Anda di halaman 1dari 9

Nama : Hasna Amila Mahmudah

NIM : B0418027

Kelas/Prodi : A/Ilmu Sejarah

Mata Kuliah : Sejarah Indonesia Lama

Tanggal/Pukul : Kamis, 9 April 2020 pukul 21.00

Soal UTS

1. Sebutkan 3 persamaan dari permasalahan yang ada atau dihadapi oleh tiga kerajaan
tertua di Indonesia! Jelaskan!
2. Sebutkan dan jelaskan 5 perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia akibat
dari adanya kebudayaan India!
3. Perpindahan pusat kerajaan Indonesia lama dari Jawa Tengah ke Jawa Timur terjadi
pada masa Mpu Sindok, jelaskan dengan bukti prasasti!
4. Raja Balitung adalah raja besar, jelaskan hal tersebut dengan 3 prasasti!
5. Sebutkan dan jelaskan 5 macam Cagar Budaya dengan contohnya, seperti dalam UU
No. 11 th 2010!

Jawaban :

1. Kerajaan tertua di Indonesia merupakan kerajaan-kerajaan bercorak hindu yang


terletak di Jawa dan Sumatra. Berdasarkan bukti yang ditemukan, tiga kerajaan yang
tertua di Indonesia yaitu Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, dan Kerajaan
Sriwijaya. Beberapa permasalahan yang ditemukan pada tiga kerajaan tersebut
memiliki kesamaan, yaitu:

a. Keadaan Mayarakat dan Sistem Kerajaan

Pada Kerajaan Kutai, ditemukan bukti adanya bahwa sistem kemasyarakatannya


dipengaruhi oleh India. Adapula beberapa nama di Hindukan. Hinduisme
mempercepat proses feodalisme di Indonesia. Masyarakat disusun seolah-olah seperti
di India, ialah masyarakat dengan kasta. Padahal, dalam sistem masyarakat di
Indonesia tidak ada kasta yang lebih begitu keras seperti di India. Masyarakat desa
masih tetap asli dengan adatnya sendiri dan dewanya sendiri. .Dewa desa disebut
Grama desa. Gramadewa misalnya Semar dan anak-anaknya, maka ada wayang semar
disejajarkan dengan siwa (Guru), malah Semar pada pihak yang selalu benar.
Dengan demikian ada dua macam masyrakat, atau sering disebut terjadi dualisme,
yaitu masyarakat Kraton dan adat desa. Hal inilah yang disebut dengan dualisme
masyarakat, yaitu kraton yang telah di Hindukan sedangkan kondisi masyarakat desa
yang masih asli.

Sedangkan pada Kerajaan Tarumagera, Kita tidak banyak mengetahui keadaan


masyarakat waktu itu, tetapi terdapat dualisme yaitu masyarakat kraton dengan
bangsawan-bangsawan, mereka telah di Hindukan dan lain fikak masyarakat adat
yang otonom di bawah kepala desa bersama orang tua di kampong, yang masih
berkebudayaan asli. Dalam masyarakat kraton sebagai dewa tertinggi Cina atau
Wisnu.Dia memberikan kekuasaan jasmani kepada raja atau wangsa raja terus ke
pegawai dan akhirnya rakyat.
Kekuasaan Rokhani melalui Aghstya, kemudian Brahma dan akhirnya rakyat. Grama
desa juga demikian. Kekuasaan jasmani melalui kepala desa akhirya rakyat,
kekuasaan rokhani melalui dukun akhirnya ke rakyat.

Pada Kerajaan Sriwijaya, tidak ditemukan pastibagaimana sistem keadaan


masyarakat disana. Namun, Prasasti Telaga Batu tidak menyebut nama Sriwijaya,
tetapi tipe dan nadanya sama dengan prasasti Sriwijaya. Jadi tentu dari Sriwijaya.
Untuk kerajaan dipakai istilah Kedatuan. Kemudian disebutkan urutan putra raja ialah
: Yuwaraja (Putra mahkota). Pratiyuwaraja (putra mahkota lebih muda) dan
Rajakumara (putra-putra yang lain).
Putra-putra raja diberi jabatan tinggi, ini cocok dengan berita dinasti Sung. Dalam
prasasti juga disebut jabatan tinggi misalnya : Senapati, Nayoka, pratyanya dan
Dandanayaka. Kemudian dikutuk perbuatan sihir.Prasasti tersebut juga dikupas oleh
Casparis dalam prasasti Indonesia II (1956).Prasasti yang dasarnya elips berlobang,
maka disebut Sang Hyang Lumpang.Ini hanya untuk penyumpahan.Yang disumpah
minum air yang untuk penyiramnya.

b. Huruf dan Bahasa


Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur di daerah Muara Kaman di tepi
sungai Mahakam. Bukti adanya kerajaan Kutai yang berdiri sekitar abad ke IV ini
ditemukan sebuah prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf pallava, huruf yang
dipakai di India Selatan, nama Pallava sendiri sebetulnya merupakan nama kerajaan di
India. Hal ini menjadi dasar persoalan bahwa terbentuknya kerajaan Kutai di tepi
sungai Mahakam sangat terbuka dan terpengaruh oleh kebudayaan di India Selatan.
Sedangkan, bahasanya mengunakan Bahasa Sansekerta, bahasanya orang Arya, atau
kalangan kasta atas. Prasasti tersebut dipahatkan pada batu tinggi yang disebut Yupa.
Yupa adalah batu tinggi yang biasanya untuk membuat hewan yang akan
dikorbankan. Kebiasaan itu terbentuk di India Utara, pada aliran Brahmanaisme.
Dalam zaman Megalithikum di Indonesia juga mengenal batu tinggi disebut Nehir,
yang dipakai dalam upacara mendatangkan rokh nenek moyang. Dalam hal ini, masuk
bahasa Sansekerta, sebab sebagai bahasa dalam agama dan sastra.

Kerajaan Taruma yang terletak di Jawa Barat. Menurut letak prasasti daerahnya
sekitar Krawang-Jakarta-Bogor dan Banten. Dalam prasasti digunakan huruf Pallava
dan bahasa Sansekerta.Bahasa Sansekertanya boleh disebut masih mulus seperti
Kutai. Angka tahunnya tidak ada tetapi menurut Palegrafinya, adalah abad ke V
permulaan, atau paling lambat pertengahan abad ke V.

Pada bukti prasasti Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan, yaitu prasasti Kota Kapur
menggunakan bahasa Melayu kuno campur Sansekerta. Prasasti Kota Kapur bertahun
608 Saka (686AD).Batunya tidak dari Bangka, sebab di situ jenis itu tidak ada. Isinya
berupa ancaman kepada yang berontak terhadap yang diangkat oleh Sriwijaya sedang
yang tunduk akan mendapat kebahagiaan. Dalam prasasti Kota Kapur ada persoalan
ialah mana yang dimaksud dengan Bhumi Jawa?Coedes menyamakan dengan Jawa
sekarang dan yang dimaksud kerajaan Taruma.Casperis menyamakan dengan Cho-po
dalam berita Tiongkok dan oleh Casperis dianggap di Malaka.Ada lagi mengatakan
Bangka sendiri.Memang masih sulit untuk menentukan, tetapi kami mendukung
pendapat Coedes.

c. Adanya Sinkretisme

Agama di Kutai menurut N.Y. Krom, Brahmanaisme sebab ada kebiasaan di Kutai
menurut Brahmanaisme sebab ada kebiasaan korban lembu, tetapi menurut
Purbacaraka, Ciwaisma yang terdahulu di Indonesia. Dalam prasasti Kutai tanpa
angka tahun, tetapi menurut paleograpunya adalah huruf abad IV A.D. (Paleo = kono,
graphien = tulisan). Ahli membaca tulisan kuno pada bahan keras (batu dan logam)
disebut epigraphi).Sedang epigrafi adalah cabang ilmu yang mempelajari tulisan kuno
pada bahan yang keras. Dalam kerajaan Kutai terjadi pula sinkretisme keagamaan
yaitu Hindu dan kepercayaan animisme.

Berbicara masalah agama jaman Tarumanegara tidak banyak dapat dijumpai.


Dimungkinkan disebabkan kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat yang meliputi
daerah Jakarta-Bogor-Banten tersebut tidak banyak meninggalkan sisa-sisa sarana
ibadah keagamaan yang sangat diperlukan untuk merekontruksi kehidupan beragama
masa itu.
Pada masa Tarumanegara juga terjadi sinkretisme bahwa agama yang dianut oleh raja
Purnawarman adalah agama Veda, yang menitik beratkan pemujaan dewa surya yang
sifatnya telah membaur dengan sifat dewa Mithra yaitu dewa Matahari sekaligus
dewa perang.

Agama di Sriwijaya adalah agama Budha. Di Sriwijaya peninggalan berupa


bangunan tidak begitu banyak, mungkin berhubungan dengan sifat maritim, di mana
hal keagamaan kurang meresap jika dibandingkan dengan daerah agraris di
Jawa.Tetapi tentu ada factor-faktor lain misalnya daerahnya kurang cukup bahan
seperti batu, maupun karena kesibukan berhubung sifat pekerjaannya sebagai
pedagang.Lain halnya dengan masyarakat agraris di mana banyak waktu terluang.
Sesudah orang menanam tinggal menunggu hasilnya sambil memohon kepada Tuhan
akan hasil yang banyak, baik, sebab petani tidak bisa memastikan hasilnya. Candi
peninggalan zaman Sriwijaya yang agak besar di Muara Takus. Sriwijaya menjadi
pusat agama Budha di Asia Tenggara, sebab Itsing sendiri belajar dahulu di Sriwijaya
sebelum ke India, lama tinggal di Sriwijaya sebelum ke India dan sesudah dari India,
lama tinggal di Sriwijaya.

2. a. Kepercayaan atau Agama


Sebelum budaya India masuk, di Indonesia menganut kepercayaan pemujaan terhadap
roh nenek moyang. Kepercayaan itu bersifat Animisme dan Dinamisme. Animisme
merupakan satu kepercayaan terhadap roh atau jiwa sedangkan Dinamisme
merupakan satu kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib.
Dengan masuknya kebudayaan India, penduduk Nusantara secara berangsur-angsur
memeluk agama Hindu dan Buddha, diawali oleh lapisan elite para raja dan
keluarganya. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah
mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan
kata lain mengalami Sinkritisme.
b. Bahasa
Perkembangan masyarakat dari segi bahasa dapat dilihat dari adanya penggunaan
bahasa Sansekerta yang dapat temukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta
memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Dan istilah-istilah penting yang
menggunakan bahasa Sansekerta.
c. Bidang Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perubahan-perubahan dalam tata kehidupan sosial
masyarakat. Perubahan itu terjadi sebagai akibat diperkenalkannya sistem kasta dalam
masyarakat. Kasta-kasta itu diantaranya kasta brahmana, kasta ksatria, kasta waisya
kasta sudra.
d. Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu
berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu.
e. Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni
bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan
candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena
candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi pembuatannya melalui dasar-
dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan
yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.

3. Raja MPu Sindok sebelum menjadi seorang raja di Jawa Timur telah menjabat
sebagai Rakyan Mapatih I halu dan sebagai Rakyan Mapatih I hino, berturut turut
pada masa pemerintahan Raja Tulodong dan Raja Dyah Wawa.
Sebelum tejadi perpindahan pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur,
telah ada perhatian dari beberapa penguasa di Jawa Tengah hal tersebut dapat
diketahui dari prasasti-prasasti yang ada, seperti prasasti Ketanen berangka tahun 826
saka dan prasasti Kinawu berangka tahun 829 saka yang keduanya berasal dari atau
dikeluarkan oleh raja Balitung. Prasasti Sugih Manik berangka tahun 837 saka dari
raja Daksa. Prasasti Harinjin berangka tahun 726 saka oleh raja Dyabi Tulondong, dan
juga prasasti yang dikeluarkan pada masa pemerintahan raja Rakai Sumba dan Dyah
Wawa yaitu prasasti Kenawa (849 saka) dan prasasti Batu Sanguran berasal dari tahun
850 saka.
Perpindahan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur terjadi pada
waktu pemerintahan raja sindok pada sekitar abad 10 Masehi. Pendapat tersebut
berdasarkan pada kata rakyangta atau yang diperdewakan (kultus dewa raja) yakni
kepercayaan pada roh nenek moyang pada sebuah kalimat kutukan-kutukan prasasti
jaman Sindok yang berbunyi “ kita prasiddha mangkraksa kadatuan rakyangta i ndang
i bhumi mataram”. Yang berarti “kamu sekalian dewa-dewa yang melindungi keraton
(raja-raja) yang telah menjadi dewa di Medang di daerah Mataram” pada kutukan-
kutukan prasasti sebelum Sindok kata rakyangta (: yang telah menjadi
dewa,almarhum) itu belum pernah di temukan. Kata tersebut telah ditambahkan oleh
raja Sendok karena ia telah meninggalkan Istana leluhurnya di Medang.
a. Prasasti gulung-gulung bertahun 929 masehi. Prasasti ini berisi permohonan
seorang rakyan bernama Pu Maduralokaranjana kepada raja agar diperolehkan
menetapkan sawah di desa gulung-gulung dan sebidang hutan di desa Bantaran
menjadi Sima untuk dijadikan Dharmaksetra yaitu tanah wakaf untuk bangunan
suci.
b. Prasasti Anjuk Ladang tahun 937 Masehi.Prasasti tersebut berisi tentang perintah
raja Pu Sendok agar sawah kakatikan (?) di Anjukladang di jadikan sima dan
dipersembahkan kepada bhatara di Sang Hyang Prasada kabatyan di Sri Jayamerta
dharma dari sangat Anjukladang. Hal itu merupakan anugerah dari raja bagi
penduduk desa tersebut.
c. Prasasti Muncang berangka tahun 944 Masehi. Prasasti ini berisi tentang
peringatan perintah raja untuk menetapkan sebidang tanah di sebelah selatan pasar
di desa Muncang yang masuk wilayah rakyan Anjung menjadi Sima Dang
Acaryya Hitam, untuk mendirikan prasada kebaktyan bernama
Siddrayoga,merupakan tempat para pandita melakukan persembahan kurban
bunga. Dari berbagai bangunan suci tersebut masih sulit diidentifikasikan atau
dialokasikan secara tepat.
d. Prasasti Turyyan berangka tahun 929 Masehi berisi tentang suatu permohonan
untuk memperoleh sebidang tanah untuk pembuatan bangunan suci, permohonan
tersebut dikabulkan oleh raja dengan diberi sebidang tanah di turyyan, sebidang
tanah lagi disebelah barat sungai dan kemudian ditambah sebidang tanah yang
berada di Utara pasar desa turyyan. Dan dari ketiga ketiga bidang tanah tersebut
mempunyai kegunaannya, yaitu sebidang tanah yang berada di sebelah Barat
sungai sebagai tempat dididrikannya suatu bangunan suci, sedangkan tanah di
desa turyyan mempunyai peran sebagai sumber pembiayaan pembangunan,
kemudian tanah yang berada di utara pasar sebagai sumber pemelihara bangunan
suci. Selain dari pada itu juga disebutkan berkenaan dengan kerja bakti yang
dilakukan oleh penduduk untuk membuat bendungan di sungai tersebut.
Berkenaan dengan masalah pembangunan bendungan yang disebut dalam prasasti
wulig berangka tahun 935 Masehi. Dalam prasasti itu disebutkan adanya
pembangunan bendungan oleh penduduk desa wulig, pengikatan, padi-padi,
pikatan dan Busuran atas perintah rakyan Binihaji, Rakyan Mangibil melalui
sangat susuhan. Dalam pada itu juga disebutkan di larangnya penduduk untuk
mengusir atau menganggu dan mengambil ikannya. Kemudian juga disebutkan
bahwa pada tanggal 8 Januari tahun 935 Masehi bangunan tersebut telah
diresmikan oleh rakyan Binihaji.
Setelah terjadi pemindahan ibu kota, tercatat dalam Prasasti Siwagraha (778
Saka/856 M) dan Prasasti Mantyasih I (829 Saka/907 M) yang menyebutkan
bahwa Mamratipura dan Poh Pitu sempat mejadi ibu kota.

4. Raja Balitung merupakan seorang raja terbesar dari Mataram. Hal ini dapat dibuktikan
dari prasastinya yang berasal dari daerahnya sampai di Jawa Timur. Beberapa bukti
prasasti tersebut yaitu :
a. Prasasti Penampihan tahun 989 M.
Prasasti Penampihan merupakan tamra prasasti atau prasasti pada lempeng
tembaga yang dikeluarkan oleh Sri Kertanagara tahun 1269M. Dinamakan prasasti
Sarwwadharma karena prasasti ini berisi anugerah kepada sang hyang
Sarwwadharma. Dinamakan Prasasti Penampihan II karena prasasti ini merupakan
prasasti kedua yang sementara ditemukan di Penampihan gunung Wilis
Tulungagung. Sri Kertanagara mengeluarkan prasasti ini untuk mengukuhkan
anugerah yang pernah dikeluarkan Bhatara jaya Sri Wisnuwarddhana atau sri
maharaja Seminingrat kepada sang hyang Sarwwadharma. Jadi yang pertama
memberi anugerah sima swatantra kepada sang hyang Sarwwadharma bukan
Sri Kertanagara.

b. Prasasti Wanagiri, tahun 903

Isi prasasti Wanagiri tentang pembebasan orang naik Gethek pada penyebrangan
Sungai Bengawan Sala. Prasasti ini pernah ditranskripsi oleh Stutterheim dengan
keterangan. 1) dalam prasasti pertama nama sungai disebut Sang Mahawan.
Dalam prasasti kedua disebut Sang Mahardhika.

Menurut Stutterheim, kata Mahawan sama dengan Bhagawan. Bhagawan berarti


pendeta atau Mahardhika. Kata Bhagawan lama-lama menjadi bengawan,
terjadilah bengawan (Sala).

c. Prasasti Randusari I

Randusari letaknya dekat Prambanan, isinya pembebasan desa Poh untuk Sima
guna kepentingan “Hyang Caitya Silunglung Sang dewata Sang Lumah i Pastika”.

Jadi untuk yang wafat di Pastika. Silunglung menurut Stutterheim bangunan yang
sifatnya sementara, tetapi menurut Zoetmulder suatu bekal untuk mencapai
moksha.

5. Pengertian Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 :

“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan
Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan melalui proses penetapan.”

Ada 5 macam bentuk Cagar Budaya berdasarkan UU no.11 Tahun 2010 yaitu :

a. Benda Cagar Budaya


Benda Cagar Budaya didalam UU CB Nomer 11 tahun 2010 tersebut disebutkan
adalah sebagai benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun
tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-
sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah
perkembangan manusia.Contoh benda cagar budaya adalah bendera merah putih.
b. Bangunan Cagar Budaya
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau
benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau
tidak berdinding, dan beratap. Contoh dari bangunan cagar budaya misalnya
rumah tradisional, candi, meseum bahari dan rumah adat.
c. Struktur Cagar Budaya
Struktur Cagar Budaya disebutkan sebagai susunan binaan yang terbuat dari benda
alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan
yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan
manusia. Contoh struktur cagar budaya adalah budaya subak dan batu loncat Nias.
d. Situs Cagar Budaya
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang
mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar
budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Contoh
situs cagar budaya adalah istana Maimoon dan keraton Yogyakarta.
e. Kawasan Cagar Budaya
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs
cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri
tata ruang yang khas. Contoh kawasan cagar budaya misalnya kawasan Kesawan
Medan dan kawasan Benteng Kuto Besak Palembang,

Anda mungkin juga menyukai