BAHASA KAWI
NIM : 1911021002 / 01
KELAS : II B
a.Prosa
• Candakaraóa
• Sang Hyang Kamahayanikan
• Brahmãódapurãóa
• Agastya Parwa
• Uttarakãóða
• Ãdiparwa
• Kunjarakaróa
b.Puisi:
• Kakawin Rãmãyaóa
2. Zaman Mataram
Zaman ini mulai abad ke 9 -10, yaitu zaman memerintahnya Mpu
Sindok (tahun 925-962 Masehi), di Mataram sampai zaman Raja
Dharwangsa Teguh (tahun 991-1007 Masehi). Pada masa ini lahir karya
sastra prosa dan Kakawin Rãmãyana.
3. Zaman Kediri
Dimulai dari bertahtanya raja Kediri Prabu Airlangga (1019-
1049) masehi sampai masa pemerintahan raja Kertanegara (1268-
1292) Masehi di Singasari. Karya sastra Kawi yang lahir pada masa ini
adalah karya sastra yang tergolong bertembang.
4. Zaman Majapahit I
Periode ini diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit (1239
Masehi) sampai kerajaan mencapai puncak keemasannya yaitu masa
bertahtanya Hayam Wuruk (1350-1389 Masehi). Karya sastra Kawi
yang lahir pada masa ini adalah Brahmãódapurãóa, Sutasoma, dan
Pãrthayajna.
5. Zaman Majapahit II
Zaman ini mulai dari bertahtanya Wikrama Wardana (1389-1482
Masehi) sampai runtuhnya kerajaan Majapahit (1518 Masehi). Karya-
karya yang lahir pada periode ini antara lain: Kakawin Nitiúãstra,
Nirartha Prakerta, Dharmaúunya, Hariúraya.
(1) Ida Padanda Made Sidemen (Wafat th 1984) dengan karya sastranya
antara lain: Purwadigama (Siwagama), Kakawin Gayadijaya
(Kakawin Cantaka, Kakawin Candra Bherawa (Kakawin
Dharmawijaya), Kakawin Singhalayangyala, Kakawin
Kalpasanghara, Kidung Pisaca Harana, Geguritan Panitip, dll.
(2) Ida Ketut Jelantik (wafat tanggal 18 -November 1961). Karya-karya
beliau adalah; Geguritan lokika, Geguritan Sucita Subudi, Geguritan
Bhagawadgita, Satua Men Tingkes, Sebuah Kitab Tattwa (Filsafat)
yaitu Aji Sangkya. Kitab ini merupakan ringkasan dari ajaran Siwa
Tattwa yang tertuang dalam lontar-lontar yang tersimpan di Bali
masing-masing.
• Usaha pengembangan bahasa indonesia secara sadar dan aktif.
Suatu sistem simbul-simbul bunyi bebas yang diucapkan dalam atau melalui
mulut manusia, yang disetujui dan dipelajari bersama oleh masyarakat
pendukungnya, untuk dipergunakan sebagai alat kerjasama atau berhubungan
(Jendra, 1986:2).
Manfaat atau faedah dari fonologi (ilmu bunyi) ini adalah sebagi berikut.
• Fonologi bermanfaat untuk berbicara dengan ucapan yang setepat-
tepatnya dan sebaik-baiknya.
• Fonologi bermanfaat untuk menyimak ucapan orang lain dengan baik
dan tepat.
a. Kita bisa mengetahui bahwa orang lain berasal dari Flores, Batak,
Jawa dan lain-lain, yang ikal berdasarkan dialek.
b.Kita mengetahui pula dari kelas sosial mana orang yang
bersangkutan berasal, dengan memperhatikan lafal atau ucapan
kata-katanya.
• Fonologi bermanfaat untuk menulis ucapan orang lain dengan baik dan
tepat. Menulis karangan dapat dilakukan dengan tulisan atau transkripsi:
(1) ejaan/othografis, (2) fonetis dan (3) fonemis.
• Fonologi bermanfaat untuk menulis karangan dengan baik dan tepat.
• Fonologi bermanfaat untuk menganalisis system fonem suatu Bahasa dan
tataran Bahasa yang lebih tinggi yaitu morfologi dan sintaksis.
F. SISTEM EJAAN BAHASA KAWI
Segala macam lambang untuk menuliskan bahasa disebut sebagai huruf atau
aksara. Secara otomatis, huruf atau aksara itu merupakan lambang atau gambaran
dari bunyi. Sedangkan rentetan dari beberapa huruf disebut sebagai abjad.
Sementara itu untuk Abjad Kawi banyak ditulis dengan akṣara Jawa ataupun
aksara Bali. Dalam sebagian besar naskah di Bali abjad Kawi banyak ditulis dalam
aksara Bali, kecuali lontar-lontar kuno asli peninggalan Hindu Jawa yang masih
bisa diselamatkan. Bentuk antara aksara Jawa dan Bali sendiri tidak jauh berbeda.
Aksara atau Abjad ini juga sebagai lambang dari ejaan fonem bahasa Kawi.
Sebagaimana bahasa Sanskerta, ejaan fonem bahasa Kawi dibagi atas dua
golongan besar yakni ejaan fonem vokal (akṣara swāra) dan ejaan fonem konsonan
(akṣara wyañjana).
Fonem vokal dalam bahasa Kawi dibedakan menjadi dua yaitu : vokal
pendek (Swāra hṛṣva) dan vokal panjang (Swāra dīrgha).
b. Ejaan Fonem Konsonan (Vyañjana)
b.Palatal, disebut juga “talavya”. Bunyi ini dihasilkan dengan cara mendekatkan
lidah pada palatun (talu) atau tekak (langit-langit lembut).
d.Dental, yang disebut juga “danthya”. Kelompok ini dibaca dengan cara
mendekatkan gigi (denta atau dantha) atas dan gigi bawah sebelum
membunyikannya.
e.Labial, yang disebut juga “oṣṭhya”. Bunyi pada kelompok ini dihasilkan
dengan cara mendekatkan kedua bibir (labium atau oṣṭha) atas dan bawah.
Untuk aksara desah ”ha” terdapat pengecualian, karena aksara ini tidak masuk
dalam lima warga tersebut di atas. Aksara ini berdiri sendiri sebagai bunyi desah.
8. Akṣara Wisarga