Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH BAHASA SANSKERTA DALAM PRASASTI DAN NASKAH

MELAYU, JAWA, DAN BALI KUNA


Novarina

Dinamika kebudayaan di Nusantara tidak terlepas dari kontak sosial antar


masyarakat dari berbagai wilayah di kawasan Asia Tenggara pada masa lalu.
Kontak sosial tersebut memberikan ruang penyebaran kebudayaan yang dibawa
dari dari daerah asal ke daerah singgahnya. Salah satunya adalah pengaruh bahasa
Sanskerta yang dibawa India dalam bahasa kepulauan Nusantara, seperti bahasa
Melayu Kuna, Jawa Kuna, dan Bali Kuna. Terkait bagaimana proses inkulturasi
kebudayaan India di Nusantara telah banyak di perbincangkan.

Zoetmulder (1983:10) mengungkapkan mengenai asal-usulnya, bahwa


bahasa Sanskerta lebih dekat pada bahasa-bahasa pribumi Indo-Arya. Di India
Utara dan Tengah, bahasa ini masih dimengerti oleh sekelompok rakyat di luar
lingkungan ulama dan kaum terpelajar. Meskipun demikian, bukan berarti bahasa
ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari di kalangan dan daerah manapun
secara keseluruhan. Asumsi pertama pengaruh ini adalah akibat dari kontak sosial
biasa, atau sebagai akibat perkawinan antara orang Indonesia dengan bangsa
keturunan India yang menetap di Jawa, baik yang berasal dari keluarga kesatria
India maupun dari kelompok saudagar yang menetap di sepanjang pantai dan
membentuk pusat-pusat perdagangan mereka sendiri. Jika demikian, maka dapat
dimungkinkan kata-kata pinjaman dari India yang masuk ke dalam bahasa Jawa
Kuna memperlihatkan bentuk bahasa pribumi di India.

Poerbatjaraka (dalam Utomo, 2011:3) berpendapat bahwa keberadaan


bahasa Sanskerta di Nusantara dimulai saat kapal India yang diiringi oleh 35 kapal
Po-sse dari Srilangka berlabuh di Sriwijaya (kepulauan Nusantara) pada tahun
717 M untuk berdagang. Hubungan dagang tersebut kemudian berlanjut dengan
aktivitas penyebaran agama oleh para pendeta. Dalam aktivitas ini karya-karya
sastra India-Hindu diajarkan kepada bangsa pribumi. Demikian pula, Damais
(dalam Susanti, 2008) mengungkapkan bahwa kebudayaan India berkembang di
wilayah Asia Tenggara disebabkan oleh guru-guru agama Hindu-Budha yang
didatangkan untuk menyebarkan agama. Sementara itu, Sedyawati (dalam
Susanti, 2008) berpendapat bahwa sebelum datang pengaruh Hindu-Budha,
pertunjukan seni dalam upacara sima telah menjadi tradisi masyarakat desa di
Jawa. Saat pengaruh India masuk, pemerintah pusat (raja) menyesuaikan
kebudayaan lokal dengan menyerap unsur budaya India, salah satunya adalah
bahasa Sanskerta.

Pengaruh Sanskerta dalam Prasasti Jawa Kuna

Pengaruh bahasa Sanskerta dalam tradisi tulis Jawa Kuna telah memberi
gambaran akulturasi yang kuat antara tradisi lokal dengan budaya yang
diserapnya, baik dalam prasasti maupun naskah. Jika melihat kembali prasasti-
prasasti Jawa yang dibuat sekitar abad ke-15 (masa akhir pemerintahan
Majapahit) dapat diperoleh gambaran yang unik terkait hubungan antara bahasa
Sanskerta dengan Jawa Kuna. Contohnya, prasasti Waringin Pitu yang terdiri dari
rangkaian 14 lempeng tembaga yang dibuat atas peresmian sima (tanah perdikan)
oleh Raja Majapahit Dyah Krtawijaya pada tahun 1447 M. Prasasti ini lebih dari
separuh isinya mengandung puji-pujian berbahasa Sanskerta kepada raja dan
anggota keluarga diraja yang berkuasa saat itu. Bagian awal prasasti seringkali
mencantumkan kata majemuk jenis bahuvrihi yang panjang sebagai bukti
kemahiran pengarang teks tersebut. Selain itu, pada bagian tengah rangkaian kata
Sanskerta diselipkan kata Jawa Kuna untuk menunjuk para anggota keluarga
diraja dan jajaran pemerintahan. Hal ini yang disebut Pollock sebagai
“pengestetikan politik”. (Hunter, 2009:34). Berikut kutipan bagian tengah prasasti
Waringin Pitu.

Ājnā pāduka Śri Mahārāja kumonakên sang hyang dharma ring Waringin
Pitu. Pagawayakên sang hyang haji praśasti Wijaya-parākrama-
warddhahana-lañcana Makarasāmratiśubaddha-nīrikang Waringin Pitu n
sinung rājadharma de pāduka Śri Rājasaduhiteśwari garbhotpatti-nāma
Dyah Nṛrajā.
Sira ta pitāmahi de pāduka Śri Bhaṭāra prabu. Kunêng pwa sambandha
nikang Waringin Pitu yan in-arambha rājadharma de pāduka Sri
Rājasaduhiteśwari Dyaḥ Nṛttajā makadon pamratiśṭhana-nira ri sira rama-
nira Śri pāduka Parameśwara Sang Mokta ring Śunyalaya.
Huwus inubhaya sanmata ngūni de nira sira raka ni Śri Bhaṭāra Hyang
Wêkas Ing Sukhanimitta ning prasiddhāpageh kasusukan sang hyang
dharma.

‘Telah dititahkan Sang Raja (Dyah Krtawijaya) agar dibuka sebuah tempat
rohani di Waringin Pitu. Sebuah puji-pujian harus dikarang untuk “beliau

2
yang berlencana kekuasaan dan kejayaan atas emua seterusnya”, dengan
tujuan mendirikan sebuah tanah perdikan di Waringin Pitu sebagai anugerah
Paduka Raja Sri Rajasaduhitaswari, yang bernama lahir Dyah Nrtaja, yaitu
nenek Sri Bhattara (Dyah Krtawijaya).
‘Alasan tempat rohani didirikan di Waringin Pitu oleh Sri
Rajasaduhiteswari Dyah Srttaja itu ialah untuk menetapkan sebuah tempat
penampungan (arwah) ayah anda Paduka Sri Parameswara Sang Mokta di
Sunyalaya (yang telah mencapai kelepasan di dunia niskala), (yaitu
Krtawarddhana, Raja Tumapel).’
‘Karena telah disetujui di masa lalu oleh kakanda Sri Bathara Hyang Wekas
ing Sukha (Raja Rajasanagara), maka mungkinlah tempat rohani tersebut
dapat dibuka tanpa hambatan.’
Kata-kata bertulis miring merupakan serapan bahasa Sanskerta. Pengaruh
bahasa Sanskerta dalam prasasti tersebut dapat ditelaah dari aspek kosakata,
morfologi, dan sintaksis. Aspek kosakata ditunjukan dengan adanya kata ajna,
sambandha, sanmata. Secara morfologis kata-kata Sanskerta mendapat afikasasi
Jawa Kuna, antara lain infiks pada kata in-arrambha dan inubhaya, serta afiks pa-
untuk kata pamratisthana. Dari aspek sintaksis, bentuk kalimat tetap
menggunakan kaidah Jawa Kuna. Contoh: Sri Maharaja, rajadharma, pitamahi
de paduka, rama-nira, wekas ing Sukhanimitta, ring Waringin Pitu.

Daftar Pustaka

Budi Utomo, Bambang. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Hunter, Thomas. 2009. Bahasa Sanskerta di Nusantara: Terjemahan, Pembumian


dan Identitas Antardaerah (dalam Sadur). Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.

N.J. Krom. 1931. Hindu-Javaanche Geschiedenis. Den Haag. Martinus Nijhoff


(dalam candakarana.stiegema.ac.id).

Ras, J.J. 2014. Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa (terj. Achadiati Ikram).
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Saputra, Karsono H, dkk. 2010. Naskah-naskah Pesisiran. Jakarta: Perpustakaan


Nasional Republik Indonesia.

Soebadio, Haryati. 1964. Tata Bahasa Sanskerta Ringkas. Jakarta: Djambatan.

3
Susanti, Ninie dan Dyah Wijayanti. 2008. Pengaruh Bahasa Sanskerta dalam
Prasasti dan Naskah Jawa Kuna (dalam Kosakata Bahasa Indonesia
Mutakhir). Depok: Pusat Leksikologi dan Leksikografi FIB UI.

Zoetmulder. 1983. Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta:


Djambatan.

Anda mungkin juga menyukai