Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MERINGKAS ARTIKEL “THE BODY OF THE KING: REAPPRAISING

SINGHASARI PERIOD SYNCRETISM” oleh THIMAS M. HUNTER

KELOMPOK 7

DHEA AMALIYAH ZAMZAMI (122011433010)


ICHA DWI RAHAYU (122011433025)
YASMINE NUR FITRIAH ANDRIANI (122011433037)
Artikel ini mengusulkan untuk menilai ulang pada sejarah periode Singhasari berdasarkan
penyimpangannya dari berbagai sumber sejarah yang sering digabungkan untuk menghasilkan
sebuah narasi yang baik, padahal catatan tekstual sebenarnya ditandai dengan konflik,
kontradiksi serta ambiguitas. Ken Arok memulai karirnya dengan pembunuhan Tunggal
Ametung, yaitu penguasa distrik dari Tumapel, yang diikuti dengan pengambilan ratu Ametung,
Ken Dedes, sebagai istrinya. Dengan Kemenangannya atas Krtajaya, Ken Arok ditahbiskan
sebagai Ranggah Rajasa, pendiri Dinasti Singhasari-Majapahit. Namun, dia terbunuh oleh
Anusapati, sang putra Tunggul Ametung yang masih hidup, lalu naik takhta pada tahun 1248 M.
Pemerintahan Anusapati berakhir secara tiba-tiba dengan pembunuhannya oleh putra Ken Arok,
Tohjaya, yang ditahbiskan sebagai raja pada tahun 1249 M. Namun, pemerintahannya cukup
singkat dan berakhir pada tahun 1250 M ketika putra Anusapati, Wisnuwardhana, membalas
dendam dengan mengatur konspirasi yang berhasil yang mengakibatkan kematian Tohjaya.
Setelah Wisnuwardhana naik tahta (1248-68 M), urusan negara mulai diselesaikan ke dengan
baik, upaya yang diatur oleh putranya yaitu Krtanagara (1268-92 M), melanjutkan untuk
memastikan Hegemoni orang Jawa atas semua jalur perdagangan penting nusantara dengan
miliknya kampanye untuk memastikan kesetiaan negara bagian Melayu di pesisir Sumatera.

Thomas M. Hunter berupaya untuk mengupas cerita dari Singasari yang didapatkannya
dari tiga sumber. Tiga sumber itu diantaranya adalah kakawin, prasasti, dan kidung. Lalu
dibandingkan dengan naskah-naskah serta mengutip statement dari para ahli yang menceritakan
tentang perkembangan kerajaan Singasari. Terdapat beberapa perbedaan antar para ahli
mengenai naskah Kidung Ranggalawe yang diklaim sebagai naskah dari Singasari yang tertua,
tetapi dibantah karena di dalamnya memiliki bahasa serta gaya penulisan seperti Kidung
Pamancangah. Lalu mengenai sumber dari kakawin, banyak dari naskah ditulis saat kerajaaan
Majapahit seperti karya dari Mpu Tantular yakni Arjunawijaya dan Sutasoma serta Mpu
Prapanca berjudul Desawarnana. Karya mereka berdua memiliki kesamaan isi yakni
menyinggung tentang agama di mana raja mengabadikan dirinya sebagai penganut agama yang
taat.

Pada sub bab peran pendeta dijelaskan bahwa kajian ini akan sangat berguna untuk
memasukkan tinjauan masalah 'tiga sekte' (tripaksa) Jawa Timur kuno, karena hal ini dapat
menjelaskan karir Krtanagara. Beberapa ahli telah menelusuri evolusi Shaivisme Jawa dari
bentuk Atimarga sebelumnya berfokus pada pertapaan sebagai jalan menuju keselamatan
pribadi, ke bentuk Mantramarga yang kemudian lebih dijinakkan, yang lebih terletak secara
sosial di dalam dan dapat diakses oleh rumah pemegang melalui pengembangan sistem ritual
seperti yang ada di Shaiva Siddhanta dan bentuk matra, trika dan krama dari Shaivisme non-
ganda yang berkembang di Kashmir setelahnya pergantian milenium pertama. Pada bab ini juga
menjelaskan isi dari Prasasti Sukamreta yang diterbitkan pada tahun 1259 M oleh Raden Wijaya.
Salah satu isi dalam prasasti ini ialah Bahwa Krtanagara mungkin telah memberikan
perlindungan khusus kepada keluarga Patipati karena mereka telah menjadi instruktur
Bhairavisme keluar di Patipati narasi suatu peristiwa yang dimaksudkan untuk menggambarkan
kemanjuran ajaran Bhairava dalam seni perang.

Dalam sub bab Wisnuwarddhana dan Krtanagara: Pencarian kesatuan politik dijelaskan
karir Krtanagara selama memimpi Singhasari. Ada dua prasasti dari masa pemerintahan
Krtanagara yang membuktikan kelanjutan dan perluasan kebijakan penyatuan yang diprakarsai
oleh Wisnuwarddhana. Yang pertama adalah prasasti dalam bahasa Melayu Kuno yang
ditemukan di Rambahan, di tepi Sungai Batang Hari di bagian tengah, timur Sumatra. Yang
menjelaskan hubungan kerajaan Singhasari dengan Jambi. Yang kedua yaitu ayat-ayat
Sansekerta yang ditemukan di dasar patung seorang biksu Buddha yang sedang bermeditasi,
yang sekarang terletak di sebuah taman kecil di kota Surabaya, di mana ia dikenal sebagai patung
'Joko Dolog'. Prasasti ini berisikan bukti kebijakan penyatuan Krtanagara.

Beberapa ahli mengatakan bahwa seluruh sastra Jawa Tengah disusun di Bali, dimulai
setelah penaklukan Bali oleh Gadjah Mada pada tahun 1343. Hal itu dikarena mewakili ekspresi
nilai-nilai Bali yang diproyeksikan ke belakang ke masa lalu Jawa yang diromantisasi. Tetapi ada
penggunaan bahasa non-Bali dalam kesusastraan dan seni pertunjukan Bali, namun satu-satunya
tanggapannya terhadap masalah bagaimana bahasa yang tipologi sepenuhnya Jawa dapat
diproduksi di Bali adalah dengan menyatakan bahwa bukan tidak mungkin bagi penyair untuk
menulis dalam bahasa bukan bahasa ibu mereka. Pararaton memberi kita contoh-contoh yang
sangat berguna tentang bentuk yang diambil dari proses literasi yang mengarah pada bahasa
Jawa Tengah sebagai dialek sastra. Di sini kita menemukan pola khas organisasi wacana yang
membedakan tradisi Jawa Tengah dari tradisi kakawin. Dalam pararaton terdapat pergeseran
seperangkat kata ganti yaitu siral-niral. Para alhi tipologi linguistic mengemukakan fakta bahwa
kata ganti adalah salah satu elemen bahasa yang paling mungkin untuk 'bergeser dalam
paradigma mereka' dari waktu ke waktu, fakta yang sering ditemui oleh ahli tipologi linguistik.

Dalam sub bab perspektif Jawa Tengah ini disebutkan faktor utama yang mendorong
terjadinya pemberontakan melawan kerajaan yang berkuasa di Singasari yaitu penghinaan atas
kekalahan Ken Arok serta kekuasaan Kertanegara yang tidak kalah dari Jayakatwang. ditemukan
prasasti Gunung Butak yang mana merupakan Pararaton dan Rangga Lawe sangat mengetahui
garis besar dasar dari peristiwa yang mengelilingi bagian Raden Wijaya dalam pertahanan
Singhasari-Tumapel, juga pelariannya ke pantai utara. Namun, mereka tidak memiliki
pengetahuan langsung tentang rincian rute pelariannya yang bisa diberikan Raden Wijaya.
Adapun menurut perspektif Jawa Tengah bahwa kejatuhan Kertanegara diakibatkan dari rasa
tidak percaya Kertanegara bahwa Jayakatwang akan melakukan serangan yang ditemukan dalam
narasi Rangga Lawe dan Pararaton.

Dalam pertanyaan tentang kekerabatan, terdapat dua poin penting yang dapat menjadi
sumber analisis yaitu pertanyaannya status dan persaingan politik di sekitar kedekatan garis inti,
dan pertanyaan tentang konsentrasi kekayaan, status dan kekuasaan di dalam rumah kerajaan
melalui penipuan hati-hati pola endogami yang cenderung memadukan tematik keturunan dan
afinitas. Hal penting lain yang dibahas yaitu mengenai sistem garis inti pada Bali sebagai pihak
luar yang berhasil memaksa masuk melalui kekuatan bersenjata dapat membuat klaim atas
legitimasi berdasarkan kesaktian tiap individunya, dan mitologi yang sesuai untuk karier mereka
(kelompok keturunan). Faktor ini mungkin telah memainkan peran dalam kebangkitan Ken Arok
dari asalnya yang dianggap biasa, mungkin di samping masuk ke garis inti sebagai 'ahli waris
pengganti' adalah salah satu kemungkinan alasan di balik perkembangan kisah Ken Arok dan
Ken Dedes di Pararaton. Dijelaskan pula kompleks aktivitas sastra dalam bentuk kakawin, yang
mana proyeksi bentuk ideal negara melalui prasasti kerajaan, dan penggabungan tematik
kekerabatan kerajaan dengan alam mitologis yang mengambil bentuknya yang paling terlihat
patung dan tempat pemujaan yang elegan di Jawa Timur pra-Islam, disejajarkan sebagai
manifestasi dorongan menuju stabilitas yang semakin menjadi perhatian utama negara selama
dan setelah periode Singhasari. Sebaliknya, kidung memberikan ekspresi lebih banyak masalah
afektif yang mungkin diharapkan muncul ketika aktor individu harus melakukannya perjuangan
di berbagai wilayah/tempat untuk memperoleh pengikut ('pengikut') yang dapat mendukung
mereka dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan sumber daya ekonomi dan politik.

Yang terakhir pada kesimpulan konfigurasi regional, dijelaskan mengenai kilas balik
pada sub bab-sub bab sebelumnya. Terdapat penemuan beberapa prasasti serta penjelasan istilah-
istilahnya. Salah satu prasastinya menjelaskan tentang kematian Kertanegara yang dijelaskan
pada susunan kata di batu Shingasari. Adapun pemaparan kidung serta kakawin dalam perspektif
Jawa. Dalam hal studi tentang 'sinkretisme' pada periode Singhasari ini, dapat dibicarakan
mengenai serangkaian inisiatif yang dilakukan oleh Kertanagara dengan tujuan akhir untuk
memaksa perpaduan unsur-unsur yang merepresentasikan refleksi metafisik politik pragmatis
dalam suatu kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai