Anda di halaman 1dari 3

Nama: Angga Fatih Fadhlurrohman

NIM: 21407141006
Kelas: A
Program Studi: Ilmu Sejarah S-1
Mata Kuliah: Sejarah Indonesia Hindu Budhha
Dosen Pengampu: Kuncoro Hadi, M.A.

UJIAN TENGAH SEMESTER

(18 Oktober 2021)

SOAL

1. Dengan sumber yang sebenarnya terbatas, bagaimana kita sebagai sejarawan menjelaskan
tentang Kerajaan Kutai (Martapura) menggunakan sumber teks Salasilah Kutai yang
sesungguhnya dituliskan pada masa kesultanan Kutai Kertanegara? Bagaimana menempatkan
sumber salasilah kutai ini?
 Jawaban: Teks Salasilah Kutai adalah teks yang berisi tentang cerita raja-raja Kutai dari
awal berdiri hingga penggabungan dengan RI dengan dibagi menjadi 2 kota/ 1 Kabupaten
yang ditulis oleh Kesultanan Kutai Kartanegara. Naskah Salasilah Kutai tidak hanya
dibuat oleh seorang penulis saja, akan tetapi oleh banyak penulis yang kadang-kadang
untuk suatu peristiwa yang sama diceritakan secara berbeda-beda oleh penulis yang satu
dari penulis yang lainnya, yang sama sekali merupakan versi baru.
Sebagai sejarahwan, kita meneliti sumber teks Salasilah Kutai tentunya harus
kritis dan teliti dalam verifikasi atau kritis sumber teks tersebut dengan memeriksa,
menguji, dan menguji kebenaran serta membandingkan dengan sumber-sumber yang lain
untuk mendapatkan kebenaran yang ada di dalam teks Salasilah Kutai. Dalam penafsiran
sejarah, sejarahwan harus objektif dan rasional untuk menafsirkan teks Salasilah Kutai.
Kita dapat menempatkan sumber salasilah kutai sebagai karya sastra dan sumber
sekunder, karena teks ini ditulis pada masa Kesultanan Kutai Kertanegara dalam
penulisan tersebut ditulis menurut tradisi dan sudut pandang dari Kesultanan Kutai
Kertanegara yang dipenuhi dengan legenda dan mitos didalamnya.
2. Analisislah mengapa Mulawarman di Kutai dan Purnawarman di Tarumanegara mengeluarkan
prasasti-prasasti yang menunjukkan dirinya sebagai raja penguasa yang melakukan
persembahan-persembahan dan menunjukkan kebesaran diri mereka?
 Jawaban: Karena prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja Mulawarman di Kutai
maupun raja Purnawarman di Tarumanegara digunakan untuk mengukuhkan
kedudukannya serta melegitimasikan kekuasaan sebagai raja kepada rakyatnya serta
pengikutnya dengan melakukan persembahan-persembahan yang ditujukan kepada dewa-
dewa dan menunjukkan kebesaran diri mereka yang dimiliki.
3. Jelaskan perdebatan soal wangsa Sanjaya dan Sailendra (terkait soal apakah satu wangsa atau
dua wangsa), siapa saja akademisi yang memperdebatkan soal wangsa ini?
Jawaban:
 Jawaban: Pengetahuan tentang adanya dua wangsa di Jawa itu diawali oleh teori-teori
yang dikembangkan oleh para ahli bangsa asing pada masa kolonial. Sebutlah misalnya
FH van Naerssen, Bosch, George Coedes, W.F. Stutterheim, serta JG de Casparis.Para
ahli tersebut, terutama Stutterheim, menunjuk isi prasasti Mantyasih (Balitung) sebagai
dasar teorinya. Prasasti bertarikh tahun 907 yang ditemukan di daerah Magelang itu
berisikan nama-nama raja Mataram sebelum Raja Balitung. Oleh Stutterheim, prasasti
Balitung dianggap berisikan silsilah Wangsa Sanjaya.Pengetahuan tentang dua dinasti itu
terus diajarkan selama puluhan tahun di sekolah-sekolah. Akan tetapi, sebenarnya hal
tersebut keliru. Ahli-ahli Indonesia seperti Poerbatjaraka dan Boechari, sejak tahun 1950-
an telah memberikan koreksi. Dinasti penguasa Jawa pada masa sejarah klasik hanya satu,
tulis mereka. Namun, hingga kini, rupanya koreksi dari mereka kurang didengar.Menurut
Boechari, di Jawa pada masa Mataram Kuno terdapat banyak raja-raja kecil sebagai
penguasa lokal. Mereka memiliki silsilahnya sendiri-sendiri. Karena itu, Boechari
berpendapat, isi prasasti Mantyasih bukanlah silsilah Wangsa Sanjaya.
Sedangkan Poerbatjaraka dan Boechari berpendapat, dinasti penguasa Jawa pada masa
klasik hanyalah Wangsa Sailendra. Rakai Sanjaya pun termasuk bagian dari Wangsa
Sailendra walaupun ia beragama Hindu. Beberapa prasasti diajukan oleh ahli-ahli ini
sebagai buktinya.

4. Berikan penjelasan tentang perkembangan bahasa Jawa kuno, sejak kapan bahasa Jawa kuno ini
mulai lebih banyak digunakan di Jawa?
 Jawaban: Bahasa Jawa Kuno adalah rumpun bahasa Jawa fasa tertua yang dituturkan di
seluruh pulau Jawa, termasuk di pulau Madura dan Bali. Bahasa ini merupakan salah satu
cabang rumpun bahasa Melayu-Polinesia Inti dan hampir serupa dengan bahasa Melayu
Kuno.Salah satu bukti tulisan bahasa Jawa Kuno adalah "Prasasti Tarumanegara" tahun
450 Masehi di Jawa, contoh tertua yang ditulis pada keseluruhannya dalam bahasa Jawa
adalah "prasasti Sukabumi" tahun 804 Masehi. Prasasti ini ditemui di kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur yang sebenarnya merupakan salinan dari versi asal yang
sekitar 120 tahun lebih dulu ada, namun hanya salinan ini yang masih berwujud. Isi tulisan
itu menceritakan pembinaan sebuah empangan di sekitar terusan pengairan sungai Śrī
Hariñjing (Srinjing kini). Prasasti ini merupakan jenis yang terakhir yang ditulis dalam
aksara Pallawa, dengan semua contoh yang ditemukan kemudian ditulis dalam tulisan
Jawa (Hanacaraka).
5. Bagaimana sistem politik di mataram Kuno hingga Kahuripan? Bagaimana seorang raja
menjadi penguasa? Dan berikan analisis berdasar pada kedudukan para penguasa itu sejak
remaja.
 Jawaban: Di masa Kerajaaan Mataram Kuno ada jabatan Rakryan Mahamantri terdiri
atas tiga jabatan, yaitu Mahamantri i Hino, Mahamantri i Halu, dan Mahamantri i
Sirikan. Biasanya mahamantri i hino dijabat oleh putra sulung raja. Jika pejabatnya
meninggal, maka putra kedua yang semula menjabat mahamantri i halu menggantikan
posisinya.Pada zaman ini jabatan mahamantri i hino sering juga disebut mapatih hino.
Sedangkan jabatan perdana menteri saat itu setara dengan rakryan kanuruhan.Sebagai
contoh ialah, pada masa pemerintahan Airlangga, jabatan mahamantri i hino dipegang
oleh putrinya, yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi, sedangkan jabatan perdana
menteri dipegang oleh Rakryan Kanuruhan Mpu Narottama. Seorang raja yang menjadi
raja harus dididik secara jasmani dan rohani yang memimpin kerajaan.Karena raja
berduduk sebagai titisan dewa maka dibimbing para brahmana.

Anda mungkin juga menyukai