Selain digunakan dalam ranah tulis,
tahun 2000-an serta saat ini Pemerintah Provinsi Bahasa Kawi digunakan dalam ranah
Bali dengan semboyan Nangun Sat Kerthi Loka lisan. Dalam ranah lisan, penggunaan
Bali menguatkan eksistensi Bahasa Kawi di Bahasa Kawi di masyarakat Bali dapat
masyarakat semakin meningkat. Berbagai ranah ditelusuri melalui fakta kebahasaan yang
penggunaan Bahasa Kawi di Bali terdapat dalam seni pertunjukan,
mengisyaratkan bahwa bahasa ini semakin upacara adat dan keagamaan,
diapresiasi lagi sebagai media baik dalam mabebasan, nasihat, dan pidato/
situasi formal maupun nonformal. Hal yang pemakalah.
perlu didalami lebih jauh adalah terjadinya
eksistensi dan dinamika Bahasa Kawi di Bali Penggunaan Bahasa Kawi dalam Upacara
saat ini. Sesuai dengan masalah yang Keagamaan di Bali
diungkapkan di atas kiranya dapat dijelaskan Upacara-upacara adat dan keagamaan di
melalui fakta-fakta penggunaan Bahasa Kawi Bali khususnya masyarakat yang beragama
dalam berbagai ranah di masyarakat Bali saat Hindu sering kali menggunakan kata-kata
ini. Adapun penggunaan kosa kata tersebut Bahasa Kawi dalam mengomunikasikan
dapat ditelusuri melalui ranah tulis dan ranah maksud yang akan disampaikan oleh penutur
lisan. Kedua ranah tersebut dideskripsikan dan pada lawan tuturnya. Misalnya, dalam upacara
dijelaskan seperti berikut ini (Erawati, 2015). perkawinan ditemukan berbagai pelibat wicara
1. Ranah Tulisan yang ada dalam peristiwa itu. Dalam
Dalam ranah tulisan, penggunaan perkawinan tentunya melibatkan dua pihak
Bahasa Kawi dapat dijumpai dalam keluarga yang akan bersatu dalam sebuah
penulisan prasasti-prasasti, awig-awig, keluarga besar. Pada umumnya bentuk
babad (silsilah), dan karya sastra. Babad perkawinan adat Bali dibedakan atas tiga

4
macam, yaitu (1) ngidih, mapadik ketika Data (6) di atas menunjukkan penggunaan
keluarga si laki-laki meminang si gadis pada kosa kata Bahasa Kawi. Kata-kata seperti itu
keluarganya’ (2) merangkat, ngerorod biasanya digunakan untuk menghaturkan
‘perkawinan lari’ yakni si laki-laki melarikan si segehan di lebuh (pintu keluar pagar rumah)
gadis dari keluarganya; (3) melegandang yang dipercaya ada sebagai penunggu tempat
‘kawin paksa’ jenis perkawinan ini sudah jarang itu. Upacara ngerupuk itu dilaksanakan setahun
dilakukan oleh masyarakat Bali (Depdikbud sekali tepatnya sehari sebelum Nyepi yang
Prov. Bali, 1977). lazim disebut tawur agung sasih kasanga
Salah satu jenis perkawinan yang ‘persembahan besar bulan kesembilan’ untuk
memungkinkan adanya suatu dialog dan menyambut tahun baru Caka. Dalam upacara
pelibat-pelibatnya adalah jenis perkawinan persembahan seperti itu Bahasa Kawi sering
ngidih dan mepadik. Dalam prosesi tersebut diucapkan. Pengucapan saa seperti di atas
tampak, bahwa pihak laki-laki datang ke pihak bertujuan agar persembahan mereka diterima
perempuan dan diterima secara baik-baik. Pada dengan baik dan diindahkan. Hal ini
prosesi itu umumnya dilaksanakan berdasarkan membuktikan, bahwa Bahasa Kawi pada ranah,
tata cara yang berlaku yakni pembukaan acara, seperti ini masih eksis digunakan oleh
isi pembicaraan, dan penutup pembicaraan. masyarakat atau yang mewakili mengucapkan
Dalam peristiwa itu tentunya menggunakan saa tersebut.
salah satu wahana, yaitu bahasa sebagai alat
komunikasi. Bahasa yang digunakan pada saat KESIMPULAN
seperti itu adalah Basa Bali yang banyak Berdasarkan analisis di atas dapat
terdapat kata-kata Bahasa Kawi. Untuk disimpulkan bahwa Bahasa Kawi masih
membuktikan eksistensi penggunaan Bahasa digunakan dalam masyarakat Bali dalam
Kawi dalam ranah seperti itu dapat dilihat pada berbagai ranahnya. Penggunaan kosa kata
kutipan antara pelibat wicara dalam suatu Bahasa Kawi lebih banyak digunakan dalam
upacara perkawinan dengan cara ngidih/ situasi formal, di samping itu digunakan dalam
memadik ‘meminang’ di bawah ini. situasi nonformal. Seperti yang telah
Selain dalam situasi seperti di atas, Bahasa dideskripsikan di atas bahwa pada ranah-ranah
Kawi digunakan juga oleh para sulinggih, tertentu penggunaan Bahasa Kawi masih eksis
pemangku dan masyarakat yang menghaturkan/ di Bali.
melaksanakan suatu persembahan Penggunaan kosa kata yang berasal dari
(menghaturkan segehan). Salah satu contoh Bahasa Kawi memiliki kesan lebih arkais dan
dapat dilihat pada pelaksanaan upacara estetis. Mengingat Bahasa Kawi pernah sebagai
ngerupuk. Dalam persembahan tersebut bahasa persatuan di Nusantara maka bahasa ini
biasanya diucapkan mantra disertai dengan saa wajar banyak dipinjam sebagai kosa kata
seperti berikut ini. Bahasa Bali. Hal yang perlu disarankan bahwa
Ih sang bhuta kala nghulun angaturaken ada kemungkinan besar bahwa Bahasa Kawi
segehan manca warna 9 tanding, segehan tidak hanya terdapat di Bali melainkan juga bisa
cacahan satus kutus, segehan agung iki tadahen terdapat di sejumlah bahasa daerah lain di
segehangku iki. Ri huwus anadah segehangku Nusantara. Oleh karena itu, perlu dilakukan
iki mulih ta ring unggwanta sowang-sowang penelitian yang lebih lanjut mengenai eksistensi
aywa ngrebeda. Bahasa Kawi di Nusantara.
Terjemahan Indonesia: Hai, sang bhuta
kala, hamba menghaturkan persembahan lima DAFTAR PUSTAKA
warna 9 wadah, persembahan cacahan satus Ardika, IW., Paramartha, IG, & Wirawan,
kutus, segehan agung, nikmatilah AAB. 2013. Sejarah Bali. Denpasar:
persembahanku ini. Setelah menikmati Udayana University Press.
persembahanku ini kembalilah ke tempatmu Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa
masing-masing (dan) jangan mengganggu. Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

5
Erawati, Ni Ketut Ratna. 2015. Memahami
Klausa dan Kalimat Teks Bahasa Jawa
Kuna. Denpasar: CV Dharmapura.
Erawati, NKR. 2015. Eksistensi dan Dinamika
Kosa Kata Bahasa Jawa Kuna pada
Masyarakat Bali Masa Kini. Jurnal
Kajian Bali. 5 (1): 123 – 142.
Gautama, W.B. 2009. Tata Bahasa Kawi.
Denpasar: CV Kayumas Agung.
Jirnaya, IK. 2018. Eksistensi Bahasa Jawa
Kuno melalui Pembelajaran
Tradisional. Seminar Nasional Bahasa,
Sastra Daerah, Dan Pembelajarannya
(SN-BSDP) Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Daerah Fpbs -
Universitas Pgri Semarang. 151 – 159.
Kamus Bahasa Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Poerbacaraka, RM. ____. Kepustakaan Jawa.
Khusus untuk keperluan Intern.
Surada, IM. 2018. Bahasa dan Sastra Kawi.
Surayaba: Penerbit Paramitha.
Yunairi, D. & Bhattacarya, W. 2020.
Implementasi Bahasa Kawi sebagai
Semboyan Institusi di Indonesia. Jurnal
Phatika (Jurnal teologi). 11 (2): 222 –
232.
Zoetmulder, P. J. 1983. Kalangwan: Sastra
Jawa Kuno Selayang Pandang. (Edisi
terjemahan oleh Dick Hartoko S. J.).
Jakarta: Djambatan.
Zoetmulder, P.J. dan S.O. Robson. 1995.
(Edisi terjemahan oleh Darusuprapta
dan Sumarti Suprayitna).
Zoetmulder, PJ. 1985. Kalangwan Sastra Jawa
Kuna Selayang Pandang. Jakarta:
Djembatan.

Anda mungkin juga menyukai